Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemandirian Lanjut Usia

2.1.1 Pengertian Kemandirian

Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi yang

masih aktif. Seseorang lanjut usia yang menolak untuk melakukan fungsi dianggap

sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu. Kemandirian adalah

kemampuan atau keadaan dimana individu mampu mengurus atau mengatasi

kepentingannya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain (Maryam, 2008).

Menurut Chaplin (2004) dalam kamus Psikologi mengartikan kata autonomy

sebagai keadaan pengaturan diri, atau kebebasan individu manusia untuk memilih,

untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya

sendiri. Lerner (dalam Budiman, 2000) mengemukakan kemandirian (autonomy)

mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung kepada orang lain, tidak

terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri.

Lanjut usia yang mempunyai tingkat kemandirian tertinggi adalah pasangan

lanjut usia yang secara fisik kesehatannya cukup prima. Dari aspek sosial ekonomi

dapat dikatakan jika cukup memadai dalam memenuhi segala macam kebutuhan

hidup, baik lanjut usia yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak.

Tingginya tingkat kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah

12
Universitas Sumatera Utara
13

terbiasa menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan

hayat hidupnya.

Poerwadi (2001) mengartikan mandiri adalah dimana seseorang dapat

mengurusi dirinya sendiri, ini berarti bahwa jika seseorang sudah menyatakan dirinya

siap mandiri berarti dirinya ingin sesedikit mungkin minta pertolongan atau

tergantung kepada orang lain. Mandiri bagi orang lanjut usia berarti jika mereka

menyatakan hidupnya nyaman-nyaman saja walaupun jauh dari anak cucu.

Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat ciri-ciri sebagai berikut : (1) dapat

menyesuaikan diri secara konstruktif dengan kenyataan/realitas, walau realitas tadi

buruk (2) memperoleh kepuasan dari perjuangannya (3) merasa lebih puas untuk

memberi daripada menerima (4) secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas (5)

berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan (6)

menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan (7)

menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif (8)

mempunyai daya kasih sayang yang besar.

Menurut Agung (2006), Activity of Daily Living adalah pengukuran terhadap

aktivitas yang dilakukan rutin oleh manusia setiap hari. Aktivitas tersebut antara lain:

memasak, berbelanja, merawat/mengurus rumah, mencuci, mengatur keuangan,

minum obat dan memanfaatkan sarana transportasi. Skala ADL terdiri atas skala

ADL dasar atau Basic Activity of Daily Living (BADLs), Instrumental or

Intermediate Activity of Daily Living (IADLs), dan Advanced Activity of Daily Living

(AADLs). Skala ADL dasar mengkaji kemampuan dasar seseorang untuk merawat

Universitas Sumatera Utara


14

dirinya sendiri (self care), dan hanya mewakili rentang (range) yang sempit dari

kinerja (performance).

2.1.2 Tingkat Kemandirian Lanjut Usia

Ketergantungan lanjut usia terjadi ketika mereka mengalami menurunnya

fungsi luhur/pikun atau mengidap berbagai penyakit. Ketergantungan lanjut usia yang

tinggal di perkotaan akan dibebankan kepada anak, terutama anak wanita (Herwanto,

2002). Anak wanita pada umumnya sangat diharapkan untuk dapat membantu atau

merawat mereka ketika orang sudah lanjut usia. Anak wanita sesuai dengan citra

dirinya yang memiliki sikap kelembutan, ketelatenan dan tidak adanya unsur

“sungkan” untuk minta dilayani. Tekanan terjadi apabila lanjut usia tidak memiliki

anak atau anak pergi urbanisasi ke kota. Mereka mengharapkan bantuan dari kerabat

dekat, kerabat jauh, dan kemudian yang terakhir adalah panti werdha.

Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan mental.

Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat dikemukakan hasil kelompok ahli dari

WHO pada tahun 1959 (Hardywinoto, 1999) yang menyatakan bahwa mental yang

sehat (mental health) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (1) dapat menyesuaikan

diri dengan secara konstruktif dengan kenyataan/realitas, walau realitas tadi buruk

(2) Memperoleh kepuasan dari perjuangannya (3) merasa lebih puas untuk memberi

daripada menerima (4) secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas (5)

berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan (6)

menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan (7)

Universitas Sumatera Utara


15

mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif (8)

mempunyai daya kasih sayang yang besar.

Selain itu kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas hidup.

Kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari kemampuan melakukan aktivitas

kehidupan sehari-hari. Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) menurut Setiati (2000)

ada 2 yaitu AKS standar dan AKS instrumental. AKS standar meliputi kemampuan

merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil dan mandi. Sedangkan

AKS instrumental meliputi aktivitas yang kompleks seperti memasak, mencuci,

mengenakan pakaian dan menggunakan uang.

