Anda di halaman 1dari 5

Masa muda merupakan masa sempurnanya pertumbuhan fisik dan kekuatan seorang manusia.

Maka ini merupakan nikmat besar dari Allah Ta’ala yang seharusnya dimanfaatkan dengan

sebaik-sebaiknya untuk amal kebaikan guna meraih ridha Allah Ta’ala. Dan sebagimana nikmat-

nikmat besar lainnya dalam diri manusia, nikmat inipun nantinya akan dimintai

pertanggungjawaban di hadapan Allah Ta’ala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan bergeser kaki seorang

manusia dari sisi Allah, pada hari kiamat (nanti), sampai dia ditanya (dimintai

pertanggungjawaban) tentang lima (perkara): tentang umurnya untuk apa dihabiskannya, masa

mudanya digunakan untuk apa, hartanya dari mana diperoleh dan ke mana dibelanjakan, serta

bagaimana di mengamalkan ilmunya” HR at-Tirmidzi (no. 2416) dan lain-lain, dinyatakan hasan

oleh syaikh al-Albani.

Akan tetapi bersamaan dengan itu, masa muda adalah masa yang penuh dengan godaan

untuk memperturutkan hawa nafsu. Seorang pemuda yang sedang dalam masa pertumbuhan fisik

maupun mental, banyak mengalami gejolak dalam pikiran maupun jiwanya, yang ini sering

menyebabkan dia mengalami keguncangan dalam hidup dan berusaha sekuat tenaga untuk

melepaskan diri dari berbagai masalah tersebut

Dalam kondisi seperti ini, tentu peluang untuk terjerumus ke dalam keburukan dan

kesesatan yang dibisikkan oleh setan sangat besar sekali, apalagi Iblis yang telah bersumpah di

hadapan Allah U bahwa dia akan menyesatkan manusia dari jalan-Nya dengan semua cara yang

mampu dilakukannya, tentu dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Di sinilah terlihat

peran besar agama Islam sebagai petunjuk yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kepada umat

manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka di dunia dan akhirat.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata, “Sesungguhnya sebab-sebab (yang

mendukung terjadinya) penyimpangan dan (banyak) masalah (di kalangan) para pemuda sangat

banyak dan bermacam-macam, karena manusia di masa remaja akan mengalami pertumbuhan

besar pada fisik, pikiran dan akalnya. Karena masa remaja adalah masa pertumbuhan, sehingga

timbullah perubahan yang sangat cepat (pada dirinya). Oleh karena itulah, dalam masa ini sangat

dibutuhkan tersedianya sarana-sarana untuk membatasi diri, mengekang nafsu dan pengarahan

yang bijaksana untuk menuntun ke jalan yang lurus” Kitab “Min musykilaatisy syabaab” (hal.

12)

Kemudian syaikh al-‘Utsaimin menjelaskan sebab-sebab yang harus ditempuh untuk

memperbaiki ahklak para pemuda berdasarkan petunjuk agama Islam, di antaranya adalah:

1. Memanfaatkan waktu luang secara maksimal

Waktu luang bisa menjadi penyakit yang membinasakan pikiran, akal dan potensi fisik

manusia, karena diri manusia harus beraktifitas dan berbuat. Jika diri manusia tidak beraktifitas

maka pikirannya akan beku, akalnya akan buntu dan aktifitas dirinya akan lemah, sehingga

hatinya akan dikuasai bisikan-bisikan pemikiran buruk, yang terkadang akan melahirkan

keinginan-keinginan buruk

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ ‫الص َّحةُ َو ْالفَ َرا‬


«‫غ‬ ِ َّ‫ير ِمنَ الن‬
ِ :‫اس‬ ٌ ‫َان َم ْغب‬
ٌ ِ‫ُون فِي ِه َما َكث‬ ِ ‫» ِن ْع َمت‬

“Ada dua nikmat (dari Allah Ta’ala) yang kurang diperhatikan oleh banyak manusia (yaitu)

kesehatan dan waktu luang” HSR al-Bukhari (no. 6049)


Untuk mengatasi hal ini, hendaknya seorang pemuda berupaya (untuk mengisi waktu

luangnya) dengan kegiatan yang cocok (dan bermanfaat) untuknya, seperti membaca, menulis,

berwiraswasta atau kegiatan lainnya, untuk menghindari kekosongan aktifitas dirinya, dan

menjadikannya sebagai anggota masyarakat yang berbuat (kebaikan) untuk dirinya dan orang

lain.

