Aryadi Nurfalaq
(aryadinurfalaq@yahoo.co.id/aryadinurfalaq@gmail.com)
Pascasarjana Teknik Geologi, Universitas Hasanuddin
A. MAGMA
Magma adalah material yang dihasilkan oleh peleburan dan pemanasan
local batuan dalam inti bumi. Paling banyak batuan panas pada temperatur 800
hingga 1200oC. Ketika magma mendingin, maka ini menjadi mengeras oleh
penghabluran mozaik mineral kebentuk batuan beku (Walthan, 2009). Magma
yang mempunyai berat jenis lebih ringan dengan batuan sekelingnya, maka
magma tersebut akan berusaha naik melalui rekahan-rekahan yang ada dalam
litosfer hingga akhirnya mampu mencapai permukaan bumi. Apabila magma
keluar melalui aktivitas vulkanik maka dan mengalir ke permukaan maka ini sebut
lava. Magma dalam perjalanannya dapat juga mulai kehilangan mobilitasnya
ketika masih berada di dalam litosfer dan membentuk dapur-dapur magma
sebelum mencapai permukaan. Dalam situasi ini, magma akan membeku
ditempat, dimana ion-ion didalamnya akan mulai kehilangan gerak bebasnya
kemudian menyusun diri dan membentuk batuan beku. Unsur-unsur utama
menyusun magma adalah oksigen O2, silicon (Si), Aluminium (Al), Kalsium (Ca),
Natrium (Na), Kalium (K), Besi (Fe) dan magnesium (Mg).
1
B. DIFERENSIASI MAGMA
Pada pembentukan endapan, beberapa proses atau kombinasi proses
haruslah membawa dan melokalisir pengayaan satu mineral atau lebih. Untuk
mengklasifikasi endapan mineral, dilakukan melalui proses pengelompokan dasar
(principal consentrating process). Mineral terkonsentrasi dalam lima cara:
1. Konsentrasi oleh panas, larutan (mengandung air) mengalir melalui
rekahan dan pori dalam batuan kerak, membentuk endapan mineral
hidrotermal.
2. Konsentrasi oleh proses magmatik dalam tubuh batuan beku membentuk
endapan mineral magmatik.
3. Konsentrasi oleh pengendapan (presipitasi) air danau atau air laut
menghasilkan endapan sedimenter.
4. Konsentrasi oleh aliran air dalam arus atau sepanjang pantai, membentuk
placer.
5. Konsentrasi akibat proses pelapukan membentuk endapan mineral residual
2
Gambar 1. Mekanisme diferensiasi magma pada fase magmatik cair
3
sehingga merubah komposisi magma. Jika batuan dinding kaya akan
sodium, potasium dan silikon, magma akan berubah menjadi
komposisi granitik. Jika batuan dinding kaya akan kalsium,
magnesium dan besi, magma akan berubah menjadi berkomposisi
gabroik.
f) Thick Horizontal Sill, secara umum bentuk ini memperlihatkan proses
diferensiasi magmatik asli yang membeku karena kontak dengan
dinding reservoir. Jika bagian sebelah dalam membeku, terjadi crystal
settling dan menghasilkan lapisan, dimana mineral silikat yang lebih
berat terletak pada lapisan dasar dan mineral silikat yang lebih ringan.
2. Fase Pegmatitis – Pneumatolitis (600oC– 450oC):
Pada fase ini terjadi pemisahan yang luar biasa dari unsur – unsur volatil
larutan magma sisa pada kondisi tekanan yang cukup besar. Larutan magma
sisa ini sebagian menerobos batuan yang telah ada melalui rekahan dan
kemudian membentuk cebakan pegmatitis. Setelah temperatur mulai menurun
(550oC – 450oC), akumulasi gas mulai membentuk mineral. Pada penurunan
temperatur selanjutnya ( 450oC ), volume unsur volatil semakin menurun dan
kemudian membentuk endapan mineral yang disebut cebakan pneumatolitis.
3. Fase hidrotermal (<450oC)
Pada fase terakhir ini keadaan larutan magma sisa sangat encer, tekanan gas
menurun dengan cepat dan setelah temperatur mencapai titik kritik air
(372oC), mulailah terbentuk cebakan hidrotermal. Proses pembentukan
mineral pada fase ini berlangsung terus hingga mencapai tahap akhir
pembekuan semua larutan magma sisa ( 100oC – 500oC ).
4
Di sebelah kiri reaksi ditandai dengan mengkristalnya olivine pada suhu
yang sangat tinggi. Temperatur menurun terus dan pembentukan mineral berjalan
sesuai temperaturnya. Mineral terakhir yang terbentuk adalah biotit. Mineral yang
terbentuk pertama adalah mineral yang sangat tidak stabil dan mudah sekali
terubah menjadi mineral lain terutama mineral yang ada di bawahnya. sedangkan
mineral yang terbentuk pada temperatur yang rendah adalah mineral yang paling
stabil.
Agar fraksinasi kristal dapat bekerja, maka kristal tersebut harus menjadi
sebuah mekanisme alami yang dapat menghapus kristal dari magma atau
setidaknya memisahkan kristal sehingga kristal-kristal tidak bisa lagi bereaksi
dengan cairan. Beberapa mekanisme yang dapat beroperasi di alam di antaranya :
1. Pengendapan/Pengapungan Kristal
Secara umum, membentuk kristal dari
magma akan memiliki kerapatan yang
berbeda dari cairan.
Jika kristal memiliki densitas lebih
tinggi dari cairan, Kristal tersebut akan
cenderung tenggelam atau mengendap
di dasar tubuh magma. Lapisan
pertama yang mengendap akan tetap
berada dalam kontak dengan magma,
tetapi kemudian akan menjadi di
kubur oleh pengendapan kristal
selanjutnya sehingga Kristal tersebut
secara efektif menghilang dari cairan.
Jika kristal memiliki densitas yang
lebih rendah dalam magma, mereka akan cenderung untuk mengapung
atau naik ke atas tubuh magma. Sekali lagi lapisan pertama yang
terakumulasi di bagian atas tubuh magma awalnya akan kontak dengan
cairan, tetapi kristal lebih banyak mengapung ke atas dan terakumulasi,
lapisan sebelumnya terbentuk akan menghilangkan secara efektif kontak
dengan cairan.
2. Kristalisasi ke dalam,
Karena tubuh magma panas dan batuan yang mengelilingi diharapkan akan
lebih dingin, panas akan bergerak ke luar menjauh dari magma. Jadi, dinding
5
dari tubuh magma akan lebih dingin, dan kristalisasi diharapkan akan
mengambil tempat pertama dalam bagian yang lebih dingin dari magma dekat
dinding. Magma kemudian akan diharapkan untuk mengkristal dari dinding ke
dalam. Sama seperti dalam contoh di atas,
lapisan pertama dari kristal diendapkan masih
akan di kontak dengan cairan, tapi akhirnya
akan menjadi terkubur oleh kristal kemudian
dan efektif akan dihapus dari kontak dengan
cairan.
Gambar 3. Diferensiasi Magma di Kilauea Iki Lava Lake (Fang-Zheng Teng,et.al, 2008)
6
Gambar 4. Diferensiasi Magma di Kilauea Iki Lava Lake (Zheng Teng,et.al, 2008
Variasi FeOtotal, rasio F3+ /∑Fe, dan nilai δ56 sebagai fungsi kadar MgO
dalam sampel batuan. Sampel dengan MgO > 11 wt % adalah melt + olivene
phenocrysts. MgO < 11 wt % reflect fraksional kristalisasi olivine (Ol), diikuti
oleh augite (Aug), plagioklas (Plag), dan Oksida Fe-Ti. Lingkaran abu-abu
menggambarkan semua sampel.
7
Gambar 6. Pemodelan variasi isotop Fe selama proses differensiasi
magma di Kilauea Iki lava lake (Zheng Teng,et.al, 2008)
8
C. GANESA CEBAKAN MINERAL KARENA ENDAPAN MAGMA
9
Adapun menurut M. Bateman dalam Sudradjat (1982) membagi proses
pembentukan mineral ke dalam beberapa proses yang menghasilkan jenis mineral
tertentu baik yang bernilai ekonomis maupun mineral yang hanya bersifat sebagai
gangue mineral, proses tersebut adalah sebagai berikut:
a. Early Magmatic Proscess
Proses ini sebagian besar berasal dari magma primer yang bersifat
ultrabasa lalu mengalami pendinginan dan pembekuan membentuk
mineral-mineral silikat dan bijih. Pada temperatur tinggi > 600oC fase
magmatik cair mulai membentuk mineral-mineral baik logam maupun non
logam. Asosiasi mineral yang terbentuk sesuai dengan temperatur
pendinginan pada saat itu. Early magmatic yang terbagi atas :
Bila tidak terjadi konsentrasi, maka mineral bijih yang terbentuk akan
tersebar merata (dissemination), contoh endapannya Intan
Apabila terjadi diferensiasi kristalisasi (biasa/gravitasi), maka mineral-
mineral yang terbentuk bisa terkonsentrasi (segregation) pada tempat-
tempat tertentu.
Apabila terjadi penerobosan/injeksi (injection) ke tempat lain maka
mineral-mineral yang sudah terbentuk akan berpindah dan
terkonsentrasi di tempat lain, contoh magmatik Kiruna
b. Late magmatik Process
Sebagian magma yang belum membentuk mineral; berupa sisa
daripada magma yang telah mengkristal pada “early magmatik
process” akan membentuk mineral secara terkonsentrasi karena proses
diferensiasi kristalisasi gravitasi (residual liquid segregation),
contohnya Magmatis Taberg Residual liquid injection, contohnya
magmatik Adirondack.
Magma yang tersisa setelah “early magmatik process” bisa
diinjeksikan ke tempat lain yang keadaan tekanannya lebih rendah
membentuk mineral-mineral berikutnya secara terkonsentrasi
(Residual liquid injection), contohnya sulfida Insizwa
Terjadi penerobosan (penetration) dan korosi larutan magma yang
tersisa terhadap mineral-mineral yang telah terbentuk pada early
magmatik process dan kemudian membentuk mineral-mineral
berikutnya secara terkonsentrasi (Immiseibleliquid separation and
accumulation), contohnya Vlackfontein, Afrika Selatan.
Magma yang tersisa membawa mineral-mineral yang telah terbentuk
pada early magmatik process ke tempat lain karena pengaruh injeksi
dan terkonsentrasi bersama-sama mineral lain yang terbentuk
kemudian (injection)
c. Pegmatisme
Setelah proses pembentukan magmatisme, larutan sisa magma (larutan
pegmatisme) yang terdiri dari cairan dan gas. Fase endapan ini ± 600-
450oC berupa larutan magma sisa. Asosiasi batuan umumnya berupa
granit.
10
d. Pneumatolisis
Setelah temperatur mulai turun ±550–450oC akumulasi gas mulai
membentuk mineral sampai pada temperatur 450oC volume unsur
volatilnya makin menurun karena membentuk cebakan pneumatolitis dan
tinggal larutan sisa magma yang makin encer. Unsur volatil akan bergerak
menerobos batuan beku yang telah ada dan batuan samping disekitarnya
kemudian akan membentuk mineral baik karena proses sublimasi maupun
karena reaksi unsur volatil tersebut dengan batuan yang diterobosnya
sehingga terbentuk endapan mineral yang disebut endapan pneumatolitis.
e. Proses hidrotermal
Merupakan proses pembentukan mineral yang terjadi oleh pengaruh
temperatut dan tekanan yang sangat rendah, dan larutan magma yang
terbentuk ini merupakan unsur volatil yang sangat encer yang terbentuk
setelah tiga tahapan sebelumnya. Secara garis besar endapan hidrotermal
dapat dibagi atas:
a) Endapan hipotermal, dengan ciri-ciri yaitu :
- Tekanan dan temperatur pembekuan relatif paling tinggi.
- Endapan berupa urat-urat dan korok yang berasosiasi dengan
intrusi dengan kedalaman yang besar.
- Asosiasi mineralnya berupa sulfida, misalnya pirit, kallopirit,
galena, dan spalerit serta oksidasi besi.
- Pada intrusi granit sering berupa nedapan logam Au, Pb, Sn, W,
dan Z.
b) Endapan Mesotermal, dengan ciri-ciri yaitu :
- Tekanan dan temperatur yang berpengaruh lebih rendah daripada
endapan hipotermal.
- Endapannya berasosiasi dengan batuan beku asam-basa dan dekat
dengan permukaan bumi.
- Tekstur akibat cavity filling jelas terlihat, sekalipun sering
mengalami proses penggantian antara lain berupa crustification dan
banding.
- Asosiasi mineralnya berupa sulfida, misalnya Au, Cu, Ag, As, Sb
dan oksida Sn.
- Proses pengayaan sering terjadi.
c) Endapan Epitermal, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
- Tekanan dan temperatur yang berpengaruh paling rendah.
- Tekstur penggantian tidak luas, jarang terjadi.
- Endapan bias dekat atau pada permukaan bumi.
- Kebanyakan teksturnya berlapis atau berupa fissure-vein.
- Struktur khas yang sering terjadi adalah cockade structure.
- Asosiasi mineral logamnya berupa Au dan Ag dengan mineral
ganguenya berupa klasit dan zeolit disamping kuarsa.
Adapun bentuk bentuk endapan mineral yang dapat dijumpai
sebagai endapan hidrotermal adalah sebagai cavity filling. Cavity filling
yaitu proses mineralisasi berupa pengisian ruang-ruang bukaan atau
rongga – rongga dalam batuan yang terdiri atas mineral-mineral yang
11
diendapkan dari larutan pada rekahan-rekahan batuan, yang berupa fissure
veins, shear-zonedeposits, stockworks, ladder veins, saddle – reefs, tension
crack fillings, breccia fillings (gold vein).
12
Tabel 1. Hasil analisis kimia unsur Au, Ag, Cu, Pb, Zn di Kawasan Kubah Baya
(Widi, B.N, 2007)
13
Gambar 9. Olivin-Plagioklas dan Ortopiroksin-kovarian Plagioklas dalam lava
Gunung Glass dan mineral yang dihasilkan dalam melting eksperimen
(Grove, L.T,.et.al, 1997)
Gambar 10. Variasi MgO versus K2O dalam inklusi, lava, dan secara eksperimen
menghasilkan cairan(Grove, L.T,.et.al, 1997)
14
Gambar 11. a). Model konveksi mantel dalam bumi dan kenaikan mantel plume
(Davies dan Richard dalam Pirajno, 2007). b). Model mantel plume
(Campbell dan Griffiths dalam Pirajno, 2007). c). Uplift dan hasil
ekstensi dalam pemekaran dan melting dekompresi kepala plume
(Saunders et al dalam Pirajno, 2007). Melting dari hasil mantel litosfer
subkontinental metasomatik dalam magmatisme alkalin dimana
melting kerak bagian bawah menggeneret A-tipe magma (Pirajno,
2007)
15
Gambar 12. Model Geologi Jenis Endapan Tembaga Porphyry di Amerika
Selatan
Batugamping di dekat intrusi bereaksi dengan larutan hidrotermal dan
sebagian digantikan oleh mineral-mineral tungsten, tembaga, timbal dan seng
(dalam kontak metasomatik atau endapan skarn). Jika larutan bergerak melalui
rekahan yang terbuka dan logam-logam mengendap di dalamnya (urat emas-
kuarsa-alunit epithermal), sehingga terbentuk endapan tembaga, timbal, seng,
perak, dan emas.
16
DAFTAR PUSTAKA
Eason, D.E. 2009. Magmatic Processes at Mid-Ocean Ridges: Evidence for High-
Pressure Crystallization and Crustal Assimilation. Hawai: A Dissertation
Submitted to The Graduate Division of The University of Hawai
Grove, L.T.,et.al. 1997. Magmatik Processes that Generated the Rhyolite of Glass
Mountain, Medicine Lake Volcano, N. California. Springer: ---
Mahasiswa Magister Teknik Geologi Angk. ’10. 2010. Geologi Endapan Mineral
(Dipakai untuk Kalangan Sendiri). Makassar : Program Magister Teknik
Geologi Universitas Hasanuddin
17
Teng, Fang-Zhen, dkk. 2008. Iron Isotope Fractionation During Magmatic
Differentiation in Kilauea Iki Lava Lake. --- : Science
Zellmer, G.F., et al. 2008. On the Recent Bimodal Magmatic Processes and Their
Rates in the Torfajökull–Veidivötn Area, Iceland. --- : Elsevier
18