Preskas DR Suratno Rev 003
Preskas DR Suratno Rev 003
Oleh :
Debby Nirma Sari S. G99181018
Ahmad Yasin G99182003
Pembimbing
dr. Suratno, Sp.S
STATUS PASIEN
I. Identitas Penderita
Nama : Tn. S
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jaten, Karanganyar
No. RM : 0144xxxx
Status : Menikah
Pekerjaan : Swasta
Masuk Bangsal : 25 November 2018
Pemeriksaan : 30 November 2018
1
Riwayat benjolan (-), trauma leher selain pijat (-), demam (-), makan
dan minum tidak ada keluhan. Pasien sebelumnyadirawat di RS PKU
Karanganyar selama 10 hari.
E. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat makan : pasien makan 3x sehari dengan porsi sedang
2. Riwayat merokok : disangkal
3. Riwayat minum alkohol : disangkal
4. Riwayat olahraga : jarang
2
F. Riwayat sosial ekonomi
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 54 tahun. Pasien adalah
seorang pegawai swasta. Pasien berobat dengan biaya BPJS Kelas 3.
3
P : Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC V linea sternalis
dekstra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea sternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC V linea midclavicular
sinistra
A : Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler, bising(-)
gallop (-).
Pulmo Pulmo :
I : normochest, simetris, pengembangan dada kanan sama
dengan dada kiri
P : fremitus raba dada kanan sama dengan dada kiri.
P : Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada SIC VI
linea medioclavicularis dextra et sinistra
A :Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan: wheezing
(-/-), ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi basah halus (-/-)
Abdomen : I : Dinding perut sejajar dinding dada, ascites (-), striae (-),
ikterik (-)
A : Bising usus (+) 12x/menit, bruit hepar (-), bising
epigastrium (-)
P : Timpani, ascites (-)
P : nyeri tekan (-), distended (-), hepar dan lien tak teraba
Ekstremitas Akral dingin Edema
- - - -
_ _ - -
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : GCS E4M5V6
Fungsi luhur : dalam batas normal
4
N.CRANIALIS
N.II : visus dalam batas normal
N.III, IV, VI : Ptosis (-/-), Strabismus, (-) Nistagmus (-)
Gerakan bola mata dalam batas normal
Pupil : bulat, iskokor, kanan Ø 3 mm dan kiri Ø 3mm
Refleks cahaya langsung : +/+
Refleks cahaya tidak langsung : +/+
N.V : Sensibilitas : sama kanan dan kiri
Membuka dan menutup mulut : baik
Menggigit : baik
N.VII : Kerutan dahi : simetris kanan dan kiri
Menutup mata : kelopak mata kanan dan kiri menutup
Menyeringai : simetris kanan kiri
N.VIII : Fungsi pendengaran masih baik
Fungsi keseimbangan sulit dievaluasi
N.IX, X : Inspeksi orofaring : arcus pharyngeus kedua sisi simetris,
uvula di tengah
Reflek muntah (+), Reflek bersin (+)
N.XI : Mengangkat bahu : sama kanan dan kiri
N.XII : Lidah saat dijulurkan : di tengah
Lidah saat diam : di tengah
Atrofi lidah : tidak ada
5
MOTORIK
Tonus : Normotonus │ Normotonus
Normotonus │ Normotonus
REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks Biceps : +3/+3
Refleks Triceps : +2/+2
Refleks Patella (KPR) : +3/+3
Refleks Achilles (APR) : +4/+4
REFLEKS PATOLOGIS
Babinski : +/+
Chaddock : -/-
Schaeffer : -/-
Openheim : -/-
Gordon : -/-
Stranski : -/-
Gonda : -/-
Hoffman-Trommer: -/-
SENSORIK
Hipoestesia setinggi VC 5-6
FUNGSI KOORDINASI
Sulit dievaluasi
FUNGSI OTONOM
Miksi : retensi urin
Defekasi : retensi alvi
7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium darah tanggal 26 November 2018 di RS Dr. Moewardi
8
B. EKG (25 November 2018)
Sinus Ritmis 93 bpm, normoaxis, tidak ada hipertrofi, tidak ada infark
C. Radiologi
1. Foto Thorak PA (25 September 2018) di RS Dr. Moewardi
Foto Thorax AP
9
Pulmo : Tak tampak infiltrat di kedua lapang paru, corakan bronkovaskular
normal
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Hemidiaphragma kanan kiri normal
Trakea di tengah
Sisterna tulang baik
Tampak lesi litik di 1/3 medial os humeri kanan
Kesimpulan :
a. Cor dan pulmo tak tampak kelainan
b. Lesi litik di 1/3 medial os humeri kanan
10
Kesimpulan :
Tak tampak fraktur maupun dislokasi
11
Tampak kompresi VC 3-4 yang menekan medula spinalis
12
Tampak perubahan intensitas bone marrow di hampir seluruh tulang
vertebrae dan costae yang tervisualisasi pada T1W1 dan T2W1 tampak
hipointense
Tak tampak loss of intense pada discus intervertebralis
Level C 2-3: tampak protrusio disc sentral menekan medula spinalis
Level C 3-4: tampak protrusio disc sentral menekan medula spinalis
Level C 4-5: tampak baik
Level C 5-6: tampak baik
Level C 6-7: tampak baik
Level C 7 – Th 1: tampak baik
Level Th 1-2: tampak baik
Level Th 2-3: tampak baik
Level Th 3-4: tampak baik
Level Th 4-5: tampak baik
Level Th 5-6: tampak baik
Level Th 6-7: tampak baik
Level Th 7-8: tampak baik
Level Th 8-9: tampak baik
Level Th 9-10: tampak baik
Tak tampak lesi hipo/hiperintense abnormal di intramedulla dan
extramedulla yang pada pemberian kontras tak tampak abnormal contrast
enchancement
Tak tampak gambaran abses soft tissue
MR Myelography: tampak hambatan partial aliran liquor cerebrospinalis
stinggi level C 3-4
Insidental finding: tampak perubahan intensitas bone marrow pada 1/3
proksimal os humerus kanan yang pada T1W1dan T2W1 tampak
hipointense
Kesimpulan :
13
Kompresi pada VC 3 dan VC 4 yang menyebabkan hambatan partial liquor
cerebrospinalis setinggi level C 3-4dan bone marrow changes pada hampir
seluruh tulang vertebrae dan costae yang tervisualisasi serta 1/3 proksimal
os humerus kanan mengarah gambaran bone metastase
V. ASSESSMENT
Klinis : Tetraparese UMN, Riwayat trauma (+), hipoestesi
setinggi VC 5-6, retensi urin dan alvi
Topis : Segmen cervical 5-6
Etiologi : Mielopati ec trauma patologik susp. MBD
VI. Terapi
1. Infus RL 20 tpm
2. Diet nasi 1700 kkal
3. Inj. Santagesic 1gr/12jam IV
4. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
5. Inj. Methylprednison 125 mg/6jam IV (tappering off)
6. Inj. Mecobalamin 500mg/12jam IV
7. Kapsul garam 2x1 tab
8. Gabapentin 1x 300mg
VII. PLAN
1. Rawat inap bangsal biasa sesuai kelas
2. Cek lab DR 2, ureum, creatinin, GDS, HbsAg
3. Ro cervical AP/Lat/Oblique
4. EKG
5. Edukasi keluarga
6. Evaluasi miksi di bangsal, jika masih retensi pasang DC
7. Pro MRI cervical
14
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia
15
FOLLOW UP
Tanggal Follow Up
25/11/18 S : Kelemahan 4 anggota gerak
DPH 0 O:
Tekanan darah : 169/95 mmHg
Denyut nadi : 60x/menit
Respirasi : 18x/menit
Suhu : 36,3oC
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : kesan dalam batas normal
Cara bicara : dalam batas normal
Meningeal sign : (-)
Nn. Craniales
N.II, III : pupil isokor (3mm/3mm), refleks n
n cahaya (+/+)