Salah satu kriteria orang mandiri adalah dapat mengaktualisasikan dirinya

(self actualized) tidak menggantungkan kepuasan-kepuasan utama pada lingkungan

dan kepada orang lain. Mereka lebih tergantung pada potensi-potensi mereka sendiri

bagi perkembangan dan kelangsungan pertumbuhannya. Adapun kriteria orang yang

mandiri menurut Koswara (1991) adalah mempunyai (1) kemantapan relatif terhadap

pukulan-pukulan, goncangan-goncangan atau frustasi (2) kemampuan

mempertahankan ketenangan jiwa (3) kadar arah yang tinggi (4) agen yang merdeka

(5) aktif dan (6) bertanggung jawab. Lanjut usia yang mandiri dapat menghindari diri

dari penghormatan, status, prestise dan popularitas kepuasan yang berasal dari luar

diri mereka anggap kurang penting dibandingkan dengan pertumbuhan diri.

Seorang yang mandiri menurut R. Boedhi Darmojo dalam buku Ilmu Penyakit

Dalam, KUI (2006) adalah mampu mengidentifikasikan sepuluh kebutuhan dasar

lansia sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


16

1. Makanan cukup dan sehat (Heathy Food)

2. Pakaian dan kelengkapannya (Cloth nad common accesories)

3. Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (Homes, a place to stay)

4. Perawatan dan pengawasan kesehatan (Health care, fasilities)

5. Bantuanteknis praktis sehari-hari/bantuan hukum (Technical, Judicial

assistance)

6. Transportasi umum bagi lansia (Fasilities for public transortation, etc)

7. Kunjungan, teman bicara/informasi(Visits, companies, information,etc)

8. Rekreasi dan hiburan sehat yang lain ( Rekreational activities, picnics, etc)

9. Rasa aman dan tentram (Safety feeling)

10. Bantuan alat-alat panca indera seperti kacamata, hearing aid (Other

assistance/aid). Kesinambungan bantuan dan fasilitas (continuation of subsidies

and facilities).

Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara (1991)

yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi (1) Kebutuhan fisik

(physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang,

papan, seks dan sebagainya (2) Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah

kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah

seperti keutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya (3)

Kebutuhan sosial (Sosial needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau

berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian,

olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya (4) Kebutuhan harga diri (esteem needs)

Universitas Sumatera Utara


17

adalah kebutuhan akan harga diri untuk di akui akan keberadaannya, dan (5)

kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk

mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasarkan

pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam

kehidupan. Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka akan

menimbulkan masalah terhadap kesehatan fisik dan psikis lanjut usia sehingga dapat

menghambat kemandirian seorang lanjut usia.

Poerwadi (2001) mengartikan mandiri adalah dimana seseorang dapat

mengurusi dirinya sendiri, ini berarti bahwa jika seseorang sudah menyatakan dirinya

siap mandiri berarti dirinya ingin sesedikit mungkin minta pertolongan atau

tergantung kepada orang lain. Lanjut usia yang mandiri adalah lanjut usia yang

kondisinya sehat dalam arti luas masih mampu unutk menjalankan kehidupan

pribadinya (Setiati, 2000). Kemadirian pada lanjut usia meliputi kemampuan lanjut

usia dalam melakukan aktifitas sehari-hari, seperti : mandi, berpakaian rapi, pergi ke

toilet, berpindah tempat, dapat mengontrol BAK atau BAB, serta dapat makan sendiri

(Setiati, 2000).

Suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas

kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat

mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan

pemilihan intervensi yang tepat (Maryam, 2008).

Universitas Sumatera Utara


18

2.1.3 Pengukuran Kemandirian Lanjut Usia

Untuk itu pengkajian status kesehatan lansia yang digunakan adalah :

1. Activity of Daily Living (ADL)

ADL adalah merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi

antara lain: ke toilet, makan, berpakaian (berdandan), mandi dan berpindah tempat.

Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan. Dengan kata lain,

besarnya bantuan yang diperlukan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari serta untuk

menyusun rencana perawatan jangka panjang. Dalam literatur terdapat pula istilah

ADL instrumen, merupakan aktivitas yang lebih kompleks namun mendasar bagi

situasi kehidupan lansia dalam bersosialisasi.

Dalam Sugiarto (2005) macam – macam ADL, adalah :

1. ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki

seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum,

toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar

dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga

disertakan kemampuan mobilitas.

2. ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan dengan penggunaan alat atau

benda penunjang kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan makanan,

menggunakan telefon, menulis, mengetik, mengelola uang kertas ADL dasar,

sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang

untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan dan minum, toileting, mandi,

berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air

Universitas Sumatera Utara


19

kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan

kemampuan mobilitas.

Pengkajian ADL umumnya mengikuti indeks pengukuran yang

dikembangkan oleh Barthel dan Kats. Indeks ini didasarkan pada hasil evaluasi

terhadap tingkat kemandirian atau keadaan sebaliknya yaitu tingkat ketergantungan

secara fungsional. Indeks terdiri atas 7 tingkat, sebagai hasil penilaian terhadap

perihal melakukan kegiatan mandi, berpakaian, ke toliet, beranjak, kontinensia dan

makan.

2. Status Mental Emosional

Adapun pengkajian fungsi psikososial dilakukan melalui observasi

wawancara, dan pemeriksaan status mental. Informasi yang dihimpun melalui fungsi

kognitif, psikomotor, pandangan dan penalaran, serta kontak dengan realita (Black,

1990 dalam Tamher, 2011).

Pengkajian status psikososial meliputi pengkajian fungsi kognitif dan

pengkajian psikososial (mental, emosional). Bagian yang popular dan sederhana

adalah yang disebut Mini Mental State Examination (MMSE). Pemeriksaan ini

dilakukan untuk dapat menentukan pikiran serta proses mental, apakah lansia dapat

memperlihatkan fungsi optimal.

3. Masalah Kesehatan Kronis

Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari dalam tubuh

(endogen), pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini karena pada

lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat

Universitas Sumatera Utara


20

kerusakan sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormon, enzim, dan zat-zat

yang diperlukan untuk kekebalan menjadi berkurang. Sering pula, penyakit lebih satu

jenis (multipatologi) dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling

berkaitan dan memperberat. Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering

depresi. Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja

yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru sering tersembunyi

gejalanya.Masalah kesehatan kronis merupakan keluhan kesehatan atau gejala yang

dialami oleh lansia dalam waktu 3 bulan terakhir berkaitan dengan fungsi-fungsi

(Maryam, 2011).

2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kemandirian Lanjut Usia

Menurut Suhartini (2004) bahwa faktor-faktor yang berhuhubungan dengan

kemandirian lanjut usia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu :

a. Faktor Kesehatan

Faktor kesehatan bagi penduduk lanjut usia sebagai faktor yang

mempengaruhi kemandirian lanjut usia perlu diperhatikan meliputi keadaan

kesehatan fisik dan mental. Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia

dan daya tahan fisik terhadap serangan penyakit. Faktor kesehatan mental meliputi

penyesuaian terhadap kondisi lanjut usia.

(1) Kesehatan Fisik

Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan mental lanjut usia.

Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik,

Universitas Sumatera Utara


21

panca indera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap

tertentu (Prasetyo,1998). Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri

kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa

serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem

pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang

sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran

kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat

Gallo (1998) mengatakan untuk mengkaji fisik pada orang lanjut usia harus

dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan,

gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban.

Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan fungsi

kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi proses

belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan

reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi

hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,

koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang cekatan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Suhartini (2004) bahwa terdapat

hubungan antara kondisi kesehatan dengan kemandirian lansia. Secara teori lanjut

usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah mereka yang secara fisik dan

psikis memiliki kesehatan yang cukup prima. Persentase yang paling tinggi adalah

mereka yang mempunyai kesehatan baik. Dengan kesehatan yang baik mereka bisa

melakukan aktivitas apa saja dalam kehidupannya sehari-hari seperti mengurus

Universitas Sumatera Utara


22

dirinya sendiri, bekerja dan rekreasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Darmojo (2004)

bahwa kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas kesehatan

sehingga dapat melakukan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS).

(2) Kesehatan Mental

Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara

otomatis akan timbul kemunduran kemampuan mental. Salah satu penyebab

menurunnya kesehatan mental adalah menurunnya pendengaran. Dengan

menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut usia maka banyak

dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga

mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri.

Menurunnya kondisi mental ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif.

Zainudin (2002). Lebih lanjut dikatakan dengan adanya penurunan fungsi kognitif

dan psiko motorik pada diri orang lanjut usia maka akan timbul beberapa kepribadian

lanjut usia sebagai berikut : (1) Tipe kepribadian konstruktif, pada tipe ini tidak

banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua (2) Tipe

kepribadian mandiri, pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power

syndrom, apabila pada masa lanjut usia tidak diisi dengan kegiatan yang memberikan

otonomi pada dirinya (3) Tipe kepribadian tergantung, pada tipe ini sangat

dipengaruhi kehidupan keluarga . Apabila kehidupan keluarga harmonis maka pada

masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan hidup

meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika terus

terbawa arus kedukaan (4) Tipe kepribadian bermusuhan, pada tipe ini setelah

Universitas Sumatera Utara


23

memasuki masa lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak

keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga

menyebabkan kondisi ekonomi rusak (5) Tipe kepribadian kritik diri, tipe ini

umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau

cenderung membuat susah dirinya.

b. Usia

Hubungan antara usia dan penyakit amat erat. Laju kematian untuk banyak

penyakit meningkat seiring dengan menuanya seseorang, terutama disebabkan oleh

menurunnya kemampuan lansia berespon terhadap stres, baik stres fisik maupun stres

psikologik. Semakin bertambah usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan

pada berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung mengarah pada

penurunan berbagai fungsi tubuh (Pranarka, 2006). Kemandirian jika dilihat dari

gambaran usia maka memberikan gambaran tren yang makin menurun seiring

dengan peningkatan umur. Hal ini menunjukkan keadaan secara alami terjadi bahwa

semakin meningkat usia, kecenderungan terjadi kemandirian semakin menurun

(Budijanto, 2008). Diperkirakan 20% dari lansia yang berusia 70 tahun keatas dan

50% lansia berusia 85 tahun keatas mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas

fisik sehari-hari. Prevalensi ketidakmandirian meningkat dengan meningkatnya usia

dan pada umumnya mulai timbul pada usia 70 tahun dan memerlukan bantuan pada

usia 80 tahun (Heikkinen, 2003). Hasil penelitian Dewi (2012) terdapat hubungan

yang signifikan antara usia dengan tingkat kemandirian lanjut usia di Puskesmas

Rantau Utara.