2. Memilih teman bergaul yang baik

Hal ini sangat mempengaruhi akal, pikiran dan tingkah laku para pemuda. Oleh karena

itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ فلينظر أحدكم من يخالل‬،‫المرء على دين خليله‬

“Seorang manusia akan mengikuti agama teman dekatnya, maka hendaknya salah

seorang darimu melihat siapa yang dijadikan teman dekatnya” HR Abu Dawud (no. 4833), at-

Tirmidzi (no. 2378) dan al-Hakim (4/189), dinyatakan shahih oleh al-Hakim dan disepakati oleh

adz-Dzahabi, serta dihasankan oleh syaikh al-Albani.

Dalam hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan teman

duduk (bergaul) yang baik dan teman duduk (bergaul) yang buruk (adalah) seperti pembawa

(penjual) minyak wangi dan peniup al-kiir (tempat menempa besi), maka penjual minyak wangi

bisa jadi dia memberimu minyak wangi, atau kamu membeli (minyak wangi) darinya, atau

(minimal) kamu akan mencium aroma yang harum darinya. Sedangkan peniup al-kiir (tempat

menempa besi) bisa jadi (apinya) akan membakar pakaianmu atau (minimal) kamu akan

mencium aroma yang tidak sedap darinya” HSR al-Bukhari (no. 5214) dan Muslim (no. 2628).
Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan duduk dan bergaul dengan orang-orang

yang baik akhlak dan tingkah lakunya, karena pengaruh baik yang ditimbulkan dengan selalu

menyertai mereka, sekaligus menunjukkan larangan bergaul dengan orang-orang yang buruk

akhlaknya dan pelaku maksiat karena pengaruh buruk yang ditimbulkan dengan selalu menyertai

mereka

Oleh karena itu, hendaknya seorang pemuda berusaha mencari teman bergaul orang-

orang yang baik dan shaleh serta berakal, agar dia bisa mengambil manfaat dari kebaikan,

keshalehan dan akalnya. Maka hendaknya seorang pemuda menimbang keadaan orang-orang

yang akan dijadikan teman bergaulnya, dengan meneliti keadaan dan akhlak mereka.

3. Memilih sumber bacaan yang baik dan bermanfaat

Mengkonsumsi sumber-sumber bacaan yang merusak, baik berupa artikel, surat kabar,

majalah dan lain-lain, akan menyebabkan pendangkalan akidah dan agama seseorang, serta

menjerumuskannya ke dalam jurang kebinasaan, kekafiran dan keburukan akhlak. Khususnya

jika pemuda tersebut tidak memiliki latar belakang pendidikan agama yang kuat dan pola pikir

yang benar untuk dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, serta yang bermanfaat

dan membinasakan.

Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya seorang pemuda menjauhi sumber-sumber

bacaan tersebut, dan beralih kepada sumber-sumber bacaan lain yang akan menumbuhkan dalam

hatinya kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta menyuburkan

keimanan dan amal shaleh dalam dirinya. Dan hendaknya dia bersabar dalam melakukan semua

itu, karena hawa nafsunya akan menuntut dia dengan keras untuk kembali membaca bacaan-
bacaan yang telah biasa dikonsumsinya, dan menjadikannya bosan serta jenuh untuk membaca

bacaan-bacaan lain yang bermanfaat. Ibaratnya seperti orang yang berusaha melawan hawa

nafsunya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah, tapi nafsunya enggan dan selalu ingin

melakukan perbuatan yang sia-sia dan salah.

Anda mungkin juga menyukai