N.III, IV, VI : gerakan bola mata dalam batas
normal
N VII , XII : dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis
N N +3 +3 - -
333 333
333 333 N N +3 +3 + +
16
Topis : Segmen cervical 5-6
Etiologi : Mielopati ec trauma
P:
1. Infus RL 20 tpm
2. Diet nasi 1700kkal
3. Inj. Santagesic 1gr/12jam IV
4. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam IV
5. Inj. Methylprednison 125mg/6jam IV tapp off
6. Inj. Mecobalamin 500mg/12jam
Plan :
Lacak hasil foto Ro cervical AP/Lat/Oblique
Usul MRI cervical
17
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis
N N +3 +3 - -
333 333
333 333 N N +3 +3 + +
18
Suhu : 36,5oC
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : kesan dalam batas normal
Cara bicara : dalam batas normal
Meningeal sign : (-)
Nn. Craniales
N.II, III : pupil isokor (3mm/3mm), refleks n
n cahaya (+/+)
N.III, IV, VI : gerakan bola mata dalam batas
normal
N VII , XII : dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis
N N +3 +3 - -
333 333
333 333 N N +3 +3 + +
19
5. Inj. Methylprednison 125mg/6jam IV tapp off
6. Inj. Mecobalamin 500mg/12jam
7. Kapsul garam 2x1 tab
Plan :
Usul protokol MRI cervicothoracal kontras
Konsul RM
Konsul paru
20
Fungsi otonom : retensi urin+alvi
Fungsi koordinasi : sulit dievaluasi
A:
Klinis : Tetraparese UMN, Riw. Trauma (+), hipoestesi
setinggi VC 5-6, retensi urin + alvi
Topis : Segmen cervical 5-6
Etiologi : Mielopati ec trauma patologic susp metastatic bone
disease
P:
1. Infus RL 20 tpm
2. Diet nasi 1700kkal
3. Inj. Santagesic 1gr/12jam IV
4. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam IV
5. Inj. Methylprednison 125mg/6jam IV tapp off
6. Inj. Mecobalamin 500mg/12jam
7. Kapsul garam 2x1 tab
8. Gabapentin 1x300mg
Plan :
MRI cervicothoracal kontras
21
Nn. Craniales
N.II, III : pupil isokor (3mm/3mm), refleks n
n cahaya (+/+)
N.III, IV, VI : gerakan bola mata dalam batas
normal
N VII , XII : dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus R. Fisiologis R. Patologis
N N +3 +3 - -
333 333
333 333 N N +3 +3 + +
22
Plan :
MRI cervicothoracal kontras (Jum’at)
Konfirmasi RM (pemasangan cervical collar)
23
setinggi VC 5-6, retensi urin + alvi
Topis : Segmen cervical 5-6
Etiologi : Mielopati ec trauma patologic susp metastatic bone
disease
P:
1. Infus RL 20 tpm
2. Diet nasi 1700kkal
3. Inj. Santagesic 1gr/12jam IV
4. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam IV
5. Inj. Mecobalamin 500mg/12jam
6. Kapsul garam 2x1 tab
7. Gabapentin 1x300mg
Plan :
MRI cervicothoracal kontras (lacak hasil)
Konfirmasi pemasangan cervical collar
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
24
vertebra L1-2 yang terdiri dari 31 segmen: 8 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral,
1 koksigeal. Pada bagian bawah, medula spinalis menipis menjadi conus medularis
dan berlanjut sebagai filum terminale yang melekat pada os coccygea. Akar saraf
lumbal dan sakral terkumpul dan disebut dengan cauda equina.
Masing-masing segmen membentuk sepasang radiks saraf spinal yang
keluar melalui foramen intervertebral yaitu bagian dorsal dan ventral. Akar bagian
dorsal berisi serabut saraf sensorik dan memiliki struktur ganglia yang berisi neuron
sensoris, sedangkan akar bagian ventral berisi serabut saraf motorik dengan neuron
motoriknya terletak pada cornu anterior medula spinalis.
