Disusun Oleh :
Tanggal 28-03-2019
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
DAFTAR ISI
BAB 1 ................................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 3
BAB 2 ................................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 5
2.1. Konsep Hubungan Istimewa ............................................................................................... 5
2.2. Kewajiban master file, local file dan CbCr (PMK 213/PMK.03/2016) ................................ 6
2.3. Karakteristik Usaha Wajib Pajak ....................................................................................... 13
2.4. Metode Transfer Pricing ................................................................................................... 15
2.5. Menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha .................................................... 24
BAB 3 .............................................................................................................................................. 28
KESIMPULAN .............................................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 29
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 2
BAB 1
PENDAHULUAN
Transfer Pricing ini digunakan oleh Wajib Pajak sebagai salah satu cara tax planning
untuk menghemat pajak dengan menggunakan kelemahan peraturan di suatu negara.
Biasanya tax planning ini dilakukan oleh perusahaan multinasional yang bergerak atau yang
mempunyai anak perusahaan di berbagai negara. Transfer pricing menjadi masalah besar
bagi aparat pajak suatu negara jika ada yang merasa dirugikan dan inilah yang menjadi
permasalahan transfer pricing di dunia perpajakan. Transfer pricing merupakan isu klasik
di bidang perpajakan, khususnya menyangkut transaksi internasional yang dilakukan oleh
korporasi multinasional. Dari sisi pemerintah, transfer pricing diyakini mengakibatkan
berkurang atau hilangnya potensi penerimaan pajak suatu negara karena perusahaan
multinasional cenderung menggeser kewajiban perpajakannya dari negara-negara yang
memiliki tarif pajak yang tinggi (high tax countries) ke negara-negara yang menerapkan
tarif pajak rendah (low tax countries).
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 3
sisi bisnis, perusahaan cenderung berupaya meminimalkan biaya-biaya (cost efficiency)
termasuk di dalamnya meminimalisasi pembayaran pajak perusahaan (corporate income
tax). Bagi korporasi multinasional, perusahaan berskala global (multinational corporation),
transfer pricing dipercaya menjadi salah satu strategi yang efektif untuk memenangkan
persaingan dalam memperebutkan sumber-sumber daya yang terbatas.
Makalah ini akan membahas konsep hubungan istimewa, kewajiban master file,
local file dan CbCr (PMK 213/PMK.03/2016), karakteristik usaha wajib pajak, metode
transfer pricing dan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 4
BAB 2
PEMBAHASAN
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 5
2.2. Kewajiban master file, local file dan CbCr (PMK 213/PMK.03/2016)
Kementerian Keuangan mengeluarkan aturan bagi wajib pajak yang mewajibkan
membuat transfer pricing documentation (TP Doc), yaitu Peraturan Menteri Kuangan Nomor
213/PMK.03/2016 tentang jenis Dokumen atau / Informasi Tambahan yang wajib disimpan
oleh wajib pajak yang melakukan transaksi dengan para pihak yang memiliki hubungan
istimewa dan tata cara pengelolaannya. Aturan TP Doc ini melengkapi ketentuan-ketentuan
terkait dengan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha pada transaksi yang
melibatkan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa.
Transfer Pricing Documentation (TP Doc) atau merujuk definisi pada pasal 1 angka
6 PMK-213/PMK.03/2016 disebut Dokumen Penentuan Harga Transfer adalah dokumen
yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak sebagai dasar penerapan Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha dalam Penentuan Harga Transfer yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Sesuai
dengan PMK-213/2016 ini, Dokumen Penentuan Harga Transfer (TP Doc) terdiri dari :
1. Dokumen Induk;
2. Dokumen Lokal; dan / atau
3. Laporan per negara
Dokumen induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a harus memuat
informasi mengenai Grup Usaha paling sedikit sebagai berikut:
1. struktur dan bagan kepemilikan serta negara atau yurisdiksi masing-masing
anggota;
2. kegiatan usaha yang dilakukan;
3. harta tidak berwujud yang dimiliki;
4. aktivitas keuangan dan pembiayaan; dan
5. Laporan Keuangan Konsolidasi Entitas Induk dan informasi perpajakan terkait
Transaksi Afiliasi.
