1. Analisa Ekonomi
Berikut ini beberapa variabel ekonomi makro yang perlu diperhatikan investor:
Tingkat bunga 2016 : 4,75% Tingkat bunga berbanding lurus dengan inflasi.
Data disamping menunjukan penurunan dan
2017 : 4,25%
kenaikan tingkat bunga dari tahun 2016 hingga
2018 : 6,00% tahun 2018. Namun pada tahun 2018 tingkat
bunga naik lebih tinggi dari 2 tahun sebelumnya
yaitu menjadi 6%. Tingginya tingkat bunga akan
berdampak pada turunnya harga saham.
Tingkat inflasi 2016 : 3,0% Data disamping menunjukkan tingkat inflasi yang
(% dari 2017 : 3,6% naik turun selama 3 tahun. Pada tahun 2018
perubahan tingkat inflasi turun menjadi 3,1%. Tingkat inflasi
2018 : 3,1%
tahunan) yang rendah akan menurunkan biaya produksi
sehingga peningkatan harga jual produk dapat
dinikmati perusahaan dalam bentuk kenaikan laba
yang lebih tinggi.
Pengamatan terhadap perubahan beberapa variabel ekonomi makro selama 3 tahun dari
data diatas dapat diprediksi atau diramalkan bahwa tren perubahan tingkat bunga yang naik
akan berlanjut hingga tahun 2019, hal ini akan memberikan pengaruh terhadap turunnya
harga saham di pasar modal pada tahun 2019.
2. Analisa Industri
Dalam sebulan terakhir, indeks saham tambang minus 6,59%, terburuk di antara sektor-
sektor lainnya di BEI. Meski begitu, secara year to date (ytd), kinerja indeks ini masih positif.
Mekipun begitu, penurunan indeks sektor tambang tak langsung berpengaruh bagi
pergerakan saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Analis Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo
Gunawan menyatakan, penyebab kinerja sektor tambang memburuk karena efek dari
ekonomi China yang hasilnya kurang memuaskan sehingga menyebabkan sentimen negatif
ke harga komoditas. "Hal ini lantas berdampak kepada saham-saham komoditas," katanya.
Dari sisi kinerja keuangan, ia memilih dua emiten yaitu PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT
Aneka Tambang Tbk (ANTM). Untuk ADRO, Andy mengatakan bahwa perusahaan
membukukan produksi batubara pada kuartal III 2018 sebesar 14,9 juta ton atau naik 13,9%
QoQ dan naik 4,9% YoY.
Hal ini menurut Andy, disebabkan oleh lebih sedikit hari hujan di Kalimantan yaitu 9,1 hari
atau turun 39% QoQ. Namun, secara kumulatif, produksi batubara ADM pada periode
sembilan bulan pertama 2018 mencapai 38,9 juta ton atau turun 1,0% YoY.
Lebih lanjut Andy bilang, mengingat produksi batubara kuartal III 2018 yang lebih tinggi,
maka rasio pengupasan ADRO turut meningkat menjadi 5,45 kali atau naik 3,6% QoQ dan
naik 8,6% YoY.
Maka, Andy memprediksi rasio pengupasan ADRO hingga akhir 2018 sebesar 4,90 kali
karena rasio pengupasan pada kuartal IV 2018 akan turun lebih jauh. Selain itu, Volume
penjualan ADRO naik menjadi 15,5juta ton atau naik 0,2% QoQ dan naik 9,2% YoY.
ASP batubaranya juga meningkat menjadi US$63,4 per ton atau naik 4,3% QoQ dan naik 7
8% YoY. Dengan demikian, total pendapatan pada kuartal III 2018 ADRO melonjak hingga
US$1,1 miliar atau naik 24,8% QoQ dan naik 8,8% YoY.
Rasio pengupasan pada kuartal III 2018 lebih tinggi dari pada kuartal sebelumnya membuat
laba kotor ADRO tumbuh sebesar US$387 juta atau naik 45,5% QoQ dan naik18,3% YoY.
Kenaikan tersebut diikuti oleh laba operasional yang mencapai US$338 juta atau naik 47,0%
QoQ dan naik 15,8% YoY.
Namun, laba bersih kuartal III 2018 ADRO sedikit menurun menjadi US$117 juta atau turun
3.0% QoQ dan turun 21.8% Yo karena ada investasi usaha patungannya sebesar US$78 juta,
untuk akuisisi tambang Kestrel.
Meskipun demikian, Andy memprediksi pendapatan ADRO di akhir 2018 sebesar US$3.4
triliun dan laba kotor sebesar US$1,2 miliar atau naik 3,4% YoY. Selanjutnya laba bersih di
akhir 2018 akan tumbuh sebesar US$562 juta atau naik 16,3%. Dari sisi saham, ia
merekomendasikan beli saham ADRO dengan target harga hingga 2019 di level Rp2.880 per
saham.
Sementara untuk ANTM, ia memprediksi akan membukukan laba bersih sebesar Rp117,8
miliar atau naik 19,3% Quartal on Quartal. "Kami optimis dengan hasil yang lebih tinggi
karena perkiraan volume penjualan bijih nikel yang lebih tinggi. Selain itu, ANTM merupakan
salah satu penambang logam yang paling terdiversifikasi di Indonesia," ujarnya.
Lebih lanjut, ia bilang mengingat jumlah hari hujan yang lebih sedikit di Sulawesi, maka
produksi bijih nikel ANTM pada kuartal III 2018 akan meningkat menjadi 2,3 juta ton atau
naik 40,0% dari kuartal II 2018.
Selain itu, pada kuartal III 2018 pendapatan ANTM akan mencapai Rp7,4 triliun atau naik 21
% QoQ oleh karena peningkatan volume penjualan bijih nikel. Maka, Andy tetap
mempertahankan perkiraan atas pendapatan ANTM pada akhir 2018 akan mencapai Rp24,5
triliun.
Selanjutnya, laba kotor diprediksi akan sebesar Rp 2,7 triliun di akhir 2018 atau naik 66,9%
YoY. Sedangkan laba bersih ANTM diperkirakan sebesar Rp766 miliar di akhir 2018 atau naik
461,4% YoY. Maka, ia merekomendasikan untuk beli saham ANTM dengan target harga
hingga tahun 2019 sebesar Rp 1.115 per saham.
Setali tiga uang, analis Artha Sekuritas Indonesia Juan Harahap mengatakan, penyebab
kinerja sektor tambang terpuruk karena terkena sentimen global yaitu menurunnya harga
komoditas batubara belakangan ini.
Namun, ia melihat kinerja salah satu emiten di sektor tersebut yaitu PT Adaro Energy Tbk
(ADRO) membukukan peningkatan kinerja operasional. Namun di sisi lain, net income
perusahaan menurun dikarenakan ada beban dalam akuisisi tambang.
Juan juga memprediksi bahwa prospek kinerja saham pertambangan biasanya akan lebih
baik pada kuartal IV sebab emiten akan mengejar target produksi yang juga didukung cuaca.
"Sehingga meningkatkan performa kinerja operasional perusahaan," pungkasnya.
Dari sisi saham, ia merekomendasikan saham ADRO. "Untuk jangka pendek beli saham
tersebut di level Rp 1.575 per saham dikarenakan berdasarkan indicator stochastic sudah
oversold dengan target harga Rp 1.670 per saham," paparnya.
3. Analisa Perusahaan
2017 18.490
2018 19.739
2016/2018 107,22 %
Average Growth 3,55 %
Indikator Fundamental Kenaikan rata - rata 15% dalam 3 Tahun
ROE
Total 5,32 %
Average / Year 1,77 %
Indikator Fundamental Kenaikan Average ROE 15% dalam 3 Tahun)
= 1,89
= 3,71
P/E Ratio
PER = Harga per lembar saham : Laba per lembar saham