Medula spinalis tersusun oleh substansia alba yang berwarna putih di bagian
luar dan substansia grisea yang berwarna abu-abu di bagian dalam. Substansia
grisea membentuk cornu anterior dan posterior sehingga tampak seperti gambaran
huruf H atau kupu-kupu pada potongan melintang. Di dalam substansia alba berisi
lintasan-lintasan asenden dan desenden. Di dalam substansia grisea pada daerah
cornu anterior terdapat motor neuron yang bertanggung jawab dalam penghantaran
impuls motorik somatik. Medula spinalis dilindungi oleh tulang vertebra dan
ligamen.
Medula spinalis diperdarahi oleh satu arteri spinalis anterior dan dua arteri
spinalis posterior yang berasal dari arteri vertebralis dari dalam intrakranial dan
berjalan secara longitudinal di sepanjang medula spinalis dan bergabung dengan
arteri segmental dari masing-masing regio yang merupakan cabang dari arteri besar
yang memperdarahi masing-masing regio, seperti:
Arteri vertebralis yang berasal dari arteri subklavia di leher
Arteri intercostalis posterior yang berasal dari aorta thorakalis
Arteri lumbalis yang berasal dari aorta abdominalis
Arteri sacral lateral yang berasal dari arteri iliaka interna pelvis
Aliran pembuluh vena medula spinalis berawal dari vena radikularis yang
bergabung menuju vena segmentalis kemudian terkumpul di:
Vena cava superior
25
Sistem vena azygos thorakalis
Vena cava inferior
Medula spinalis terdiri dari substansia alba dan grisea. Sama seperti pada
otak substansia grisea medula spinalis mengandung badan sel neuron primer dan
dendritnya, interneuron, dan sel glia. Substansia alba terdiri dari traktus-traktus
yang merupakan kumpulan serat saraf (akson) yang memanjang dari otak ke
sepanjang medula spinalis dan mentransmisikan informasi spesifik. Traktus
asending mentransmisikan sinyal input dari aferen ke otak, sedangkan traktus
desending menghantarkan pesan impuls dari otak ke neuron eferen.7
Substansia grisea terbagi menjadi cornu anterior (ventral), cornu posterior
(dorsal), dan cornu lateral. Cornu posterior mengandung badan sel dari interneuron
aferen. Cornu anterior mengandung badan sel dari neuron eferen motorik untuk otot
skeletal. Badan sel serat saraf otonom, baik simpatis maupun parasimpatis, yang
mempersarafi jantung, otot polos, dan kelenjar eksokrin terdapat di cornu lateral.7
Persarafan pada badan disuplai oleh masing-masing regio saraf spinal secara
spesifik yang dikenal dengan istilah dermatom. Beberapa saraf spinal juga
mempersarafi organ dalam sehingga terkadang penjalaran rasa sakit yang berasal
dari organ dalam tersebut dirasakan sebagai sensasi nyeri yang berlokasi sesuai
dengan dermatom persarafan organ tersebut, hal ini dikenal sebagai referred pain
atau nyeri alih. Contohnya, nyeri yang berasal dari jantung sering dirasakan juga
pada bahu dan lengan kiri.
Medula spinalis terletak antara otak dan serat aferen dan eferen system saraf
perifer sehingga hal ini menyebabkan medula spinalis memiliki dua fungsi: (1)
sebagai jembatan transmisi informasi antara otak dan seluruh tubuh, dan (2) sebagai
pusat refleks antara input aferen dan output eferen tanpa melibatkan otak. Refleks
ini disebut sebagai refleks spinal.
Refleks merupakan suatu respon yang terjadi secara otomatis tanpa usaha
secara sadar. Ada dua tipe refleks: (1) simpel atau dasar, yang merupakan refleks
alami tanpa perlu dipelajari seperti menjauhkan tangan dari api; dan (2) didapat atau
terkondisikan, yang merupakan hasil dari belajar dan latihan berulang-ulang seperti
26
musisi yang membaca partitur secara otomatis memainkannya.