Rincian dan/ atau penjelasan dari informasi dalam dokumen induk paling sedikit
memuat informasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C PMK
213/PMK.03/2016 yaitu :
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 6
1. Struktur dan bagan kepemilikan Grup Usaha serta negara atau yurisdiksi masing-
masing anggota Grup Usaha memuat informasisebagai berikut:
a. daftar pemegang saham dan persentase kepemilikan saham sertadaftar pengurus
dari masing-masing anggota Grup Usaha;
b. bagan kepemilikan Grup Usaha yang menunjukkan keseluruhan hubungan
kepemilikan saham anggota Grup Usaha; dan
c. lokasi geografis (negara atau yurisdiksi) masing-masing anggota Grup Usaha.
2. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh Grup Usaha memuat informasi sebagai berikut:
a. daftar anggota Grup Usaha dan kegiatan usaha masing-masing anggota Grup
Usaha;
b. faktor penentu yang mempunyai peran penting dalam menentukan laba masing-
masing anggota Grup Usaha;
c. penjelasan dan skema/ grafik/ diagram mengenai rantai usahauntuk 5 (lima)
besar produk dan / atau j asa yang dihasilkan oleh Grup Usaha serta untuk
produk atau jasa lain yang dihasilkan oleh Grup Usaha dengan nilai peredaran
bruto usaha 5 (lima)persen atau lebih dari total peredaran bruto Grup Usaha;
d. daftar dan penjelasan mengenai kontrak-kontrak/ perjanjian - perjanjian yang
penting antar anggota Grup Usaha, termasuk penjelasan mengenai kemampuan
dari anggota Grup Usaha yang menyediakan Jasa serta kebijakan harga transfer
atas pengalokasian biaya -biaya dalam rangka penyediaan jasa serta penentuan
harga yang harus dibayar atas penyediaan jasa antar anggota dalam Grup Usaha;
e. penjelasan mengenai lokasi geografis (negara atau yurisdiksi) yang menjadi
pasar utama dari produk-produk dan/ atau jasa - jasa yangdihasilkan oleh Grup
Usaha;
f. penjelasan umum mengenai analisis fungsional Grup Usaha yang mencakup
analisis fungsi, aset, dan risiko yang dilakukan Grup Usaha yang menjelaskan
kontribusi dari setiap anggota Grup Usaha dalam pembentukan nilai; dan
g. penjelasan mengenai restrukturi sasi usaha, akuisisi usaha, dan divestasi usaha
yang pernah dilakukan oleh anggota Grup Usahaselama 5 (lima) tahun terakhir.
3. Harta tidak berwujud yang dimiliki Grup Usaha memuat informasi sebagai berikut:
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 7
a. penjelasan tentang strategi Grup Usaha dalam pengembangan, kepemilikan , dan
eksploitasi harta tidak berwujud, termasuk lokasifasilitas kegiatan riset dan
pengembangan serta lokasi manaj emenR&D ;
b. daftar harta tidak berwujud atau kelompok harta tidak berwujud milik Grup
Usaha yang penting untuk analisis Penentuan Harga Transfer, serta penjelasan
mengenai anggota Grup Usaha yang secara hukum memiliki harta dimaksud ;
c. daftar dan penjelasan mengenai pihak-pihak dalam anggota GrupUsaha yang
berkontribusi dalam pengembangan harta tidak berwujud;
d. daftar kontrak/ perjanjian antar anggota Grup Usaha terkait harta tidak berwujud
termasuk perjanjian Cost Contribution Arrangement (CCA), perjanjian jasa riset
dan pengembangan , serta perjanjianterkait pemberian lisensi;
e. penjelasan tentang kebijakan harga transfer Grup Usaha sehubungan dengan
kegiatan Riset dan Pengembangan dan harta tidak berwujud; dan
f. penjelasan tentang pengalihan kepemilikan harta tidak berwujud yang terjadi
antar anggota Grup Usaha dalam Tahun Pajak yangbersangkutan termasuk nama
anggota Grup Usaha, negara atauyurisdiksi, dan kompensasi atas pengalihan
kepemilikan hartatidak berwujud.
4. Aktivitas keuangan dan pembiayaan dalam Grup Usaha memuatinformasi sebagai
berikut:
a. penjelasan tentang pembiayaan yang digunakan oleh Grup Usaha, termasuk
perjanjian pembiayaan dengan pemberi pinjaman yangindependen;
b. identifikasi dan penjelasan tentang anggota Grup Usaha yangmenjalankan
fungsi sebagai pusat keuangan / pembiayaan untukanggota Grup Usaha,
termasuk informasi tentang negara atau yurisdiksi tempat anggota Grup Usaha
tersebut didirikan dan tempat manajemen efektifnya berada; dan
c. penjelasan tentang kebijakan harga transfer sehubungan perjanjian- perjanjian
pembiayaan antar anggota Grup Usaha.
5. Laporan Keuangan Konsolidasi Entitas Induk dan informasi perpajakan terkait
Transaksi Afiliasi memuat informasi sebagai berikut:
a. laporan keuangan konsolidasi Grup Usaha untuk Tahun Pajak terkait baik yang
disiapkan untuk kepentingan eksternal maupun internal; dan
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 8
b. daftar dan penjelasan tentang Advance Pricing Agreement (APA) yang dimiliki
oleh anggota Grup Usaha dan ketentuan perpajakanlainnya terkait alokasi
penghasilan antar anggota Grup Usaha.
Dokumen lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2ayat (1) huruf b harus
memuat informasi mengenai Wajib Pajak paling sedikit sebagai berikut:
Rincian dan/ atau penjelasan dari informasi dalam dokumen induk paling sedikit
memuat informasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D PMK
213/PMK.03/2016 yaitu :
1. Identitas dan kegiatan usaha yang dilakukan Wajib Pajak memuatinformasi sebagai
berikut:
a. penjelasan tentang struktur manajemen Wajib Pajak, baganorgamsasi, informasi
mengenai pihak-pihak di dalam atau luarnegeri yang merupakan pihak-pihak
yang memiliki HubunganIstimewa, dan negara atau yurisdiksi pihak-pihak
tersebut berada;
b. penjelasan detail tentang usaha dan strategi usaha yang dilakukanoleh Wajib
Pajak, termasuk indikasi dalam hal Wajib Pajak terlibatatau terpengaruh
restrukturisasi usaha atau pengalihan hartatidak berwujud dalam Grup Usaha
yang sedang atau telah terjadi pada tahun sebelumnya, dan penjelasan mengenai
pengaruhnya terhadap Wajib Pajak;
c. aspek-aspek operasional kegiatan usaha Wajib Pajak; dan
d. gambaran lingkungan usaha secara rinci, termasuk daftar pesaingutama.
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 9
2. Informasi Transaksi Afiliasi dan transaksi independen yang dilakukanWajib Pajak
memuat informasi sebagai berikut:
a. skema transaksi dan penjelasannya;
b. kebijakan penetapan harga yang diterapkan selama 5 (lima) tahun terakhir;
c. penjelasan atas masing-masing transaksi dan latar belakang dilakukannya
transaksi tersebut;
d. jumlah nominal transaksi yang dirinci per jenis transaksi dan perlawan transaksi;
e. informasi tentang lawan transaksi dalam setiap jenis transaksi dan penjelasan
mengenai hubungan Wajib Pajak dengan masing – masing lawan transaksi
tersebut;
f. informasi dalam bentuk tabel sekurang-kurangnya mengenai :
nomor dan tanggal faktur;
nama lawan transaksi;
negara atau yurisdiksi lawan transaksi;
nama produk;
spesifikasi / kualitas produk;
jumlah unit/ kuantitas;
harga per unit (ukuran terkecil yang lazim digunakan) ; dan
tanggal pengiriman / pengapalan barang,
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 10
b. penjelasan rinci mengenai karakterisasi usaha yang dij alankanWajib Pajak
berdasarkan hasil analisis fungsional (analisis fungsi , aset, dan risiko);
c. penjelasan tentang metode Penentuan Harga Transfer yang paling sesuai untuk
setiap jenis Transaksi Afiliasi, alasan pemilihan metode tersebut, serta
keunggulan metode yang dipilih dibandingkan dengan metode-metode lainnya;
d. penjelasan tentang:
pihak yang dipilih sebagai pihak yang diuji dalam penerapan metode
Penentuan Harga Transfer dan alasan pemilihannya;dan
rasio keuangan atau indikator tingkat laba yang digunakan dalam penerapan
metode Penentuan Harga Transfer, dalam hal Wajib Pajak menggunakan
metode Penentuan Harga Transfer berbasis laba bruto atau neto ;
e. ringkasan mengenai asumsi-asumsi yang digunakan dalam penerapan metode
Penentuan Harga Transfer;
f. penjelasan mengenai alasan penggunaan analisis tahun jamak dalam hal
diperlukan ;
g. daftar dan penjelasan tentang transaksi pembanding internal dan / atau eksternal
yang dipilih, dan detail penjelasan tentang kriteria yarig digunakan dalam
pencarian data pembanding dan sumber informasi data pembanding yang
digunakan ;
h. ikhtisar laporan keuangan yang digunakan dalam penerapan metode Penentuan
Harga Transfer, termasuk laporan keuangan yang tersegmentasi dalam hal Wajib
Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) karakterisasi usaha;
i. penjelasan mengenai penerapan metode Penentuan Harga Transferberdasarkan
pembanding terpilih, rentang harga atau laba wajar yang digunakan, dan titik
acuan di dalam rentang harga atau laba wajar yang menjadi dasar penentuan
harga transfer;
j. penjelasan tentang penyesuaian yang dilakukan dalam rangka meningkatkan
kesebandingan, termasuk penjelasan apakah penyesuaian hanya dilakukan
terhadap pihak yang diuji, terhadap transaksi pembanding atau terhadap
keduanya;
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 11
k. penjelasan mengenai ke simpulan bahwa Penentuan Harga Transfer telah atau
belum sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha; dan
l. salinan Advance Pricing Agreement (APA) yang dimiliki anggota Grup Usaha
lainnya dan ketentuan perpajakan lainnya yangterkait dengan Transaksi Afiliasi
Wajib Pajak.
4. Informasi Keuangan Wajib Pajak memuat informasi sebagai berikut:
a. laporan keuangan Wajib Pajak yang telah di audit akuntan public untuk Tahun
Pajak terkait dengan Dokumen Penentuan HargaTransfer, atau laporan keuangan
yang belum diaudit dalam hal laporan keuangan Wajib Pajak yang telah di audit
akuntan public belum tersedia;
b. laporan keuangan Wajib Pajak yang tersegmentasi berdasarkankarakterisasi
usaha, dalam hal Wajib pajak memiliki lebih dari 1 (satu) karakterisasi usaha;
c. informasi dan penjelasan penggunaan informasi dalam laporankeuangan yang
terkait dengan penerapan metode Penentuan HargaTransfer; dan
d. ringkasan informasi keuangan yang relevan dari pembanding yangdigunakan
dalam penerapan metode Penentuan Harga Transferdan sumber informasi
keuangan tersebut.
5. Peristiwa- peristiwa/ kejadian- kejadian/ fakta-fakta non-keuangan yang
memengaruhi pembentukan harga atau tingkat laba.
1. alokasi penghasilan, pajak yang dibayar, dan aktivitasusaha per negara atau
yurisdiksi dari seluruh anggotaGrup Usaha baik di dalam negeri maupun luar
negeri,yang meliputi nama negara atau yurisdiksi, peredaranbruto, laba (rugi)
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 12
sebelum pajak, Pajak Penghasilanyang telah dipotong/ dipungut/ dibayar sendiri,
PajakPenghasilan terutang, modal, akumulasi laba ditahan,jumlah pegawai tetap, dan
harta berwujud selain kasdan setara kas; dan
2. daftar anggota Grup Usaha dan kegiatan usahautama per negara atau yurisdiksi.
Dari sisi karakteristik usaha, ada beberapa jenis usaha wajib pajak, yaitu
manufaktur, distributor, atau penyedia jasa.
A. Manufaktur
Untuk manufaktur, pada dasarnya terbagi atas tiga macam, yaitu toll, contract,
dan fully-fledge manufacturer. Perbandingan ketiganya secara ringkas adalah sebagai
berikut:
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 13
Dari sini terlihat bahwa toll manufacturer menanggung fungsi, aset, dan risiko
yang paling rendah namun return-nya rendah juga. Sebaliknya, fully fledge manufacturer
menanggung fungsi, aset, dan risiko tertinggi tetapi penghasilannya paling besar juga.
1. Toll manufacturer
2. Contract manufacturer
3. Fully-fledge manufacturer
B. Distributor
Sales representatives atau agen penjualan melakukan riset atas perilaku pasar
mengelola customer list dan melakukan negosiasi.
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 14
Dalam skema ini, unit pengadaan melakukan nilai tambah dengan melakukan
aktivitas – aktivitas yang berkaitan dengan marketing intelligence yang kepemilikan atas
barang tetap tidak berpindah ke pihak unit pengadaan.
