BAB 1
PENDAHULUAN
Otitis media adalah satu dari penyakit inflamasi yang diamati paling sering
terjadi pada anak usia dini. Sembilan puluh persen anak setidaknya sekali dan
74% tiga atau empat kali terkena otitis media selama dekade awal hidupnya
Otitis media serosa juga dikenal dengan nama otitis media non supuratif,
otitis media musinosa, otitis media efusi, otitis media sekretoria, otitis media
mucoid (glue ear). Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret yang
2007). Ada dua jenis proses inflamasi di dalam rongga telinga tengah dengan
membran timpani yang intak, yakni tipe akut (yakni otitis media akut serosa dan
otitis media akut supuratif) dan tipe kronik (otitis media kronik kataral serosa).
Baik tipe akut maupun kronis dari otitis media ini memiliki ciri khas yaitu adanya
akumulasi cairan di dalam celah telinga tengah, namun dibedakan oleh ada
tidaknya tanda inflamasi akut seperti demam, nyeri, hiperemi dan membran
timpani yang menonjol. Terdapat hubungan yang kuat antara OMA dan OME. Hal
ini diakui secara luas, dimana kedua penyakit ini lebih seperti dua tahap dari
perjalanan sebuah penyakit daripada dua penyakit yang berbeda, dimana OME
adalah hasil dari inflamasi akut sebelumnya yang tidak mengalami resolusi
sempurna. Empat puluh persen anak setelah 30 hari menderita OMA dan 10%
setelah 3 bulan mnederita OMA masih terdapat efusi telinga tengah yang persisten
infeksi, immunodefisiensi, dan agen alergi dibahas secara luas. Berbagai faktor
risiko yang terlibat seperti jenis kelamin, ras, kelahiran prematur, merokok pasif,
alergi, asma, ukuran keluarga, pemberian susu botol, status sosial ekonomi, bibir
et al, 2012)
bicara dan bahasa, prestasi sekolah yang buruk, timpanosklerosis dan masalah
Oleh karena itu penting bagi seorang dokter muda sebagai calon dokter
umum yang nanti akan menjadi lini pertama pelayanan kesehatan di Indonesia
faktor resiko, patofisiologi, tanda dan gejala dan tentunya dapat membedakan
dengan otitis media akut karena tanda dan gejalanya yang hampir sama, namun
dengan tepat, memberikan penanganan awal, informasi dan edukasi yang tepat
kepada pasien.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga tengah merupakan rongga berisi udara yang terbagi atas kavum
timpani dan air cell mastoid. Telinga tengah terdiri dari membran timpani dan 3
tulang kecil yaitu maleus, inkus dan stapes. Di dalam telinga tengah juga terdapat
dua otot kecil yaitu m. tensor timpani yang melekat pada manubrium maleus dan
adalah cabang n. fasialis yang berjalan menyeberangi rongga telinga tengah. Tuba
Membran timpani berbentuk agak oval dan merupakan selaput tipis pada
ujung liang telinga. Gendang telinga berbentuk kerucut dan agak cekung bila
dilihat dari liang telinga. Bagian utama dari gendang telinga disebut pars tensa dan
bagian kecilnya disebut pars flasida yang lebih tipis dan terletak di atas
manubrium maleus. Gendang telinga ditutupi oleh selapis sel epidermis yang
berlanjut dari kulit liang telinga. Tuba Eustachius terdiri dari bagian tulang atau
protimpanum yang berlokasi dekat rongga telinga tengah dan bagian tulang rawan
dekat dengan rongga telinga tengah, dan bagian tulang rawan yang membentuk
celah tertutup di mana bagian ini akan berakhir di nasofaring. (Moller, 2006)
4
besar tekanan udara di rongga telinga tengah tidak berbeda jauh dengan tekanan
lingkungan luar. Hal ini dilakukan dengan membuka Tuba Eustachius. Pada orang
arah inferior (ekor) - medial - anterior (ventral) di kepala, dan miring ke bawah
anak-anak lebih pendek dengan arah hampir horizontal. Tulang rawan bagian dari
Tuba Eustachius membentuk katup yang menutup telinga tengah dari fluktuasi
tekanan di faring seperti yang terjadi selama bernafas dan mengurangi transmisi
suara seseorang ke rongga telinga tengah. Mukosa dalam Tuba Eustachius (yang
5
benar-benar bukan sebuah “Tuba” kecuali untuk bagian tulang) kaya akan sel-sel
yang memproduksi lendir dan memiliki silia yang mendorong lendir dari telinga
tengah ke nasofaring. Celah berbentuk tulang rawan bagian dari Tuba Eustachius
tetapi tidak sebaliknya. Cara yang paling umum untuk membuka Tuba Eustachius
adalah dengan kontraksi otot tensor palatini veli. Otot tensor palatini veli ini
terletak di faring dan dipersarafi oleh bagian motorik dari saraf kranial kelima.
Kontraksi otot ini secara alami terjadi ketika menelan dan menguap, dan beberapa
individu telah belajar untuk mengkontraksikan otot tensor palatini veli mereka
secara sadar. Tuba Eustachius juga dapat dibuka oleh tekanan udara positif di
Rongga telinga tengah terdiri dari tympanum (rongga utama) yang terletak
tersebut), bagian yang lebih kecil (epitympanum) yang terletak di atas tympanum,
dan sistem sel-sel udara mastoid. Kepala maleus terletak di epitympanum tersebut.
Bagian tengah telinga rongga dan Tuba Eustachius ditutupi dengan mukosa.
(Moller, 2006)
Otitis media dengan efusi (OME) adalah kondisi umum anak usia dini di
sebagai efusi telinga tengah (MEE) dengan tidak adanya tanda-tanda akut infeksi.
muncul setelah otitis media akut (AOM). Pada orang dewasa, sering berhubungan
episode OME sampai usianya 3 tahun, tetapi prevalensi OME bervariasi antara
usia dan waktu. Penyakit ini lebih sering terjadi pada musim dingin daripada
musim panas. OME lebih sering terjadi pada anak-anak Kaukasia dibandingkan
pada anak-anak Afrika Amerika atau Asia. Sebuah studi prospektif anak-anak
terjadi setidaknya sekali pada 53% anak-anak di tahun pertama mereka dan 61%
anak-anak di tahun kedua. Studi kedua yang diikuti anak usia 7 tahun diperiksa
tiap bulan selama satu tahun dan menemukan kejadian 31% MEE. (Zakrzewski
Pada penelitian lain didapatkan prevalensi OME pada anak usia antara 1-3
tahun adalah 10-30%, dan insiden kumulatif OME terdapat pada usia 4 tahun
yakni sebesar 80%. Tidak ada perbedaan jenis kelamin (Rezes, S.G., 2011).
pada anak-anak Malaysia berusia antara tiga bulan sampai dua belas tahun adalah
OME adalah disfungsi dari Tuba Eustachius, hipertrofi dari jaringan adenoid,
celah di langit-langit mulut, virus patogen pada jalan nafas atas, dan alergi (Rezes,
S.G., 2011). Disfungsi Tuba Eustachius dianggap sebagai faktor etiologi utama
Virus patogen yang paling sering ditemukan dalam MEE pada OME anak-
anak adalah rinovirus, virus sinisial respiratory dan Human Coronavirus. (Rezes,
S.G., 2011). Otitis media dengan efusi (OME) adalah umum di antara anak-anak
dengan bibir sumbing dengan atau tanpa celah bibir (± 90%). Pada pasien
7
carsinoma nasofaring post radiasi, otitis media efusi (OME) adalah komplikasi
paling banyak pada (Chin-Lung K., 2012). Hipertrofi adenoid mungkin ikut
berperan dalam proses terjadinya otitis media dengan efusi (OME) karena
Ada dua bentuk utama timbulnya OME: 1) MEE yang menetap setelah
Yang pertama, MEE menetap setelah infeksi akut disebabkan oleh kurang
cairan efusi disalurkan secara terus menerus dari rongga telinga tengah melalui
dan hiperplasia, c) viskositas cairan efusi yang tinggi dan d) penurunan tekanan
telinga tengah. Kedua, adanya akumulasi cairan merupakan hasil stimulasi antigen
berkepanjangan pada mukosa telinga tengah yang terpapar infeksi trans-Tuba oleh
telinga terasa penuh dan nyeri, suara berdenging, masalah pendengaran, dan
sedikit pusing. Pusing atau vertigo dari obstruksi Tuba Eustachius terjadi karena
dan hal ini membuat stapes mendorong foramen ovale. Adanya perbaikan keluhan
rangsangan saraf aferen yang disebabkan adanya celah antara udara dan tulang.
Obstruksi mekanik dari Tuba Eustachius dapat berupa intrinsik atau ekstrinsik.
mukosa dari Tuba Eustachius atau alergi yang menyebabkan edema dari mukosa
penyakit akut, seperti demam dan membran timpani eritematosa, penting untuk
atau rasa penuh di telinga. Pasien bayi tidak bisa mengungkapkan gangguan
ketika mengamati dan berinteraksi dengan anak. Orang tua juga biasanya
mengeluhkan gangguan tidur pada anaknya. Vertigo dapat terjadi pada OME,
klinis, dengan fokus pada keluhan kemampuan mendengarkan yang buruk, pidato
timpani; cairan sering jernih atau kekuningan (Zakrzewski L., et al, 2013).
jelas ada tidaknya cairan dalam kavum timpani (Zakrzewski L., et al, 2013)
adalah efusi) dan mencegah kekambuhan atau gejala sisa (Zakrzewski L., et al,
2013).
atau menetap yang berisiko mengalami masalah pidato, bahasa, atau masalah
Sindrom Down, atau gangguan kraniofasial seperti sumbing) harus segera dirujuk
intervensi medis karena terbukti dari hasil studi meta-analisis bahwa pemberian
2013). Alat bantu dengar hanya untuk anak dengan OME bilateral persisten dan
timpani atau telinga tengah, OME durasi ≥4 bulan dengan gangguan pendengaran
(≥40 dB) atau gejala efusi lain yang menetap, OME bilateral selama ≥3 bulan atau
tuba. Pasien yang sudah dilakukan tindakan ini, harus diobservasi dan
10
tidak ada gejala ISPA yang sering atau menetap (NICE, 2008).
Manajemen pada anak dengan sindrom Down dan bibir sumbing yang
diduga menderita OME harus dilakukan oleh tim multidisiplin. Alat bantu dengar
diberikan untuk anak dengan gangguan pendengaran menetap akibat OME (NICE,
digunakan terapi dengan metode LMIS. Metode Ini merupakan terapi yang
Gambar 2.4. Algoritma Manajemen Otitis media dengan Efusi pada anak-anak
(Zakrzewski L., et al, 2013).
11
BAB 3
KESIMPULAN
Otitis media dengan efusi (OME) adalah kondisi umum anak usia dini di
sebagai efusi telinga tengah (MEE) dengan tidak adanya tanda-tanda akut infeksi
OME adalah disfungsi dari Tuba Eustachius, hipertrofi dari jaringan adenoid,
celah di langit-langit mulut, virus patogen pada jalan nafas atas, dan alergi (Rezes,
S.G., 2011). Disfungsi Tuba Eustachius dianggap sebagai faktor etiologi utama
Anak-anak dengan OME hadir dengan tidak ada bukti peradangan akut
sekunder untuk efusi), dan mencegah episode masa depan atau gejala sisa
DAFTAR PUSTAKA
Alberta Medical Association (AMA). 2008. Guideline for the Diagnosis and
British Columbia Medical Association (BCMA). 2004. Otitis Media with Effusion
British Columbia Medical Association (BCMA). 2010. Otitis Media: Acute Otitis
Media (AOM) & Otitis Media with Effusion (OME). Guidelines &
Chin-Lung Kuo, Mao-Che Wang, Chia-Huei Chu, et al. 2012. New Therapeutic
Farhad J.K, Khayat L.S.D. 2011. Incidence Of Otitis Media With Effusion In
Moller, A.R. 2006. Hearing. In: Anatomy, Physiology and Disorders of the
National Institute for Health and Care Excellence (NICE). 2008. Surgical
Soetjipto, & Mangunkusumo. (2007). Kelainan Telinga Tengah, dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Telinga hidung Tenggorok Kepala dan Leher, edisi keenam.
Tikaram A, Chew YK, Zulkiflee AB, Chong AW, et al. 2012. Prevalence and Risk
Malaysia, Vol 11 No 1.
Vol 62 No 12.