Lengkung refleks melibatkan lima komponen dasar:
1. Reseptor sensoris
2. Jalur aferen
3. Pusat integrasi
4. Jalur eferen
5. Efektor
B. MIELOPATI SERVIKAL
1. Definisi
Mielopati merupakan gangguan fungsional atau struktur atau perubahan
patologis dari medula spinalis. Mielopati servikal berarti terdapatnya gangguan
tersebut medula spinalis bagian servikal (C1-C8). Keadaan ini umumnya terjadi
akibat penyempitan kanalis spinalis yang dapat disebabkan oleh berbagai macam
hal sehingga menyebabkan terjadinya penekanan pada medula spinalis yang
27
berakibat terganggunya fungsi medula spinalis. Lesinya dapat komplit atau
inkomplit, sehingga gejala klinis yang ditimbulkan dapat bermacam-macam.
2. Epidemiologi
Data yang pasti tentang insidensi myelopati masih sulit ditemukan.
Berdasarkan laporan yang ada, 43% penderita myelopathy akut disebabkan oleh
multiple sklerosis, 16,5% disebabkan oleh penyakit sistemik. Tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan terutama pada myelopathy karena
trauma.
3. Etiopatogenesis
Patogenesis dari mielopati dapat bermacam-macam, antara lain:
Trauma vertebra yang berakibat kompresi medula spinalis
Proses inflamasi, contohnya myelitis
Tumor yang mendesak medula spinalis
Penyakit vaskular, seperti mielopati vaskular
Kongenital akibat stenosis kanalis spinalis
Penyakit degeneratif, misal spondilosis atau herniasi diskus
intervertebralis yang berakibat kompresi pada medula spinalis
Penyakit degeneratif merupakan indikasi untuk dilakukannya pembedahan
oleh bedah saraf. Mielopati servikal akibat proses degenerasi sering disebut juga
sebagai spondilosis mielopati servikal (cervical spondylotic myelopathy / CSM)
yang menunjukkan bahwa penyebab utama terseringnya merupakan spondilosis.
Kanalis spinalis servikal dapat menjadi sempit akibat perubahan dari proses
degenerasi tulang belakang pada orang tua. Terbentuknya osteofit, penonjolan
diskus, dan penebalan ligamen dapat menyebabkan penekanan pada medula
spinalis.
Faktor dinamik biomekanika gerak vertebra servikal normal dapat
memperburuk cedera medula spinalis yang dicetuskan oleh kompresi statis
secara langsung. Ketika fleksi, medula spinalis memanjang sehingga teregang
melewati daerah osteofit ventral. Ketika ekstensi, ligamentum flavum
melengkung ke arah medula spinalis menyebabkan berkurangnya ruang medula
28
spinalis.
Penyakit metastatik merupakan keganasan yang paling umum dari tulang.
Setengah dari hampir 1,4 juta 6 kasus kanker baru didiagnosa setiap tahun
melibatkan tumor yang sering bermetastasis ke tulang. Kanker prostat, payudara,
paru-paru, ginjal, dan tiroid sebanyak 80% mengalami metastase ke tulang.
Kecenderungan untuk kerangka aksial terlihat dimana mungkin karena
penyebaran ke aliran darah di vena Batson di pleksus. Secara keseluruhan,
tempat yang paling umum dari metastasis tulang adalah tulang belakang,
panggul, tulang rusuk, tengkorak, dan femur proksimal. Pada akral (yaitu, distal)
mengalami metastasis ke tangan dan kaki terjadi, biasanya paling sering berasal
dari paru-paru primer.
Metastasis tulang dimulai ketika sel-sel tumor primer melepaskan diri dari
tempat awal mula tumor dengan membentuk pembuluh darah baru
(angiogenesis) dan menyerang pembuluh darah tersebut. Sel-sel tumor kemudian
membentuk agregat dan akhirnya melekat pada sel endotel pembuluh darah
kapiler yang jauh dari tulang. Selanjutnya, sel-sel melepaskan diri ke sirkulasi,
menginvasi stroma sumsum, dan akhirnya melekat pada permukaan endosteal
tulang (yaitu, pada antarmuka tulang dan sumsum) dan mengalami proliferasi
Selain faktor pertumbuhan banyak hadir dalam matriks tulang
termineralisasi, sumsum tulang terdiri dari sel induk hematopoietik, sel stroma,
dan sel kekebalan yang melepaskan sejumlah sitokin dan faktor pertumbuhan.
Ini kemudian menginduksi pertumbuhan tumor sel yang telah bermigrasi ke
tulang. Setelah sel tumor telah dikolonisasi dalam matriks tulang, mereka
mengeluarkan sejumlah besar faktor pertumbuhan larut yang merangsang
aktivitas osteoklas dan / atau osteoblas dan mengganggu re-modeling tulang
yang normal. Aktivasi osteoklas dan resorpsi tulang menyebabkan pelepasan
lebih lanjut dari tulang yang diturunkan dari faktor pertumbuhan yang
meningkatkan kelangsungan hidup dan proliferasi sel tumor. Akibatnya,
homeostasis normal dari tulang terganggu dan kemudian terjadi resorpsi tulang
yang berlebihan.
29
4. Manifestasi klinis
Mielopati akibat sindromspinal akan memberikan gejala sesuai tanda
dengan tinggi/lokasi lesinya secara umum dibagi menjadi: (1) Central Cord
Syndrome, (2) Anterior Syndrome, (3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda
Equina Syndrome, (5) Conus Medullaris Syndrome, dan sindrom inkomplit yang
jarang terjadi yaitu Posterior Cord Syndrome.
Motorik
Asal Inervasi Otot Fungsi
C5 M. deltoideus dan biceps brachii Abduksi bahu dan fleksi siku
C6 M. extensor carpi radialis longus dan brevis Ekstensi pergelangan tangan
C7 M. flexor carpi radialis Fleksi pergelangan tangan
C8 M. flexor digitorum superfisialis dan Fleksi jari-jari tangan
profunda
T1 M. interosseus palmaris Abduksi jari-jari tangan
L2 M. iliopsoas Fleksi panggul
L3 M. quadricep femoris Ekstensi lutut
L4 M. tibialis anterior Dorsofleksi kaki
L5 M. extensor halluces longus Ekstensi ibu jari kaki
S1 M. gastrocnemius-soleus Plantarfleksi kaki
Sensoris protopatik
Asal inervasi Dermatom
C2 - C4 Dermatom oksiput sampai bagian belakang leher
32
C5 - T1 Lengan sampai jari-jari
T2 - T12 Bagian dada dan aksila, beberapa titik penting: T4 papila mamae, T10
umbilicus, T12 inguinal
L1 - L5 Tungkai
S1 - S5 Tumit, bagian belakang tungkai, regio perineal
Tabel 5. Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal
Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis mielopati, antara lain:
Laboratorium darah
Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi
ataupun penyakit sistemik yang menjadi penyebab mielopati. Pemeriksaan
ini lebih bermakna bila dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah ke
proses infeksi, namun dapat juga sebagai penyingkir diagnosis kausa infeksi
apabila hasil tidak menunjang.5
Rontgen vertebra
Merupakan pilihan awal untuk mengetahui apakah ada kelainan
pada tulang belakang seperti spondilosis, spondilolistesis, atau osteofit.
Dianjurkan melakukan pemeriksaan tiga posisi standar (AP, lateral,
odontoid) untuk vertebra servikal, dan posisi AP dan lateral untuk vertebra
thorakal dan lumbal. Pada kasus yang tidak menunjukkan kelainan
radiologis, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CT-scan atau
MRI.
CT-scan / MRI
Dilakukan untuk mengetahui gambaran struktur tulang belakang sehingga
dapat diketahui lokasi kelainan atau letak lesi, dapat pula untuk mengetahui
kausa apakah terdapat trauma pada vertebra atau tumor yang menyebabkan
kompresi pada medula spinalis. MRI merupakan alat diagnostik yang paling baik
untuk mendeteksi lesi di medula spinalis akibat cedera/trauma ataupun adanya
penyempitan kanalis spinalis.
33
Klasifikasi lain yang juga digunakan secara umum adalah European
Myelopathy Score.
Score Definition
Gait Function
1 Unable to walk, wheelchair
2 Walking of flat ground only with cane or aid
3 Climbing stairs only with aid
4 Gait clumsy, but no aid necessary
5 Normal walking and climbing stairs
Bladder and Bowel Function
1 Retention, no control over bladder and/or bowel function
2 Inadequate micturition and urinary frequency
3 Normal bladder and bowel function
Hand Function
1 Handwriting and eating with knife and fork impossible
2 Handwriting and eating with knife and fork impaired
3 Handwriting, tying shoelaces or a tie clumsy
4 Normal handwriting
Proprioception and Coordination
1 Getting dressed only with aid
34
2 Getting dressed clumsily and slowly
3 Getting dressed normally
Paraesthesia/Pain
1 Invalidity due to pain
2 Endurable paraesthesia and pain
3 No paraesthesia and pain
6. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis mielopati dimulai dari anamnesis yang
sistemik. Adanya tanda dan gejala disfungsi dari medula spinalis menjadi kunci
anamnesis awal. Selanjutnya digali apakah disfungsi tersebut mengarah pada
kelainan yang bersifat kompresi atau non kompresi medula spinalis sebagaimana
tabel. Bila didapatkan kecurigaan disfungsi medula spinalis tersebut langkah
selanjutnya adalah memastikan disfungsi tersebut dengan pemeriksaan fisik dan
penunjang seperti pada gambar alur di bawah ini.
35
7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk mielopati umumnya dari segi penyebabnya,
apakah infeksi, trauma, tumor, proses degenerasi, gangguan vaskularisasi,
mutipel sklerosis, ataupun defisiensi vitamin B kompleks. Hal ini berkaitan
dengan tata laksana yang akan diberikan, terutama pertimbangan tindakan
operasi maupun pemberian antibiotik atau kemoterapi
8. Tatalaksana
Penanganan meilopati tergantung dari etiologinya dan lokasinya.
Penanganan yang diberikan pada akut meilopati bisa nelibatkan pembedahan.
Untuk terapi non bedah yang diberikan adalah plasma exchange dan treatment
immunodulatory yang lain. Untuk terapi jangka panjang, harus dilakukan
rehabilitias sesuai dengan disfungsi yang terjadi.
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan
pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training
pada pasien ini dikerjakan seawall mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah
untuk mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas,
36
dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan Central Cord
Syndrome biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang
baik sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak.
Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki
fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-
hari. Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin. Penggunaan
alat bantu disesuaikan dengan profesi dan harapan pasien.
Penelitian prospektif selama 3 tahun meunjukkan bahwa suatu program
rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi,
penatalaksanaan gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan
secara signifikan nilai status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.
Terapi konservatif dapat dilakukan pada pasien dengan gejala mielopati
ringan, umumnya dilakukan observasi apakah terdapat perbaikan fungsi.
Pemberian analgetik dapat dipertimbangkan untuk mengatasi rasa nyeri akibat
gejala radikular. Penggunaan collar neck dapat digunakan apabila diketahui
terdapat instabilitas vertebra.
Tindakan operasi perlu dilakukan untuk menghilangkan kompresi pada
medula spinalis, apakah akibat trauma, stenosis, atau tumor yang mendesak
medula spinalis.
37
9. Prognosis
Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata
harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah disbanding populasi
normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera.
Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologi yaitu:
38
pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
York JE. Approach to the patient with acute nervous system trauma. Best Practice
of Medicine. September 2000.
39
Young W. Spinal cord injury levels and classification. Care Cure Community. Keek
Centre for Collaborative Neuroscience. 2002.
Hansen JT. Netter’s clinical anatomy. 2nd Ed. Philadelphia; Saunders Elsevier:
2010. p.60-3.
40