Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan

kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.

Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum

maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia

termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan

Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari

segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural,

ekonomi dan lain-lain. Menurut Setiawan (1973), timbulnya perhatian pada orang-

orang usia lanjut dikarenakan adanya sifat-sifat atau faktor-faktor khusus yang

mempengaruhi kehidupan pada usia lanjut.

Lansia merupakan salah satu fase kehidupan yang dialami oleh individu yang

berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga psikologis

dan sosial. Menurut Laksamana (1983:77), perubahan yang terjadi pada lansia dapat

disebut sebagai perubahan `senesens` dan perubahan 'senilitas'. Perubahan `senesens'

adalah perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut. Perubalian

'senilitas' adalah perubahan-perubahan patologik permanent dan disertai dengan

makin memburuknya kondisi badan pada usia lanjut. Sementara itu, perubahan yang

dihadapi lansia pada amumnya adalah pada bidang klinik, kesehatan jiwa dan

1
2

problema bidang sosio ekonomi. Oleh karma itu lansia adalah kelompok dengan

resiko tinggi terhadap problema fisik dan mental.

Proses menua pada manusia merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan.

Seinakin baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi pula harapan hidup

masyarakatnya dan padan gilirannya makin tinggi pula jumlah penduduknya yang

berusia lanjut. Demikian pula di Indonesia.

Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu

ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan

sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang

pelayanan kesehatan pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan yang

komprehensif.

Usia lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah

saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Lansia

sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi

hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang

mengalami gangguan mental seperti depresi.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui konsep dan

asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah depresi.


3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Penyakit

1. Pengertian

Depresi merupakan gangguan perasaan dengan ciri-ciri antara lain:

semangat berkurang, rasa harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri,

gangguan tidur, dan makan. Pada depresi terdapat gejala psikologik dan gejala

somatik. Gejala psikologik antara lain adalah: menjadi pendiam, rasa sedih,

pesimistik, putus asa, nafsu bekerja dan bergaul kurang, tidak dapat

mengambil keputusan, mudah lupa dan timbul pikiran-pikiran bunuh diri.

Gejala somatik antara lain: penderita kelihatan tidak senang, lelah, tidak

bersemangat, apatis, bicara dan gerak geriknya pelan, terdapat anoreksia,

isomnia, dan konstipasi (Maramis, 2005).

Depresi adalah suatu kelainan alam perasaan berupa hilangnya minat

atau kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dan pada waktu yang

lampau (Townsend,1998).

2. Faktor Predisposisi

a. Gangguan efektif riwayat keluarga atau keturunan (faktor genetik).

b. Perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri (teori agresi

menyerang kedalam).

c. Perpisahan traumatic individu dengan benda atau yang sangat berarti

(teori kehilangan).

3
4

d. Konsep diri yang negatif dan harga diri rendah (teori organisasi

kepribadian).

e. Masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang

terhadap dunia seseorang dan terhadap stressor (teori kognitif)

f. Keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil

yang penting dalam kehidupannya (model ketidakberdayaan).

g. Kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan

(model perilaku).

h. Perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama masa depresi, termasuk

defisiensi katekolamin, disfungsi endokrin, hipersekressi kortosol, dan

variasi periodik dalam irama biologis model biologik. (Stuart dan

Sundeen, 1998).

3. Etiologi

Etiologi dari depresi pada lansia terdiri dari: faktor psikologik, biologik,

dan sosio-budaya. Pada sebagian besar kasus, ketiga faktor ini saling

berinteraksi.

a) Faktor Psikososial

Menurut teori psikoanalitik dan psikodinamik Freud (1917) cit Kaplan dan

Sadock (1997) mengungkapkan bahwa depresi disebabkan karena

kehilangan obyek cinta kemudian individu mengadakan introyeksi yang

ambivalen dari aspek cinta tersebut. Menurut model Cognitif Behavioural

Beck (1974) cit Kaplan dan Sadock (1997), depresi terjadi karena

pandangan yang negatif terhadap diri sendiri, interprestasi yang negatif


5

terhadap pengalaman hidup dan harapan pengalaman hidup dan harapan

yang negatif untuk masa depan.

b) Faktor Biologik

a. Disregulasi biogenik amin

Beberapa peneliti melaporkan bahwa pada penderita depresi terdapat

abnormalitas metabolitas biogenik amin (5- hydroxy indolacetic acid,

homouanilic acid, 3-methoxy-4 hydroxy phenylglycol). Hal ini

menunjukkan adanya disregulasi biogenic amin, serotonin, dan

norepineprin yang merupakan nurotransmiter paling terkait dengan

patofisiologi depresi.

b. Disreguloasi Neuroendokrin

Hipotalamus merupakan pusat pengatur aksis neuroendokrin. Organ

ini menerima input neuron yang mengandung neurotransmister

biologik amin. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi

neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron

yang mengandung biogenik ami (Amir, 1998).

c) Faktor Genetik

Faktor genetik memiliki kontribusi dalam terjadinya depresi. Berdasarkan

studi lapangan, studi anak kembar, dan anak angkat, serta studi linkage

terbukti adanya faktor genetik dan depresi.


6

4. Tanda Dan Gejala

Frank J.Bruno (cit. Samsyddin, 2006) mengemukakan bahwa ada

beberapa tanda dan gejala depresi, yakni:

a) Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan

yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak memberikan kesenangan.

b) Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat

sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika

kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah

makan.

c) Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor

penentu, sebagian orang depresi sulit tidur,. Tetapi dilain pihak banyak

orang yang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur.

d) Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami

depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya

dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya.

e) Kurang Energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk

mengatakan atau merasa lelah.

f) Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak

efektif. Orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri.

g) Kapasitas menurun untuk bisa berfikir dengan jernih dan untuk

memecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi

merasa kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah

untuk jangka waktu tertentu.


7

h) Perilaku merusak diri tidak langsung. Contohnya: penyalahgunaan

alkohol/narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya. Makan berlebihan,

terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya

menjadi gemuk, diabetes, hypogliycemia, atau diabetes, bisa juga

diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara

tidak langsung.

i) Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri. (tentu saja, bunuh diri yang

sebenarnya, merupakan perilaku merusak diri sendiri secara langsung.

5. Jenis-jenis Depresi

Penggolongan depresi dapat dibedakan (Wilkinson, 1995):

1) Menurut gejalanya

a) Depresi neurotik

Depresi neurotik biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa yang

menyedihkan tetapi yang jauh lebih berat daripada biasanya.

Penderitanya seringkali dipenuhi trauma emosional yang mendahului

penyakit misalnya kehilangan orang yang dicintai, pekerjaan, milik

berharga, atau seorang kekasih. Orang yang menderita depresi neurotik

bisa merasa gelisah, cemas dan sekaligus merasa depresi. Mereka

menderita hipokondria atau ketakutan yang abnormal seperti agrofobia

tetapi mereka tidak menderita delusi atau halusinasi.

b) Depresi psikotik

Secara tegas istilah 'psikotik' harus dipakai untuk penyakit depresi

yang berkaitan dengan delusi dan halusinasi atau keduanya.


8

c) Psikosis depresi manik

Depresi manik biasanya merupakan penyakit yang kambuh kembali

disertai gangguan suasana hati yang berat. Orang yang mengalami

gangguan ini menunjukkan gabungan depresi dan rasa cemas tetapi

kadang-kadang hal ini dapat diganti dengan perasaan gembira, gairah,

dan aktivitas secara berlebihan gambaran ini disebut 'mania'.

d) Pemisahan diantara keduanya

Para dokter membedakan antara depresi neurotik dan psikotik tidak

hanya berdasarkan gejala lain yang ada dan seberapa terganggunya

perilaku orang tersebut.

2) Menurut Penyebabnya

a) Depresi reaktif

Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres luar seperti

kehilangan seseorang atau kehilangan pekerjaan.

b) Depresi endogenus

Pada depresi endogenous, gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh

faktor lain.

c) Depresi primer dan sekunder

Tujuan penggolongan ini adalah untuk memisahkan depresi yang

disebabkan penyakit fisik atau psiatrik atau kecanduan obat atau

alkohol (depresi 'sekunder') dengan depresi yang tidak mempunyai

penyebab-penyebab ini (depresi 'primer'). Penggolongan ini lebih

banyak digunakan untuk penelitian tujuan perawatan.


9

3) Menurut Arah Penyakitnya

a) Depresi tersembunyi

Diagnosa depresi tersembunyi (atau atipikal) kadang-kadang dibuat

bilamana depresi dianggap mendasari gangguan fisik dan mental yang

tidak dapat diterangkan, misalnya rasa sakit yang lama tanpa sebab

yang nyata atau hipokondria atau sebaliknya perilaku yang tidak dapat

diterangkan seperti wanita lanjut usia yang suka mengutil.

b) Berduka

Proses kesedihan itu wajar dan merupakan reaksi yang diperlukan

terhadap suatu kehilangan. Proses ini membuat orang yang kehilangan

itu mampu menerima kenyataan tersebut, mengalami rasa sakit akibat

kesedihan yang menimpa, menderita putusnya hubungan dengan orang

yang dicintai dan penyesuaian kembali.

c) Depresi Pasca Lahir

Banyak wanita kadang-kadang mengalami periode gangguan

emosional dalam 10 hari pertama setelah melahirkan bayi ketika emosi

mereka masih labil dan mereka merasa sedih dan suka menangis.

Seringkali hal itu berlangsung selama satu atau dua hari kemudian

berlalu.

d) Depresi dan Manula

Usia tua merupakan saat meningkatnya kerentanan terhadap depresi.

Namun, kadang-kadang depresi pada manula ditutupi oleh penyakit

fisik dan cacat tubuh seperti penglihatan atau pendengaran yang


10

terganggu. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengingat

kemungkinan terjadinya penyakit depresi pada orang tua.

6. Tingkat Depresi

Depresi menurut PPDGJ-III (2001) dibagi dalam tiga tingkatan yaitu

depresi ringan, depresi sedang, depresi berat. Dimana perbedaan antara

episode depresif ringan, sedang dan berat terletak pada penilaian klinis yang

kompleks yang meliputi jumlah, bentuk dan keparahan gejala yang

ditemukan.

a) Depresi Ringan

1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresif seperti

tersebut diatas.

2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya.

3) Tidak boleh ada gejala beratnya diantaranya.

4) Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2

minggu.

5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa

dilakukan.

b) Depresi Sedang

1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti

pada episode depresi ringan.

2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaliknya 4) dari gejala lainnya.

3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.


11

4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan dan urusan rumah tangga.

c) Depresi Berat

1) Semua 3 gejala depresi harus ada.

2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa

diantaranya harus berintensitas berat.

3) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)

yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu

untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian,

penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih

dapat dibenarkan.

4) Episode depresif biasanya berlangsung sekurang-kuarangnya 2 minggu,

akan tetapi jika gejalanya aman berat dan beronset sangat cepat, maka

masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu

kurang dari 2 minggu.

5) Sangat tidak mungkin pasien untuk meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat

terbatas.

7. Patofisiologi

Terjadinya depresi pada lansia :

1) Faktor Psikososial

Berkurangnya interaksi sosial dan dukungan sosial yang kurang baik dapat

mengakibatkan penyesuaian diri yang negatif pada lansia. Menurunnya


12

kapasitas hubungan keakraban dengan keluarga, berkurangnya interaksi

dengan keluarga yang dicintai dapat menimbulkan perasaan tidak berguna,

merasa disingkirkan, tidak dibutuhkan lagi dan kondisi ini dapat berperan

dalam terjadinya depresi.

Kemampuan adaptasi (lamanya tinggal dipanti)

Sulit bagi lansia meninggalkan rumah lamanya yang selama ini ditempati

bersama-sama orang-orang yang dicintainya. Yang tentu saja mempunyai

kenangan manis. Selain itu sikap konservatif lansia menambah sulit untuk

menyesuaikan diri pada lingkungan baru. Kondisi ini dapat menyebabkan

perasaan tertekan, kesedihan dan keputusasaan.

2) Faktor Psikologi

Motivasi Masuk Panti

Motivasi merupakan suatu dorongan dalam pikiran untuk bertindak.

Motivasi sangat penting bagi lansia untuk menentukan tujuan hidup dan

apa yang ingin dicapainya dalam kehidupan di panti. Adanya keinginan

yang muncul dari dalam individu lansia untuk tinggal di panti akan

membuatnya bersemangat meningkatkan toleransi dan merasa berguna.

Kondisi ini akan menimbulkan efek yang baik bagi kehidupan lansia.

Rasa rendah diri atau tidak berdaya

Seseorang yang ambisius, merasa dikejar-kejar akan tugas dan selalu

berambisi harus lebih maju, umumnya saat memasuki lansia cendrung

untuk: gelisah, mudah stres, was-was, mudah frustasi, merasa diremehkan,

mudah cemas, sulit tidur, tidak siap hidup dirumah saja, perasaan tidak
13

berdaya dan tidak berguna. Sebaliknya mereka yang berkepribadian tenang,

keinginan untuk maju diimbangi dengan usaha yang tidak terburu-buru

berdasarkan pada pemikiran yang tenang pada umumnya tidak

menunjukkan perubahan psikologis yang negatif.

a. Faktor Budaya

Budaya barat dengan sifat mandiri dan individual yang sangat menonjol

sering mengganggap lansia sebagai trouble maker. Karena memandang

lansia sebagai kelompok masyarakat yang kurang menyenangkan karena

sifat-sifat lansia yang menjengkelkan, kondisi fisik yang menurun

sehingga perlu bantuan dan sering menjadi beban. Untuk langkah

penyelesaiannya adalah dengan menitipkan lansia di panti. Akibatnya

perubahan psikologis lansia cendrung negatif dan cendrung

memperburuk kondisi kesehatan lansia. Disamping itu mendorong

lansia merasa tidak enak dan rendah mutunya, mereka akan cendrung

kekurangan motivasi untuk mengerjakan apa yang seharusnya mampu

mereka kerjakan.

b. Faktor Biologik

Ini disebabkan karena kehilangan dan kerusakan sel-sel saraf maupun

zat neurotransmiter, resiko genetik maupun adanya penyakit misalnya:

kanker, Diabetes militus, post stroke dan lain-lain yang memudahkan

terjadinya depresi.
14

8. Penatalaksanaan Depresi Pada Usia Lanjut

1) Terapi fisik

a. Obat

Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya.

Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan

pengenalan terhadap berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan

dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-

lahan sampai ada perbaikan gejala.

b. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)

Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat

bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi

yang efektif dan aman. ECT diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien

rawat nginap, unilateral untuk mengurangi confusion/memory

problem.Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar 5 -

10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk mencegah

kekambuhan.

2) Terapi Psikologik

a. Psikoterapi

Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan

bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan

psikodinamik maupun kognitif behavior sama keberhasilannya.

Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti,

namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik


15

akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih

mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.

b. Terapi kognitif

Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang

selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak

mampu dan sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif.

Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini

meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus.

Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi

kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.

c. Terapi keluarga

Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit

depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting.

Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi

dari dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi

terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan

perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap /

struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan

pasien.

d. Penanganan Ansietas (Relaksasi)

Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif

baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis

okupasional) atau melalui tape recorder.Teknik ini dapat dilakukan


16

dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai teknik ini

diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan

gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang

didiagnosis.

1) Kaji adanya depresi.

2) Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat,

seperti geriatric depresion scale.

3) Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.

a. Lakukan observasi langsung terhadap :

a) Perilaku

 Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan

melakukan aktivitas hidup sehari-hari?

 Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima

secara sosial?

 Apakah klien sering mengluyur dan mondar - mandir?

 Apakah klien menunjukkan sundown sindrom atau

perseveration phenomena?
17

b) Afek

 Apakah kilen menunjukkan ansietas

 Labilitas emosi

 Depresi atau apatis

 Lritabilitas

 Curiga

 Tidak berdaya

 Frustasi

c) Respon Kognitif

 Bagaimana tingakat orientasi klien?

 Apakah klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal - hal

yang baru saja atau yang sudah lama terjadi?

 Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau

mengabstrakan?

 Kurang mampu membuat penilaian?

b. Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga

a) Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia

sudah menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut.

b) ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan

anggota keluarga yang lain.

c) Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber

daya komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan).

d) Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.


18

e) Identifikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran

pemberi asuhan tentang dirinya sendiri.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan alam perasaan : depresi berhubungan dengan koping

maladaptif.

b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas.

c. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori,

degenerasi neuron irreversible.

d. Perubahah persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,

transmisi dan atau integrasi sensori (defisit neurologis).

e. Risiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.

3. Intervensi Keperawatan

1) Gangguan alam perasaan : depresi berhubungan dengan koping

maladaptif.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia

merasa tidak stres dan depresi.

Kriteria Hasil :

 Klien dapat meningkatkan harga diri

 Klien dapat menggunakan dukungan sosial

 Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

Intervensi :

a. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu

R : Individu lebih percaya diri.


19

b. Kaji sistem pemdukung keyakinan ( nilai, pengalaman masa lalu,

aktivitas keagamaan, kepercayaan agama)

R : Meningkatkan nilai spiritual lansia

c. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusannya.

R : Membangun motivasi pada lansia

d. Diskusikan tentang obat ( nama, dosis, frekuensi, efek samping

minum obat)

R : Untuk memberi pemahaman kepada lansia tentang obat

e. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat,

dosis, cara, waktu )

R : Prinsip 5 benar dapat memaksimalkan fungsi obat secara efektif

f. Anjurkan membicarakan efek samping yang dirasakan

R : Menambah pengetahuan lansia tentang efek samping obat.

2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien

memiliki pola tidur yang teratur.

Kriteria Hasil:

 Klien mampu memahami factor penyebab gangguan pola tidur.

 Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau

mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat.

 Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan

penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun).

 Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.


20

Intervensi :

a. Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat efek

negative terhadap tidur pada malam hari.

R : irama sikardian (siklus tidur bangun) yang tersinkronisasi

disebabkan oleh tidur siang yang singkat.

b. Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur

R : gangguan psikis terjadi bila terdapat penggunaan kortikosteroid

termasuk perubahan mood, insomnia.

c. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan

klien

R : mengubah pola tidur yang sudah terbiasa dari asupan makan klien

pada malam hari terbukti mengganggu tidur.

d. Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.

R : lingkungan yang nyaman dapat membuat klien mudah untuk tidur.

e. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama

R : gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan mengganggu

pemulihan sehubungan dengan gangguan psikologis dan

fisiologis, sehingga irama sikardian terganggu.

3) Gangguan proses piker berhubungan dengan kehilangan memori,

degenerasi neuron irreversibel

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien dapat

berpikir rasional.
21

Kriteria hasil :

 Klien mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani

konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran

tentang diri.

 Klien mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan

diri yang negatif. Klien mampu mengenali perubahan dalam berfikir

atau tingkah laku dan factor penyebab

 Klien mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak

diinginkan, ancaman, dan kebingungan.

Intervensi :

a. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang

perhatian, kemampuan berpikir.

R : Memberikan dasar perbandinagn yang akan datang dan

memengaruhi rencana intervensi.

b. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan perawat-

klien yang terapeutik

R : Mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan,

meningkatkan pengembangan evaluasi diri yang positif dan

mengurangi konflik psikologis.

c. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang

R : Kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan

gangguan neuron
22

d. Tatap wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien

R : Menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan

perseptual

e. Gunakan teknik distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya

saat klien mengungkapkan ide yang salah, jika tidak meningkatkan

kecemasan.

R : Lamunan membantu dalam meningkatkan orientasi. Orientasi pada

realita meningkatkan perasaan realita klien, penghargaan diri dan

kemuliaan ( kebahagiaan personal )


23

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bahwa pelayanan geriatrik di Indonesia sudah saatnya diupayakan di seluruh

jenjang pelayanan kesehatan di Indonesia. Untuk itu pengetahuan mengenai geriatric

harus sudah merupakan pengetahuan yang diajarkan pada semua tenaga kesehatan.

Dalam hal ini pengetahuan mengenai psikogeriatri atau kesehatan jiwa pada usia

lanjut merupakan salah satu di antara berbagai pengetahuan yang perlu diketahui.

Tatacara pemeriksaan dasar psikogeriatri oleh karena itu sering disertakan dalam

pemeriksaan/assesmen geriatric, antara lain mengenai pemeriksaan gangguan mental.

Kognitif, depresi dan beberapa pemeriksaan lain.

23
24

DAFTAR PUSTAKA

Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI.
Jakarta: Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA

Depkes R.I. 1999. Kesehatan keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi Media

Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai