Anda di halaman 1dari 14

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Otitis media adalah satu dari penyakit inflamasi yang diamati paling sering

terjadi pada anak usia dini. Sembilan puluh persen anak setidaknya sekali dan

74% tiga atau empat kali terkena otitis media selama dekade awal hidupnya

(Rezes, S.G., 2011).

Otitis media serosa juga dikenal dengan nama otitis media non supuratif,

otitis media musinosa, otitis media efusi, otitis media sekretoria, otitis media

mucoid (glue ear). Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret yang

nonpurulen di telinga tengah, sedangkan membran timpani utuh (Soetjipto dkk,

2007). Ada dua jenis proses inflamasi di dalam rongga telinga tengah dengan

membran timpani yang intak, yakni tipe akut (yakni otitis media akut serosa dan

otitis media akut supuratif) dan tipe kronik (otitis media kronik kataral serosa).

Baik tipe akut maupun kronis dari otitis media ini memiliki ciri khas yaitu adanya

akumulasi cairan di dalam celah telinga tengah, namun dibedakan oleh ada

tidaknya tanda inflamasi akut seperti demam, nyeri, hiperemi dan membran

timpani yang menonjol. Terdapat hubungan yang kuat antara OMA dan OME. Hal

ini diakui secara luas, dimana kedua penyakit ini lebih seperti dua tahap dari

perjalanan sebuah penyakit daripada dua penyakit yang berbeda, dimana OME

adalah hasil dari inflamasi akut sebelumnya yang tidak mengalami resolusi

sempurna. Empat puluh persen anak setelah 30 hari menderita OMA dan 10%

setelah 3 bulan mnederita OMA masih terdapat efusi telinga tengah yang persisten

(Rezes, S.G., 2011).


2

Patogenesis otitis media dengan efusi masih kontroversial. Penyebab

seperti disfungsi Tuba Eustachius, pneumatisasi mastoid, kelainan kraniofasial,

infeksi, immunodefisiensi, dan agen alergi dibahas secara luas. Berbagai faktor

risiko yang terlibat seperti jenis kelamin, ras, kelahiran prematur, merokok pasif,

alergi, asma, ukuran keluarga, pemberian susu botol, status sosial ekonomi, bibir

sumbing, hipertrofi adenoid, telah dipelajari dan masih kontroversial. (Tikaram A,

et al, 2012)

Komplikasi dan gejala sisa dari OME adalah masalah kesehatan

masyarakat yang penting. Para pasien akan memiliki gangguan perkembangan

bicara dan bahasa, prestasi sekolah yang buruk, timpanosklerosis dan masalah

psikososial. (Tikaram A, et al, 2012).

Oleh karena itu penting bagi seorang dokter muda sebagai calon dokter

umum yang nanti akan menjadi lini pertama pelayanan kesehatan di Indonesia

untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian, epidemiologi,etiologi dan

faktor resiko, patofisiologi, tanda dan gejala dan tentunya dapat membedakan

dengan otitis media akut karena tanda dan gejalanya yang hampir sama, namun

sangat berbeda dalam penatalaksanaan, komplikasi serta prognosis, sehingga

diharapkan setelah menempuh profesi dokter, dapat menegakkan diagnosis

dengan tepat, memberikan penanganan awal, informasi dan edukasi yang tepat

kepada pasien.
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga Tengah

Telinga tengah merupakan rongga berisi udara yang terbagi atas kavum

timpani dan air cell mastoid. Telinga tengah terdiri dari membran timpani dan 3

tulang kecil yaitu maleus, inkus dan stapes. Di dalam telinga tengah juga terdapat

dua otot kecil yaitu m. tensor timpani yang melekat pada manubrium maleus dan

m. stapedius yang melekat pada stapes. M. tensor timpani dipersarafi oleh n.

trigeminus sedangkan m. stapedius dipersarafi oleh n. fasialis. Korda timpani

adalah cabang n. fasialis yang berjalan menyeberangi rongga telinga tengah. Tuba

Eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan faring (Moller, 2006).

Membran timpani berbentuk agak oval dan merupakan selaput tipis pada

ujung liang telinga. Gendang telinga berbentuk kerucut dan agak cekung bila

dilihat dari liang telinga. Bagian utama dari gendang telinga disebut pars tensa dan

bagian kecilnya disebut pars flasida yang lebih tipis dan terletak di atas

manubrium maleus. Gendang telinga ditutupi oleh selapis sel epidermis yang

berlanjut dari kulit liang telinga. Tuba Eustachius terdiri dari bagian tulang atau

protimpanum yang berlokasi dekat rongga telinga tengah dan bagian tulang rawan

yang membentuk celah tertutup saat berakhir di nasofaring (Moller, 2006).

Tuba Eustachius terdiri dari bagian tulang (protympanum) yang terletak

dekat dengan rongga telinga tengah, dan bagian tulang rawan yang membentuk

celah tertutup di mana bagian ini akan berakhir di nasofaring. (Moller, 2006)
4

Gambar 2.1 Potongan bagian dari telinga tengah manusia untuk


menunjukkan Tuba Eustachius. (Moller, 2006)

Gambar 2.2 Orientasi Tuba Eustachius pada Orang Dewasa;


Memperlihatkan Tensor Veli Palatini (Moller, 2006)

Fungsi optimal telinga tengah dapat dipertahankan dengan cara menjaga

besar tekanan udara di rongga telinga tengah tidak berbeda jauh dengan tekanan

lingkungan luar. Hal ini dilakukan dengan membuka Tuba Eustachius. Pada orang

dewasa, Tuba Eustachius memiliki panjang 3,5-3,9 cm dan bentuknya mengikuti

arah inferior (ekor) - medial - anterior (ventral) di kepala, dan miring ke bawah

(caudal) sekitar 45 derajat terhadap bidang horizontal. Tuba Eustachius pada

anak-anak lebih pendek dengan arah hampir horizontal. Tulang rawan bagian dari

Tuba Eustachius membentuk katup yang menutup telinga tengah dari fluktuasi

tekanan di faring seperti yang terjadi selama bernafas dan mengurangi transmisi

suara seseorang ke rongga telinga tengah. Mukosa dalam Tuba Eustachius (yang
5

benar-benar bukan sebuah “Tuba” kecuali untuk bagian tulang) kaya akan sel-sel

yang memproduksi lendir dan memiliki silia yang mendorong lendir dari telinga

tengah ke nasofaring. Celah berbentuk tulang rawan bagian dari Tuba Eustachius

memungkinkan pengangkutan bahan dari rongga telinga tengah ke nasofaring

tetapi tidak sebaliknya. Cara yang paling umum untuk membuka Tuba Eustachius

adalah dengan kontraksi otot tensor palatini veli. Otot tensor palatini veli ini

terletak di faring dan dipersarafi oleh bagian motorik dari saraf kranial kelima.

Kontraksi otot ini secara alami terjadi ketika menelan dan menguap, dan beberapa

individu telah belajar untuk mengkontraksikan otot tensor palatini veli mereka

secara sadar. Tuba Eustachius juga dapat dibuka oleh tekanan udara positif di

rongga telinga tengah tetapi tidak tekanan negatif (Moller, 2006).

Rongga telinga tengah terdiri dari tympanum (rongga utama) yang terletak

di antara membran timpani dan dinding telinga bagian dalam (Promontorium

tersebut), bagian yang lebih kecil (epitympanum) yang terletak di atas tympanum,

dan sistem sel-sel udara mastoid. Kepala maleus terletak di epitympanum tersebut.

Bagian tengah telinga rongga dan Tuba Eustachius ditutupi dengan mukosa.

(Moller, 2006)

2.2 Otitis Media Serosa

Otitis media dengan efusi (OME) adalah kondisi umum anak usia dini di

mana akumulasi cairan dalam ruang telinga tengah menyebabkan gangguan

pendengaran (NICE, 2008). Otitis media dengan efusi (OME) didefinisikan

sebagai efusi telinga tengah (MEE) dengan tidak adanya tanda-tanda akut infeksi.

Pada anak-anak, OME-juga disebut sebagai "glue-ear"-sebagian besar sering

muncul setelah otitis media akut (AOM). Pada orang dewasa, sering berhubungan

dengan disfungsi Tuba Eustachius. (Zakrzewski L., et al, 2013).


6

2.2.1 Epidemiologi Otitis Media Serosa

Beberapa peneliti percaya bahwa hampir semua anak mengalami satu

episode OME sampai usianya 3 tahun, tetapi prevalensi OME bervariasi antara

usia dan waktu. Penyakit ini lebih sering terjadi pada musim dingin daripada

musim panas. OME lebih sering terjadi pada anak-anak Kaukasia dibandingkan

pada anak-anak Afrika Amerika atau Asia. Sebuah studi prospektif anak-anak

prasekolah usia 2- 6 tahun mengungkapkan bahwa MEE (Middle Ear Effusion)

terjadi setidaknya sekali pada 53% anak-anak di tahun pertama mereka dan 61%

anak-anak di tahun kedua. Studi kedua yang diikuti anak usia 7 tahun diperiksa

tiap bulan selama satu tahun dan menemukan kejadian 31% MEE. (Zakrzewski

L., et al, 2013).

Pada penelitian lain didapatkan prevalensi OME pada anak usia antara 1-3

tahun adalah 10-30%, dan insiden kumulatif OME terdapat pada usia 4 tahun

yakni sebesar 80%. Tidak ada perbedaan jenis kelamin (Rezes, S.G., 2011).

Pada sebuah penelitian di negara Malaysia, didapatkan prevalensi OME

pada anak-anak Malaysia berusia antara tiga bulan sampai dua belas tahun adalah

18,3%. Anak-anak yang menderita episode sering AOM memiliki peningkatan

risiko berkembang ke arah OME nantinya (Tikaram A, et al, 2012).

2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Otitis Media Serosa

Faktor yang paling penting berperan dalam berkembang dan menetapnya

OME adalah disfungsi dari Tuba Eustachius, hipertrofi dari jaringan adenoid,

celah di langit-langit mulut, virus patogen pada jalan nafas atas, dan alergi (Rezes,

S.G., 2011). Disfungsi Tuba Eustachius dianggap sebagai faktor etiologi utama

yang mengakibatkan perkembangan penyakit telinga tengah (Kim H.Y., 2014).

Virus patogen yang paling sering ditemukan dalam MEE pada OME anak-

anak adalah rinovirus, virus sinisial respiratory dan Human Coronavirus. (Rezes,

S.G., 2011). Otitis media dengan efusi (OME) adalah umum di antara anak-anak

dengan bibir sumbing dengan atau tanpa celah bibir (± 90%). Pada pasien
7

carsinoma nasofaring post radiasi, otitis media efusi (OME) adalah komplikasi

paling banyak pada (Chin-Lung K., 2012). Hipertrofi adenoid mungkin ikut

berperan dalam proses terjadinya otitis media dengan efusi (OME) karena

kedekatan lokasi secara anatomical (Farhad J.K, Khayat L.S.D., 2011).

2.2.3 Patofisiologi Otitis Media Serosa

Ada dua bentuk utama timbulnya OME: 1) MEE yang menetap setelah

infeksi akut dan 2) OME sekretorik.

Yang pertama, MEE menetap setelah infeksi akut disebabkan oleh kurang

efektifnya pembersihan dari telinga tengah. Pada kasus normal, pembersihan

cairan efusi disalurkan secara terus menerus dari rongga telinga tengah melalui

Tuba Eustachius ke nasofaring oleh silia eptelium di sekitar orifis Tubal.

Penyebab dari hambatan pembersihan adalah a) disfungsi silia, b) edema mukosa

dan hiperplasia, c) viskositas cairan efusi yang tinggi dan d) penurunan tekanan

telinga tengah. Kedua, adanya akumulasi cairan merupakan hasil stimulasi antigen

berkepanjangan pada mukosa telinga tengah yang terpapar infeksi trans-Tuba oleh

patogen atau bakteri aktif metabolik. (Rezes, S.G., 2011).

Obstruksi Tuba Eustachius dapat menyebabkan beberapa gejala, seperti

telinga terasa penuh dan nyeri, suara berdenging, masalah pendengaran, dan

sedikit pusing. Pusing atau vertigo dari obstruksi Tuba Eustachius terjadi karena

tekanan telinga tengah yang negatif menimbulkan penarikan membran timpani,

dan hal ini membuat stapes mendorong foramen ovale. Adanya perbaikan keluhan

tinitus setelah dilakukan kateterisasi Tuba Eustachius menunjukkan bahwa tinitus

tersebut berasal dari hipersensitivitas inti koklea yang diikuti penurunan

rangsangan saraf aferen yang disebabkan adanya celah antara udara dan tulang.

Obstruksi mekanik dari Tuba Eustachius dapat berupa intrinsik atau ekstrinsik.

Obstruksi mekanik intrinsik biasanya disebabkan oleh radang selaput membran

mukosa dari Tuba Eustachius atau alergi yang menyebabkan edema dari mukosa

Tuba. Obstruksi mekanik ekstrinsik disebabkan oleh adanya massa yang


8

menimbulkan obstruksi seperti hipertrofi jaringan adenoid atau tumor nasofaring.

(Kim H.Y., 2014).

2.2.4 Tanda dan Gejala Klinis Otitis Media Serosa

OME seringkali asimptomatis. Jika pasien memiliki tanda-tanda klinis dari

penyakit akut, seperti demam dan membran timpani eritematosa, penting untuk

mencari penyebab lainnya. OME dapat muncul dengan gangguan pendengaran

atau rasa penuh di telinga. Pasien bayi tidak bisa mengungkapkan gangguan

pendengaran, namun orang tua dapat mendeteksi ketidaknyamanan pada anaknya

ketika mengamati dan berinteraksi dengan anak. Orang tua juga biasanya

mengeluhkan gangguan tidur pada anaknya. Vertigo dapat terjadi pada OME,

meskipun jarang. (Zakrzewski L., et al, 2013).

2.2.5 Penegakkan Diagnosis Otitis Media Serosa

Pemeriksaan seorang anak yang diduga OME mencakup: 1) anamnesis

klinis, dengan fokus pada keluhan kemampuan mendengarkan yang buruk, pidato

tidak jelas atau keterlambatan perkembangan bahasa, kurangnya perhatian dan

masalah perilaku, fungsi pendengaran yang fluktuatif, infeksi telinga berulang

atau ISPA, masalah keseimbangan tubuh dan kemajuan tingkat pendidikan. 2)

pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan otoskopi dan status

perkembangan umum, dan 3) tes pendengaran (NICE, 2008). Pasien mungkin

tidak mempunyai keluhan berarti, namun pada pemeriksaan otoskopi bisa

didapatkan adanya cairan di belakang timpani normal atau retraksi membran

timpani; cairan sering jernih atau kekuningan (Zakrzewski L., et al, 2013).

Timpanometri dan reflektometri akustik juga bisa digunakan untuk

menegakkan diagnosis, terutama jika pada pemeriksaan otoskopi tidak tampak

jelas ada tidaknya cairan dalam kavum timpani (Zakrzewski L., et al, 2013)

2.2.6 Penatalaksanaan Otitis Media Serosa

Ada beberapa pilihan manajemen penatalaksanaan, mulai dari observasi,

medikoterapi, dan / atau pembedahan. Tujuan dari manajemen untuk


9

menghilangkan efusi, mengembalikan fungsi pendengaran (jika penyebabnya

adalah efusi) dan mencegah kekambuhan atau gejala sisa (Zakrzewski L., et al,

2013).

Tanpa memandang status pendengaran, anak-anak dengan OME berulang

atau menetap yang berisiko mengalami masalah pidato, bahasa, atau masalah

belajar (termasuk orang-orang dengan autisme, keterlambatan perkembangan,

Sindrom Down, atau gangguan kraniofasial seperti sumbing) harus segera dirujuk

ke dokter spesialis (Zakrzewski L., et al, 2013).

Intervensi non-bedah: Pada kebanyakan pasien, OME sembuh tanpa

intervensi medis karena terbukti dari hasil studi meta-analisis bahwa pemberian

antibiotik, antihistamin, steroid dan denkongestan, secara statistik tidak

menunjukkan adanya perbaikan klinis yang signifikan (Zakrzewski L., et al,

2013). Alat bantu dengar hanya untuk anak dengan OME bilateral persisten dan

kehilangan pendengarannya, sebagai alternatif untuk intervensi bedah di mana

operasi merupakan kontraindikasi atau tidak bisa dilaksanakan (NICE, 2008).

Beberapa indikasi merujuk ke ahli bedah untuk dilakukan evaluasi tuba

dengan timpanometri, diantaranya adalah kerusakan struktural pada membran

timpani atau telinga tengah, OME durasi ≥4 bulan dengan gangguan pendengaran

(≥40 dB) atau gejala efusi lain yang menetap, OME bilateral selama ≥3 bulan atau

OME unilateral ≥6 bulan (Zakrzewski L., et al, 2013).

Gambar 2.3. Insersi Tuba dengan Timpanostomi

Intervensi pembedahan: dianjurkan untuk melakukan insersi ventilasi pada

tuba. Pasien yang sudah dilakukan tindakan ini, harus diobservasi dan
10

pendengaran mereka harus dinilai kembali. Adenoidektomy tidak dianjurkan jika

tidak ada gejala ISPA yang sering atau menetap (NICE, 2008).

Manajemen pada anak dengan sindrom Down dan bibir sumbing yang

diduga menderita OME harus dilakukan oleh tim multidisiplin. Alat bantu dengar

diberikan untuk anak dengan gangguan pendengaran menetap akibat OME (NICE,

2008). Tonsilektomi tidak menunjukkan hasil yang memuaskan sehingga tidak

disarankan (Zakrzewski L., et al, 2013).

Untuk pasien carsinoma nasofaring post radiasi dengan OME, bisa

digunakan terapi dengan metode LMIS. Metode Ini merupakan terapi yang

nyaman dengan minimal invasif, tidak memerlukan anestesi umum, dan

memungkinkan untuk dilakukan berulang-ulang (Chin-Lung K., 2012).

Gambar 2.4. Algoritma Manajemen Otitis media dengan Efusi pada anak-anak
(Zakrzewski L., et al, 2013).
11

2.2.7 Komplikasi Otitis Media Serosa

Beberapa komplikasi dari OME diantaranya adalah 1) Kehilangan pendengaran

sementara, potensi gangguan perkembangan bahasa atau masalah perilaku

(Heather L.B, 2013); 2) Cedera anatomi kronis membran timpani menyebabkan

kebutuhan untuk operasi rekonstruksi (Heather L.B, 2013); 3) Komplikasi telinga

tengah, seperti membran timpani atelektasis, gangguan pendengaran konduktif

permanen, kolesteatoma, dll (BCMA, 2010).


OMA OME
 Etiologi dan Faktor 1. bakteri  S. pneumoniae, H. 1. Disfungsi Tuba
Resiko influenzae, M. catarrhalis, Eustachius
Streptococcus grup A, S. 2. Hipertrofi adenoid
Aureus 3. Bibir sumbing
2. Virus 4. Virus
3. Alergi 5. Alergi

 Gejala Klinis 1. Sakit telinga (otalgia) 1. Tanda inflamasi akut (ex.


2. Demam Otalgia) (-)
3. Mudah marah 2. Telinga tidak nyaman,
4. Penurunan pendengaran. terasa penuh
5. Penurunan nafsu makan 3. Penurunan pendengaran
6. Didahului ISPA (batuk, pilek) 4. Vertigo
5. Gangguan tidur
 Pemeriksaan Otoskopi Membran Timpani: Membran Timpani:
1. air fluid level 1. normal/retraksi
2. buram (putih, kuning, atau 2. tampak cairan (serous,
kemerahan) lendir)
3. menggembung (BCMA, 2004; Heather
4. cairan purulen L.B, 2013; Zakrzewski L.,
(BCMA, 2004; AMA, 2008; et al, 2013).
Heather L.B, 2013).
 Penatalaksanaan a. Observasi
a. Analgesik (acetaminofen, b. Pasien dengan sindrom
ibuprofen) Down, bibir sumbing,
b. Antibiotik hipertrofi adenoid, CA
1. Penisilin / As. Klavulanat nasofaring, Gangguan
(first line) pendengaran persisten 
2. β-lactam (ex. (Azitromycin) rujuk
3. cefalosporin (ex. c. antibiotik, Antihistamin,
Ceftriaxone) Dekongestan, Steroid,
c. Decongestan/anti histamin  homeopati, Osteopati
dianjurkan jika alergi salah satu kranial, akupunktur,
faktor resiko pada pasien. tidak direkomendasikan
(Heather L.B, 2013). (BCMA, 2004; BCMA,
2010).

Tabel 2.1 Perbedaan OMA dan OME


12

BAB 3

KESIMPULAN

Otitis media dengan efusi (OME) adalah kondisi umum anak usia dini di

mana akumulasi cairan dalam ruang telinga tengah menyebabkan gangguan

pendengaran (NICE, 2008). Otitis media dengan efusi (OME) didefinisikan

sebagai efusi telinga tengah (MEE) dengan tidak adanya tanda-tanda akut infeksi

(Zakrzewski L., et al, 2013).

Faktor yang paling penting berperan dalam berkembang dan menetapnya

OME adalah disfungsi dari Tuba Eustachius, hipertrofi dari jaringan adenoid,

celah di langit-langit mulut, virus patogen pada jalan nafas atas, dan alergi (Rezes,

S.G., 2011). Disfungsi Tuba Eustachius dianggap sebagai faktor etiologi utama

yang mengakibatkan perkembangan penyakit telinga tengah (Kim H.Y., 2014).

Anak-anak dengan OME hadir dengan tidak ada bukti peradangan akut

meskipun mobilitas cairan atau dikurangi terlihat pada pneumatik otoscopy.1

Telinga tidak akut menyakitkan, tetapi anak mungkin memiliki telinga

ketidaknyamanan dan / atau gangguan pendengaran (BCMA, 2004).

Ada beberapa pilihan manajemen untuk memilih dari, termasuk menunggu

waspada, obat, dan / atau pembedahan. Tujuan dari manajemen untuk

menyelesaikan efusi, mengembalikan pendengaran normal (jika berkurang

sekunder untuk efusi), dan mencegah episode masa depan atau gejala sisa

(Zakrzewski L., et al, 2013).


13

DAFTAR PUSTAKA

Alberta Medical Association (AMA). 2008. Guideline for the Diagnosis and

Management of Acute Otitis Media. Alberta Clinical Practice Guideline.

British Columbia Medical Association (BCMA). 2004. Otitis Media with Effusion

(OME). Guidelines & Protocols Advisory Committee.

British Columbia Medical Association (BCMA). 2010. Otitis Media: Acute Otitis

Media (AOM) & Otitis Media with Effusion (OME). Guidelines &

Protocols Advisory Committee.

Chin-Lung Kuo, Mao-Che Wang, Chia-Huei Chu, et al. 2012. New Therapeutic

Strategy For Treating Otitis Media With Effusion In Postirradiated

Nasopharyngeal Carcinoma Patients. Journal of the Chinese Medical

Association. 75 (2012) 329e334

Farhad J.K, Khayat L.S.D. 2011. Incidence Of Otitis Media With Effusion In

Children With Adenoid Hypertrophy. Zanco Journal Medical Science. Vol.

15, No. (2).

Heather L. Burrows, R. Alexander Blackwood, James M. Cooke., et al. 2013.

Otitis Media, Guideline For Clinical Care Ambulatory. Faculty Group

Practice University Of Michigan Health System.

Kim, H.Y. 2014. Diagnosis & Treatment of Mechanical Obstruction of Eustachius

Tube. Journal of Otolaryngology-ENT Research, Vol 1(1): 00001.

Moller, A.R. 2006. Hearing. In: Anatomy, Physiology and Disorders of the

Auditory System. 2nd ed. Elsevier 1:p 6-10.


14

National Institute for Health and Care Excellence (NICE). 2008. Surgical

Management Of Otitis Media With Effusion In Children. NICE Clinical

Guideline 60. Manchester.

Rezes, S.G. 2011. Examination of The Etiopatomechanism of The Otitis Media

with Effusion in Children. Thesis for the degree of doctor of philosophy

(Ph.D). Doctoral school of clinical medicine, University of Debrecen.

Soetjipto, & Mangunkusumo. (2007). Kelainan Telinga Tengah, dalam Buku Ajar

Ilmu Penyakit Telinga hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi keenam.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tikaram A, Chew YK, Zulkiflee AB, Chong AW, et al. 2012. Prevalence and Risk

Factors Associated With Otitis Media with Effusion in Children Visiting

Tertiary Care Centre in Malaysia. The International Medical Journal

Malaysia, Vol 11 No 1.

Zakrzewski Leanne, Lee, D.T., Permanente Kaiser, et al. 2013. An Algorithmic

Approach To Otitis Media With Effusion. The Journal Of Family Practice.

Vol 62 No 12.

Anda mungkin juga menyukai