Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pernapasan


Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang
digunakan untuk pertukaran gas. Sistem pernapasan umumnya termasuk saluran
yang digunakan untuk membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi
pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya. Paru
merupakan salah satu organ vital yang memiliki fungsi utama sebagai alat
respirasi dalam tubuh manusia, paru secara spesifik memiliki peran untuk
terjadinya pertukaran oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Sistem
pernafasan terdiri atas paru, saluran napas dan sistem saraf yang mengatur otot
pernafasan dan dinding dada (Sherwood, 2007).

2.1.1 Anatomi Sistem Pernapasan


2.1.1.1 Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas:
a. Lubang hidung (cavum nasalis)
Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago).
Hidung dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago
dan jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu
lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum).
Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring
(filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung
terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan
lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran
pernapasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat
reseptor. Reseptor bau terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung
dari saraf kranial I (Nervous Olfactorius). Hidung berfungsi sebagai jalan napas,
pengatur udara, pengatur kelembaban udara (humidifikasi), pengatur suhu,

Universitas Sumatera Utara


pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara (Somantri,
2007).

Gambar 2.1. Anatomi hidung dan sinus


Sumber : www.ghorayeb.com

b. Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.
Sinus adalah suatu rongga berisi udara dilapisi mukosa yang terletak di dalam
tulang wajah dan tengkorak.Ada empat sinus paranasal yaitu sinus frontalis, sinus
ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxillaris. Fungsi dari sinus paranasal
sendiri yaitu membantu pengaturan tekanan intranasal dan tekanan serum gas,
kelembaban udara inspirasi, mendukung pertahanan imun, meningkatkan area
permukaan mucosa, meringankan volume tengkorak, memberi resonansi suara,
menyerap goncangan dan mendukung pertumbuhan masase muka (Anggraini,
2006).

Universitas Sumatera Utara


c. Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,
yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian
anterior kolum vertebra (Joshi A, 2011).
Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring)
(Joshi A, 2011). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa
blanket) dan otot (Rusmarjono, 2007).

d. Laring
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan
suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi
vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif
lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja
tertutup bila sedang menelan makanan (Sofyan, 2011).
Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai jalan
respirasi yaitu pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk
memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang
sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka,sebagai proteksi jalan
napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk
(Sofyan, 2011).
Laring terdiri atas: 1) Epiglotis, katup kartilago yang menutup dan
membuka selama menelan; 2) Glotis, lubang antara pita suara dan laring; 3)
Kartilago tiroid, kartilago yang terbesar pada trakhea, terdapat bagian yang
membentuk jakun; 4) Kartilago krikoid, cincin kartilago yang utuh di laring
(terletak di bawah kartilago tiroid).5) Kartilago aritenoid, digunakan pada
pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid;6) Pita suara, sebuah
ligamen yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan suara dan
menempel pada lumen laring (Somantri, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2. Laring
Sumber: www.dtc.pima.edu/~biology

2.1.1.2 Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Bawah


Saluran pernapasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas:
a. Trakhea
Trakhea merupakan perpanjangan laring pada ketinggian tulang vertebre
torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkhus. Ujung cabang trakhea disebut
carina. Trakhea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm
dengan cincin kartilago berbentuk huruf C (Somantri, 2007).

b. Bronkhus dan Bronkhiolus


Bronkus merupakan saluran nafas yang terbentuk dari belahan dua
trakeapada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur
serupadengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama (Pino, 2013)
Bronkus berjalan ke arah bawah dan samping menuju paru dan
bercabangmenjadi dua, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Bronkus kanan
mempunyaidiameter lumen lebih lebar, ukuran lebih pendek dan posisi lebih
vertikal. Letaksedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis serta mengeluarkan
sebuah cabangutamayang melintas di bawah arteri, yang disebut bronkus kanan

Universitas Sumatera Utara


lobus bawah. Sedangkan bronkus kiri memiliki ukuran lebih panjang,
diameterlumennya lebih sempit dibandingkan bronkus kanan dan melintas di
bawah arteripulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
kelobus atas
dan bawah (Moore, 1999).
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronkuslobaris, kernudian menjadi lobus segmentalis. Bronkus lobaris ini
bercabang terusmenjadi bronkus yang lebih kecil, dengan ujung cabangnya yang
disebutbronkiolus. Setiap bronkiolus memasuki lobulus paru, dan bercabang-
cabangmenjadi 5-7 bronkiolus terminalis (Moore, 1999).

2.1.1.3 Saluran Pernapasan Terminal


Saluran pernapasan terminal terdiri atas:
a. Alveoli
Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-
paru. Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus.
Alveolimerupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan
akhir dari bronkhiolus respiratorus sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan
CO2. Seluruh dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri ats bronkhiolus respiratorius,
duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi utama dari unit
alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan aveoli
(Somantri, 2007).

Gambar 2.3. Alveolus

Universitas Sumatera Utara


Sumber: www.mercksource.com/pp/us/cns

b. Paru-paru
Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru
sebelah kiri. Pada paru kanan lobus – lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus
medius dan obus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan
lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri
yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula
pulmonis. Di antara lobus – lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura
horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior dan lobus inferior
paru kiri terdapat fissura obliqua (Stranding, 2009).

Gambar 2.4. Paru-paru


Sumber: medicalterms.info

c. Dada, Diafragma, dan Pleura


Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan
pembuluh darah besar. Bagian luar rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga

Universitas Sumatera Utara


(costae). Bagian atas dada pada daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi
yaitu otot scaleneus dan sternocleidomastoid. Diafragma terletak di bawah rongga
dada. Diafragma berbentuk seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan
saraf diafragma (Nervus Phrenicus) terdapat pada susunan saraf spinal(Somantri,
2007).
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura
ada dua macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada
(lapisan luar paru-paru) dan pleura visceral yang menutupi setiap paru-paru.
Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang
memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama
respirasi, dan mencegah pelekatan dada dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga
pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru-
paru. Pada proses fisiologis aliran cairan pleura, pleura parietal akan menyerap
cairan pleura melalui stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran limfe pleura
(Sherwood, 2007).

Gambar 2.5. Pleura


Sumber: classconnection.com

d. Sirkulasi Pulmoner
Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkhialis dan
arteri pulmonalis. Sirkulasi bronkhial menyediakan darah teroksigenasi dari
sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-

Universitas Sumatera Utara


paru. Arteri bronkhialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding
posterior bronkhus. Vena bronkhialis akan mengalirkan darah menuju vena
pulmonalis. Arteri pulmonallis berasal dari ventrikel kanan yang mengalirkan
darah vena ke paru-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalam
pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutupi
alveolus merupakan kontak yang diperlukan untuk pertukaran gas antara alveolus
dan darah (Somantri, 2007).

2.1.2 Fisiologi Pernapasan

Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti bernapas
lagi. Mempunyai peran atau fungsi menyediakan O2 serta mengeluarkan gas CO2
dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang
vital bagi kehidupan. O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus di
pasok terus menerus O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus di pasok
terus menerus, sedangkan CO2 merupakan bahan toksik yang harus segera
dikeluarkan dari tubuh. Bila tertumpuk didalam darah akan menurunkan pH
sehingga menimbulkan keadaan asidosis yang dapat menganggu faal badan
bahkan menyebabkan kematian (Ganong, 2010).
Proses respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu: 1) Ventilasi, yaitu
pergerakan udara kedalam dan keluar paru; 2) Distribusi, yaitu udara yang telah
memasuki saluran napas diantar keseluruh paru, kemudian masuk kedalam
alveolus; 3) Perfusi, yaitu sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler paru; 4)
Difusi gas O2 dan CO2, yaitu perpindahan molekul oksigen dari rongga alveolus,
melewati membrane kapiler alveolar, kemudian melintasi plasma darah, dan
selanjutnya menembus dinding sel darah merah, dimana akhirnya masuk ke
interior sel darah merah hingga berikatan dengan hemoglobin (Alsagaf, 1995).
Faal paru seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses ventilasi,
distribusi, perfusi, difusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi pada
orang tersebut dalam keadaan santai menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri

Universitas Sumatera Utara


(PaO2 dan PaCO2) yang normal. Yang dimaksud keadaan santai adalah keadaan
ketika jantung dan paru tanpa beban kerja yang berat (Djojodibroto, 2009).
Tekanan parsial gas darah arteri yang normal adalah PaO 2 sekitar 96
mmHg dan PaCO2 sekitar 40 mmHg. Tekanan parsial ini diupayakan
dipertahankan tanpa memandang kebutuhan oksigen yang berbeda-beda, yaitu
saat tidur kebutuhan oksigen 100 mL/menit dibandingkan dengan saat ada beban
kerja (exercise), 2000-3000 mL/menit (Djojodibroto, 2009).
Proses pertukaran gas memerlukan 4 proses yang mempunyai
ketergantungan satu sama lain yaitu: 1) Proses yang berkaitan dengan volume
udara napas dan distribusi ventilasi; 2) Proses yang berkaitan dengan volume
darah di paru dan distribusi aliran darah; 3) Proses yang berkaitan dengan difusi
O2 dan CO2; 4) Proses yang berkaitan dengan regulasi pernapasan (Djojodibroto,
2009).

2.1.3 Uji faal paru


2.1.3.1 KVP dan VEP1

Uji faal paru bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang
individu dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya
dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu, misalnya untuk
menegakkan diagnosis penyakit paru tertentu, evaluasi pengobatan asma, evaluasi
rehabilitasi penyakit paru, evaluasi fungsi paru bagi seseorang yang akan
mengalami pembedahan toraks atau abdomen bagian atas, penderita penyakit paru
obstruktif menahun, akan mengalami anestasi umum sedangkan yang
bersangkutan menderita penyakit paru atau jantung dan keperluan lainnya
(Alsagaff, 2005).
Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi,
difusi gas, perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran
darah. Fungsi paru disebut normal apabila PaO2 lebih dari 50mmHg dan PaCO2
kurang dari 50mmHg dan disebut gagal napas apabila PaCO 2 kurang dari
50mmHg dan PaCO2 lebih dari 50mmHg. Apabila PaO2 lebih dari 50mmHg dan

Universitas Sumatera Utara


PaCO2 kurang dari 50mmHg, dikatakan bahwa fungsi difusi gas berlangsung
normal (Alsagaff, 2005).
Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilian faal paru
seseorang cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi
ventilasi nilainya baik, dapat mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya
fungsi-fungsi paru lainnya juga baik. Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat
dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk menilai fungsi ventilasi digunakan
spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan kecepatan
udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer (Alsagaff, 2005).
Fungsi paru dapat diukur dengan menggunakan spirometri. Spirometri
adalah suatu teknik pemeriksaan untuk mengetahui fungsi/faal paru, di mana
pasien diminta untuk meniup sekuatkuatnya melalui suatu alat yang dihubungkan
dengan mesin spirometer yang secara otomatis akan menghitung kekuatan,
kecepatan dan volume udara yang dikeluarkan, sehingga dengan demikian dapat
diketahui kondisi faal paru seseorang (Sherwood, 2007)
Kapasitas Vital Paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC), yaitu
jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa setelah inspirasi
maksimal. Pada gangguan obstruksi nilai KVP selalu lebih kecil dari nilai
kapasitas vital karena ada udara terperangkap atau air trapping di dalam paru.
Nilai air trapping pada keadaan normal kurang dari 6% (Guyton, 2008).
Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) atau Forced Expiratory
Volume in one second (FEV1), yaitu volume udara ekspirasi detik pertama pada
pengukuran KVP. Nilai pada individu normal adalah 80% dari nilai VEP 1
prediksi. Perbandingan VEP1 dan KVP merupakan suatu parameter tersering
digunakan untuk menentukan derajat obstruksi. Nilai normal perbandingan ini
adalah lebih dari 75%. Reversibiliti suatu obstruksi dapat ditentukan dengan
perbandingan nilai ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator,
hasil >20% berarti reversibel dan <20% berarti irreversibel melalui spirometri
(Guyton, 2008).

Universitas Sumatera Utara


2.1.3.2 Spirometri

Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur


sebagian terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara
grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume
Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari
udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha
paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1
detik (VEP1). Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah
volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi
maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan
spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih
mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu
gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan
pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru
obstruktif bila nilai VEP1/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi
paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai
standar (Alsagaff, 2005).
Prosedur yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas
secara maksimal dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin dan
Nilai KVP dibandingkan terhadap nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan
usia, tinggi badan dan jenis kelamin. Spirometer menggunakan prinsip salah satu
hukum dalam fisika yaitu hukum Archimedes. Hal ini tercermin pada saat
spirometer ditiup, ketika itu tabung yang berisi udara akan naik turun karena
adanya gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan dari udara yang masuk ke
spirometer. Spirometer juga menggunakan hukum newton yang diterapkan dalam
sebuah katrol. Bandul ini kemudian dihubungkan lagi dengan alat pencatat yang
bergerak diatas silinder berputar. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting
untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Melalui spirometri
ini, bisa diketahui gangguan obstruksi,sumbatan dan restriksi atau pengembangan
paru (Blondshine,2000).

Universitas Sumatera Utara


2.2 Rokok
2.2.1 Defenisi Rokok

Rokok adalah gulungan tembakau yang disalut dengan daun nipah


(Poerwadarminta, 2002). Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian
dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa (Fawzani,
2005). Rokok merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi masyarakat.
Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat
tetapi kebiasaan merokok sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu
kebiasaan buruk (Mulyawati, 2004). Sementara, alasan utama merokok adalah
cara untuk bisa diterima secara sosial, melihat orang tuanya merokok,
menghilangkan rasa jenuh, ketagihan dan untuk menghilangkan stress (Fawzani,
2005).

2.2.2 Sejarah Rokok


Awal mula perkenalan dunia pada tembakau dan kebiasaan merokok tak
bisa dilepaskan dari peristiwa penemuan benua Amerika oleh para pelaut Spanyol
di bawah pimpinan Christopher Colombus, melihat bangsa Indian
mempergunakan daun kering dengan berbagai cara, salah satu diantaranya dengan
membakarnya sebagai rokok yang mendatangkan kenikmatan pada tubuh mereka,
menciptakan rasa nyaman dan mengurangi kelelahan (Sukendro, 2007).
Sejarah rokok daun tembakau dipopulerkan pada abad XVI di Eropa,
jumlah perokok terus meningkat. Bangsa Spanyol dan Portugis bersama menanam
tembakau di Hindia Barat dan Brasil. Perancis mengenal tembakau lewat Jean
Nicot dijumpai istilah Nicotiane untuk menyebut jenis tanaman obat (tembakau)
yang dimaksud. Pada abad XVIII orang Rusia mengenal cara baru menikmati
tembakau dengan menggunakan pipa air, yang sebelumnya telah populer di
kalangan orang Turki. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan
bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk
keperluan ritual dan pengobatan, di Eropa orang merokok hanya untuk
kesenangan semata-mata (BBKPMB, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Merokok yang semula bertujuan untuk pengobatan akhirnya menjadi
penyebab banyak kelainan dan penyakit. Salah satu berhubungan dengan sistem
kardiovaskuler, merokok juga berhubungan dengan jaringan lunak dan keras di
rongga mulut karena merupakan awal terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran
rokok, maka mukosa mulut juga mempunyai dampak akibat dari merokok
(Sitepoe, 1997).

2.2.3 Kandungan rokok


Setiap batang rokok yang dinyalakan akan mengeluarkan lebih dari 4000
bahan kimia beracun yang berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian. Dengan
ini, setiap isapan itu menyerupai satu isapan maut. Racun yang paling utama
adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Di antara kandungan asap rokok
termasuklah aceton (bahan pembuat cat), naftalene (bahan kapur barus), arsen, tar
(bahan karsinogen penyebab kanker), methanol (bahan bakar roket), vinyl chloride
(bahan plastik PVC), phenol butane (bahan bakar korek api), potassium nitrate
(bahan baku pembuatan bom dan pupuk), polonium-201 (bahan radioaktif),
ammonia (bahan pencuci lantai), dan sebagainya (Jaya, 2009).
Berikut merupakan penjelasan lebih jelas untuk beberapa jenis bahan yang
terkandung dalam rokok antara lain:
1. Nikotin
Komponen ini terdapat di dalam asap rokok dan juga di dalam tembakau
yang tidak dibakar. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf, juga
menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik mengalami peningkatan.
Denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian
oksigen bertambah, aliran darah pada pembuluh koroner bertambah, dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Nikotin meningkatkan kadar gula
darah, kadar asam lemak bebas, kolesterol LDL, dan meningkatkan agregasi
sel pembekuan darah. Nikotin memegang peran penting dalam ketagihan
merokok (Sitepoe, 2000).

Universitas Sumatera Utara


2. Tar
Tar hanya dijumpai pada rokok yang dibakar. Eugenol atau minyak
cengkeh juga diklasifikasikan sebagai tar. Di dalam tar, dijumpai zat-zat
karsinogen seperti polisiklik hidrokarbon aromatis, yang dapat menyebabkan
terjadinya kanker paru-paru. Selain itu, dijumpai juga N nitrosamine di dalam
rokok yang berpotensi besar sebagai zat karsinogenik terhadap jaringan paru-
paru (Sitepoe, 2000). Tar juga dapat merangsang jalan nafas, dan tertimbun di
saluran nafas, yang akhirnya menyebabkan batuk-batuk, sesak nafas, kanker
jalan nafas, lidah atau bibir (Jaya, 2009).
3. Karbon Monoksida
Gas ini bersifat toksik dan dapat menggeser gas oksigen dari transport
hemoglobin. Dalam rokok, terdapat 2-6% gas karbon monoksida pada saat
merokok, sedangkan gas karbon monoksida yang diisap perokok paling
rendah 400 ppm (part per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi-
hemoglobin dalam darah sejumlah 2-16%. Kadar normal karboksi-
hemoglobin hanya 1% pada bukan perokok. Seiring berjalannya waktu,
terjadinya polisitemia yang akan mempengaruhi saraf pusat (Sitepoe, 2000).
4. Timah Hitam
Timah hitam merupakan partikel asap rokok. Setiap satu batang rokok
yang diisap mengandung 0,5 mikrogram timah hitam. Apabila seseorang
mengisap 1 bungkus rokok perhari, 10 mikrogram timah hitam akan
dihasilkan, sedangkan batas bahaya kadar timah hitam di dalam tubuh adalah
20 mikrogram/hari (Sitepoe, 2000).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6.Zat berbahaya pada rokok

Sumber: pptm.depkes.go.id

2.2.4 Jenis Rokok


Bahan baku rokok hanya tembakau baik menggunakan filter maupun non
filter dikenal sebagai rokok putih. Rokok kretek adalah rokok dengan atau tanpa
filter yang menggunakan tembakau rajangan dengan cengkeh rajangan digulung
dengan kertas sigaret boleh memakai bahan tambahan asalkan diizinkan
pemerintah. Rokok campuran adalah rokok yang dihisap oleh seseorang dalam
waktu tidak tentu dengan jenis rokok kretek maupun rokok putih. Rokok filter
adalah rokok yang bagian pangkalnya terdapat gabus. Rokok non filter adalah
rokok yang bagian pangkalnya tidak terdapat gabus (Sitepoe, 2000).
Berikut merupakan penjelasan lebih jelas untuk beberapa jenis rokok
yaitu:
1. Cigaret
Cigaret merupakan salah satu bentuk rokok yang berbentuk silinder
dan dibungkus oleh kertas, mempunyai filter diujungnya untuk tempat
hisapan. Jenis ini sangat populer di Negara-negara Eropa. Rokok

Universitas Sumatera Utara


cigaret mengandung 60 jenis zat karsinogen yang berbeda, zat polutan
yang meningkatkan resiko kanker. Dalam jumlah besar juga
ditambahkan zat adiktif, zat ini juga untuk sebagai penambah rasa.

2. Cigar (kretek)
Cigar adalah jenis rokok yang berbentuk silinder. Tersedia dalam
banyak bentuk dan jenis, kebanyakan juga disebut corona. Rokok ini
pertama sekali dari Caribia seperti Republik Dominica, Jamaika, dan
Cuba.

3. Pipa
Rokok pipa terdiri dari ruang kecil (seperti mangkuk) untuk
pembakaran zat yang diisap dengan sebuah gagang yang tipis yang
berakhir dibagian tempat untuk mulut menghisap. Pipa-pipa ini terbuat
dari berbagai material (beberapa tidak dikenal): Briar, Corncob,
Meerschaum, tanah liat, kayu, kaca, labu manis dan bambu, dan
berbagai material lainnya seperti logam.

4. Hookah (Sheesha)
Hookah (Sheesa) merupakan jenis pipa air tradisional dari timur
tengah dan asia selatan, pipa ini memakai filtrasi air dan pemanasan
tidak langsung. Hookah kadang diisi dengan hashih atau opium. Mitos
yang populer merokok ini adalah untuk keselamatan. Meskipun air
tidak efektif untuk menghilangkan zat beracun, seperti hydrocarbon
carcinogen yang tidak larut dalam air. Suatu penelitian menunjukkan
CO lebih tinggi pada Hookah dibandingkan rokok cigaret.

2.2.5 Prevalensi Perokok


Badan Kesehatan Dunia (WHO) menganggap perilaku merokok telah
menjadi masalah yang penting bagi seluruh dunia sejak satu dekade yang lalu.
Salah satu bentuk nyatanya adalah WHO (World Health Organization)

Universitas Sumatera Utara


menetapkan tanggal 31 Mei 1988 sebagai hari tanpa tembakau sedunia dan untuk
seterusnya diperingati setiap tahun ditanggal 31 Mei. Menurut Soamole pada
tahun 2004, setiap tahun ada empat juta orang yang meninggal akibat kebiasaan
merokok. Dikhawatirkan, apabila penanganan yang tidak memadai maka di tahun
2030 diperkirakan proporsi perokok sebesar 1,6 miliar perokok, diantaranya
sekitar 770 juta anak yang menjadi perokok pasif dan 85% terdapat di negara
berkembang. Diperkirakan juga proporsi kematian akibat merokok sebesar 10 juta
kematian yang mana 70% di antaranya terjadi di negara berkembang.
Berdasarkan total batang rokok yang dikonsumsi per tahunnya,pada tahun
2002 Indonesia mengkonsumsi 182 milyar batang rokok, menduduki peringkat ke
5 konsumsi rokok terbesar setelah China (1.697 milyar batang), Amerika Serikat
(464 milyar batang), Rusia (375 milyar batang) dan Jepang (299 milyar batang).
Tobacco Atlas 2009 menunjukkan bahwa peringkat Indonesia pada tahun 2007
tetap pada posisinya yaitu peringkat ke 5 (Mackay, 2009).
Selama kurun waktu 1970-2000, konsumsi rokok di Indonesia meningkat
7 kali lipat dari sekitar 33 milyar menjadi 217 milyar batang. Selanjutnya, dari
tahun 2000 hingga tahun 2002 terjadi penurunan konsumsi rokok karena terjadi
peningkatan harga riil rokok pada tahun 1998. Akan tetapi penurunan tersebut
sebenarnya semu karena Departemen Keuangan mendeteksi adanya rokok ilegal
dan pemalsuan cukai. Dengan adanya penurunan konsumsi rokok tersebut maka
Departemen Keuangan membekukan peningkatan cukai tahunan selama tahun
2003-2004 yang bertujuan untuk “menyehatkan industri”. Dampak dari kebijakan
pembekuan ini, pada data tahun 2008 menunjukkan konsumsi rokok sebesar 240
milyar batang, meningkat tajam setelah tahun 2005 sebesar 214 milyar batang
(Soerojo, 2009).
Berdasarkan jumlah perokok, Indonesia adalah negara ketiga dengan
jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India (WHO, 2008).
Sumatra Utara sendiri merupakan provinsi ke-10 dengan prevalensi
perokok tertinggi di Indonesia (34,9%) dan melebihi angka nasional sebesar
34,2%. Dibandingkan hasil survei tahun 1995 dan 2007, Sumatra Utara
menunjukkan kenaikan prevalensi merokok sebanyak 6% (RIKESDAS, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan kelompok umur, hasil temuan 2007 menunjukkan prevalensi
perokok meningkat dengan bertambahnya umur, sampai kelompok umur 55-59
tahun, kemudian menurun pada kelompok umur berikutnya. Peningkatan pada
kelompok umur 15-19 tahun, dari 7,1% (1995) menjadi 19,9% (2007) atau naik
180% selama tahun 1995 – 2007. Prevalensi merokok meningkat dari tahun ke
tahun berdasarkan kelompok umur. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok
umur yang paling muda yaitu 10-14 tahun dari 0,3% menjadi 2,0% atau
meningkat hampir 7 kali lipat selama 12 tahun terakhir (RIKESDAS, 2007).
Pada tahun 2007, prevalensi merokok remaja umur 15-19 tahun adalah
18,8%. Pada laki-laki 37,3% dan remaja perempuan 1,6%. Prevalensi merokok
remaja umur 15-19 tahun meningkat terus pada laki-laki sejak tahun 1995 sampai
tahun 2007. prevalensi perokok meningkat pada laki-laki kelompok umur 15-19
tahun meningkat sebesar hampir 3 kali lipat dan pada perempuan meningkat 5 kali
lipat (RIKESDAS, 2007).
Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menunjukkan bahwa prevalensi
remaja perokok di Jakarta tahun 2001 adalah 20,4% (laki-laki 36,7%; perempuan
4.4%), dan tahun 2004 sebesar 16,6% (laki-laki 28,4%; perempuan 3,0%). GYTS
tahun 2006 yang digunakan sebagai angka nasional adalah sebesar 12,6% (laki-
laki 24,5%; perempuan 2,3%). Tiga dari sepuluh pelajar (30,9%) ditemukan
merokok pertama kali sebelum mereka mencapai usia 10 tahun. Di antara pelajar
yang merokok, sebesar 3,2 % telah kecanduan dengan indikator hal pertama yang
diinginkan pada pagi hari adalah rokok. GYTS nasional Indonesia 2006 juga
memperlihatkan bahwa lebih dari 14,4% pelajar menyatakan pernah mendapat
tawaran rokok “gratis” dari industri rokok, yaitu 21,6% laki-laki dan 7,4%
perempuan (WHO, 2006).
Tahun 2006 Indonesia melakukan GHPS dengan menggunakan mahasiswa
kedokteran tingkat ketiga sebagai responden dalam survei. Mahasiswa kedokteran
diharapkan akan berperan penting untuk menurunkan kebiasaan merokok,
sekaligus memberikan informasi dampak merokok terhadap kesehatan, termasuk
membantu berhenti merokok dan memberi contoh gaya hidup bebas rokok.
Hampir setengah (48,4%) dari mahasiswa kedokteran pernah merokok. GHPS

Universitas Sumatera Utara


2006 mendapatkan prevalensi merokok mahasiswa kedokteran adalah 9,3%, laki-
laki 21,1% dan perempuan 2,3%. Sepertiganya (33%) sudah merasa ingin
merokok kurang dari 30 menit setelah bangun tidur di pagi hari, pada perempuan
39,4%, lebih tinggi dari laki-laki sebesar 31,9%. Ini menunjukkan tingkat
kecanduan merokok yang tinggi (WHO, 2006).

2.2.6 Efek Rokok Terhadap Tubuh

Secara keseluruhan, tubuh manusia mempunyai 11 jenis sistem, dan


semuanya terintegrasi dalam menjalankan fungsi tubuh, sehingga tubuh mampu
beraktivitas secara optimal antara lain adalah sistem integumentari, sistem
skeletal, sistem otot, sistem saraf, sistem endokrin, sistem limfatik dan imunitas,
sistem kardiovaskular, sistem respiratori, sistem gastrointestinal, sistem
reproduksi, dan sistem genitourinaria (Tortora dan Derrickson, 2006). Rokok
dapat mempengaruhi beberapa sistem tubuh tersebut.

 Efek Rokok Pada Sistem Respiratori


Merokok merupakan penyebab utama kanker paru-paru, serta penyakit
paru-paru lain yang bersifat kronis dan obstruktif, seperti bronkitis dan
emfisema. Sekitar 85% dari penderita penyakit ini disebabkan oleh rokok.
Gejala yang ditimbulkan berupa batuk kronik, berdahak, dan gangguan
pernafasan. Apabila diadakan tes fungsi paru-paru, maka hasil tes pada
perokok lebih buruk berbanding dengan bukan perokok. Merokok juga terkait
dengan influenza dan radang paru-paru lainnya. Perokok lebih mudah
terserang influenza dan radang paru-paru lainnya berbanding yang bukan
perokok. Pada penderita asma, merokok akan memperparah gejala asma
karena asap rokok akan meyempitkan lagi saluran pernafasan (Sitepoe, 2000).
Kematian umumnya bukan terjadi akibat kesulitan bernafas karena
membesarnya kanker, tetapi posisi paru-paru dalam sistem peredaran darah
yang membuat kanker mudah menyebar ke seluruh tubuh. Metastase kanker
ke otak dan bagian kritis lainnya menjadi penyebab kematian (Jaya, 2009).

Universitas Sumatera Utara


 Efek Rokok Pada Sistem Kardiovaskuler
Dalam sistem kardiovaskular, merokok menjadi faktor utama penyebab
penyakit pembuluh darah jantung. Bukan hanya menyebabkan penyakit
jantung koroner, merokok juga mempunyai akibat buruk bagi pembuluh darah
otak dan perifer.Asap yang dihembus oleh para perokok dapat dibagikan atas
asap utama dan asap samping. Asap utama merupakan asap tembakau yang
dihirup langsung oleh perokok, sedangkan asap samping merupakan asap
tembakau yang disebarkan ke udara bebas, yang akan dihirup oleh orang lain,
atau perokok pasif (Tandra, 2003).
Telah ditemukan hampir 4000 jenis bahan kimia dalam rokok, dengan 40
jenis di antaranya bersifat karsinogenik, di mana bahan racun ini lebih banyak
terdapat pada asap samping. Misalnya, karbon monoksida ditemukan 5 kali
lipat lebih banyak pada asap samping berbanding asap utama. Begitu juga
dengan benzopiren, dengan 3 kali lipat, dan amoniak dengan 50 kali lipat.
Bahan-bahan ini dapat bertahan sampai beberapa jam lamanya dalam ruang
setelah rokok berhenti (Jaya, 2009).
Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya
kebutuhan oksigen otot jantung. Selain menyebabkan ketagihan merokok,
nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut
jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin turut
mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit
(penggumpalan) ke dinding pembuluh darah (Tandra, 2003).
Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan
langsung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk ke otot
jantung. Karbon monoksida menggantikan tempat oksigen di hemoglobin,
mengganggu pelepasan oksigen dan mempercepat arterosklerosis. Dengan
demikian, karbon monoksida menurunkan kapasitas latihan fisik,
meningkatkan viskositas darah, sehingga mempermudah penggumpalan darah.
Di samping itu, asap rokok mempengaruhi profil lemak. Jika dibandingkan
dengan bukan perokok, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida

Universitas Sumatera Utara


darah perokok lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL lebih rendah (Tandra,
2003).

 Efek Rokok Pada Sistem Limfatik dan Imunitas


Rokok juga dapat mengakibatkan melemahnya sistem imun. Rongga
mulut sangat mudah terpapar efek yang merugikan akibat merokok.
Terjadinya perubahan dalam rongga mulut adalah disebabkan oleh mulut
merupakan tempat awal terjadinya penyerapan zat-zat hasil pembakaran
rokok. Temperatur rokok pada bibir adalah 30°C, sedangkan ujung rokok yang
terbakar bersuhu 900°C. Asap panas yang berhembus secara terus-menerus ke
dalam rongga mulut merupakan rangsangan panas yang menyebabkan
perubahan aliran darah dan mengurangi pengeluaran saliva. Akibatnya, rongga
mulut menjadi kering dan hal ini mewujudkan suasana anaerob sehingga
memberikan lingkungan yang sesuai untuk tumbuhnya bakteri anaerob dalam
plak. Secara automatik, perokok berisiko lebih besar untuk mendapat infeksi
bakteri penyebab penyakit jaringan pendukung gigi berbanding mereka yang
bukan perokok (Sitepoe, 2000).
Pada perokok, terdapat penurunan zat kekebalan tubuh yang terdapat di
dalam saliva yang berguna untuk menetralisir bakteri dalam rongga mulut dan
akhirnya menyebabkan gangguan fungsi-fungsi sel-sel pertahanan tubuh. Sel
pertahanan tubuh tidak dapatmendekati dan memfagosit bakteri-bakteri yang
menyerang tubuh sehingga sel pertahanan tubuh tidak peka lagi terhadap
perubahan di sekitarnya maupun terhadap infeksi (Sitepoe, 2000).

 Efek Rokok Pada Sistem Gastrointestinal


Bagi sistem pencernaan terutama gusi, efek rokok itu sudah dapat dilihat.
Gusi seorang perokok juga cenderung mengalami penebalan lapisan tanduk.
Daerah yang mengalami penebalan ini terlihat lebih kasar dibandingkan
jaringan di sekitarnya dan kekenyalannya berkurang. Penyempitan pembuluh
darah yang disebabkan nikotin mengakibatkan aliran darah ke gusi tidak

Universitas Sumatera Utara


adekuat, dan akhirnya meningkatkan kecenderungan timbulnya penyakit gusi
(Sitepoe, 2000).
Tar dalam asap rokok juga memperbesar peluang terjadinya radang gusi,
yaitu penyakit gusi yang paling sering terjadi yang disebabkan oleh plak
bakteri dan sebarang faktor lain yang dapat menyebabkan bertumpuknya plak
di sekitar gusi. Tar dapat diendapkan pada permukaan gigi dan akar gigi
sehingga permukaan ini menjadi kasar dan mempermudah perlekatan plak.
Dari beberapa penelitian, plak dan karang gigi lebih banyak terbentuk pada
rongga mulut perokok berbanding yang bukan perokok. Rokok juga
melemahkan katup esofagus distal maupun proksimal, sehingga
mengakibatkan regurgitasi asam lambung ke esofagus. Hal ini akhirnya
memicu terjadinya erosi yang disebabkan oleh asam lambung pada esofagus
(Sitepoe, 2000).
Di dalam perut dan usus, terjadi keseimbangan antara pengeluaran asam
yang dapat mengganggu lambung dengan daya perlindungan. Tembakau
meningkatkan asam lambung sehingga terjadilah tukak lambung dan usus.
Perokok menderita gangguan dua kali lebih tinggi dari bukan perokok
(Gondodiputro, 2007).

 Efek Rokok Pada Sistem Saraf Pusat


Bagi sistem saraf pusat, nikotin yang diabsorpsi dapat menimbulkan
tremor tangan dan kenaikan berbagai hormon dan neurohormon dopamin di
dalam plasma. Berdasarkan rangsangannya terhadap chemoreceptors trigger
zone dari sumsum tulang belakang dan stimulasinya dari refleks vagal, nikotin
menyebabkan mual dan muntah. Di sisi lain, nikotin diterima oleh reseptor
asetilkolin nikotinik yang kemudian membaginya ke jalur imbalan dan jalur
adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan rasa nikmat, memacu
sistem dopaminergik. Hasilnya, perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir
serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Sementara di jalur
adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak
lokus seruleus yang mengeluarkan serotonin. Meningkatnya serotonin

Universitas Sumatera Utara


menimbulkan rangsangan senang sekaligus mencari tembakau lagi. Efek dari
tembakau memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya rangkap, alam
perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor (Gondodiputro,
2007).

 Efek Rokok Pada Sistem Reproduksi


Merokok akan mengurangi terjadinya konsepsi, fertilitas pria ataupun
wanita yang merokok akan mengalami penurunan, nafsu seksual juga
mengalami penurunan dibandingkan dengan bukan perokok. Wanita perokok
akan mengalami menopause lebih cepat berbanding wanita yang bukan
perokok (Sitepoe, 2000).
Pada wanita hamil yang merokok, anak yang dikandung akan mengalami
penurunan berat badan, bayi lahir prematur, karena bayi juga akan turut
merokok secara tidak langsung. Merokok pada wanita hamil juga berisiko
tinggi mengalami keguguran, kematian janin, kematian bayi sesudah lahir, dan
kematian mendadak pada bayi. Kesehatan fisik maupun intelektual anak-anak
yang akan bertumbuh kembang itu juga turut terganggu (Sitepoe, 2000).
Asap rokok menyebabkan terganggunya spermatogenesis dalam tubulus
seminiferus. FSH, tesosteron dan LH adalah hormon yang berperan penting
dalam spermatogenesis. Yardimci (1997) dan Yamamoto (1999) menyatakan
bahwa asap rokok menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon
testosteron. Nikotin mempengaruhi kerja sistem saraf pusat dengan cara
menghambat kerja GnRH sehingga pembentukan FSH dan LH terhambat.
Dengan terhambatnya pembentukan FSH dan LH, maka spermatogenesis
berjalan tidak normal (Sukmaningsih, 2009).
Pada laki – laki berusia 30 – 40 tahunan, merokok dapat meningkatkan
disfungsi ereksi sekitar 50%. Ereksi tidak dapat terjadi bila darah tidak
mengalir bebas ke penis. Oleh karena itu pembuluh darah harus dalam
keadaan baik. Merokok dapat merusak pembuluh darah, nikotin
menyempitkan arteri yang menuju penis, mengurangi aliran darah dan tekanan
darah menuju penis. Efek ini meningkat bersamaan dengan waktu. Masalah

Universitas Sumatera Utara


ereksi ini merupakan peringatan awal bahwa tembakau telah merusak area lain
dari tubuh (Gondodiputro, 2007).

 Efek Merokok Pada Sistem Integumentari


Rokok mengakibatkan kulit menjadi mengerut, kering, pucat, dan
mengeriput terutama di daerah wajah. Mekanisme ini terjadi akibat bahan
kimia yang dijumpai di dalam rokok yang mengakibatkan vasokonstriksi
pembuluh darah tepi dan di daerah terbuka, misalnya pada wajah. Bagi
individu yang berkulit putih, kulit menjadi coklat, mengeriput terutama di
daerah pipi dengan adanya penebalan di antara bagian yang mengeriput;
disebut kulit perokok (Sitepoe, 2000).

 Efek Terhadap Otak dan Daya Ingat


Akibat proses aterosklerosis yaitu penyempitan dan penyumbatan aliran
darah ke otak yang dapat merusak jaringan otak karena kekurangan oksigen.
Kelainan tersebut dibagi menjadi 4 bentuk :
•Tingkat I : penyempitan kurang dari 75% tanpa disertai keluhan.
•Tingkat II : defisit neurologis sementara.
•Tingkat III : defisit neurologist yang menghilang disekitar 3 hari atau
frekuensinya meningkat.
•Tingkat IV : terjadi infark otak yang lengkap dan menyebabkan defisit
neurologis yang menetap.
Studi tentang hubungan tembakau dan daya ingat juga dilakukan baru –
baru ini. Dari hasil analisis otak, peneliti dari Neuropsychiatric Institute
University of California menemukan bahwa jumlah dan tingkat kepadatan sel
yang digunakan untuk berpikir pada orang yang merokok jauh lebih rendah
daripada orang yang tidak merokok (Gondodiputro, 2007).

Universitas Sumatera Utara


 Efek Rokok Terhadap Mata
Rokok merupakan penyebab penyakit katarak nuklir, yang terjadi di
bagian tengah lensa. Meskipun mekanisme penyebab tidak diketahui, banyak
logam dan bahan kimia lainnya yang terdapat dalam asap rokok dapat merusak
protein lensa. Merokok juga dikatakan dapat meningkatkan risiko terjadinya
posterior subcapsular opacity. Namun demikian, beberapa penelitian masih
dilakukan bagi membuktikan kebenaran teori ini (Winstanley, 2008).

 Efek Rokok Pada Sistem Skeletal


Banyak bukti menunjukkan bahwa merokok dapat menurunkan densitas
tulang, dan menyebabkan fraktur tulang panggul pada wanita yang sudah mati
haid. Terdapat mekanisme yang terlibat dalam proses ini. Zat nikotin dan zat
kadmium yang terdapat dalam asap rokok mempunyai efek langsung pada sel-
sel tulang. Densitas tulang pada perokok juga dipercayai berkurang akibat
rendahnya absorpsi kalsium dan vitamin D, serta terdapat perubahan
metabolisme dari beberapa hormon tubuh, terutamanya estrogen, yang terlibat
secara tidak langsung dalam pembentukan tulang (Winstanley, 2008).

 Efek Rokok Pada Darah, Tungkai, Tangan, dan Sistem


Genitourinaria
Pada darah, rokok mengakibatkan leukemia. Rokok juga menyebabkan
kelainan vaskular perifer, yang memicu terjadinya gangren pada tungkai dan
tangan. Pada tangan perokok itu, kelihatan bekas kehitaman yang diakibatkan
tar, sejenis zat karsinogenik pada rokok. Pada sistem genitourinaria, rokok
paling sering mengakibatkan kanker kandung kemih dan kanker ginjal (WHO,
2002).

2.2.7 Efek Rokok Terhadap Faal Paru


Hampir 60% partikel yang terhisap dari asap rokok terdeposit pada paru
yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan fungsi parenkim paru.

Universitas Sumatera Utara


Secara umum, patofisiologi kelainan paru akibat merokok terdapat pada tabel
berikut:
Tabel 2.1. Kelainan paru akibat rokok
Jenis Kelainan
1. Gangguan pada saluran napas
a. Kehilangan silia
b. Hiperplasia kelenjar mucus
c. Peningkatan jumlah sel goblet
d. Perubahan epitel pseudostratifiedciliated menjadi metaplasia
skuamosa, sel karsinoma in situ, dan karsinoma bronkogenik
invasif
e. Gangguan pada saluran napas perifer
f. Inflamasi dan atrofi
g. Metalapsia sel goblet
h. Mucusplugging
i. Hipertropi otot polos
j. Fibrosis peribronkial
2. Gangguan pada alveoli dan kapiler
a. Kerusakan pada alveoli peribronkial
b. Pengurangan jumlah arteri kecil
c. Abnormalitas pada bronchoalveolar lavage fluid
d. Peningkatan jumlah IgA dan IgG
e. Peningkatan aktivasi makrofag dan neutrophil
3. Gangguan pada sistem imunitas
a. Peningkatan jumlah leukosit pada sistem perifer
b. Peningkatan jumlah eosinofil pada sistem perifer
c. Peningkatan jumlah IgE serum
d. Penurunan uji alergi pada kulit (lower allergy skin test reactivity)
e. Penurunan respon sistem imun terhadap antigen terinhalasi

Sumber: Buku berhenti merokok

Universitas Sumatera Utara


Menurut penelitian Flouris tahun 2009 pajanan selama 1 jam oleh asap
rokok lingkungan dapat menyebabkan perubahan fungsi paru dan peningkatan
faktor inflamasi. Pajanan asap rokok lingkungan dalam waktu lama dapat
menurunkan VEP1.
Paparan asap rokok akan mengakibatkan respon inflamasi berupa: edema,
pembentukan proteoglikan dan kolagen di jaringan submukosa dan intertisial,
membesarnya sel mukuos dan sel goblet serta meningkatnya jumlah pembuluh
darah kecil yang kemudian berdilatasi, hipertrofi dan hiperplasi otot-otot jalan
napas. Akibat obstruksi saluran napas lebih mudah mengempis daripada saluran
normal (Guyton,2008).
Terdapat hubungan antara banyaknya rokok yang dihisap dengan
penurunan VEP1 dan berhenti merokok dapat memperbaiki VEP1. Secara
keseluruhan diperkirakan 80-90% perokok mempunyai resiko menderita PPOK,
walaupun ada penelitian yang menyatakan hanya 15-20% perokok yang secara
klinis memberikan gejala PPOK (Francis, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai