Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PEMBAHASAN

Bali merupakan salah satu destinasi wisata yang mengagumkan di mata dunia. Hal ini
memberikan suatu kepastian bahwa Bali snagat diprioritaskan sebagai tujuan wisata destinasi
dunia dan digemari oleh wisatawan asing maupun lokal. Disamping itu berbagai organisasi
internasional seperti PBB, Bank Dunia, dan World Tourism Organization (WTO) telah
mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia
utamanya mengangkut kegiatan sosial dan ekonomi.
Provinsi Bali memiliki 8 kabupaten diantaranya kabupaten Karangasem, Klungkung,
Bangli, Gianyar, Tabanan, Buleleng, Jembrana, dan Badung, serta 1 kota madya yang sekaligus
menjadi ibu kota provinsi Bali yaitu kota Denpasar. Salah satu destinasi pariwisata Bali yang
sudah terkenal di dunia yaitu Pantai Kuta yang terletak di Kabupaten Badung yang menjadi
gerbang utama bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Bali. Disepanjang pesisir pantai ini
banyak masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi dengan berjualan berbagai makanan
dan minuman seperti bakso, es kelapa muda, es teh, dan lain sebagainya.
Banyak masalah kesehatan yang mengincar para wisatawan ini. Seperti yang dijabarkan
dalam jurnal kesehatan yang dilakukan oleh Gandamayu., dkk (2015) didapat hasil banyak
alasan wisatawan melakukan kunjungan ke unit pelayanan kesehatan. Salah satu yang tertinggi
yaitu pada diagnosis medis sistem pencernaan ditemukan dari 26 sampel, masalah kesehatan
wisatawan asing berdasarkan diagnosis medis sistem pencernaan yang terbanyak adalah diare
12 (46.1%). (Purnama, 2018)
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, hasil capaian penemuan kasus
diare di Kabupaten Badung tahun 2017 sebesar 53,6% atau sebanyak 9.315 yang dimana kasus
diare pada tahun 2017 meningkat dari tahun sebelumnya yakni sebesar 47,07%. Diare terjadi
akibatkan oleh konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri, virus, atau
parasit. Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya diare. Apabila
lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku
manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian penyakit diare (Data Kesehatan Kabupaten Badung, 2017)
Diare dapat disebabkan oleh bakteri Coliform yang terdapat dalam air, terdiri dari
Escherichia coli (E. coli), Kleibsiella dan sebagainya. Bakteri ini hanya terdapat pada kotoran
manusia atau hewan, dan tidak terdapat pada air bersih. Escherichia coli merupakan flora
normal di dalam usus manusia dan akan menimbulkan penyakit bila masuk kedalam organ atau
jaringan lain. Esherichia coli merupakan penyebab utama meningitis dan penyebab infeksi
tractus urinarius (Pyelonephiritis, Crystisis). Jenis tertentu dari Esherichia coli dapat
menyebabkan penyakit diare. (Nur Mayang A.S, Ali Maududi, 2017)
Penelitian sebelumya menyatakan didapat hasil penelitian mendapatkan seluruh sampel
minuman es teh mengandung bakteri coliform. Tiga belas dari empat belas sampel positif
mengandung Escherichia coli, sedangkan satu sampel lain mengandung bakteri Klebsiella.
Prevalensi kejadian diare sangat tinggi, dimana yang disebabkan pencemaran air atau minuman
oleh mikroorganisme seperti Escherichia coli. Menurut WHO kejadian diare tidak kurang dari
4 milyar tiap tahun diseluruh dunia. Di Negara Indonesia, prevalensi kejadian penyakit diare
adalah 100 juta. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum yaitu parameter
mikrobiologi untuk total bakteri Escherichia coli jumlah per 100 ml sampel akdar maksimum
yang diperbolehkan adalah 0. (Nur Mayang A.S, Ali Maududi, 2017)
Upaya pengendalian untuk mencegah kasus diare pada wisatawan ini adalah dengan
meningkatkan higiene dan higiensanitasi. Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat untuk
mencegah timbulnya penyakit, membuat kondisi sehat serta terjamin pemeliharaan
kesehatannya. Higiensanitasi meliputi melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat
kesehatan manusia (individu dan masyarakat), sehingga faktor lingkungan yang tidak
menguntungkan tersebut, tidak sampai menimbulkan gangguan kesehatan. Sanitasi merupakan
suatu usaha untuk menciptakan kondisi lingkungan hidup sehat yang menyenangkan dan
menguntungkan masyarakat. (Purnama, 2018)
Salah satu upaya untuk mengetahui apakah suatu makanan atau minuman di daerah
wisata layak konsumsi dan tidak tercemar yaitu dengan uji MPN (Most Probable Number).
Metode MPN (Most Probable Number) adalah metode yang digunakan untuk menguji ada
tidaknya bakteri Coliform. Metode MPN terdiri dari tiga tahap, yaitu uji pendugaan
(presumtive test), uji konfirmasi (confirmed test), dan uji kelengkapan (completed test). Output
metode MPN adalah nilai MPN. Nilai MPN adalah perkiraan jumlah unit tumbuh (growth unit)
atau unit pembentuk-koloni (colony-forming unit) dalam sampel. Namun, pada umumnya, nilai
MPN juga diartikan sebagai perkiraan jumlah individu bakteri. Satuan yang digunakan,
umumnya per 100 mL atau per gram. Jadi misalnya terdapat nilai MPN 10/g dalam sebuah
sampel air, artinya dalam sampel air tersebut diperkirakan setidaknya mengandung 10 coliform
pada setiap gramnya. Makin kecil nilai MPN, maka air tersebut makin tinggi kualitasnya, dan
layak dikonsumsi. (Novita Sunarti, 2015)
Pada praktikum kali ini dilakukan uji MPN pada sampel minuman yang dijual oleh
pedagang di pesisir Pantai Kuta. Sampel yang digunakan kali ini yaitu es teh dari pedagang
yang berbeda-beda. Minuman es teh merupakan minuman yang digemari masyarakat karena
harganya terjangkau dan dapat dijadikan pendamping makanan. Minuman es teh dibuat dengan
menggunakan air dan es yang merupakan salah satu sumber kontaminasi bakteri Coliform.
Pada praktikum kali ini dilakukan uji MPN pada sampel es teh sampel yang dimana
masing-masing sampel label sampel 1, sampel 2, sampel 3, sampel 4, dan sampel 5 yang dibeli
dari pedagang di sekitar pantai Kuta. Pada sampel 1 yang dibeli pada tanggal 18 Maret 2019,
hal pertama yang dilakukan yaitu uji penduga atau presumptive tes. Uji dini dilakukan dengan
menyiapkan 5 buah tabung yang sudah diisi 10 ml media LBDS dan 2 buah tabung yang diisi
dengan 10 ml media LBSS. Selanjutnya ditambahkan 10 ml sampel pada media LBDS, 1 ml
sampel dan 0,1 sampel ditambahkan pada media LBSS. Setelah ditambahkan sampel, media
tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Setelah diinkubasi, pada sampel 1
menunjukkan hasil posiif pada seluruh tabung dengan ditandai terbentuknya gelembung pada
tabung durham dan terjadinya kekeruhan pada media. Dari hasil yang didapat pada uji
presumtive, selanjutnya dilanjutkan dengan uji konfirmatif dengan menggunakan media BGLB
single strange dan double strange dan diinkubasi pada suhu 37ºC dan 44ºC selama 2x24 jam.
Setelah diinkubasi, sampel 1 menunjukkan hasil positif pada seluruh tabung sehingga diperoleh
pola MPN 5 1 1 yang menunjukkan nilai MPN yaitu 240 MPN/100 ml.
Pada sampel 2 dan sampel 3 yang dibeli dari pedagang di sekitar pantai Kuta pada
tanggal 21 Maret 2019. Pertama – tama dilakukan uji penduga atau presumptive test dengan
cara disiapkan lima buah tabung yang sudah diisi 10 ml media LBDS dan dua buah tabung
yang sudah diisi dengan 10 ml media LBSS selanjutnya, ditambahkan dengan 10 ml sampel
pada media LBDS sedangkan pada media LBSS ditambahkan sampel sebanyak 1 ml dan 0,1
ml lalu diinkubasi selama 24 jam dalam suhu 370C.Setelah diinkubasi sampel 2 dan sampel 3
diperoleh hasil positif pada semua tabung dengan terbentuknya gelembung pada tabung
durham dan terjadinya kekeruhan. Uji ini dilanjutkan dengan uji konfirmatif dengan media
BGLB single strange dan double strange dan diinkubasi pada suhu 37 0 C dan 440 C selama 2
x 24 jam, setelah inkubasi sampel 2 dan sampel 3 diperoleh hasil positif pada semua tabung
sehingga diperoleh pola MPN 5 1 1 yang menunjukkan nilai MPN 240 MPN / 100 ml.

Pada sampel 4 dan sampel 5 yang dibeli dari pedagang di sekitar pantai Kuta pada
tanggal 21 Maret 2019. Pertama – tama dilakukan uji penduga atau presumptive test dengan
cara disiapkan lima buah tabung yang sudah diisi 10 ml media LBDS dan dua buah tabung
yang sudah diisi dengan 10 ml media LBSS selanjutnya, ditambahkan dengan 10 ml sampel
pada media LBDS sedangkan pada media LBSS ditambahkan sampel sebanyak 1 ml dan 0,1
ml lalu diinkubasi selama 24 jam dalam suhu 370C.Setelah diinkubasi sampel 4 dengan
inkubasi 370C diperoleh hasil positif pada seluruh tabung dengan terbentuknya gelembung
pada tabung durham dan terjadinya kekeruhan sedangkan pada inkubasi suhu 440 C seluruh
tabung terdapat gelembung pada tabung durham dan mengalami kekeruhan kecuali pada
tabung LBSS 1 ml. pada sampel 5 dengan inkubasi pada LBDS dan BGLB 370C diperoleh
hasil positif pada seluruh tabung dengan terbentuknya gelembung pada tabung durham dan
terjadinya kekeruhan sedangkan pada BGLB inkubasi suhu 440 C pada tabung ke 4 dan ke 5
tidak terdapat gelembung. Pada LBSS hanya terdapat gelembung pada tabung 1 ml, pada
BGLB 370C positif terdapat gelembung pada tabung 1 ml dan pada BGLB 440C tidak
ditemukan gelembung pada tabung 0,1 ml dan 1 ml.

Dapus :
Novita Sunarti, R. (2015). Uji Kualitas Air Sumur Dengan Menggunakan Metode MPN
(Most Probable Numbers). Bioilmi Edisi Agustus, 1(1), 30–34.
Nur Mayang A.S, Ali Maududi, F. K. (2017). IDENTIFICATION OF Escherichia coli
BACTERIA IN ICE TEA, 6(1), 64–70.
Purnama, S. G. (2018). DIKTAT HYGIENE DAN SANITASI KAWASAN WISATA, 1–68.

Anda mungkin juga menyukai