Universitas Sumatera Utara


24

Berdasarkan hasil penelitian Rinajumita (2011) diketahui tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara usia dengan kemandirian lansia (p<0,05). Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Sari (2009), bahwa terdapat hubungan antara usia

dengan kemandirian lansia, dimana semakin meningkatnya usia maka semakin

berkurangnya kemampuan lansia dalam beraktifitas sehari-hari. Menurut

Komnaslansia (2005) dan Papalia (2008) dengan meningkatnya usia maka secara

alamiah akan terjadi penurunan kemampuan fungsi untuk merawat diri sendiri

maupun berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya, dan akan semakin bergantung

pada orang lain.

c. Jenis kelamin

Faktor jenis kelamin mempunyai dampak sangat besar terhadap tingkat

kemandirian. Lajut usia, khususnya wanita yang tinggal sendiri di pedesaan tidak

mempunyai atau tidak cukup penghasilannya. Hal ini akan berdampak terhadap

kesehatan dan kemandiriannya. Walaupun wanita hidup lebih lama dari pria, akan

tetapi mereka cenderung mengalami disabilitas, mereka tampak lebih tua

dibandingkan pria pada usia yang sama (Handajani, 2006).

Demikian pula menurut Kind (1998) menyatakan bahwa wanita usia lebih dari

atau sama dengan 70 tahun cenderung mempunyai problem kesehatan yang lebih

tinggi dibanding laki-laki pada usia yang sama. Dalam kenyataannya, wanita yang

telah berusia lima puluhan atau lebih mengalami risiko patah tulang lebih banyak,

dibandingkan pria pada usia yang sama. Kejadian osteoporosis lebih tinggi pada

wanita daripada pria dan merupakan masalah kesehatan utama, khususnya pada

Universitas Sumatera Utara


25

wanita masa pasca menopause (osteoporosis pasca menopause). Beberapa penelitian

mengindikasikan bahwa sepertiga wanita pasca menopause akan menderita patah

tulang akibat osteoporosis (Myrnawati, 2003).

Wanita mempunyai risiko 1,4 kali lebih besar untuk mengalami

ketergantungan dibandingkan pria (Handajani, 2006). Wanita lebih mengalami

disabilitas dibandingkan laki-laki. Wanita mempunyai risiko mengalami kesulitan 2

kali lebih besar dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan aktivitas instrumental

sehari-hari dibandingkan dengan laki-laki (Siop, 2008).Hasil penelitian Dewi (2012)

bahwa terdapat hubungan signifikan antara faktor jenis kelamin dengan tingkat

kemandirian lanjut usia.

Berdasarkan hasil penelitian Rinajumita (2011) diketahui tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kemandirian lansia (p>0,05).

Hasil penelitian Darmojo (2004), bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin

dengan kamandirian lansia. Lansia laki-laki memiliki tingkat ketergantungan lebih

besar dibandingkan wanita, dan ini akan terus meningkat seiring dengan

bertambahnya usia. Kehidupan dalam susunan keluarga (family living arrangement)

dapat dilihat bahwa wanita lebih banyak yang mandiri. Dapat dilihat dalam

masyarakat bahwa lebih banyak wanita yang ditinggalkan suaminya, yang dapat

membesarkan anak-anaknya sampai berhasil.

d. Aktivitas Sosial

Pada umumnya hubungan sosial yang lansia lakukan mengacu pada

pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial sumber kebahagiaan manusia berasal

Universitas Sumatera Utara


26

dari hubungan sosial. Hubungan ini mendatangkan kepuasan yang timbul dari

prilaku orang lain. Pekerjaan yang dilakukan sendiri pun dapat menimbulkan

kebahagiaan seperti halnya membaca buku, membuat karya seni, dan sebagainya

karena pengalaman-pengalaman tersebut dapat dikomunikasikan dengan orang lain

(Suhartini, 2004).

Bedasarkan hasil penelitian Rinajumita (2011) diketahui bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara kehidupan beragama dengan kemandirian lansia (p <

0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yeniar (2004)

bahwa terdapat hubungan antara kehidupan beragama dengan kemandirian lansia.

Kegiatan agama yang paling banyak dilaksanakan oleh responden adalah sholat lima

waktu sehari semalam yaitu (97,7%), dan yang paling sedikit dilaksanakan responden

adalah bersedekah/member santunan anak yatim dan fakir miskin yaitu (66,6%).

