Anda di halaman 1dari 2

Kamis, 26 Juni 2008

Sejarah Rumah adat Manggarai - Flores - Nusa Tenggara Timur ( NTT )

Rumah adat atau dalam bahasa manggarainya disebut MBARU GENDANG maupun rumah penduduk
melambangkan lima alam yaitu:

1. Ngaung (Kolong) : Melambangkan dunia kegelapan, tempat manusia tinggal melambangkan dunia
manusia.

2. Lobo ( Loteng ) dan lempe rea ( Loteng tempat menyimpan bahan makanan dan benih ) :
Melambangkan alam perantara antara dunia manusia dengan alam kedewaan serta ruang koe.

3. Tempat Mezba yang disebut Sanggar : Melambangkan alam atau dunia dewa.

Di luar atap terdapat sepotong kayu sebagai sambungan dari ngado ( bubung ) kurang lebih 50cm
panjangnya, pada ujung tersebut di ujung atas terukir mangka ( gasing ) yang ditopang tanduk kerbau
atau dari kayu untuk mbaru gendang, sedang rumah penduduk hanya mangka. Mangka itu ada yang
mengatakan kepala manusia, adapula yang mengatakan periuk, sesungguhnya bentuk tersebut bukan
kepala manusia atau periuk. Dalam sejarah kebudayaan dikenal dengan istilah lingga lambang atau alat
jantan ( alat kelamin kaum pria ).

4. Tanduk : Melambangkan tangan manusia menyembah Dia yang menciptakan alam dan segala isinya.
Dalam sebagian doa tradisonal dirumuskan : Suju Mori,Hiang Hi te pukul parn awo kolepn sale,ulun le
wai’n la,sor monggong ngelak nata ( bersujudlah dihadapan Tuhanmu, sembah Dia yang menguasai alam
semesta dari timur hingga ke barat dan dari utara hingga ke selatan, mintalah kepadaNya serta buka dan
tadahkan tanganmu ). Juga dapat dikatakan bahwa tanduk itu lambang tangan memegang atau
menopang dunia. Berdasarkan penjelasan yang kedua ini dapat kita menarik makna dari lambang itu
adalah tangan dari Dia yang menciptakan dunia beserta isinya.

5. Teno dilodok kebun.

Teno adalah sepotong kayu teno ( kayu berdaun lebar agak bermiang, kayunya lunak kalau masih mentah
tetapi kalau kering sangat sulit dibelah, talinya dapat dipintal sebagai tali pengikat sokal, barang dan
hewan ). Teno ditancapkan pada pusat kebun dan puncaknya berebentuk bulat yang mengungkapkan
suatu perlambangan. Perelambangan tersebut juga mempunyai hubungan dengan mangka dirumah.
Bagian teno dilondok juga disebut mangka.

Empat buah gendang dan sejumlah alat tabuh lainnya tergantung di tiang langit-langit sebuah bangunan
di sebuah Dusun, Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Kehadiran gendang-gendang itulah yang kemudian
membuat warga dusun menyebut bangunan tersebut rumah gendang.

Rumah itu sederhana saja. Terdiri dari sebuah ruangan luas berdinding helaian bambu dan beratap seng.
Lantainya dari tanah padat dan sebagian dilapisi tikar lusuh dengan warna hampir menyatu dengan
tanah.
Jangan dilihat dari wujudnya, karena bangunan tersebut secara tidak langsung menjadi simbol kuatnya
kesetiaan terhadap adat yang dipercaya dan menciptakan keselarasan.

Adapun fungsi lain dari rumah gendang selain tempat berteduh juga membahas dan memecahkan segala
permasalahan yang menimpa komunitas mereka terbuka untuk dibicarakan dan dihadapkan kepada
perwakilan subsuku atau kepala adat di rumah gendang. Mulai dari soal adat istiadat sampai dengan
masalah pembagian tanah. Sementara kepala dusun hanya berperan sebatas mengurus administrasi
warga.

Permasalahan lain yang kerap diadukan ke rumah adat umumnya terkait pembagian tanah, sebelum
membagi sebidang tanah, terlebih dahulu mencari sebatang kayu teno sebagai penjuru. Kayu tersebut
terkenal kuat dan tahan lama.

Tua Teno akan mengukur tanah sekeliling kayu tersebut dengan hitungan satu moso untuk satu keluarga.
Satu moso sama dengan lebar empat jari tangan berdempetan (kecuali ibu jari).

Anda mungkin juga menyukai