EKOLOGI DASAR
NRM : 3425161050
Email : rimbibrahmac1@gmail.com
Metode Pengamatan
Metode yang digunakan dalam praktikum ini yaitu menentukan pohon dengan jenis
yang sama sebanyak 5 buah. Kemudian dari masing-masing pohon tersebut dicek canopy
openess nya menggunakan aplikasi Glama. Dari masing-masing pohon tersebut dihitung luas
lichen dengan menggunakan mika yang telah dibuat persegi ukuran 20x20 cm dan
didalamnya telah dibuat plot kecil ukuran 1,5x1,5 cm. Jenis liken juga diperhatikan yang
masuk dalam plot tersebut.
Hasil Pengamatan
Praktikum ini dilakukan pada 5 pohon dengan jenis yang sama, dalam hal ini yaitu
pohon Cocculus laurifolius. Dari hasil pengamatan pada kelima pohon, didapatkan rata-rata
setiap pohon terdapat lichen dengan jenis Crustose yaitu permukaannya keras, ukurannya
kecil, bentuknya datar seperti kerak, tipis dan selalu tumbuh dan melekat pada kulit pohon.
Selain jenis Crustose, ada juga jenis Folios yang didapatkan pada pohon 4 Cocculus
laurifolius Talus Foliose bentuknya mirip seperti daun, berlobus, menyerupai pita dangan
cabangnya yang banyak. Berdasarkan sumber pengambilan sampel lichen, habbitat lichen
pada praktikum ini termasuk Corticolous, yaitu yang hidup pada kulit pohon yang sebagian
besar hidup pada kondisi lembab. (Pandey & Trivendi (1977) dalam Pratiwi (2006))
Sebaran Lichen pada Pohon Cocculus laurifolius
Dilihat dari grafik 1, luas tutupan lichen yang paling banyak terdapat pada pohon
Cocculus laurifolius ke-tiga yaitu dengan persentasi 65,1% dengan bukaan kanopinya 6,51%
dan luas tutupan terendah yaitu 40,43% dengan bukaan kanopi 5,66%. Dari grafik tersebut
dapat disimpulkan bahwa luas tutupan lichen pada pohon akan semakin besar jika bukaan
kanopi nya besar. Bukaan kanopi sangat berperan penting dalam membentuk struktur dan
memelihara keanekaragaman yang berada dibawah kanopi tersebut. Hal itu dikarenakan
bukaan kanopi yang besar mempengaruhi jumlah intensitas cahaya yang masuk dimana
cahaya tersebut dimanfaatkan kembali untuk berfotosintesis dan menghasilkan cadangan
makanan bagi lichen sehingga semakin besar intensitas cahaya yang masuk, semakin subur
lichen untuk tumbuh. Selain intensitas cahaya, faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan dan pesebaran lichen yaitu suhu udara: dimana lichen bisa hidup baik pada suhu
sangat rendah maupun sangat tinggi, kelembaban udara: dimana lichen bisa tahan pada
kekeringan yang cukup lama tetapi hanya bisa tumbuh optimal dengan lingkungan yang
lembab, dan ketinggian: dimana sangat berhubungan erat dengan faktor lingkungan yang lain
yaitu iklim dan curah hujan.
Kesimpulan
Dari praktikum ini dapat diambil kesimpulan yaitu rata-rata jenis lichen yang diambil
dari 5 pohon Cocculus laurifolius yaitu terdapat jenis Crustose. Dari grafik yang ditampilkan
menunjukkan bahwa antara canopy openess dengan luas tutupan lichen berbanding lurus atau
semakin besar canopy openess nya, maka akan semakin luas juga lichen yang tumbuh di
pohon tersebut.
Daftar Pustaka
Pandey, S.N & Trivendi, P.S. (1977), A Text Book of Botany (Algae, Fungi, Bacteria,
Hycoplasma, Viruses, Lichens and Elementary Plant Pathology), Volume I
PRAKTIKUM 8
EKOSISTEM AKUATIK
Metode Pengamatan
Praktikum ini dilaksanakan di sekitar air mancur TNGGP dengan 2 titik pengamatan,
yang diukur titik koordinatnya dengan menggunakan Global Positioning System. Pada 2 titik
pengamatan ini diukur parameter lingkungannya berupa: temperatur udara dan air, humidity
gauge, derajat keasaman, dan intensitas cahaya. Dari kedua titik pengamatan ini dilihat dan
diidentifikasi nama jenis dan jumlah dari tanaman dan hewan yang terdapat dalam titik
pengamatan tersebut, yang kemudian dibuat sistem sumber daya-konsumen.
Selama pengamatan berlangsung, temperatur air yang diukur berkisar antara 25-28ᵒC
yang menunjukkan suhu normal untuk sebuah ekosistem perairan. Kisaran pH 6-7 yang
terukur merupakan rentang pH ang normal untuk organisme perairan air tawar. Intensitas
cahaya yang cukup juga mempengaruhi tanaman unuk tumbh dan berfotosintesis pada titik
pengamatan ini.
