Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I
PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di USA dan kedua di


dunia. Dan merupakan penyebab nomor 5 kecacatan dan kehilangan produktifitas.

Stroke memiliki etiologi dan patogenesis yang multikompleks. Rumitnya


mekanisme stroke (cerebrovascular disease) disebabkan adanya integritas tubuh
yang sempurna. Di mana otak tidak berdiri sendiri di luar lingkup kerja jantung,
susunan vascular, metabolisme tubuh. Sehingga jika integritas itu diputuskan, maka
akan timbul kekeacauan.

Dua pertiga depan kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat
darah dari sepasang a.carotis interna, sedangkan 1/3 bagian posterior yang meliputi
cerebellum, korteks occipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah
dari sepasang a.vertebralis (a.basilaris).

Terganggunya kemampuan berbicara disebabkan oleh berbagai faktor,


diantaranya gangguan organ bicara, gangguan sistem saraf pusat, stroke, tekanan
mental dan sebagainya. Penyebab gangguan berbahasa dibagi dalam dua garis
besar. Pertama, gangguan yang disebabkan oleh faktor medis yaitu gangguan yang
disebabkan fungsi otak maupun kelainan alat bicara. Kedua, disebabkan oleh faktor
lingkungan sosial seperti dikucilkan atau disisihkan dari kehidupan masyarakat.
2

BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A

Umur : 76 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku/Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Tanjung Pinang

Pekerjaan : Tidak bekerja

MRS : 12 September 2018

DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Tanggal
Pasif
1. Kelemahan anggota kanan September 2018
2. Bicara pelo September 2018
3.
4.

II. DATA SUBYEKTIF


Keluhan utama :
Kelemahan anggota gerak kanan mendadak sejak 1 hari SMRS
1. Riwayat Penyakit Sekarang
o Lokasi : Anggota gerak kanan
o Onset : Mendadak
3

o Kualitas : Sulit digerakkan


o Kuantitas : Menetap
o Kronologis :
Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak kanan sejak
1 hari SMRS. Keluhan timbul secara tiba-tiba. Pasien juga mengalami
berbicara pelo. Pasien juga mengeluh banyak keluar air liur dan batuk saat
makan dan minum. Muntah (-), sakit kepala (+), riwayat trauma (-), suara
serak (-), susah menelan (+), sakit menelan (-) pasien merupakan rujukan
RS Teresia dengan diagnosis SNH.
 Gejala Penyerta : (-)
 Faktor memperberat : (-)
 Faktor memperingan : (-)

2. Riwayat penyakit dahulu:


o Riwayat SNH 5 tahun lalu
o Riwayat tekanan darah tinggi (+) tidak terkontrol
o Kencing manis disangkal
o Riwayat sakit jantung disangkal
o Riwayat trauma disangkal
3. Riwayat penyakit keluarga: (-)
4. Riwayat sosial, ekonomi, pribadi: Pasien tidak bekerja. Kebiasaan merokok (+),
riwayat minum alkohol (-).

III. OBYEKTIF
1. Status Present (12 September 2018)
Kesadaran : Compos mentis. E:4 M:6 V: 5
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,7oC
Respirasi : 18x/menit
Sp02 : 99%
4

2. Status Internus
Kepala : Mata : CA-/-, SI -/-, Pupil : isokor, refleks cahaya
langsung (+/+) dan tidak langsung (+/+).
Leher : Kelenjar thyroid tidak membesar, KGB tidak membesar,
tidak ada deviasi trakhea, kaku kuduk (-).
Thorax : Simetris, tidak ada retraksi
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tampak pada ICS V, 2 jari medial
Linea midclavicula sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, 2 jari medial linea
midclavicula sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi :
Batas atas ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kiri ICS V linea midclavicula sinistra
Batas kanan ICS IV linea parasternalis dextra
Auskultasi : BJ I/II reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru : Inspeksi : simetris, retraksi (-/-)
Palpasi : fokal fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan
whezzing(-/-), ronkhi (-/-)
Abdomen : Inspeksi : datar, luka operasi (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), tak teraba massa, hepar lien
tidak teraba
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) N
Genitalia : tidak diperiksa
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-), CRT < 2 detik
3. Status Psikitus
Cara berpikir : baik
Perasaan hati : biasa
Tingkah laku : normoaktif
Ingatan : baik
Kecerdasan : cukup
5

4. Status neurologikus
Kesadaran kualitatif : Compos Mentis
Kesadaran kuantitatif (GCS) : E4 V5 M6
a. Kepala
Nyeri tekan : (-)
Simetris : Plika Labialis (-)
Pulsasi : (-)
b. Leher
Sikap : Normal
Pergerakan : Normal
Tanda Rangsang Meningeal : (-)
 Kaku kuduk :-
 Brudzinsky 1 : -
 Brudzinsky 2 : -|-
 Brudzinsky 3 : -|-
 Brudzinsky 4 : -
 Laseque :-
 Kernig :-
c. Pemeriksaan Nervus Kranialis
C. Nervus Kranialis

Nervus Kranialis Kanan Kiri

N I (Olfaktorius)

Subjektif Normal normal

Objektif (dengan bahan)

N II (Optikus)

Tajam penglihatan Normal normal

Lapangan pandang Normal normal


6

Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N III (Okulomotorius)

Sela mata Normal normal

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Pergerakan bola mata Normal Normal

Nistagmus Tidak ada Tidak ada

Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada

Pupil

bentuk Bulat, isokor,  3 mm Bulat, isokor,  3 mm

reflex cahaya langsung + +

reflex cahaya tidak + +


langsung

Diplopia - -

N IV (Trochlearis)

Pergerakan bola mata ke Normal normal


bawah-dalam

Diplopia - -

N V (Trigeminus)

Motorik

Membuka mulut normal normal


7

Mengunyah

Menggigit

Sensorik

Oftalmikus

Maksila

Mandibula

Refleks kornea + +

N VI (Abdusen)

Pergerakan bola mata + +


(lateral)

Diplopia - -

N VII (Fasialis)

Mengerutkan dahi Normal normal

Menutup mata Normal Normal

Bersiul Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tinggi alis Normal normal

Lipatan nasolabial Datar normal

Sensasi lidah 2/3 depan Normal normal

N VIII (Vestibularis)

Suara berbisik Normal normal

Detik arloji Normal normal


8

Rinne test Normal normal

Weber test Normal

Swabach test Normal normal

Nistagmus Tidak ada Tidak ada

N IX (Glossofaringeus)

Hipersekresi saliva +

Refleks muntah + +

N X (Vagus)

Arkus faring Simetris

Menelan Terganggu

Refleks muntah Baik

Nadi Normal

N XI (Assesorius)

Memalingkan kepala Normal

Mengangkat bahu Normal Normal

N XII (Hipoglosus)

Kedudukan lidah Deviasi ke kanan


ketika dijulurkan

Atropi papil -

Tremor -

Disatria +
9

D. Badan dan Anggota Gerak

Badan dan Anggota Gerak Kanan Kiri

Badan

Motorik

Respirasi Simetris Simetris

Duduk

Bentuk kolumna vertebralis

Pergerakan kolumna vertebralis

Sensibilitas

Taktil Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nyeri Normal Normal

Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Reflek

Reflek kulit perut atas Normal Normal

Reflek kulit perut tengah Normal Normal

Reflek kulit perut bawah Normal Normal

Anggota Gerak Atas

Motorik

Pergerakan Cukup Cukup

Kekuatan 3 5

Tonus Normal Normal


10

Trofi Eutrofi Eutrofi

Sensibilitas

Taktil Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Reflek

Biseps ++ ++

Triseps ++ ++

Radius ++ ++

Ulna ++ ++

Hoffman-Tromner - -

Anggota Gerak Bawah

Motorik

Pergerakan Cukup Cukup

Kekuatan 3 5

Tonus Normal Normal

Trofi Eutrofi Eutrofi

Sensibilitas

Taktil Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nyeri Normal Normal

Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan


11

Reflek

Patella ++ ++

Achilles ++ ++

Babinsky - -

Chaddock - -

Rossolimo - -

Mendel-Bechterew - -

Schaefer - -

Oppenheim - -

Klonus Paha - -

Klonus Kaki - -

Tes Laseque - -

Tes Kernig - -

E. Koordinasi, Gait dan Keseimbangan

Koordinasi, Gait dan Keseimbangan Hasil Pemeriksaan

Cara berjalan Tidak dilakukan

Test Romberg Tidak dilakukan

Disdiadokinesis Tidak dilakukan

Ataksia Tidak dilakukan

Rebound Phomenon Tidak dilakukan


12

Dismetria Tidak dilakukan

F. Gerakan-gerakan Abnormal

Gerakan-gerakan Abnormal Hasil Pemeriksaan

Tremor -

Athetosis -

Miokloni -

Khorea -

G. Alat Vegetatif

Alat Vegetatif Hasil Pemeriksaan

Miksi Tidak ada kelainan

Defekasi (belum BAB sejak sakit)

H. Tes tambahan

Tes Nafziger Tidak dilakukan

Tes Valsava Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Dar hasi pemeriksaan dengan CT Scan didapat hasil seperti berikut
13

IV. RINGKASAN
S:
Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak kanan sejak
1 hari SMRS. Keluhan timbul secara tiba-tiba. Pasien juga mengalami berbicara
pelo. Pasien juga mengeluh banyak keluar air liur dan batuk saat makan dan
minum. Muntah (-), sakit kepala (+), riwayat trauma (-), suara serak (-), susah
menelan (+), sakit menelan (-) pasien merupakan rujukan RS Teresia dengan
diagnosis SNH.
O:
Kesadaran : Compos mentis. E:4 M:6 V: 5
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,7oC
Respirasi : 18x/menit
Sp02 : 99%
14

Tanda Rangsang meningeal :

 Kaku kuduk :-
 Brudzinsky 1 :-
 Brudzinsky 2 : -|-
 Brudzinsky 3 : -|-
 Brudzinsky 4 :-
 Laseque :-
 Kernig :-

A : Diagnosis Klinis : Hemiparesis dextra dan Paresis N. VII, N. IX, N.X dan
N.XII
Diagnosis Topis : Hemisfer sinistra
Diagnosis Etiologi : Stroke non hemoragik
P:
Non Medikamentosa :

- Bed Rest
- Diet Cair
- Latihan anggota gerak (Fisioterapi)
- Pasang kateter urin
- Pasang NGT
Medikamentosa
- IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/i
- Inj. Ranitide 2 x 1 amp
- Inj. Citicoline 3 x 500 mg
- Aspilet Tab 1 x 80 mg
Mx : Pantau tanda-tanda vital dan status neurologi.
Ex :
 Beri penjelasan kepada keluarga dan pasien mengenai penyakit pasien, faktor
risiko, penatalaksanaan, komplikasi serta prognosisnya.
 Mobilisasi terbatas dan bertahap apabila hemodinamik dan pernapasan stabil,
hati-hati dalam menggerakkan dan memandikan pasien.
15

 Beri tahu pasien bahwa faktor risiko aspirasi karna pasien terjadi kelemahan pada
fungsi menelan. Jika menolak pasang NGT, keluarga pasien diintruksikan menjaga
posisi pasien saat diberikan makanan.

V. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad malam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam
16

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFENISI

Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-
mata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.1
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian.2,3
3.2 ETIOLOGI
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme
patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri.4
Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau
cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering
timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit
neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa
jam atau hari.4
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau
cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti
bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat
perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang
tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri
sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut.4
3.3 PATOFISIOLOGI

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagi neuron berbeda-beda.
17

Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram)


dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa
yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke
otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per menit.

Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit,
dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri
karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut
sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang
memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum
posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi
arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.5,6

Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum,
apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut
dikarenakan masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah
tersebut.Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di
dalam pembuluh darah yang memperdarhai otak diantaranya dapat berupa:3

1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada


aterosklerosis dan thrombosis.

2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok


atau hiperviskositas darah.

3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal
dari jantung atau pembuluh ekstrakranium. Dari gangguan pasokan darah yang ada
di otak tersebut dapat menjadikan terjadinya kelainian-kelainan neurologi
tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat suplai darah, yang diantaranya
dapat terjani kelainan di system motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya
tergantung saraf bagian mana yang terkena.
18

3.4 Klasifikasi
Klasifikasi Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi
vaskular serebral, dapat di bagi dalam :

1. Stroke non hemoragik yang mencakup

a. TIA (Transient Ischemic Attack)

b. Stroke in-evolution

c. Stroke trombotik

d. Stroke embolik

e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti
tumor, abses, granuloma.5

2. Berdasarkan subtipe penyebab

a. Stroke lakunar

b. Stroke trombotik pembuluh besar

c. Stroke embolik

d. Stroke kriptogenik3

3.5 FAKTOR RESIKO

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang
dapat di modifikasi.

Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr. Margono


Soekarjo Purwokertomengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke
menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan
diabetes melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.
19

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :

1. Usia Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir
13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari
penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke non
hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65 tahun.

2. Jenis kelamin menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata


bahwa kaum pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita,
sedangkan perbedaan angka kematianya masih belum jelas.Penelitian yang di
lakukan oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai
gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita stroke menunjukan
bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya
terhadap 197 pasien stroke non hemoragik.

3. Heriditer gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke,


misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh
darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan
risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun
1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar
29,3%.

4. Ras atau etnik Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada
kulit putih. Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari
pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta). 6,7,8,9,10

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

1. Riwayat stroke Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke


sebelumnya dalam waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali
sebanyak 35% sampai 42%.

2. Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai


enam kali ini sering di sebut the silent killer danmerupakan risiko utama terjadinya
20

stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC
7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi
dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar
karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah,
sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.

3. Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung,


paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering
menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya
pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah
otak.

4. Diabetes melitus kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan


kerusakan endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut
penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case
control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali
dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.

5. TIA merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak


dan singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan
dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam.Satu dari seratus orang
dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup
mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami
stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke
dalam lima tahun setelah serangan pertama.

6. Hiperkolesterol lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan


asam lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif
mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak
larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme
transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu
kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah
(LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang
paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar
protein tertinggi terdapat pada HDL.
21

Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida


serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung
meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL
>100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl
akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.

7. Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes


melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas
merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke.

8. Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan
perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga
mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.Berdasarkan penelitian Siregar F
(2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko
terkena stroke sebesar empat kali.,11,12,13,14

3.6 MANIFESTASI KLINIS

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami
penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non
hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran,
kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow.6

Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese),


sensorik (anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung
serta simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi,
defeksi,salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan
sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi (sidrom serebelar) :6

1. Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat


seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri
22

2. Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan


seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam
mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan
lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik secara
volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis tidak biasa
gerak cepat yang arahnya berlawanan contohnya pronasi dan supinasi.Dismetria,
terganggunya memulai dan menghentikan gerakan.

3. Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan

4. Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur


dan kedua kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam
hal ini badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap
sehingga bergoyang-goyang.
23

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese. Penderita stroke non
hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan mengakibatkan
terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan
sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang
mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada
kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.16
Penelitian yang dilakukan Sri Andriani Sinaga (2008) terhadap 281 pasien
stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan hemiparese sinistra yaitu 46,3%,
diikuti oleh hemiparese dekstra 31,7%, tidak tercatat sebanyak 14,2% dan
hemiparesese dupleks 7,8%.Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan
insufisiensi arteri ke otak mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan
tanda berikut yang tercantum dan disebut sindrom neurovaskular:3,6
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral)
24

a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena,
akibat insufisiensi arteri retinalis
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena
insufisiensi arteria serebri media
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media
atau arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan
mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia
ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik Broca.
2. Arteri serebri media (tersering)
a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral
c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua
fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi
d. Disfasia
3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai
b. Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya
bilateral)
a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b. Meningkatnya reflek tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f. Disfagia
g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
j. Gangguan penglihatan dan pendengaran
25

5. Arteri serebri posterior


a. Koma
b. Hemiparese kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.
3.7 PEMERIKSAAN FISIK
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,
dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami,pemeriksaan neurologik
terdiri dari penilaian hal-hal berikut ini :17

1. Status mental

a. Tingkat kesadaran

b. Bicara

c. Orientasi

d. Pengetahuan kejadian-kejadian mutakhir

e. Pertimbangan

f. Abstraksi

g. Kosakata

h. Respons emosional

i. Daya ingat

j. Berhitung

k. Pengenalan benda

l. Praksis (integrasi aktivitas motorik).


26

2. Nervus kranial

a. Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang


hidung pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada lubang hidung
kemudian di suruh membedakan bau.

b. Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan


pemeriksaan oftalmoskopi.

c. Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan


akomodasi.

d. Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas,


bawah, kiri, kanan, lateral, diagonal.

e. Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea


dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya pasien akan menutup
mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi, pemeriksaan cabang motorik
pada pipi.

f. Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi mata


ke samping kiri dan kanan.

g. Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua


pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.

h. Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran,


keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.

i. Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga


posterior lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.

j. Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.

k. Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus


sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala sesuai tahanan yang di
berikan si pemeriksa.
27

l. Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di


julurkan ke luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.

3. Fungsi motorik

a. Masa otot bisa dengan inspeksi.

b. Kekuatan otot, dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan


tahanan, bandingkan dengan sisi yang lain. Sekala yang lazim digunakan yaitu 0:
tidak ada kontraksi, 1: hanya ada sedikit kontraksi, 2: gerakan yang dibatasi oleh
gravitasi, 3: gerakan melawan gravitasi, 4: gerakan melawan gravitasi dengan
sedikit tahanan, 5: gerakan melawan gravitasi dengan tahanan penuh (normal).

c. Tonus otot dengan membandingkan gerakan pasif pada otot itu


bandingkan dengan sisi yang lain, lesi neuron motorik atas terjadi peningkatan
tonus tetapi sebaliknya lesi pada neuron motorik bawah menyebabkan penurunan
tonus otot.

4. Reflek ada dua jenis reflek yang di periksa yaitu reflek fisiologis, dan
reflek patologis.

Reflek fisiologis diantaranya yaitu reflek biseps, brakioradialis, triseps,


patela dan achiles. Jika reflek hiperaktif merupakan ciri penyakit traktus
ekstrapiramidalis, kelainan elektrolit, hipertiroidisme dan kelainan metabolik,
sedangkan jika reflek berkurangnya reflek merupakan ciri kelainan sel kornu
anterior dan miopati.

Reflek superfisial yang abnormal yaitu reflek babinski, reflek chaddock,


reflek openheim, reflek gordon dan schaffer

5. Fungsi sensorik

a. Sentuhan ringan

b. Sensasi nyeri

c. Sensasi getar

d. Propriosepsis (sensasi posisi)


28

e. Lokalisasi taktil.

Fungsi serebelar

a. Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan melewati
sasaran secara terus menerus dan kadang di sertai tremor.

b. Tes tumit kelutut, pasien di suruh menggeserkan tumit suatu ekstremitas


bawah menuruni tulang kering ekstremitas bawah lainya dengan dimulai dari lutut,
dalam keadaan penyakit serebelum tumitnya bergoyang-goyang dari sisi ke sisi.

c. Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat.

d. Tes Romberg dengan cara menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa,


dengan kaki di rapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling bersentuhan
tes ini positif jika pasien mulai bergoyang-goyang dan harus memindahkan kakinya
untuk keseimbangan.

e. Gaya berjalan. Hemiplegi cenderung menyeret kakinya. parkinson


cenderung berjalan dengan langkah pendek, diseret, kepala membungkuk dengan
punggung membungkuk dan tergesa-gesa. Ataksia serebelum berjalan dengan
langkah kaki berdasar lebar, kedua kakinya sangat jauh terpisah ketika berjalan.
Foot drop dengan gaya berjalan seperti menampar yang khas. Ataksia sensoris yaitu
berjalan dengan langkah-langkah yang tinggi.

3.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Gula darah

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat
hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai
30% dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh
darah otak yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit
diameter pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak
di samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap
terjadinya stroke.6,16
29

2. Profil lipid

LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL


merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan
risiko aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang
30

sudah ada dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh


karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara inilah
kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan faktor yang
meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke.14

Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik


pencitraan diantaranya yaitu :3

1. CT scan

Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk


mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan
dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari
semua kasus stroke non hemoragik.12

2. MRI (magnetic resonance imaging)

Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non


hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat
ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan
intrakranium ringan.12

3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)

Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan


gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya
bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi
pembuluh darah otak.12

4. Angiografi otak

Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke


dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat
memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.12
31

3.9 TATALAKSANA

Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik


yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya
3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar
dalam menentukan hasil akhir pengobatan.1

1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik

a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)


menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen
activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT scan
normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang
fasilitasnya lengkap.

b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang


diantaranya yaitu :

1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan


manitol dan hindari cairan hipotonik.

2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah


trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat
menyerupai kegagalan perfusi.

3) Konversi hemoragis, masalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor
utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak boleh
di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri obat
antihipertensi.

c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke
terapi dengan heparin.

2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut

a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg)


10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika
onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas.
32

b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau


iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan
digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron
200 mg drips dalam 12 jam.

c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas


infrak dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila
terdapat salah satu hal berikut :

1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis


seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna
(retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.

2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali
pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg,
tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.

3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan


darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg. Dengan obat-obat
antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual harus dipantau ketat
setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika
tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena,
50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10
mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat
diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang
rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.

d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda


klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan
pernafasan atau stroke dalam evolusi.

e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.

f. Pertimbangkan scan resonasi magnetik pada pasien dengan stroke


vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.
33

g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam,


20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa
tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :

1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli

2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis

3) Stroke dalam evolusi

4) Diseksi arteri

5) Trombosis sinus dura Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada


infrak yang luas. Pasien stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi
atrium, penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan
antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.

Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang


adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga
pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan
saat pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di
berikan melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti
bermanfaat untuk pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat
dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat
trombosit dan trombolitika :18

1. Antikoagulan adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di


gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku.
Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan warfarin.19

2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi


trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang
terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini
adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.19

3. Trombolitik juga disebut fibrinolitik berkhasiat melarutkan trombus


diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan
34

perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase,
urokinase, dan reteplase. Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan
pengobatan komplikasi yang muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien
stroke perlu melakukan pengontrolan perkembangn kesehatan di rumah sakit
kembali, di samping melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan
bantuan anggota keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri Andriani
(2008) terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan 60%
berobat jalan, 23,8% meninggal dan sisanya pulang atas permintaan sendiri. 6,19

3.10 KOMPLIKASI

Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non


neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, yaitu :

1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati
secara agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya
adalah pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena
sesuai hasil kultur.

2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka
dapat dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau
memiliki risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal
ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.

3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis


(dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri
dan harus di hindari.

4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama
3-5 hari sejak onset stoke :

a. < 50 mg/dl : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena

b. 50-100 mg/dl : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam

c. 100-200 mg/dl : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat

d. 200-250 mg/dl : insulin 4 unit intravena


35

e. 250-300 mg/dl : insulin 8 unit intravena

f. 300-350 mg/dl : insulin 12 unit intravena

g. 350-400 mg/dl : insulin 16 unit intravena

h. > 400 mg/dl : insulin 20 unit intravena

5. Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam

6. Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur


dilakukan latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari,
pemendekan tendo achiles di lakukan splin tumit untuk mempertahankan
pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi.

7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di


lakukan neurorestorasi dini.

8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau
fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari.

9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di


karenakan pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di lakukan
sedini mungkin bila pasien sudah sadar.8

3.11 PROGNOSIS

Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit


neurologis yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang
terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari
80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan
tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari
periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen,
sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia,
diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan
sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan
atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita
36

kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke dan kecacatan.1,3,6
37

BAB IV
ANALISA KASUS

Telah dilakukan anamnesis pada seorang laki-laki berusia 51 tahun dengan


keluhan utama kelemahan anggota gerak kanan sejak 1 hari SMRS. Keluhan timbul
secara tiba-tiba. Pasien juga mengalamin berbicara pelo. Pasien juga mengeluh
banyak keluar air liur dan batuk saat makan dan minum. Muntah (-), sakit kepala
(+), riwayat trauma (-), suara serak (-), susah menelan (+), sakit menelan (-). Pasien
memiliki riwayat Hipertensi tidak terkontrol dan riwayat stroke non hemoragik 5
tahun yang lalu. Pasien juga merupakan perokok aktif.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien composmentis.


Pada pemeriksaan motorik didapatkan adanya kelemahan pada anggota gerak kanan
dengan kekuatan otot motorik 3/3. Pada pemeriksaan N. VII plica nasolabialis
tertarik ke sisi kiri, N. IX didapatkan Hipereksresi saliva, pada pemeriksaan N.X
didapatkan pasien sulit menelan dan pemeriksaan N. XII lateralisasi ke kanan.
Pemeriksaan refleks fisiologis, tidak terdapat peningkatan refleks biseps, triseps,
radius, dan ulna baik pada sisi tubuh sebelah kiri maupun sebelah kanan. Pada
pemeriksaan tonus otot dan pemeriksaan sensorik didapatkan normal baik pada sisi
kiri maupun sisi kanan tubuh. Refleks patologis tidak ditemukan pada pasien ini.
Dari anamnesis, pasien memiliki beberapa faktor resiko untuk terkena
stroke yaitu : Tidak dapat dimodifikasi (Usia, Jenis Kelamin) dan dapat
dimodifikasi ( riwayat stroke, hipertensi, merokok).

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien compos mentis stroke


non hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran,
kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow.

Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese),


sensorik (anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung
serta simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi,
defeksi,salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan
sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi (sidrom serebelar).
38

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana Penderita
stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula
sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke non
hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya
kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan
kelumpuhan.

Letak lesi apabila didapatkan di sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior:


manifestasi biasanya bilateral) didapatkan manisfestasi klinik seperti :
a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b. Meningkatnya reflek tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f. Disfagia
g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
j. Gangguan penglihatan dan pendengaran
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda klinis serta
gambaran radiologis. Pencitraan dengan CT-Scan mendukung penegakan diagnosis
stroke non hemoragik.

Terapi yang diberikan pada penderita ini adalah

1. Non Medikamentosa :

- Bed Rest
- Diet Cair
- Latihan anggota gerak (Fisioterapi)
- Pasang kateter urin
39

2. Medikamentosa
- IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/i
- Inj. Ranitide 2 x 1 amp
- Inj. Citicoline 3 x 500 mg
- Aspilet Tab 1 x 80 mg
40

BAB V

KESIMPULAN

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di USA dan kedua di


dunia. Dan merupakan penyebab nomor 5 kecacatan dan kehilangan produktifitas.
Stroke memiliki etiologi dan patogenesis yang multikompleks.

Banyak faktor resiko yang mengakibatkan seseorang terkena stroke yaitu :


Tidak dapat dimodifikasi (usia, jenis kelamin, gen, ras) dan dapat dimodifikasi
(riwayat stroke, penyakit jantung coroner, hipertensi, diabetes mellitus, TIA,
hiperdislipidemia, obesitas, merokok).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda klinis serta


gambaran radiologis. Pencitraan dengan CT-Scan mendukung penegakan diagnosis
stroke non hemoragik.

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah Non Medikamentosa : Bed Rest,
Diet Cair, Latihan anggota gerak (Fisioterapi), Pasang kateter urin dan
Medikamentosa IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/I, Inj. Ranitide 2 x 1 amp, Inj. Citicoline
3 x 500 mg, Aspilet Tab 1 x 80 mg.
41

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta


Kedokteran FKUI Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 17-8.
2. Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada Diagnosis
Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang. 2010. ( 22 februari 2015)
3. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
jilid 2. EGC. Jakarta. 2006: 1110-19.
4. Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2. EGC. Jakarta. 1994.hal:579-80.
5. Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat.
Jakarta. 2010: 290-91.

6. Sinaga SA. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Di Rumah Sakit Haji
Medan Tahun 2002-2006. FKM USU. Medan. 2008.

7. Rismanto. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di Instalasi Rawat


Jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.FKM
UNDIP.Semarang.2006.http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?
action=4&idx=3745. (22 februari 2015).

8. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia
Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.

9. Ritarwan K.Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke Yang


Dirawat Di Rsup H. Adam Malik Medan.FK USU.medan.2003.

10. Utami IM.Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada Penderita
Stroke Di Rsud Kabupaten Kudus.FK UNDIP.Semarang.2002.
http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf (22 februari 2015)

11. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.

12. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT


Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2011: 29-30.
42

13. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
jilid 1. EGC. Jakarta. 2006: 580-81.

14. Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010.

15. Andaka D. Normalkah Body Mass Index (BMI) Anda?.2008.


http://www.andaka.com/normalkah-body-mass-index-bmi-anda.php.(1 januari
2012)

16. Januar R. Karakteristik Penderita Stroke Non Hemorage Yang Di Rawat Inap
Di RSU Herna Medan Tahun 200.FKM USU.Medan.2002.

17. Swartz MH, Buku Ajar Diagnostic Fisik, EGC, Jakarta,2002: 359-98.

18. Rubenstein D, Waine D & Bradley J. Kedokteran Klinis Edisi Ke 6,Penerbit


Erlangga. Jakarta. 2005: 98-99.

19. Rambe AS. Obat Obat Penyakit Serebrovaskular. FK USU. Medan. 2002.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3458. (22 Februari 2015).

Anda mungkin juga menyukai