Seybold dan Hill (2001) dalam studinya menemukan agama memainkan peran

mendukung bagi banyak lansia, hal ini antara lain dukungan sosial, keinginan akan

gaya hidup yang sehat, persepsi tentang control terhadap hidup mereka melalui doa,

mendorong kondisi emosi positif, penurun stres dan keimanan terhadap Tuhan

sebagai cara hidup yang baik. Agama memiliki pengaruh positif pada kesehatan

mental secara fisik dan usia. Ibadah yang bersifat hubungan dengan Tuhan sebagian

besar responden dapat melaksanakan dengan baik. Tetapi ibadah yang berhubungan

dengan manusia lain belum dapat dilakukan dengan baik seperti bersedekah terhadap

anak yatim dan fakir miskin. Hal ini disebabkan karena kondisi ekonomi responden

sendiri yang belum mampu untuk bersedekah terhadap orang lain.

Universitas Sumatera Utara


27

Bersedekah merupakan ibadah yang berhubungan dengan orang lain,

bersosialisasi/berinteraksi dengan orang lain. Dengan bersedekah berarti adanya

perasaan empati terhadap orang lainyang dapat menurunkan sifat egois seseorang,

sehingga akan muncul ketenangan dalam jiwa yang dapat menekan rasa stres.

Bersedekah tidak harus dilakukan dengan uang yang banyak, tetapi dapat dilakukan

dengan jumlah yang sangat sedikit sesuai dengan kemampuan dan keikhlasan dalam

memberikannya. Oleh karena itu lansia dapat meningkatkan ibadah bersedekah ini

dengan cara apa saja.

Mas’ud (2009) dalam penelitiannya menjelaskan untuk mencapai taraf

kesehatan mental, orang harus dapat memenuhi tuntutan-tuntutan moral, intelektual,

sosial dan religius. Mental yang sehat ditandai dengan adanya integrasi diri, regulasi

diri, dan pengontrolan diri terhadap pikiran, angan-angan, keinginan, dorongan,

emosi, sentimen, dan segenap tingkah laku. Oleh karena itu, agama mengarahkan

para lansia pada perubahan sikap mentalnya yaitu rajin beribadah, supel dan mudah

berinteraksi dengan orang lain. Karena itu, sangatlah penting kehidupan beragama

bagi para lansia.

2.3 Lanjut Usia

Lanjut usia adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan struktur dan

fungsi secara normal, ketahanan terhadap injury termasuk adanya infeksi. (Paris

Constantinides, 1994, dalam Mubarak dkk 2006).

Universitas Sumatera Utara


28

Lansia adalah periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang dan

merupakan tahap perkembangan psikososial yang terakhir (ke delapan) menurut

Erikson. Perkembangan psikososial lansia adalah tercapainya integritas diri yang utuh

(Keliat, dkk., 2011, dalam Elvira 2014).

Menua (Menjadi tua: aging) adalah suatu proses menghilangnya kemampuan

secara perlahan–lahan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi normal sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menua bukanlah suatu penyakit

tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi

rangsangan dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian memang harus diakui

bahwa ada berbagai penyakit yang sering terjadi pada kaum lansia (Nugroho, 2000).

Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I pasal 1 ayat 2

dijelaskan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh)

tahun ke atas. Lanjut usia menurut Hardywinoto (2007) terdiri dari 3 kategori, yaitu

young old (70 – 75 tahun), old (75 – 80 tahun) dan very old (di atas 80 tahun).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merumuskan batasan lanjut usia sebagai berikut:

a. Usia pertengahan (middle age) yaitu antara usia 45 – 59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) yaitu antara usia 60 – 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) yaitu antara usia 75 – 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) yaitu di atas usia 90 tahun

Menjadi tua merupakan suatu proses natural dan kadang-kadang tidak tampak

mencolok. Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia dan tidak semua

Universitas Sumatera Utara


29

sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Asumsi dasar tentang

teori penuaan yang harus diperhatikan dalam mempelajari lansia yaitu (1) lansia

adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi

tua, tetapi perkembangan dari bayi, anak–anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua.

Seseorang dengan usia kronologis 70 tahun mungkin dapat memiliki usia fisiologis

seperti orang usia 50 tahun, (2) peningkatan jumlah lansia merupakan hasil dari

perkembangan ilmu dan teknologi abad ke 20 (Hardywinoto, 2007). Kriteria dalam

proses penuaan yang baik dapat dilihat dari kesehatan fisik dan mental lansia, fungsi

kognitif, sosialisasi dengan masyarakat, produktivitas, dan kepuasan hidup

(Blackburn & Catherine, 2007).

2.3.1 Proses Penuaan

Menurut Contantinides dalam Nugroho (2000), menua (menjadi tua) adalah

suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga

tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Proses penuaan merupakan suatu proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai

dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua

merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap

kehidupannya, yaitu anak-anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara

biologis maupun psikologis (Nugroho, 2000).

Proses tua secara umum ditandai dengan adanya kemunduran fungsi organ

tubuh. Kemunduran yang sering terjadi oleh lanjut usia lebih dikenal dengan istilah

Universitas Sumatera Utara


30

Geriatric Giants. Adapun penurunan fungsi kognitif (perhatian, bahasa, ingatan,

kemampuan, visual sparsial dan intelegensi umum) dan psikomotor pada lanjut usia

terkait dengan pertambahan usia (Depkes RI, 2005).

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahap–tahap

menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya

tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian

misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan,

endokrin, dan lain sebagainya. Pernyataan tersebut disebabkan seiring meningkatnya

usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem

organ. Perubahan–perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduran

kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas

ekonomi dan sosial mereka. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity

of daily living (Setiawan, 2009). Bantuan hidup bagi lansia merupakan alternatif yang

digunakan bagi lansia yang merasa tidak aman dalam kehidupannya, sehingga

membutuhkan bantuan tambahan dalam activity of daily livingnya (Mauk, 2006).

Terganggunya melaksanakan activity of daily living mengakibatkan mereka menjadi

tergantung kepada orang lain.

Menjadi tua merupakan suatu proses yang natural. Penuaan akan terjadi pada

semua sistem tubuh manusia dan tidak semua sistem akan mengalami kemunduran

pada waktu yang sama. Meski proses menjadi tua terjadi secara universal, tetapi tidak

seorangpun mengetahui dengan pasti penyebab mengapa manusia menjadi tua pada

usia yang berbeda-beda (Hardywinoto, 1999).

Universitas Sumatera Utara


31

Menurut ahli gerontology, James Birren, seperti yang dikutip oleh

(Hardywinoto, 1999), menyebutkan bahwa bertambahnya umur harapan hidup

seseorang merupakan hasil dari perkembangan di bidang kedokteran dan teknologi

modern, yaitu dengan ditemukannya teknik pengobatan terhadap penyakit ganas,

teknik serta alat-alat bedah modern dan alat diagnosis.

Untuk menghasilkan penduduk lanjut usia yang sehat tidaklah mudah dan

memerlukan kerjasama para pihak antara lain peran aktif dari lanjut usia dan

keluarganya dalam melaksanakan gaya hidup sehat serta perawatan diri lanjut usia itu

sendiri, masyarakat, pemerintah, organisasi dan kelompok pemerhati lanjut usia serta

profesi di bidang kesehatan yang menyangkut penyediaan dana, sarana serta sumber

daya manusia professional (Depkes RI, 2005).

2.3.2 Perubahan yang terjadi pada Lansia

a. Perubahan Fisik

1). Sel

Jumlah sel menurun, ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh dan cairan

intraseluler berkurang, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun,

jumlah sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, otak menjadi atropi

dan beratnya berkurang 5-10%, lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar

(Nugroho, 2008).

Universitas Sumatera Utara


32

2). Kardiovaskuler

Pada sistem kardiovaskuler terjadi penebalan dan kaku pada katup jantung,

penurunan kemampuan jantung untuk memompakan darah sebanyak 1% setiap

tahunnya menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume, hilangnya elastis

pembuluh darah sehingga efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi

berkurang dan perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri dapat

menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg yang akan mengakibatkan

pusing mendadak. Tekanan darah dapat naik yang di akibatkan oleh meningkatnya

resistensi dari pembuluh darah perifer (Nugroho, 2000).

3). Respirasi

Otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru

menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih berat, alveoli

melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi

penyempitan pada bronkus (Nugroho, 2000).

4). Pernafasan

Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam

merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. Berkurang

atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon

motorik dan reflek (Maryam, 2008).

Pada sistem pernafasan terjadi pengecilan saraf panca indra yang

mengakibatkan kurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf

penciuman dan perasa serta lebih sensitif terhadap perubahan suhu. Hubungan

Universitas Sumatera Utara


33

pernafasan menurun dan lambat berespon atau bereaksi khususnya terhadap stress

(Nugroho, 2000).

Menurunnya hubungan persarafan, berat otak pun menurun 10-20% (sel saraf

otak setiap orang berkurang setiap harinya). Respon dan waktu untuk bereaksi

lambat, khususnya terhadap stess. Saraf pancaindra mengecil, penglihatan berkurang,

pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif

terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin. Kurang sensitif

terhadap sentuhan (Nugroho, 2008).

5). Pendengaran

Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-

tulang pendengaran mengalami kekakuan (Maryam, 2008). Pada sistem pendengaran

terjadi atrofi pada membran timpani dan penumpukan serumen yang dapat mengeras

karena peningkatan kreatin, sehingga hilangnya kemampuan daya pendengaran pada

telinga dalam terutama terhadap suara-suara tinggi, suara yang tidak jelas dan sulit

mengerti kata-kata (Nugroho, 2000).

6). Penglihatan

Pada sistem penglihatan sfingter pupil timbul sclerosis dan respons terhadap

sinar menghilang, terjadi kekeruhan pada lensa, menjadi katarak, daya adaptasi

terhadap kegelapan lebih lambat dan susah bila menglihat gelap, terjadi

penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopi, sulit untuk

melihat dekat yang dapat di pengaruhi berkurangnya elastisitas lensa, lapangan

pandang menurun, luas pandangan berkurang, daya untuk membedakan warna

Universitas Sumatera Utara


34

menurun, terutama warna biru atau hijau (Nugroho, 2008). Respons terhadap sinar

menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang

menurun, dan katarak (Maryam, 2008).

7). Muskuloskeletal

Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (Osteoporosis), bungkuk

(Kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon

mengerut dan mengalami sclerosis (Maryam, 2008).

Pada sistem muskuloskeletal terjadi gangguan tulang, yakni mudah

mengalami demineralisasi. Kekuatan dan kestabilan tulang menurun, terutama pada

bagian vetebra, pergelangan. Insiden osteoforosis dan fraktur meningkat pada area

tulang tersebut. Kartilango yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak

dan haus. Kifosis, gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas, terjadi

gangguan berjalan, discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya

berkurang). Atrofi serabut otot, serabut otot menjadi kecil sehingga gerakan menjadi

lambat, otot kram, dan menjadi tremor (perubahan pada otot cukup rumit dan sulit

dipahami). Komposisi otot berubah sepanjang waktu (miofibril digantikan oleh

lemak, kolagen, dan jaringan parut) (Nugroho, 2008).

8). Gastrointestinal

Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan peristaltik

menurun sehingga daya tahan absorpsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil

serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi

hormon dan enzim (Maryam, 2008).

Universitas Sumatera Utara


35

9). Vesika Urinaria

Otot-otot melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan

frekuensi buang air seni meningkat. Prostate: Hipertrofi pada 75% lansia (Maryam,

2008)

10). Endokrin

Produksi hormon menurun. Pada kelenjar pituitary pertumbuhan hormon ada

tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah. Produksi dari ACTH, TSH,

FSH, LH dan Aldosteron menurun, sekresi hormon kelamin seperti progesteron,

esterogen dan testosterone juga mengalami penurunan (Maryam, 2008).

11). Kulit

Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan

telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularirasi menurun, rambut memutih (uban),

kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan

seperti tanduk (Maryam, 2008).

Pada sistem integumen, kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan

lemak dan permukaan kulit menjadi kusam, kasar, bersisi, timbul bercak pigmentasi

akibat proses melanogenesis yang tidak merata pada permukaan kulit sehingga

tampak bintik-bintik atau noda coklat, terjadi perubahan disekitar mata, tumbuhnya

kerutan halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis, jumlah dan fungsi kelenjar

keringat berkurang (Nugroho, 2008).

Universitas Sumatera Utara


36

12). Belajar dan Memori

Kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori (daya ingat)

menurun karena proses encoding menurun (Maryam, 2008). Lansia yang tidak

memiliki demensia atau gangguan alzaimer, masih memiliki kemampuan belajar yang

baik. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar sejak lahir sampai akhir hayat. Pelayanan

kesehatan lanjut usia yang bersifat promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitatif adalah

untuk memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar yang

disesuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang dilayani.

b. Perubahan Mental

Menurut (Nugroho, 2008) perubahan-perubahan mental yang terjadi pada

lanjut usia adalah perubahan pada sikap yang semakin egosentris, mudah curiga dan

bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu. Sikap umum yang di temukan pada

hampir setiap lanjut usia, yakni keinginan berumur panjang, tenaganya sedapat

mungkin di hemat. Mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat. Ingin

mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa. Jika meninggal pun,

mereka ingin meninggal secara terhormat dan masuk surga. Faktor yang

memengaruhi perubahan mental: perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat

pendidikan, keturunan (herediter) dan lingkungan.

Perubahan mental ketika seseorang memasuki masa lansia akan memengaruhi

kesehatan badannya. Sikap hidup, perasaan, dan emosi akan memengaruhi perubahan

mental lansia. Perubahan mental seseorang dipengaruhi oleh tipe kepribadian orang

tersebut. Seseorang yang kepribadiannya ambisius akan selalu berambisi untuk lebih

Universitas Sumatera Utara


37

mau ketika memasuki masa lansia akan cenderung gelisah, mudah stress, merasa di

remehkan, dan tidak siap tinggal dirumah. Sebaliknya jika kepribadian seseorang itu

tenang dan mencapai sesuatu dengan usaha yang tidak terburu-buru, orang tersebut

tidak menunjukkan perubahan mental yang negatif. Bahkan, mereka selalu

mensyukuri segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya. Pandangan seseorang

terhadap orang yang sudah lansia berbeda secara sosial. Sikap sosial yang kurang

baik ini sering menyebabkan lansia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Pada budaya timur, adat nilai yang masih mengagungkan dan menghormati orang

tua. Orang tua dianggap sebagai orang yang bijaksana dan banyak pengalaman yang

selalu menjadi panutan. Perubahan mental pada lansia dapat dikurangi dengan sikap

positif “orang muda” yang tidak menilai lansia sebagai orang lusuh, lemah, siap

dibuang, dan menjadi beban orang lain (Maryam, 2008).

2.4 Landasan Teori

Menurut Kulbok (2004), terdapat beberapa hal yang mempengaruhi

kemandirian yaitu :

a. Jenis Kelamin

Kemandirian lansia dipengaruhi oleh jenis kelamin dalam hal ini, laki-laki

memiliki kemandirian yang tinggi dibandingkan perempuan.

Universitas Sumatera Utara


38

b. Usia

Seseorang yang telah memasuki lanjut usia biasanya akan mengalami penurunan

dalam berbagai hal termasuk tingkat kemandirian dalam melakukan aktifitas

sehari-hari.

c. Struktur Keluarga

Struktur keluarga merupakan susunan atau pola yang dibangun didalam keluarga.

Struktur kelurga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi

keluarga di masyarakat sekitarnya dan memiliki keterkaitan yang erat dengan

fungsi keluarga.

d. Budaya

Setiap daerah memiliki adat isdiadat yang berbeda. Pada budaya barat lansia lebih

mandiri.

e. Lingkungan

Manusia sebagai makhluk sosial memang tidak dapat dipisahkan dengan manusia

lain dan juga lingkungan tempat tinggalnya. Lingkungan yang baik dapat

mendukung lansia untuk mandiri.

f. Keinginan individu untuk bebas

Setiap individu berbeda, ada yang ingin melakukan sesuatu dengan bebas tanpa

harus di kekang oleh orang lain. Perbedaan setiap individu ini juga mempengaruhi

keinginan setiap orang untuk mandiri.

Selanjutnya Menurut Hardywinoto (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi

kemandirian lanjut usia di pengaruhi oleh berbagai faktor yaitu :

Universitas Sumatera Utara


39

a. Faktor Kesehatan

Faktor kesehatan bagi penduduk lanjut usia sebagai faktor yang memengaruhi

kemandirian lanjut usia perlu diperhatikan meliputi keadaan kesehatan fisik dan

mental. Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia dan daya tahan fisik

terhadap serangan penyakit. Faktor kesehatan mental meliputi penyesuaian terhadap

kondisi lanjut usia.

(1) Kesehatan Fisik

Pada umumnya disepakati bahwa kebugaran dan kesehatan mulai

menurun pada usia setengah baya. Pada lanjut usia juga mengalami penurunan

kekuatan fisik, panca indra, potensi dan kapasitas intelektual. Dengan

demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan keadaan

penurunan tersebut. Penurunan fisik dapat terlihat dengan perubahan fungsi

tubuh serta organ.

(2) Kesehatan Mental

Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia

secara otomatis akan timbul kemunduran kemampuan mental. Salah satu

penyebab menurunnya kesehatan mental adalah menurunanya pendengaran.

Dengan menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut

usia, maka banyak dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan

orang lain sehingga mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai

dan kurang percaya diri.

Universitas Sumatera Utara


40

b. Faktor Sosial

Sosialisasi lanjut usia mengalami kemunduran setelah terjadinya pemutusan

hubungan kerja atau tibanya saat pensiun. Teman-teman sekerja yang biasanya

menjadi menjadi curahan segala masalah sudah tidak dapat di jumpai setiap hari.

Lebih-lebih lagi ketika teman sebaya/sekampung sudah lebih dahulu

meninggalkannya. Sosialisasi yang dapat dilakukan adalah dengan keluarga dan

masyarakat yang relative berusia muda.

(1) Aktivitas Sosial

Pada umumnya hubungan sosial yang lansia lakukan mengacu pada

pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial sumber kebahagiaan manusia

berasal dari hubungan sosial. Hubungan ini mendatangkan kepuasan yang timbul

dari perilaku orang lain. Pekerjaan yang di lakukan sendiripun dapat

menimbulkan kebahagiaan seperti halnya membaca buku, membuat karya seni,

dan sebagainya karena pengalaman-pengalaman tersebut dapat dikomunikasikan

dengan orang lain. Secara sosial lansia mandiri itu melakukan aktivitas sosial,

memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan mendapat dukungan dari

keluarga dan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


41

Faktor yang mempengaruhi


kemandirian:
Jenis Kelamin
Usia
Struktur Keluarga
Budaya
Lingkungan
Kemandirian
Keinginan Individu
untuk bebas
Faktor Kesehatan :
a. Kesehatan Fisik
b. Kesehatan Mental

Faktor Sosial :
Aktifitas Sosial

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Teori Kulbok (2004), dan Hardywinoto (2005)

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan pada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat

disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Kondisi Kesehatan Fisik Kemandirian Lanjut Usia
d. Kondisi Kesehatan Mental
e. AktivitasSosial

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai