Anda di halaman 1dari 18

Dipresentasikan dalam mata kuliah Alterasi dan Mineralisasi

Program Pascasarjana Teknik Geologi, Universitas Hasanuddin


2011

PROSES DAN GANESA CEBAKAN MINERAL


KARENA ENDAPAN MAGMA

Aryadi Nurfalaq
(aryadinurfalaq@yahoo.co.id/aryadinurfalaq@gmail.com)
Pascasarjana Teknik Geologi, Universitas Hasanuddin

A. MAGMA
Magma adalah material yang dihasilkan oleh peleburan dan pemanasan
local batuan dalam inti bumi. Paling banyak batuan panas pada temperatur 800
hingga 1200oC. Ketika magma mendingin, maka ini menjadi mengeras oleh
penghabluran mozaik mineral kebentuk batuan beku (Walthan, 2009). Magma
yang mempunyai berat jenis lebih ringan dengan batuan sekelingnya, maka
magma tersebut akan berusaha naik melalui rekahan-rekahan yang ada dalam
litosfer hingga akhirnya mampu mencapai permukaan bumi. Apabila magma
keluar melalui aktivitas vulkanik maka dan mengalir ke permukaan maka ini sebut
lava. Magma dalam perjalanannya dapat juga mulai kehilangan mobilitasnya
ketika masih berada di dalam litosfer dan membentuk dapur-dapur magma
sebelum mencapai permukaan. Dalam situasi ini, magma akan membeku
ditempat, dimana ion-ion didalamnya akan mulai kehilangan gerak bebasnya
kemudian menyusun diri dan membentuk batuan beku. Unsur-unsur utama
menyusun magma adalah oksigen O2, silicon (Si), Aluminium (Al), Kalsium (Ca),
Natrium (Na), Kalium (K), Besi (Fe) dan magnesium (Mg).

Berdasarkan analisis kimia berbagai batuan beku (Arsyad, 2002), maka


magma dapat dibedakan menjadi tiga macam yakni:
1. Magma basaltis (basaltic magma), mengandung 50% SiO2, bersuhu tinggi
antara 900-1200oC dan viskositasnya rendah dan mudah mengalir. Contoh
batuannya adalah basalt
2. Magma asam (rhyolity magma), berkomposisi SiO2 antara 60% hingga 70%,
bersuhu rendah dibawah 800oC, dengan viskositas yang tinggi. Karena
memiliki viskositas yang tinggi maka magma ini lebih kental dan memiliki
mobilitas yang rendah, Misalnya riorit.
3. Magma intermediet, berkomposisi SiO2 berada antara magma basa dan
magma asam, misalnya andesit.

Selain komposisi magma induk (parent magma) yang menjadikan batuan


beku beragam, juga proses-proses diferensial dan asimilasi magma yang akan kita
bahas kemudian.

1
B. DIFERENSIASI MAGMA
Pada pembentukan endapan, beberapa proses atau kombinasi proses
haruslah membawa dan melokalisir pengayaan satu mineral atau lebih. Untuk
mengklasifikasi endapan mineral, dilakukan melalui proses pengelompokan dasar
(principal consentrating process). Mineral terkonsentrasi dalam lima cara:
1. Konsentrasi oleh panas, larutan (mengandung air) mengalir melalui
rekahan dan pori dalam batuan kerak, membentuk endapan mineral
hidrotermal.
2. Konsentrasi oleh proses magmatik dalam tubuh batuan beku membentuk
endapan mineral magmatik.
3. Konsentrasi oleh pengendapan (presipitasi) air danau atau air laut
menghasilkan endapan sedimenter.
4. Konsentrasi oleh aliran air dalam arus atau sepanjang pantai, membentuk
placer.
5. Konsentrasi akibat proses pelapukan membentuk endapan mineral residual

Pada umumnya jenis endapan logam terbentuk karena proses mineralisasi


yang diakibatkan oleh aktivitas magma. Pembentukan mineral tersebut terjadi
baik pada batuan beku sebagai induknya maupun pada batuan samping yang ikut
terpengaruh karena proses magmatisme tersebut. Selama pergerakan magma ke
permukaan maka proses – proses seperti diferensiasi, asimilasi dan kristalisasi
akan berlangsung seiring dengan perubahan temperatur pada tubuh magma yang
kemudian diikuti oleh proses pembekuan. Jenis – jenis batuan beku yang
terbentuk masing – masing dicirikan oleh komposisi mineral yang berbeda sesuai
dengan komposisi magma dan temperatur pembekuannya. Karena proses
diferensiasi magma yang terjadi, maka jenis dan komposisi mineral yang
terbentuk bisa terdiri dari berbagai macam mineral logam maupun non logam.

Proses pembentukan cebakan mineral logam karena diferensiasi magma


(Alan M. Bateman dalam Sudradjat, 1982) secara umum dalam tiga fase sebagai
berikut:
1. Fase Magmatik Cair/Liquid Magmatic Phase (> 600oC):
Fase ini merupakan awal pembentukan mineral – mineral baik logam maupun
non logam yang dicirikan oleh terjadinya pemisahan unsur – unsur kurang
volatil berupa mineral – mineral silikat. Karena penurunan temperatur yang
berlangsung menerus, maka terbentuklah mineral – mineral berikutnya yang
dicirikan oleh unsur – unsur lebih volatil pada kondisi tekanan yang semakin
besar. Cebakan mineral yang terbentuk pada fase ini disebut cebakan
magmatis.

2
Gambar 1. Mekanisme diferensiasi magma pada fase magmatik cair

Pada gambar di atas terjadi beberapa proses diantaranya :


a) Vesiculation, magma yang mengandung unsur-unsur volatil seperti air
(H2O), karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2), sulfur (S) dan
klorin (Cl). Pada saat magma naik ke permukaan bumi, unsur-unsur ini
membentuk gelombang gas, seperti buih pada air soda. Gelombang
(buih) cenderung naik dan membawa serta unsur-unsur yang lebih
volatil seperti sodium dan potasium.
b) Diffusion, pada proses ini terjadi pertukaran material dari magma
dengan material dari batuan yang mengelilingi reservoir magma,
dengan proses yang sangat lambat. Proses difusi tidak seselektif
proses-proses mekanisme diferensiasi magma yang lain. Walaupun
demikian, proses difusi dapat menjadi sama efektifnya, jika magma
diaduk oleh suatu pencaran (convection) dan disirkulasi dekat dinding
dimana magma dapat kehilangan beberapa unsurnya dan mendapatkan
unsur yang lain dari dinding reservoir.
c) Flotation, kristal-kristal ringan yang mengandung sodium dan
potasium cenderung untuk memperkaya magma yang terletak pada
bagian atas reservoir dengan unsur-unsur sodium dan potasium.
d) Gravitational Settling, mineral-mineral berat yang mengandung
kalsium, magnesium dan besi, cenderung memperkaya resevoir magma
yang terletak di bawah reservoir dengan unsur-unsur tersebut. Proses
ini mungkin menghasilkan kristal badan bijih dalam bentuk perlapisan.
Lapisan paling bawah diperkaya dengan mineral-mineral yang lebih
berat seperti mineral-mineral silikat dan lapisan di atasnya diperkaya
dengan mineral-mineral silikat yang lebih ringan.
e) Assimilation of Wall Rock, Selama emplacement magma, batu yang
jatuh dari dinding reservoir akan bergabung dengan magma. Batuan ini
bereaksi dengan magma atau secara sempurna terlarut dalam magma,

3
sehingga merubah komposisi magma. Jika batuan dinding kaya akan
sodium, potasium dan silikon, magma akan berubah menjadi
komposisi granitik. Jika batuan dinding kaya akan kalsium,
magnesium dan besi, magma akan berubah menjadi berkomposisi
gabroik.
f) Thick Horizontal Sill, secara umum bentuk ini memperlihatkan proses
diferensiasi magmatik asli yang membeku karena kontak dengan
dinding reservoir. Jika bagian sebelah dalam membeku, terjadi crystal
settling dan menghasilkan lapisan, dimana mineral silikat yang lebih
berat terletak pada lapisan dasar dan mineral silikat yang lebih ringan.
2. Fase Pegmatitis – Pneumatolitis (600oC– 450oC):
Pada fase ini terjadi pemisahan yang luar biasa dari unsur – unsur volatil
larutan magma sisa pada kondisi tekanan yang cukup besar. Larutan magma
sisa ini sebagian menerobos batuan yang telah ada melalui rekahan dan
kemudian membentuk cebakan pegmatitis. Setelah temperatur mulai menurun
(550oC – 450oC), akumulasi gas mulai membentuk mineral. Pada penurunan
temperatur selanjutnya ( 450oC ), volume unsur volatil semakin menurun dan
kemudian membentuk endapan mineral yang disebut cebakan pneumatolitis.
3. Fase hidrotermal (<450oC)
Pada fase terakhir ini keadaan larutan magma sisa sangat encer, tekanan gas
menurun dengan cepat dan setelah temperatur mencapai titik kritik air
(372oC), mulailah terbentuk cebakan hidrotermal. Proses pembentukan
mineral pada fase ini berlangsung terus hingga mencapai tahap akhir
pembekuan semua larutan magma sisa ( 100oC – 500oC ).

Sebelah kiri dari urutan reaksi tersebut mewakili mineral-mineral gelap


atau mineral felsik sedangkan urutan pengkristalan mineral sebelah kanan
mewakili mineral-mineral terang.

Gambar 2. Deret Reaksi Bowen

4
Di sebelah kiri reaksi ditandai dengan mengkristalnya olivine pada suhu
yang sangat tinggi. Temperatur menurun terus dan pembentukan mineral berjalan
sesuai temperaturnya. Mineral terakhir yang terbentuk adalah biotit. Mineral yang
terbentuk pertama adalah mineral yang sangat tidak stabil dan mudah sekali
terubah menjadi mineral lain terutama mineral yang ada di bawahnya. sedangkan
mineral yang terbentuk pada temperatur yang rendah adalah mineral yang paling
stabil.

Mineral-mineral yang sebelah kanan diwakili oleh mineral kelompok


plagioklas. Anortit adalah mineral yang pertama kali terbentuk pada suhu tinggi
dan banyak terdapat dalam batuan beku basa seperti gabro atau basal. Andesin
terbentuk pada suhu menengah dan terdapat pada batuan beku diorit atau andesit,
Sedangkan mineral yang terbentuk pada temperatur rendah adalah albit, mineral
ini banyak tersebar pada batuan beku asam seperti granit atau riolit. Mineral-
mineral sebelah kanan dan kiri bertemu pada mineral potasium feldspar,
muskovit, dan terakhir adalah kuarsa. Maka mineral kuarsa adalah mineral yang
paling stabil diantara seluruh mineral baik felsik atau mineral mafik.

Agar fraksinasi kristal dapat bekerja, maka kristal tersebut harus menjadi
sebuah mekanisme alami yang dapat menghapus kristal dari magma atau
setidaknya memisahkan kristal sehingga kristal-kristal tidak bisa lagi bereaksi
dengan cairan. Beberapa mekanisme yang dapat beroperasi di alam di antaranya :
1. Pengendapan/Pengapungan Kristal
Secara umum, membentuk kristal dari
magma akan memiliki kerapatan yang
berbeda dari cairan.
 Jika kristal memiliki densitas lebih
tinggi dari cairan, Kristal tersebut akan
cenderung tenggelam atau mengendap
di dasar tubuh magma. Lapisan
pertama yang mengendap akan tetap
berada dalam kontak dengan magma,
tetapi kemudian akan menjadi di
kubur oleh pengendapan kristal
selanjutnya sehingga Kristal tersebut
secara efektif menghilang dari cairan.
 Jika kristal memiliki densitas yang
lebih rendah dalam magma, mereka akan cenderung untuk mengapung
atau naik ke atas tubuh magma. Sekali lagi lapisan pertama yang
terakumulasi di bagian atas tubuh magma awalnya akan kontak dengan
cairan, tetapi kristal lebih banyak mengapung ke atas dan terakumulasi,
lapisan sebelumnya terbentuk akan menghilangkan secara efektif kontak
dengan cairan.
2. Kristalisasi ke dalam,
Karena tubuh magma panas dan batuan yang mengelilingi diharapkan akan
lebih dingin, panas akan bergerak ke luar menjauh dari magma. Jadi, dinding

5
dari tubuh magma akan lebih dingin, dan kristalisasi diharapkan akan
mengambil tempat pertama dalam bagian yang lebih dingin dari magma dekat
dinding. Magma kemudian akan diharapkan untuk mengkristal dari dinding ke
dalam. Sama seperti dalam contoh di atas,
lapisan pertama dari kristal diendapkan masih
akan di kontak dengan cairan, tapi akhirnya
akan menjadi terkubur oleh kristal kemudian
dan efektif akan dihapus dari kontak dengan
cairan.

Gambar 3(a) di bawah merupakan aerial


photograph yang diambil setelah erupsi Merapi
Kilauea pada tahun 1959. Kejadian tersebut
membentuk permukaan baru Kilauea Iki Lava
Lake. Pada gambar lain 3(b) memperlihatkan
tampilan rencana permukaan posteruptif Kilauea
Iki Lava Lake. Lingkaran hitam indikasikan dril
hole antara tahun 1967 dan 1988. Angka pada garis kontur merupakan elevasi di
atas permukaan laut. Pada gambar (c), penampang melintang dari Kilauea Iki
Lava Lake dengan eksgarasi vertical 2:1. Zona konsentris menunjukkan batas
drilable crust dan temperatur pada tahun berbeda. Hanya drill hole yang diberi
label (lingkaran putih) indikasi pengambilan sampel dalam penelitian ini (Fang-
Zheng Teng,et.al, 2008).

Gambar 3. Diferensiasi Magma di Kilauea Iki Lava Lake (Fang-Zheng Teng,et.al, 2008)

6
Gambar 4. Diferensiasi Magma di Kilauea Iki Lava Lake (Zheng Teng,et.al, 2008
Variasi FeOtotal, rasio F3+ /∑Fe, dan nilai δ56 sebagai fungsi kadar MgO
dalam sampel batuan. Sampel dengan MgO > 11 wt % adalah melt + olivene
phenocrysts. MgO < 11 wt % reflect fraksional kristalisasi olivine (Ol), diikuti
oleh augite (Aug), plagioklas (Plag), dan Oksida Fe-Ti. Lingkaran abu-abu
menggambarkan semua sampel.

Gambar 5. Komposisi isotop besi dari butir-butir olivine dari


Kilauea Iki Lava lake (Zheng Teng,et.al, 2008)

7
Gambar 6. Pemodelan variasi isotop Fe selama proses differensiasi
magma di Kilauea Iki lava lake (Zheng Teng,et.al, 2008)

Dari gambar 6 di atas, garis tebal yang merepresensikan perhitungan


komposisi isotop Fe residual melts selama fraksinasi kristal oleh proses destilasi
Reyleigh dengan average crystal-melt fractionation factors (∆δ56 Fecrystal-melt = δ56
Fecrystal – δ56Fe melt) of –0.1 , –0.2, dan –0.3 ‰. Garis horizontal putus-putus,
mewakili perhitungan campuran garis antara most magnesian melt dari erupsi
tahun 1959 dan most magnesian olivines [(MgO = 46,6 ± 1 wt% dan δ56Fe = 0,
–0.1, dan –0.2‰ (persegi hiram)]. Bintang berwarna biru mewakili most
magnesian melt (MgO =10.7 wt % mengasumsikan δ56 Fe = 0.11‰). diagram
batang berwarna hijau, mewakili rentang pengukuran δ56 Fe dan estimasi MgO
olivine grains dari dua sampel inti bor (MgO=33.6 ke 39.8 wt% dan 41.9 ke 42.7
wt%. Di sini isotop besi yang dijadikan isotop standar adalah xFe/54Fe.

Nilai δ56Fe { δ56Fe = [(56Fe/54Fe)sampel/(56Fe/54Fe)IRMM-014 – 1] x 1000}


semua sampel batu berubah-ubah secara kebalikan dengan MgO dan kandungan
FeO total (Fe2O3 dan FeO dihitung sebagai FeOtotal) dan secara langsung dengan
Fe3+/ΣFe (ΣFe = Fe3+ + Fe2+) (gambar 4). Olivine kumulatif mempunyai
kandungan MgO tinggi [naik sampai 26,87 weight percent (wt %)] dan rendah
nilai δ56Fe (turun sampai –0.03‰), dimana vein late-stage mempunyai
kandungan MgO rendah (dibawah 2,37 wt%) dan nilai δ56Fe tinggi (di atas +0,22
‰. Komposisi isotop Fe dari grains olivine, dipisahkan dari dua sampel inti bor,
memperlihatkan variasi isotopik Fe lebih besar, rentang dari –1.10 to +0.09‰
(gambar 5). Variasi irrespektif dari berat kristal olivine. Rata – rata δ56Fe dari
grains olivine adalah -0,22 ± 0.08‰ [interval konfidensi 95% (Cl)], dimana
secara signifikan lebih rendah dari dua batuan lainnya (+0.11 and +0.12‰).

8
C. GANESA CEBAKAN MINERAL KARENA ENDAPAN MAGMA

Proses pembentukan endapan mineral dapat diklasifikasikan menjadi dua


macam, yaitu proses internal atau endogen dan proses eksternal atau eksogen.
Endapan mineral yang berasal dari kegiatan magma atau dipengaruhi oleh faktor
endogen disebut dengan endapan mineral primer. Sedangkan endapan mineral
yang dipengaruhi faktor eksogen seperti proses weathering, inorganik
sedimentasi, dan sedimentasi organik disebut dengan endapan sekunder,
membentuk endapan plaser, residual, supergene enrichment, evaporasi/presipitasi,
mineral-energi (minyak dan gas bumi dan batubara dan gambut).

Proses internal atau endogen pembentukan endapan mineral yaitu


meliputi:
1. Kristalisasi dan segregrasi magma: kristalisasi magma merupakan proses
utama dari pembentukan batuan vulkanik dan plutonik.
2. Hidrotermal: Larutan hidrotermal ini dipercaya sebagai salah satu fluida
pembawa bijih utama yang kemudian terendapkan dalam beberapa fase dan
tipe endapan.
3. Lateral secretion: merupakan proses dari pembentukan lensa-lensa dan urat
kuarsa pada batuan metamorf.
4. Proses metamorfik: umumnya merupakan hasil dari kontak dan regional
metamorfime.
5. Volcanic exhalative (sedimentary exhalative); Exhalations dari larutan
hidrotermal pada permukaan, yang terjadi pada kondisi bawah permukaan air
laut dan umumnya menghasilkan tubuh bijih yang berbentuk stratiform.

Proses eksternal atau eksogen pembentukan endapan mineral yaitu


meliputi:
1. Mechanical Accumulation; Konsentrasi dari mineral berat dan lepas menjadi
endapan placer (placer deposit).
2. Sedimentary precipitates; Presipitasi elemen-elemen tertentu pada lingkungan
tertentu, dengan atau tanpa bantuan organisme biologi.
3. Residual processes: Pelindian (leaching) elemen-elemen tertentu pada batuan
meninggalkan konsentrasi elemen-elemen yang tidak mobil dalam material
sisa.
4. Secondary atau supergene enrichment; Pelindian (leaching) elemen-elemen
tertentu dari bagian atas suatu endapan mineral dan kemudian presipitasi pada
kedalaman menghasilkan endapan dengan konsentrasi yang lebih tinggi.
Secara umumnya proses pembentukan endapan mineral baik jenis endapan
logam maupun non logam dapat terbentuk karena proses mineralisasi yang
diakibatkan oleh aktivitas magma dan endapan mineral ekonomis selain
karena aktifitas magma juga dapat dihasilkan dari proses alterasi yaitu mineral
hasil ubahan dari mineral yang telah ada karena suatu faktor. Pada proses
pembentukan mineral baik secara mineralisasi dan alterasi tidak terlepas dari
faktor faktor tertentu yang selanjutnya akan dibahas lebih detail untuk setiap
jenis pembentukan mineral.

9
Adapun menurut M. Bateman dalam Sudradjat (1982) membagi proses
pembentukan mineral ke dalam beberapa proses yang menghasilkan jenis mineral
tertentu baik yang bernilai ekonomis maupun mineral yang hanya bersifat sebagai
gangue mineral, proses tersebut adalah sebagai berikut:
a. Early Magmatic Proscess
Proses ini sebagian besar berasal dari magma primer yang bersifat
ultrabasa lalu mengalami pendinginan dan pembekuan membentuk
mineral-mineral silikat dan bijih. Pada temperatur tinggi > 600oC fase
magmatik cair mulai membentuk mineral-mineral baik logam maupun non
logam. Asosiasi mineral yang terbentuk sesuai dengan temperatur
pendinginan pada saat itu. Early magmatic yang terbagi atas :
 Bila tidak terjadi konsentrasi, maka mineral bijih yang terbentuk akan
tersebar merata (dissemination), contoh endapannya Intan
 Apabila terjadi diferensiasi kristalisasi (biasa/gravitasi), maka mineral-
mineral yang terbentuk bisa terkonsentrasi (segregation) pada tempat-
tempat tertentu.
 Apabila terjadi penerobosan/injeksi (injection) ke tempat lain maka
mineral-mineral yang sudah terbentuk akan berpindah dan
terkonsentrasi di tempat lain, contoh magmatik Kiruna
b. Late magmatik Process
 Sebagian magma yang belum membentuk mineral; berupa sisa
daripada magma yang telah mengkristal pada “early magmatik
process” akan membentuk mineral secara terkonsentrasi karena proses
diferensiasi kristalisasi gravitasi (residual liquid segregation),
contohnya Magmatis Taberg Residual liquid injection, contohnya
magmatik Adirondack.
 Magma yang tersisa setelah “early magmatik process” bisa
diinjeksikan ke tempat lain yang keadaan tekanannya lebih rendah
membentuk mineral-mineral berikutnya secara terkonsentrasi
(Residual liquid injection), contohnya sulfida Insizwa
 Terjadi penerobosan (penetration) dan korosi larutan magma yang
tersisa terhadap mineral-mineral yang telah terbentuk pada early
magmatik process dan kemudian membentuk mineral-mineral
berikutnya secara terkonsentrasi (Immiseibleliquid separation and
accumulation), contohnya Vlackfontein, Afrika Selatan.
 Magma yang tersisa membawa mineral-mineral yang telah terbentuk
pada early magmatik process ke tempat lain karena pengaruh injeksi
dan terkonsentrasi bersama-sama mineral lain yang terbentuk
kemudian (injection)
c. Pegmatisme
Setelah proses pembentukan magmatisme, larutan sisa magma (larutan
pegmatisme) yang terdiri dari cairan dan gas. Fase endapan ini ± 600-
450oC berupa larutan magma sisa. Asosiasi batuan umumnya berupa
granit.

10
d. Pneumatolisis
Setelah temperatur mulai turun ±550–450oC akumulasi gas mulai
membentuk mineral sampai pada temperatur 450oC volume unsur
volatilnya makin menurun karena membentuk cebakan pneumatolitis dan
tinggal larutan sisa magma yang makin encer. Unsur volatil akan bergerak
menerobos batuan beku yang telah ada dan batuan samping disekitarnya
kemudian akan membentuk mineral baik karena proses sublimasi maupun
karena reaksi unsur volatil tersebut dengan batuan yang diterobosnya
sehingga terbentuk endapan mineral yang disebut endapan pneumatolitis.
e. Proses hidrotermal
Merupakan proses pembentukan mineral yang terjadi oleh pengaruh
temperatut dan tekanan yang sangat rendah, dan larutan magma yang
terbentuk ini merupakan unsur volatil yang sangat encer yang terbentuk
setelah tiga tahapan sebelumnya. Secara garis besar endapan hidrotermal
dapat dibagi atas:
a) Endapan hipotermal, dengan ciri-ciri yaitu :
- Tekanan dan temperatur pembekuan relatif paling tinggi.
- Endapan berupa urat-urat dan korok yang berasosiasi dengan
intrusi dengan kedalaman yang besar.
- Asosiasi mineralnya berupa sulfida, misalnya pirit, kallopirit,
galena, dan spalerit serta oksidasi besi.
- Pada intrusi granit sering berupa nedapan logam Au, Pb, Sn, W,
dan Z.
b) Endapan Mesotermal, dengan ciri-ciri yaitu :
- Tekanan dan temperatur yang berpengaruh lebih rendah daripada
endapan hipotermal.
- Endapannya berasosiasi dengan batuan beku asam-basa dan dekat
dengan permukaan bumi.
- Tekstur akibat cavity filling jelas terlihat, sekalipun sering
mengalami proses penggantian antara lain berupa crustification dan
banding.
- Asosiasi mineralnya berupa sulfida, misalnya Au, Cu, Ag, As, Sb
dan oksida Sn.
- Proses pengayaan sering terjadi.
c) Endapan Epitermal, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
- Tekanan dan temperatur yang berpengaruh paling rendah.
- Tekstur penggantian tidak luas, jarang terjadi.
- Endapan bias dekat atau pada permukaan bumi.
- Kebanyakan teksturnya berlapis atau berupa fissure-vein.
- Struktur khas yang sering terjadi adalah cockade structure.
- Asosiasi mineral logamnya berupa Au dan Ag dengan mineral
ganguenya berupa klasit dan zeolit disamping kuarsa.
Adapun bentuk bentuk endapan mineral yang dapat dijumpai
sebagai endapan hidrotermal adalah sebagai cavity filling. Cavity filling
yaitu proses mineralisasi berupa pengisian ruang-ruang bukaan atau
rongga – rongga dalam batuan yang terdiri atas mineral-mineral yang

11
diendapkan dari larutan pada rekahan-rekahan batuan, yang berupa fissure
veins, shear-zonedeposits, stockworks, ladder veins, saddle – reefs, tension
crack fillings, breccia fillings (gold vein).

Gambar 7. Diagram Nigli

Dari gambar di atas, dapat diketahui bahwa hubungan antara keterdapatan


mineral dengan magma sangat erat. Dimana mulanya magma bersifat sangat
encer/cair, kemudian mengalami proses penurunan temperatur (kristalisasi) dan
penurunan tekanan pula. Pada kedua proses penurunan temperatur dan tekanan
(diferensiasi magma) inilah magma melewati beberapa fase terbentuknya mineral-
mineral khas yang selanjutnya menjadi suatu ciri fase-fase tersebut. Fase yang
dilewati saat proses diferensiasi magma yaitu, fase magmatik cair, fase pegmatitik
pneumatolitik, dan fase hidrotermal.

Gambar 8. Profill skematis antarmuka


antara magma bebas kristal
pada pusat kamar magma dan
batuan yang sudah
mengalami pematadatan pada
bagian luar (Marsh, 1989
dalam Subiyantoro, 2006)

12
Tabel 1. Hasil analisis kimia unsur Au, Ag, Cu, Pb, Zn di Kawasan Kubah Baya
(Widi, B.N, 2007)

Hasil analisis kimia menunjukkan tipe Cirotan kadar tertinggi; Cu 7397


ppm, Pb 149800 ppm, dan Zn 132900 ppm. Au mencapai hingga 4001 ppb dan
Ag 30 ppm, As 100 ppm. Tipe Cikotok kadar tertinggi; Cu 397 ppm, Pb 425 ppm,
dan Zn 408 ppm. Au nilai tertinggi 11479 ppb dan Ag 73 ppm, As 100 ppm. Tipe
Cisungsang menunjukkan kadar tertinggi; Cu 8700 ppm, Pb 15040 ppm, dan Zn
6000 ppm. Sementara Au tertingginya 3163 ppb dan Ag 78 ppm, As 1600 ppm.

Dari jenis alterasinya tipe Cisungsang ; silisifikasi, batuan karbonat


terubah menjadi silika, dan karbonatisasi. Tipe Cirotan alterasinya berupa
silisifikasi “highly altered” ubahan silisifikasi sebagian karbonatisasi. Tipe
Cikotok–Cikidang alterasinya berupa argilitisasi silisifikasi dan propilitisasi
ditandai oleh pemunculan secara dominan klorit dan silika sekunder.

Asosiasi mineral : tipe Cirotan, galena, sfalerit, kalkopirit, dan pirit,


kehadirannya cukup berlimpah. Kovelit-kalkosit muncul sebagai mineral
sekunder. Tipe Cikotok-Cikidang ; elektrum, argentit. Galena, sfalerit, kalkopirit,
dan pirit muncul terbatas dan sangat halus. Tipe Cisungsang ; galena, sfalerit,
kalkopirit dan pirit. Pemunculan kalkopirit pada bagian bawah lebih banyak.

Dalam proses magmatik di Medicine Lake Volcano, N. California yang


menggeneret riolit Gunung Glass(Grove, 1997) diperoleh variasi kimia mineral
dalam inklusi dan lava. Komposisi mineral dalam inklusi magma dilaporkan dari
inti intergrow mineral. Dalam olivine + plag + hi-Ca pyx-bearing inclutions
olivine + plag atau olivine + plag + hi-Ca pyx glomerocrystic intergrow telah
menampakkan tekstur yang mengindikasikan koesisting fase secara simultan
(gambar 9).

13
Gambar 9. Olivin-Plagioklas dan Ortopiroksin-kovarian Plagioklas dalam lava
Gunung Glass dan mineral yang dihasilkan dalam melting eksperimen
(Grove, L.T,.et.al, 1997)

Gambar 10. Variasi MgO versus K2O dalam inklusi, lava, dan secara eksperimen
menghasilkan cairan(Grove, L.T,.et.al, 1997)

14
Gambar 11. a). Model konveksi mantel dalam bumi dan kenaikan mantel plume
(Davies dan Richard dalam Pirajno, 2007). b). Model mantel plume
(Campbell dan Griffiths dalam Pirajno, 2007). c). Uplift dan hasil
ekstensi dalam pemekaran dan melting dekompresi kepala plume
(Saunders et al dalam Pirajno, 2007). Melting dari hasil mantel litosfer
subkontinental metasomatik dalam magmatisme alkalin dimana
melting kerak bagian bawah menggeneret A-tipe magma (Pirajno,
2007)

D. ENDAPAN MINERAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROSES-


PROSES MAGMATIK

Tergantung pada kedalaman dan temperatur pengendapan, mineral-mineral


dan asosiasi elemen yang berbeda sangat besar, contoh oksida-oksida timah dan
tungsten di kedalaman zona-zona bertemperatur tinggi; sulfida-sulfida tembaga,
molibdenum, timbal, dan seng dalam zona intermediet; sulfida-sulfida atau
sulfosalt perak dan emas natif di dekat permukaan pada zona temperatur rendah.
Mineral-mineral dapat mengalami disseminated dengan baik antara silikat-silikat,
atau terkonsentrasi dalam rekahan yang baik dalam batuan beku, sebagai contoh
endapan tembaga porfiri Bingham di Utah.

15
Gambar 12. Model Geologi Jenis Endapan Tembaga Porphyry di Amerika
Selatan
Batugamping di dekat intrusi bereaksi dengan larutan hidrotermal dan
sebagian digantikan oleh mineral-mineral tungsten, tembaga, timbal dan seng
(dalam kontak metasomatik atau endapan skarn). Jika larutan bergerak melalui
rekahan yang terbuka dan logam-logam mengendap di dalamnya (urat emas-
kuarsa-alunit epithermal), sehingga terbentuk endapan tembaga, timbal, seng,
perak, dan emas.

Larutan hidrotermal yang membawa logam dapat juga bermigrasi secara


lateral menuju batuan yang permeabel atau reaktif secara kimia membentuk
endapan blanket-shaped sulfida, atau bahkan mencapai permukaan dan
mengendapkan emas, perak, dan air raksa dalam pusat mata air panas silikaan atau
karbonatan, seperti kadar emas tinggi yang terdapat dalam beberapa lapangan
geotermal aktif di New Zealand. Jika larutan volkanik yang membawa logam
memasuki lingkungan laut, maka akan terbentuk kumpulan sedimen-volkanik dari
tembaga- timbal-seng.

Gambar 13. Model Geologi Endapan Urat Logam Mulia

16
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. Muhammad. 2002. Pengetahuan tentang Bumi. Makassar : UNM Press

Blundy, Kon., Kashman, Kathy. 2008. Petrologic Reconstruction of Magmatic


System Variables and Processes. USA: Mineralogical Society of
America

Bohrson, W. A., Spera, F.J. ---. Energy-Constrained Open-System Magmatic


Processes II: Application of Energy-Constrained Assimilation Fractional
Crystallization (EC-AFC) Model to Magmatic System. California :
Institute for Crustal Studies and Department of Geological Sciences,
University of California, Santa Barbara.

Eason, D.E. 2009. Magmatic Processes at Mid-Ocean Ridges: Evidence for High-
Pressure Crystallization and Crustal Assimilation. Hawai: A Dissertation
Submitted to The Graduate Division of The University of Hawai

Grove, L.T.,et.al. 1997. Magmatik Processes that Generated the Rhyolite of Glass
Mountain, Medicine Lake Volcano, N. California. Springer: ---

Lesmana, Jaka. 2011. Endapan Mineral (Mineral Deposit).---.---

Mahasiswa Magister Teknik Geologi Angk. ’10. 2010. Geologi Endapan Mineral
(Dipakai untuk Kalangan Sendiri). Makassar : Program Magister Teknik
Geologi Universitas Hasanuddin

Mangas, J & Perez-Torrado, F.J. ---. Magmatik Processes in the Oceanic


Lithosphere: Characterization of the Ultramafic and Mafic Materials
from the Holocene Volcanic Centers of Bandama and La Caldera de
Pinos de Gáldar (Gran Canaria, Canary Islands). Palmas de Gran
Canaria : Universidad de Las Palmas de Gran Canaria

Nelson, Stephen A. 2011. Magmatik Differentiation : Chemical Variation in Rock


Suites. --- : Tulane University

Noor, Djauhari. 2011. Geologi untuk Perencanaan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Pirajno, Franco. 2007. Mantle Plumes, Associated Intraplate Tectonomagmatik


Processes and Ore Systems. Australia : Geological Survey of Western
Australia

Subiyantoro, Andi. 2006. Mekanisme Pembentukan Intrusi Melapis.---:---

Sudrajat, D.M. 1982. Geologi Ekonomi. Bandung : ITB Bandung

17
Teng, Fang-Zhen, dkk. 2008. Iron Isotope Fractionation During Magmatic
Differentiation in Kilauea Iki Lava Lake. --- : Science

Thompson., Turk. ---. Introduction to Physical Geology. Saunders Golden


Sunburst Series: ---

Walthan, Tony. 2009. Fondations of Enginering Geology Third Edition. London :


Spon Press

Widi, B.N. 2007. Model Mineralisasi di Daerah Kubah Bayah : Suatu


Pendekatan Strategi dalam Eksplorasi Mineral. --- : Proceeding
Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan dan Non Lapangan Tahun 2007
Pusat sumber daya geologi.

Zellmer, G.F., et al. 2008. On the Recent Bimodal Magmatic Processes and Their
Rates in the Torfajökull–Veidivötn Area, Iceland. --- : Elsevier

18

Anda mungkin juga menyukai