PENDAHULUAN
seperti radikal bebas, sehingga hati dapat dikatakan sebagai fungsi pertahanan dan
pelindung tubuh (Linawati, dkk., 2008). Paparan yang tinggi dari berbagai polutan
kerusakan hati salah satunya berupa peradangan pada sel hati. Peradangan pada
hati terjadi bila kemampuan hati dalam menjalankan fungsinya sudah melewati
ambang batas.
hati yang terjadi secara difusa dan dapat menyebabkan komplikasi parah bahkan
(Depkes) tahun 2014 menyatakan sebanyak 1,5 juta penduduk dunia setiap
kematian 2 kali lipat dibanding dengan riset yang dilakukan pada tahun 2007 dan
2013.
dengan tahun 2007, yaitu 0,6% pada tahun 2007 menjadi 1,2% pada tahun 2013.
Pada tahun 2013 lima prevalensi hepatitis tertinggi berada di Nusa Tenggara
Timur (1,3%), Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi Tengah (2,3%)
1
2
dan Maluku (2,3%). Provinsi Aceh menduduki posisi 8 tertinggi dari provinsii
yang ada di Indonesia yang memiliki angka prevalensi di atas rata-rata nasional,
tertinggi setelah Kabupaten Aceh Timur, yaitu dengan prevalensi hepatitis 3,1%,
juga dapat disebabkan oleh zat toksik (hepatitis toksik), karena kerusakan hati
yang terjadi adalah akibat zat-zat yang bersifat toksik terhadap hati (Hamidy, dkk.
2009).
(Corwin, 2009). Pemberian pewarna sintesis makanan golongan azo dalam kadar
hepatosit yang dapat terlihat dalam waktu cepat berupa peradangan dan
degenerasi lemak pada hepatosit, sehingga berakhir dengan kematian sel (Al-
kuning pada beberapa produk pangan (Amin et al., 2010). Produk yang
3
minuman berenergi, puding instan, sereal, custard bubuk, es kirm, permen dan
lain-lain. Selain itu juga dipakai pada produk sabun, shampoo, kosmetik,
seperti vitamin, obat resep dan obat kapsul juga mengandung tartrazine (Ekasari,
2010).
tentang bahan tambahan makanan (BTM), kadar tartrazine untuk minuman dan
makanan cair yaitu 70 µg/ml dalam setiap produk siap konsumsi. Berdasarkan
data BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sesuai ADI (Acceptable Daily
Intake) penggunaan tartrazine di Indonesia, yaitu 0 sampai 7,5 mg/kg berat badan
tartrazine dan lebih merekomendasikan pewarna alami seperti beta karoten. Efek
samping dari tartrazine ini dapat merusak beberapa organ tertentu seperti hati,
percobaan pada hewan coba tius putih (Rattus Norvegicus) jantan. Dosis yang
digunakan adalah dosis yang telah ditetapkan BPOM yaitu 0 sampai 7,5 mg/kg
mg/150grBB/hari.
terutama produk makanan. Jenis dari pewarna makanan dapat dibedakan menjadi
pewarna alami dan pewarna sistesis. Penggunaan dari pewarna sintesis dalam
sifatnya yang praktis. Tartrazine merupakan salah satu jenis pewarna sintesis yang
terhadap Gambaran nekrosis Hepatosit pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan
galur wistar.
galur wistar.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tartrazine
Tartrazine adalah salah satu jenis pewarna sintetik yang terdaftar atau
Selain untuk makanan dan minuman tartrazine juga digunakan untuk kosmetik
Pewarna sintetik makanan tartrazine ini mempunyai sifat yang mudah larut
dalam air. Kelarutannya dalam alkohol 95% hanya sedikit, namun dalam gliserol
dan glikol mudah larut. Tartrazine tahan terhadao cahaya, asam asetat, HCl dan
NaOH 10%. NaOH 30% akan menjadikan warna berubah menjadi kemerah-
merahan. Tartrazine mudah luntur karena oksidator, FeSO4 membuat larutan zat
(JECFA, 2002).
7
8
dibawah ini:
Penyerapan,
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Biotransformasi
Distribusi HEPAR Metabolisme
azo obligasi/
oksidasi sitokrom
p-450
Ikatan Kovalen
zat kimia
dengan protein Komplek Apoprotein Imuonogenik
intrasel
Kerusakan sel
hepar
Keterangan:
: Variabel perancu
9
10
menggunakan hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar
Waktu penelitian ini mulai dari bulan April 2017 sampai Desember 2017.
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur
wistar.
1. Kriteria Inklusi
11
12
2. Kriteria Eksklusi
b. Tikus tampak sakit dan tidak bergerak secara aktif (ciri-ciri tikus yang
sakit adalah sulit makan, kurus, bulunya berdiri, rambut kusam atau
(n-1) (t-1) ≥ 15
(n-1) (4-1) ≥ 15
(n-1) 3 ≥ 15
(3n-3) ≥ 15
3n ≥ 18
n ≥ 18/3
n ≥6
13
perhitungan di atas maka didapatkan besar sampel pada penelitian ini adlah 6 ekor
tikus per kelompok. Untuk mengantisipasi adanya kemungkinan hewan coba yang
mati selama penelitian makan untuk masing-masing kelompok ditambah 10% dari
jumlah yaitu 1 ekor hewan coba pada setiap kelompok, jadi masing-masing
kelompok terdiri dari 7 ekor tikus. Total besar sampel = 4 kelompok x 7 = 28 ekor
Untuk menghindari bias karena variasi faktor umum dan berat badan maka
Randomisasi langsung dapat dilakukan karena sampel yang diambil dari tikus
putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar sudah memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi sehingga dianggap cukup homogen. Semuanya diambil secara acak dari
Penelitian ini memiliki dua variabel, yaitu variabel independen (bebas) dan
Hewan coba yang digunakan tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur
wistar yang berusia 8012 minggu dengan berat bada 150±10 gram.
Hewan coba pada penelitian ini akan diberi pakan BR-2 dan minum
Aquades
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah pewarna sintesis
makanan tartrazine.
dan bahan untuk pembuatan preparat histopatologi hati yaitu formalin 10%,
alkohol 95% atau 100% xylol, paraffin, larutan hematoksilin, larutan ammonia
ukur, pipet tetes, spuit 1cc, sonde lambung, tabung kaca penyimpanan organ, alat
Ethical Clearance dari Komisi Etik Penelitian Lembaga Peneliti Muda Kesehatan
Aceh.
Hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar dibagi
sampling), untuk mencegah bias variasi faktor umur dan berat badan, dimana
menggunakan spidol permanen pada bagian ekor. Setelah itu, tikus diaklimatisasi
selama 7 hari sebelum diberi perlakuan. Hewan coba ditempatkan dalam kandang
yang telah dipersiapkan dan diatasnya ditutup dengan kawat penutup. Selama
aklimatisasi, tikus diberi diet standar berupa pakan BR-2 dan minum aquades ad
libitum, dipelihara dalam ruangan berventilasi cukup dan suhu ruangan berkisar
diatur dengan siklus 12 jam terang dan12 jam gelap. Siklus terang dimulai dari
Dosis yang akan digunakan pada penelitian ini dihitung berdasarkan dosis
b. Kelompok II = 7 mg/150grBB/hari
dosis yang dibutuhkan untuk perlakuan tikus. Tartrazine dicampur dan diaduk
diberikan secara peoral sebanyak dosis di atas yang dicampurkan dan diaduk
pada volume normal lambung tikus yaitu 3-5 ml. Jika pemberian lebih dari 1 ml
dikhawatirkan tidak ada cukup ruang untuk makanan dan minuman yang
ml dimasukkan dalam spuit 1cc yang telah dipasang sonde lambung. Larutan ini
hewan coba.
Setelah aklimatisasi selama 7 hari, pada hari ke-8 hingga hari ke-29 hewan
coba akan diberi perlakuan berupa pemberian sonde lambung larutan pewarna
a. Kelompok kontrol
secara ad libitum.
b. Kelompok I
c. Kelompok II
d. Kelompok III
Pada hari ke-30 semua hewan coba akan dikorbankan sesuai dengan
kesehatan. Setelah dikorbankan hewan coba akan di bedah dan di ambil hatinya
lalu dimasukkan dalam tabung kaca yang sudah diberi larutan pengawet buffer
1. Pemotongan Gross
mm.
2. Pengawetan/Fiksasi
3. Pengeblokan/Embedding
kali yang disebut dengan proses dehidrasi kemudian akan dilakukan proses
pada kotak kertas yang berisi praffin cair dengan suhu oven 55oC selama 1
jam sebanyak 4 kali setlah itu tanam jaringan pada parafin blok
(Embedding).
4. Penyayatan
kecil, kemudian letakkan pada water bath (30oC) dan sayatan sudah
20
jam.
kemudian cuci dengan air mengalir selama 15 menit. Pengecatan inti akan
menit. Setelah itu berikan Alkohol asam 1 dip dan cuci dengan air
Carbonat selama 10-20 detik dan cuci dengan air mengalir selama 15
menit.
kali untuk dehidrasi dan keringkan dengan kain kasa pada sekitar jaringan.
Xylol selama 15 menit dan tutup dengan deck glass lalu direkatkan
K P1 P2 P3
7 ekor 7 ekor 7 ekor 7 ekor
histopatologi hati pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar dari
kelompok paparan tartrazine dan kelompok kontrol. Data yang diperoleh akan
22
dan disajikan dalam bentuk tabel, kemudian dilakukan penilaian dengan analisis
varian, yaitu uji One Way ANOVA. Syarat untuk dilakukannya uji uji One Way
ANOVA adalah data terdistribusi normal dan seluruh varian data homogen, maka
karena itu dilakukannya uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui apakah data sudah
terdistribusi secara normal dan uji Variasi Homogenitas untuk mengetahui apakah
seluruh varian data homogen. Uji One Way ANOVA dengan derajar kepercayaan
yang digunakan adlaah 95% (α=0,05), jika P-value lebih kecil dari α (p<0,05),
dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference (LSD) Post Hoc Test untuk
syarat uji One Way Anova tidak terpenuhi, seperti data tidak berdistribusi normal
dan tidak homogen, maka data dianalisis dengan uji Non-Parametric yaitu uji
Kruskal-Wallis.
DAFTAR PUSTAKA
23