Pada tabel 8.3 memperlihatkan komposisi organisme tumbuhan dan hewan di setiap
titik pengamatan. Selama pengamatan ditemukan hanya satu tanaman dengan jenis yang
sama yaitu Rumput Gajah (Pennisetum purputeum). Sedangkan untuk hewan, terdapat 4
kelas yang mewakili yaitu aves oleh burung Wallwt, Amphibi oleh Katak Fejervarya
cancrivora, pisces oleh ikan mas, dan insect oleh anggang-anggang dan belalang.
Beragamnya kelas hewan yang ditemukan dalam pengamatan ini menunjukkan bahwa
keanekaragaman hewan di titik pengamatan air mancur Taman Nasional termasuk tinggi.
Adanya fitoplankton pada titik pengamatan 1 merupakan hal yang baik dimana
fitoplankton merupakan organisme yang menunjang suatu ekosistem perairan yang baik,
karena fitiplankton menjadi dasar atau pangkal dalam rantai makanan ekosistem akuatik
(Djuhanda, 1980), dimana fitoplankton akan dimakan oleh ikan mas, anggang-anggang, dan
katak. Fitoplankon juga dijadikan sebagai bioindikator suatu pencemaran air, dimana jika
tidak terdapat fitoplankton dalam suatu ekosistem perairan, maka bisa dikatakan kondisi
perairan terseut sudah tercemar (Sastrawijaya, 1991).
Tabel 8.3. Pengamatan piramida makanan pada ekosistem aquatik di sekitar Air Mancur
Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah Peranan
Fitoplankton Chroocous Tidak diketahui Produsen
Rumput Gajah Pennisetum purpureum Tidak diketahui Produsen
Belalang Oxya chinenesis Satu Konsumen I
Anggang-anggang Gerris sp. Tidak diketahui Konsumen I
Ikan mas Cyprinus carpio Tidak diketahui Konsumen I, II
Katak sawah Fejervarya cancrivora Satu Konsumen I, II
BurungWallet Collocalia sp. Tidak diketahui Konsumen II
Dari jejaring makanan diatas, dapat diketahui organisme apa yang bertindak sebagai
penghasil makanan dan sebagai pemakan. Dari gambar diatas, yang menjadi produsen yaitu
fitoplankton dan rumput gajah, sedangkan organisme yang tergolong kedalam animalia
bertindak sebagai konsumen. Konsumen tertinggi dari jejaring makanan disini adalah burung
Wallet, yang menjadi hanya konsumen tingkat pertama yaitu Anggang-anggang dan belalang,
dan yang bisa menjadi konsumen tingkat pertama maupun kedua yaitu ikan mas dan katak
fejervarya cancrivora.
Kesimpulan
Dari pengamatan ini bisa disimpulkan bahwa keanekaragaman komponen biotik
ekosistem perairan di sekitar air mancur TNGGP termasuk tinggi karena mewakili 4 kelas
dari animalia, yang secara tidak langsung juga mempengaruhi tingkat kestabilan dalam
jaring-jaring makanan. Setiap organisme tumbuhan dan hewan yang teramati mempunyai
peranan yang penting dalam jejaring makanan karena ada yag berperan sebagai produsen juga
konsumen.
Sastrawijaya, A. T., 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.
Daftar Pustaka
Djuhanda, Tatang. 1980. Kehidupan Dalam Setetes Air dan Beberapa Parasit Pada Manusia.
ITB. Bandung
PRAKTIKUM 9
ANALISIS KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN BAWAH
Pada 1 meter yang kedua, hanya ditemukan 2 jenis spesies yang berbeda, adapun
spesies yang sama seperti 1 meter pertama yaitu Eupatorium cannabinum, sedangkan untuk
1 jenis yang baru nama jenisnya yaitu Zingiber sp.. pada 1 meter yang ketiga juga hanya
ditemukan 2 jenis spesies yang sama seperti sebelumnya. Sedangkan pada 1 meter yang
keempat ditemukan jenis baru yaitu Calamus sp.. Pengosongan jenis tanaman atau tidak
adanya tanaman yang terkena line transect terjadi pada meter yang ke 6, 7, dan 8. Sedangkan
pada meter yang ke 9 dan 10 ditemukan kembali jenis tanaman walaupun hanya 1 atau 2 jenis
tanaman. Adanya perbedaan pesebaran tanaman ini bisa dipengaruhi oleh intensitas cahaya,
permukaan tanah yang tidak mendukung untuk tumbuhnya tanaman, dan perbedaan
kandungan nutrisi yang berada didalam tanah.
Pada pengkuran vegetasi dengan jumlah kuadrat minimum ini didapatkan 8 spesies
tumbuhan. Jenis tumbuhan tersebut yaitu Dryopteris filix-mas (L.) Scott, Polystichum
acrostichoides, Salacca sp, Nephrolephis sp., Asplenium nidus, Davallia sp., dan Zingiber
sp.. dari semua jenis tanaman yang teramati, beberapa diantaranya ada yang menempati plot
yang berbeda. Contohnya pada Asplenium nidus yang menempati plot 1 dan 2, Begonia pada
plot 1 dan 3, Eupathorium cannabinum pada plot 1 dan 5, Zingiber sp.pada plot 3 dan 5. Dan
sisanya hanya terdapat pada 1 plot saja.
Dari jumlah individu yang sama dari total seluruh plot, Nephrolephis sp.
mendominasi yaitu dengan jumlah total 5 individu, kemudian disusul dengan jumlah
terbanyak kedua oleh Hedera helix L. dengan jumlah indivu 4, Salacca sp. dengan jumlah
individu total 2, dan Asplenium nidus, Davallia sp., Zingiber sp hanya terdapat 1 individu
dari total 5 plot yang diamati
Kesimpulan
PRAKTIKUM 10
LUAS MINIMUM DAN JUMLAH KUADRAT MINIMUM
Luas Minimum
40
20
0
25*25 50*50 100*100
Pada ulangan yang kedua, terdapat penambahan jenis yang baru dari sebelumnya
yaitu Neprolephis, Asplenium nidus, Calamus sp., dan Ricinus sp.. Namun, Polystichum
acrostichoides, Salacca sp., dan Hedera Helix yang ditemukan pada ulangan pertama tidak
ditemukan lagi pada ulangan kedua. Jumlah individu per spesies nya juga ada yang
mengalami kenaikan maupun penurunan, perbedaan ini didasari oleh faktor lingkungan
seperti: suhu, keadaan tanah, intensitas cahaya, kelembaban, dll. Dari grafik 2, ditunjukkan
bahwa pada series pertama jumlah penambahan jenis tumbuhannya meningkat, sedangkan
pada series 2 dan 3 grafik cenderung stabil atau tidak terdapat penambahan jenis tumbuhan
baru di setiap ulangannya.
Kuadrat Minimum
20
15
10
5
0
Kesimpulan
Dari pengamatan luas minimum maupun jumlah kuadrat minimum bisa disimpulkan
bahwa luas minimum yaitu jenis tumbuhan yang terdapat dalam suatu plot mewakili vegetasi
tanaman yang berada di daerah tersebut. Dari grafik yang ditampilkan dapat diamil
kesimpulan bahwa pengukuran plot awal biasanya didapatkan keanekaragaman jenis
tumbuhan yang banyak, semakin banyak ulangan maka kurva akan cenderung stabil atau
tidak terdapat penambahan jenis yang baru dari plot yang telah diambil sebelumnya.
PRAKTIKUM 11
MAKROINVERTEBRATA (BENTHOS)
Metode Pengamatan
Metode yang dilakukan dalam pengamatan ini yaitu menentukan titik sungai yang
ingin diamati makroavertebrata-nya, kemudian pengambilan sampel dilakukan dengan
mengeruk sungai hingga dasar dengan menggunakan plankton net.makroavertebrata yang
terambil kemudian dimasukkan kedalam botol sample dan diberi formalin agar awet yang
selanjutnya diidentiikasi nama latin dari jenis tersebut. Pengamatan ini juga dilengkapi
pengukuran parameter lingkungan seperti: temperatur air, derajat keasaman, salinitas,
kekeruhan, dan jenis substrat dari habitat makroavertebrata tersebut.
Hasil dan Pembahasan
Tabel 11.1 Data makroinvertebrata yang diperoleh tiap stasiun
Kelimpahan Kelimpahan Keanekaragaman Keragaman
No. Genus/Spesies
(ni) Relatif (pi) Tiap Jenis Simpson (D)
1. Caddisflies
4 0,571 0,876
trichoptera
0,75
2. Coleoptera 1 0,143 1
3. Planaria sp. 2 0,286 0,965
Dari hasil pengamatan, didapatkan 3 sampel yaitu dari spesies Caddislies trichoptera
yang terambil 4 individu,1 individu Coleoptera, dan Planaria sp. sebanyak 2 individu.
Sampel makroavertebrata tersebut didapatkan dari tepi-tepi pinggiran sungai dan dibalik
bebatuan. Stasiun sungai yang menjadi titik pengamilan sampel berada di dekat air terjun atau
hilir sungai dimana arus alirannya cukup deras dan volume air nya cukup besar. Waktu
pengambilan sampel yang termasuk saat musim hujan juga mempengaruhi luas nya volume
dan kedalaman air sungai sehingga cukup sulit dalam pencarian sampel karena cakupannya
lebih luas.
Adanya Planaria sp. yang merupakan kelas Turbellaria dan ordo Trichoptera dalam
pengambilan sampel ini, dapat disimpulkan bahwa kondisi air sungai tersebut belum
tercemar. Berdasarkan literatur, ordo Trichoptera bersifat intoleran terhadap pencemaran,
begitu juga Planaria sp. yang hanya dapat hidup di kondisi perairan yang baik, sehingga
Planaria sp. bisa dijadikan bioindikator suatu perairan.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Hawkes HA. 1997. Origin and development of the biological monitoring working party score
system. Water Research. 32(3): 964968. http://doi.org/dmwj59