Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

BUERGER DISEASE

Disusun oleh:
Riqqah U Sallatalohy
(2013-83-052)

PEMBIMBING

dr. Ninoy P. Mailoa, Sp.B

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
referat dengan judul “Beurger Disease”, dalam rangka memenuhi tugas sekaligus
syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik bagian ilmu bedah.

Penyusunan referat ini dapat diselesaikan berkat adanya bantuan,


bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Ninoy P. Mailoa, Sp.B selaku pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu, pikiran dan tenaga guna membantu penyelesaian referat
ini.
2. Rekan-rekan Co-Ass sejawat yang turut membantu dan menyemangati penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu saran dan masukan sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan referat ini. Akhir kata semoga referat dapat memberikan
manfaat bagi semua pembacanya.

Ambon, Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 6

2.1 Anatomi Pembulu Darah ........................................................................... 6

2.2 Histologi Pembulu Darah ........................................................................... 8

2.3 Definisi ....................................................................................................... 9

2.4 Epidemiologi .............................................................................................. 9

2.5 Etiologi ....................................................................................................... 10

2.6 Patofisiologi ............................................................................................... 11

2.7 Gejala klinis .............................................................................................. 12

2.8 Diagnosis .................................................................................................... 14

2.9 Penatalaksanaan ......................................................................................... 20

2.10 Prognosis .................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penyakit Buerger (Tromboangitis Obliterans) merupakan penyakit oklusi

pembuluh darah perifer yang lebih sering terjadi di Asia dibandingkan di negara-

negara barat. Penyakit ini merupakan penyakit idiopatik, kemungkinan merupakan

kelainan pembuluh darah karena autoimmune, panangitis yang hasil akhirnya

menyebabkan stenosis dan oklusi pada pembuluh darah.1

Hampir 100% kasus Tromboangitis Obliterans atau penyakit Winiwarter

Buerger menyerang perokok pada usia dewasa muda. Penyakit ini banyak terdapat di

Korea, Jepang, Indonesia, India dan Negara lain di Asia Selatan, Asia tenggara dan

Asia Timur.1,2

Kematian yang diakibatkan oleh Penyakit Buerger masih jarang, tetapi pada

pasien penyakit ini yang terus merokok, 43% dari penderita harus melakukan satu

atau lebih amputasi pada 6-7 tahun kemudian. Data pada pada bulan Desember tahun

2004 yang dikeluarkan oleh CDC publication, sebanyak 2002 kematian dilaporkan di

Amerika Serikat berdasarkan penyebab kematian, bulan, ras dan jenis kelamin

(International Classification of Diseases, Tenth Revision, 1992), telah dilaporkan

total dari 9 kematian berhubungkan dengan Tromboangitis Obliterans, dengan

perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 2:1 dan etnis putih dan hitam adalah

8:1.3

4
Terapi pada Buerger’s disease dilakukan dengan penggunaan obat-obatan

untuk mengurangi rasa sakit dan menyembuhkan ulkus. Namun, tatalaksana awal

yang paling penting untuk dilakukan adalah menghentikan konsumsi rokok. Hal ini

bertujuan untuk mencegah progresi penyakit dan amputasi.1

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Anatomi Pembuluh Darah

Gambar 2. Pembuluh Darah

Pembuluh darah terdiri atas 3 jenis : arteri, vena, dan kapiler.

1. Arteri

Arteri membawa darah dari jantung dan disebarkan ke berbagai jaringan

tubuh melalui cabang-cabangnya. Arteri yang terkecil, diameternya kurang dari 0,1

mm, dinamakan arteriol. Persatuan cabang-cabang arteri dinamakan anastomosis.

Pada arteri tidak terdapat katup.4

6
Dan arteri anatomik merupakan pembuluh darah yang cabang-cabang

terminalnya tidak mengadakan anastomosis dengan cabang-cabang arteri yang

memperdarahi daerah yang berdekatan. End arteri fusngsional adalah pembuluh darah

yang cabang-cabang terminalnya mengadakan anastomosis dengan cabang-cabang

terminal arteri yang berdekatan, tetapi besarnya anastomosis tidak cukup untuk

mempertahankan jaringan tetap hidup bila salah satu arteri tersumbat.4

2. Vena

Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantung,

banyak vena mempunyai kutub. Vena yang terkecil dinamakan venula. Vena yang

lebih kecil atau cabang-cabangnya, bersatu membentuk vena yang lebih besar, yang

seringkali bersatu satu sama lain membentuk pleksus vena. Arteri profunda tipe

sedang sering diikuti oleh dua vena masing-masing pada sisi-sisinya, dan

dinamakan venae cominantes.4

3. Kapiler

Kapiler adalah pembuluh mikroskopik yang membentuk jalinan yang

menghubungkan arteriol dengan venula. Pada beberapa daerah tubuh, terutama pada

ujung-ujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan langsung antara arteri dan vena tanpa

diperantai kapiler. Tempat hubungan seperti ini dinamakan anastomosis

arteriovenosa.4

7
2.2.Histologi Pembuluh Darah

2.1.Tunica intima

Merupakan lapisan yang kontak langsung dengan darah, lapisan ini dibentuk

terutama oleh sel endothel. 5

2.2.Tunica media

Lapisan yang berada diantara tunika media dan adventitia, disebut juga

lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh sel otot polos dan jaringan

elastis.5

2.3.Tunica adventitia

Merupakan lapisan yang paling luar yang tersusun oleh jaringan ikat

(Junqueira, 2007).5

Gambar 1. Histologi Pembulu Darah 5

8
2.3.Definisi

Buerger’s disease atau disebut juga sebagai tromboangitis obliteran adalah

penyakit inflamasi oklusif pada pembuluh darah arteri dan vena. Inflamasi bersifat

kronis dan mengenai pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan

sedang. Terutama pada pembuluh darah perifer ekstremitas inferior dan superior.

Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota gerak

dan jarang pada organ-organ dalam.1,6

Penyakit Tromboangitis Obliterans (TAO) merupakan kelainan yang

mengawali terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh

darah mengalami konstriksi atau obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi

dan bekuan sehingga mengurangi aliran darah ke jaringan.2,6

Tromboangiitis obliteran diperkenalkan tahun 1879 oleh Von Winiwarter.

Tahun 1908, Leo Buerger mendeskripsikan penyakit ini menurut evaluasi patologikal

dari ekstremitas yang telah diamputasi dan dipublikasikan dalam bukunya pada

1924.1,6

2.4.Epdemiologi

Buerger’s disease terjadi pada orang dewasa muda usia 20-45 tahun. Rasio

antara laki-laki dan perempuan yang menderita penyakit ini adalah 3:1.4 Beberapa

studi melaporkan bahwa terdapat peningkatan prevalensi pada wanita dari 11% ke

23%.7,8

9
Buerger’s disease jarang terjadi pada individu keturunan Eropa Utara dan

Amerika Serikat, namun individu asli India, Korea, dan Jepang serta Israel memiliki

insidensi penyakit Buerger’s disease yang tertinggi.7 Prevalensi penyakit ini pada

populasi di Jepang diestimasikan sebanyak 5/100.000 orang pada tahun 1985.5

Prevalensi penyakit arteri perifer berkisar antara 0.5-5.6% di Eropa Barat, 45%- 63%

di India, 16-66% di Korea dan Jepang, dan 80% pada orang Yahudi di Israel.8

2.5.Etiologi

Etiologi dari Buerger’s disease atau TAO ini masih belum diketahui, namun

sebagian besar individu yang terkena penyakit ini adalah perokok berat. Penyakit ini

diidentifikasikan sebagai respon autoimun terhadap nikotin, sehingga

penyalahgunaan tembakau adalah faktor risiko utama.1

Buerger’s disease juga dapat terjadi pada individu yang mengkonsumsi

bentuk lain dari tembakau, seperti tembakau yang dikunyah atau chewing tobacco.

Perokok yang setiap harinya mengkonsumsi satu setengah bungkus rokok atau lebih

per harinya sangat mungkin berkembang menjadi Buerger’s disease. Perokok berat

didefinisikan sebagai individu yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang rokok setiap

harinya.Rasa nyeri pada bagian tubuh yang terkena dapat menyebar ke daerah sentral

tubuh.6

10
2.6.Patofisiologi

TAO adalah jenis vaskulitis tetapi berbeda dari vaskulitis lainnya. TAO

berbeda dari banyak jenis vaskulitis lainnya karena penanda imunologis yang biasa

peningkatan reaktan fase akut seperti laju endap darah (LED) dan C-reaktif protein

(CRP), kompleks imun yang beredar, dan autoantibodi seperti antinuklear tingkat

antibodi, faktor reumatoid, dan komplemen biasanya normal atau negatif.9

Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum jelas, tetapi

beberapa penelitian telah mengindikasikan suatu implikasi fenomena imunologi yang

mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar thrombus. Pasien

dengan penyakit ini memperlihatkan hipersensitivitas pada injeksi intradermal ekstrak

tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat sensitive pada kolagen tipe I dan

III, meningkatkan serum titer anti endothelial antibody sel , dan merusak endothel

terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer. Meningkatkan prevalensi dari HLA-A9,

HLA-A54, dan HLA-B5 yang dipantau pada pasien ini, yang diduga secara genetic

memiliki penyakit ini.10

Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior) akan terjadi

perubahan patologis. (a) otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis (b) tulang

mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren maka terjadi destruksi tulang yang

berkembang menjadi osteomielitis (5) terjadi kontraktur dan atrofi (d) kulit menjadi

atrofi (e) fibrosis perineural dan perivaskular (f) ulserasi dan gangren yang dimulai

dari ujung jari.10

11
Gambaran patologis yang menyertai TAO dikategorikan dalam tiga fase

termasuk akut, subakut dan kronis, sesuai dengan pola trombus dan sifat sel-sel

inflamasi. Berbeda dengan bentuk-bentuk lain dari vasculitis, struktur normal

pembuluh yang terkena, dan khususnya lamina elastis internal, tetap utuh dalam

ketiga fase TAO.1,11

Karakteristik utama fase akut adalah hiperselular dan inflamasi trombus

dengan inflamasi minimal pada dinding pembuluh darah yang terkena. Pada fase ini,

leukosit polimorfonuklear (PMN) adalah sel dominan di tempat peradangan, yang

dapat membentuk mikroabses di dalam trombus. Namun, dalam fase subakut, PMN

dalam mikroabses dikelilingi oleh peradangan granulomatosa, yang dapat

menyebabkan terkumpul dan rekanalisasi trombus. Akhirnya, trombus dewasa

dengan fibrosis vaskular diamati pada fase akhir.11

Meskipun merokok dianggap sebagai faktor risiko terpenting dari TAO,

esensi dari hubungan ini masih belum jelas sampai sekarang. Sel-sel endotel

memainkan peran dalam inisiasi dan berlangsungnya respon inflamasi dan disfungsi

endotel pada akhirnya mencerminkan oleh gangguan endothelium-dependent.11

2.7.Manifestasi klinis

Gambaran klinis Tromboangitis Obliterans terutama disebabkan oleh iskemia.

Gejala (symptom) yang paling sering dan utama adalah nyeri yang bermacam-macam

tingkatnya. Nyerinya bertambah pada waktu malam dan keadaan dingin, dan akan

berkurang bila ekstremitas dalam keadaan tergantung. Serangan nyeri juga dapat

12
bersifat paroksimal dan sering mirip dengan gambaran penyakit Raynaud. Pada

keadaan lebih lanjut, ketika telah ada tukak atau gangren, maka nyeri sangat hebat

dan menetap.1,12

Gambar 3. Gambaran Beurger’s diseases

Manifestasi terdini mungkin klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) lengkung

kaki yang patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan cermin

penyakit oklusif arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau tibioperonea. Nyeri

istirahat iskemik timbul progresif dan bisa mengenai tidak hanya jari kaki, tetapi juga

jari tangan dan jari yang terkena bisa memperlihatkan tanda (sign) sianosis atau

rubor, bila bergantung. Sering terjadi radang lipatan kuku dan akibatnya paronikia.

Infark kulit kecil bisa timbul, terutama pulpa phalang distal yang bisa berlanjut

menjadi gangren atau ulserasi kronis yang nyeri.1,12

13
Tanda (sign) dan gejala (symptom) lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal

dan bebal pada tungkai dan penomena Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas

distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan

gangren pada jari kaki sering terjadi pada penyakit buerger. Sakit mungkin sangat

terasa pada daerah yang terkena.1,12

Berdasarkan klasifikasi dari Rutherford, tromboangitis obliterans dapat dibagi

dalam grade.

Table 1. klasifikasi dari Rutherford


Grade Grade Category Grade Category Clinical
Clinical
0 0 Asymptomatic
I 1 Mild claudication
I 2 Moderate claudication
I 3 Severe claudication
II 4 Rest pain
III 5 Ischemic ulcer not exceeding digits
IV 6 Severe ischemic ulcer or
gangrene

2.8.Diagnosis

Secara umum, penegakan diagnosis suatu penyakit dapat dilakukan dengan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Anamnesis pada Buerger’s disease akan ditemukan riwayat merokok serta rasa nyeri,

klaudikasio pada kaki atau juga tangan saat beraktivitas dan istirahat. Sebagian besar

individu yang terkena Buerger’s disease merupakan perokok. Buerger’s disease juga

dapat terjadi pada individu yang mengkonsumsi bentuk lain dari tembakau, seperti

tembakau yang dikunyah atau chewing tobacco. Perokok yang setiap harinya

14
mengkonsumsi satu setengah bungkus rokok atau lebih per harinya sangat mungkin

berkembang menjadi Buerger’s disease. Perokok berat didefinisikan sebagaiindividu

yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang rokok setiap harinya. Rasa nyeri pada

bagian tubuh yang terkena dapat menyebar ke daerah sentral tubuh.13,14

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya Raynaud’s phenomenon,

yaitu perubahan warna kulit menjadi lebih pucat ketika berada di lingkungan yang

dingin.8 Fenomena Raynaud terjadi pada sekitar 40% pasien Buerger’s disease.12

Gambar 4. Raynaud’s phenomenon

Tes Allen juga dapat digunakan untuk mengetahui keadaan vaskularisasi di

tangan. Pada tes Allen, pasien diminta untuk mengepalkan tangannya dan pemeriksa

akan menekan pergelangan tangan pasien yang bertujuan untuk mengobstruksi aliran

15
darah ke tangan. Setelah itu, pasien diminta untuk membuka kepalan tangan, dan

pemeriksa akan melepaskan tekanan pada pergelangan tangan pasien.15 Normalnya,

telapak tangan akan dialiri darah kembali dalam 5 sampai 15 detik.

Gambar 5. Test Allen

Hasil tes Allen pada pasien dengan Buerger’s disease biasanya negatif atau

abnormal, dimana terjadi perlambatan aliran darah pada tangan. Hal ini membuktikan

adanya gangguan pada aliran darah pada tangan pasien. Hasil abnormal pada tes

Allen pada perokok muda ditambah dengan adanya ulserasi dapat menjadi indikasi

yang jelas menunjukkan adanya Buerger’s disease. Namun hasil yang abnormal ini

juga dapat terlihat pada tipe penyakit oklusif arteri kecil pada tangan seperti

16
skleroderma, calcinosis syndrome, Raynaud's syndrome, oesophageal dysmotility,

sclerodactyly, dan telangiectasia (CREST); trauma berulang; emboli;

hipperkoagulabilitas; dan vaskulitis.12 Tak jarang, pasien datang ketika telah terjadi

kematian jaringan yang menimbulkan luka dan nyeri pada ekstremitas yang terkena

(gangren) atau ulkus kronik di jari tangan atau kaki.12

c. Pemeriksaan Penunjang

Penegakan diagnosis Buerger’s disease ini sulit dilakukan pada tahap awal,

karena gejala yang ditemukan tidak spesifik dan tidak ada pemeriksaan penunjang

yang spesifik.12 Oleh karena itu, penegakan diagnosis penyakit ini dibantu dengan

menggunakan suatu kriteria diagnosis. Kriteria diagnosis yang sudah diajukan untuk

mendiagnosis Buerger’s disease adalah kriteria Shionoya dan kriteria Olin.12 Kriteria

Shionoya terdiri dari lima kriteria, yaitu riwayat merokok; onset terjadi sebelum umur

50 tahun; oklusi arteri infrapopliteal; keterlibatan ekstremitas atas atau phlebitis

migrans; dan tidak ada faktor risiko aterosklerosis lain selain merokok. Kriteria Olin

terdiri dari onset dibawah 45 tahun; riwayat penggunaan tembakau; adanya iskemia

ekstremitas bagian distal dengan indikasi klaudikasio, nyeri saat istirahat, ulserasi

iskemik atau gangren, dan didokumentasikan dengan tes vaskular non-invasif; tidak

termasuk dari penyakit autoimun,hiperkoagulabilitas, dan diabetes melitus; tidak

termasuk dari emboli yang bersumber di proksimal dengan menggunakan

ekokardiografi atau arteriografi; dan temuan tetap dengan menggunakan arteriografi

pada ekstremitas yang secara klinis terkait dan yang tidak terkait.12 Kriteria diagnosis

Buerger’s disease yang paling sering digunakan adalah kriteria Shionoya.6

17
Tabel 2. Kriteria Shionoya dan Olin
SHIONOYA criteria [44] OLIN criteria [45]
Onset before age 50 Onset before age 45
Smoking history Current (or recent past) tobacco use
Infrapopliteal arterial occlusions upper Distal extremity ischemia (infrapopliteal and/or
limb intrabrachial), such as claudication, rest pain, ischemic
involvement or phlebitis migrans ulcers, and gangrene documented with noninvasive testing
Laboratory tests to exclude autoimmune or connective
tissue diseases and diabetes mellitus
Absence of atherosclerotic risk factors Exclude a proximal source of emboli with
other than smoking echocardiography and arteriography Demonstrate
consistent arteriographic findings in the involved and
clinically noninvolved limbs

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah angiogram, biopsi

vaskular, dan pemeriksaan histopatologi. Temuan angiografi pada Buerger’s disease

berupa corkscrewshaped collaterals, yang dikenal dengan tanda Martorell,

mengindikasikan adanya perubahan kompensasi pada vasa vasorum akibat lesi

segmental atau karena adanya oklusi pada ekstremitas bagian distal.12 Namun, tanda

Martorell ini bukan merupakan patognomonik Buerger’s disease, karena gambaran

ini juga terlihat pada lupus eritromatus, skleroderma, sindrom CREST, atau penyakit

oklusif pembuluh darah kecil lainnya, atau pada pasien dengan ingesti kokain,

amfetamin atau kanabis. Biopsi vascular sering digunakan untuk pasien-pasien yang

atipikal, seperti pasien lanjut usia, atau pasien yang terkena penyakit ini pada arteri

besar.6

18
Gambar 4. Gambaran Corkscrew pada Buerger’s disease

Pemeriksaan histopatologi secara umum ditemukan adanya trombus dan

infiltrate leukosit polimorfonuklear dan terdapat juga sel raksasa multinuklear pada

arteri dan vena yang terkait.17 Gambaran histopatologi fase akut termasuk oklusif

trombus inflamatori dengan sedikit inflamasi di dinding pembuluh darah. Terdapat

juga leukosit polimorfonuklear, mikroabses, dan dapat ditemukan juga sel raksasa

multinuklear. Ketika Buerger’s disease terjadi di lokasi pembuluh darah yang tidak

umum, maka diagnosisnya dapat ditegakkan jika terdapat gambaran fase akut ini.

Lesi fase intermediate ditemukan gambaran progresif dari trombus dalam pembuluh

darah.

19
2.9. Diagnoasis banding

Penyakit Buerger harus dibedakan dari penyakit oklusi arteri kronik

aterosklerotik. eadaan terakhir ini jarang mengenai ekstremitas atas. Penyakit oklusi

aterosklerotik diabetes timbul dalam distribusi yang sama seperti Tromboangitis

Obliterans tetapi neuropati penyerta biasanya menghalangi perkembangan klaudikasi

kaki.

Selain itu, buerger disease juga harus dibedakan dengan tipe penyakit oklusif

arteri kecil pada tangan seperti skleroderma, calcinosis syndrome, Raynaud's

syndrome, oesophageal dysmotility, sclerodactyly, dan telangiectasia (CREST);

trauma berulang; emboli; hipperkoagulabilitas; dan vaskulitis

2.10. Penatalaksanaan

Terapi medikamentosa yang digunakan untuk Buerger’s disease dibagi dalam

beberapa kategori sesuai mekanisme obatnya yaitu, vasodilator, inhibitor platelet,

antikoagulan, antiinflamasi, dan analog prostasiklin. Vasodilator seperti calcium

canal blocker efektif dalam mengurangi sindrom Raynaud. Prostaglandin E1 adalah

vasodilator yang efektif pada pasien Buerger’s disease. Ticlopidine, salah satu

agregasi platelet inhibitor spesifik, menunjukkan efek yang menguntungkan untuk

meredakan nyeri dan menyembuhkan ulkus pada Buerger’s disease.18

Penggunaan antiinflamasi steroid belum menunjukkan adanya efek yang

berarti. Postasiklin (PGI2) atau analognya, seperti iloprost, beraprost, postinil sodium,

20
juga digunakan untuk Buerger’s disease. Penggunaan iloprost, analog prostasiklin,

menunjukkan efek yang lebih baik dari pada aspirin terhadap meredakan nyeri pada

saat istirahat dan menurunkan risiko amputasi. 12,18

Terapi trombolitik intraarterial dengan streptokinase, yang berasal dari

Streptococcus C. hemolyticus dan berguna untuk pengobatan fase dini emboli paru

akut dan infark miokard akut, telah diuji pada beberapa pasien yang memiliki gangren

atau lesi pregangren pada kaki atau jari kaki, menunjukkan hasil yang baik dalam

mencegah amputasi.18

Terapi nonmedikamentosa dapat dilakukan dengan simpatektomi, stimulasi

medula spinalis, dan terapi gen factor pertumbuhan vaskular endotel. Simpatektomi

dapat menurunkan spasme arteri pada Buerger’s disease. Simpatektomi menunjukkan

adanya efek meredakan nyeri dan membantu penyembuhan ulkus pada sebagian

pasien dalam jangka pendek, namun jangka panjangnya belum ditemukan

efektivitasnya.5 Stimulasi medula spinalis bertujuan untuk meredakan nyeri

neurogenik. Stimulasi pada nervus spinalis T10-L1 menyebabkan paresthesia

ekstremitas bawah dan mengurangi nyeri karena iskemia. Penurunan tonus simpatis

akan meningkatkan aliran darah nutrisi pada daerah yang terkena.20,21 Pada pasien

dengan Buerger’s disease, terjadi peningkatan transcutaneous oxygen pressure

tension (tcpO2) dalam 3 bulan dan tetap stabil selama lebih dari 4 tahun, serta

klaudikasio dan nyeri saat istirahat hampir menghilang ketika diterapi dengan

stimulasi medula spinalis diiringi dengan penurunan konsumsi rokok (kurang dari 3

rokok per hari).20 Administrasi gen faktor pertumbuhan vaskular endotel pada pasien

21
dengan penyakit arteri perifer dapat meningkatkan konsentrasi faktor angiogenik

padaekstremitas bawah yang iskemik, meningkatkan proliferasi sel endotel, dan

pembentukan pembuluh darah pada ekstremitas yang iskemik tersebut.6

Tatalaksana lain yang dapat dilakukan pada pasien Buerger’s disease adalah

amputasi. Indikasi amputasi adalah terdapat gangren, infeksi sekunder basah, rasa

nyeri yang hebat, dan sepsis.21 Namun, amputasi dapat dipertimbangkan untuk

dilakukan pada pasien setelah lebih dahulu dilakukan simpatektomi. Hal ini

dilakukan karena simpatektomi dapat meningkatkan suplai aliran darah dan

menurunkan level amputasi pada Buerger’s disease. 20

2.11. Prognosis

Pada pasien yang berhenti merokok, 94% pasien tidak perlu mengalami

amputasi,apalagi pada pasien yang berhenti merokok sebelum terjadi gangrene, angka

kejadian amputasi mendekati 0%. Hal ini tentunya sangat berbeda sekali dengan

pasien yang tetap merokok, sekitar 43% dari mereka berpeluang harus diamputasi

selama periode waktu 6 sampai 7 tahun kemudian, bahkan pada mereka harus

dilakukan multiple amputasi. Pada pasien ini selain umumnya dibutuhkan amputasi

tungkai, pasien juga terus merasakan klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) atau

fenomena raynaud’s walaupun sudah benar-benar berhenti mengkonsumi tembakau.6

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Buku Kedokteran

EGC. Jakarta. 2005.

2. H, John W. Occlusive Peripheral Arterial Disease. Merck Manual Handbook.

2008.

3. Malecki R, Zdrojowy K, Adamiec R. Thromboangiitis obliterans in the 21st

century-A new face of disease. Atherosceloris. 2009.

4. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed. 6. Jakarta: EGC;

2006.

5. Anthony, L . Mescher. 2012. Histologi Dasar Junqueira Teks dan Atlas.Jakarta:

EGC Ethel, Sloane. 2004

6. Lazarides MK, Georgiadis GS, Papas TT, Nikolopoulos ES. Diagnostic criteria

and treatment of buerger's disease: a review. Int J Low Wounds. 2006; 5(2):89-

95.

7. National Organization for Rare Disorders. Buerger’s disease [internet].

Danbury:National Organization for Rare Disorders; 2007

8. Rivera-Chavarría IJ, Brenes-Gutiérrez JD. Thromboangiitis obliterans (buerger’s

disease). Ann Med Surg [Internet]. 2016; 7:79–82

9. P. Caramaschi, D. Biasi, A. Carletto et al., “Three cases of Buerger’s disease

associated with hyperhomocysteinemia,” Clinical and Experimental

Rheumatology, vol. 18, no. 2, pp. 264–265, 2000.

23
10. M. Papa, A. Bass, R. Adar et al., “Autoimmune mechanisms in thromboangiitis

obliterans (Buerger’s disease): the role of tobacco antigen and the major

histocompatibility complex,” Surgery, vol. 111, no. 5, pp. 527–531, 1992.

11. Vijaikumar A,Tiwari R, Prabuswhamy V. Review article : thromboangiitis

obliterans (buerger’s disease)-current practices. International Journal of

Inflammation. Hindawi Publishing Corporation. 2013.

12. Arkkila PET. Thromboangiitis obliterans (buerger’s disease). Orphanet Journal of

Rare Disease. 2006; 1:14.

13. Centers for Disease Control and Prevention. Smoking and buerger’s disease

[internet]. USA: Centers for Disease Control and Prevention; 2016

14. Health Canada. Terminology [internet]; Canada: Health Canada; 2015

15. Mayo Clinic Staff. Buerger’s disease. USA: Mayo Clinic Staff; 2016

16. Ramin M, Salimi J, Meysamie A. An iranian scoring system for diagnosing

buerger’s disease. Acta Med Iran. 2014; 52(1):60–5.

17. Conde ID, Pena C. Buerger disease (thromboangiitis obliterans). Tech Vasc

Interv Rad. 2014; 17:234-40.

18. Khanna AK, Puneet MS. Manual of vascular surgery. New Delhi: JP Medical

Ltd; 2011.

19. Klomp HM, Steyerberg EW, Habbema JDF, van Urk H. What is the evidence on

efficacy of spinal cord stimulation in (subgroups of) patients with critical limb

ischemia. Ann Vasc Surg. 2009; 23(3):355– 63.

24
20. Gersbach P, Argitis V, Gardaz J, Segesser LV, Haesler E. Late outcome of spinal

cord stimulation for unreconstructable and limb-threatening lower limb ischemia.

EEur J Vasc Endovasc Surg. 2007; 33:717-24.

25

Anda mungkin juga menyukai