3. Limited risk
Dalam hal ini, distributor sudah mulai berani mempunyai stok barang meskipun
status barang masih bukan miliknya. Oleh karena itu dia sudah mempunyai gudang untuk
menampung barang dari principal untuk dikirim ke customer. Jadi risiko yang
ditanggung sudah lebih besar.
Full Risk Distributor membeli dari pihak afiliasi dan bertanggung jawab penuh
atas pengelolaan persediaan, logistik, aktifitas pemasaran, serta menanggung semua
risiko yang terkait dengan risiko persediaan, risiko pasar, dan juga risiko gagal tagih
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 15
yang sedang diperiksa (audited party), dalam hal ini maka tested party adalah juga
merupakan audited party. Pihak yang diuji (tested party) dapat pula dipilih dari lawan
transaksi audited party, maka dalam hal ini tested party berbeda dengan audited party.
A. Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang Independen (Comparable
Uncontrolled Price Method - CUP)
Metode Perbandingan Harga Antara Pihak Yang Independen adalah metode
penentuan harga transfer yang membandingkan harga barang atau jasa dalam transaksi
afiliasi dengan harga barang atau jasa dalam transaksi independen.
Contoh 1:
PT GGN yang memproduksi produk M, menjual 1000 unit produk tersebut kepada GGN
Ltd. (distributor) yang berkedudukan di Negara Z dengan harga USD140.00 per unit
(harga FOB) pada tahun 2010. PT GGN juga menjual 1000 unit produk M ke distributor
independen di negara Z dengan harga USD150.00 per unit (harga CIF). Biaya insurance
& freight sebesar USD5.00 per unit. Diketahui bahwa GGN Corp. memiliki kepemilikan
95% atas PT GGN dan 60% atas GGN Ltd. Untuk tahun 2010, PT GGN sedang
dilakukan pemeriksaan oleh KPP YGY.
Laporan Laba Rugi PT GGN pada Tahun Pajak 2010 adalah sebagai berikut.
Penjualan
ke GGN Ltd. = (1.000 unit x USD140.00) = USD 140,000.00
ke pihak independen = (1.000 unit x USD150.00) = USD 150,000.00
Total penjualan = USD 290,000.00
Harga Pokok Penjualan = (2.000 unit x USD125.00) = (USD 250,000.00)
Laba kotor = USD 40,000.00
Biaya operasi = (USD 33,000.00)
Laba (rugi) bersih usaha = USD 7,000.00 (2.4%)
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 16
Metode Harga Penjualan Kembali adalah metode penentuan harga transfer yang
menentukan harga pembelian barang dan jasa dari pihak afiliasi dengan cara
mengurangkan laba kotor pihak independen yang sebanding dari harga jual kembali
barang dan jasa tersebut kepada pihak independen.
Contoh :
DEF Corp. adalah produsen produk elektronik yang berkedudukan di Negara A. DEF
Corp. merupakan perusahaan multinasional yang menguasai 100% saham di PT DEF
Indonesia (limited risk distributor) yang berkedudukan di Indonesia. Pada Tahun Pajak
2010 PT DEF Indonesia (DEFI) membeli produk elektronik dari DEF Corp. dengan
harga USD 135/unit. Selanjutnya PT DEFI menjual kembali produk tersebut ke pihak
independen di Indonesia dengan harga USD 145/unit. Selain menjual produk yang dibeli
dari DEF Corp., PT DEFI juga mengimpor barang sejenis dari produsen independen
yang berkedudukan di negara B dengan harga beli USD 121/unit, produk tersebut juga
dipasarkan kepada konsumen akhir di Indonesia dengan harga USD143/unit.
Berdasarkan analisis fungsi Wajib Pajak, ketentuan kontrak, strategi usaha, dan keadaan
ekonomi, tidak terdapat perbedaan dalam aktivitas distribusi kedua produk tersebut. PT
DEFI sedang diperiksa oleh KPP MDN untuk Tahun Pajak 2010.
Laporan laba rugi PT DEF pada Tahun Pajak 2010 sebagai berikut:
Penjualan {(800 x 145) + (500 x 143)} = USD 187,500.00
Harga Pokok Penjualan {(800 x 135) + (500 x 121)} = USD 168,500.00
Laba kotor = USD 19,000.00 (10.1%)
Biaya operasi = USD 20,000.00
Laba (rugi) bersih usaha = (USD 1,000.00) (0.5%)
Perbandingan gross margin atas penjualan barang yang dibeli dari pihak afiliasi
dengan pihak independen adalah sebagai berikut.
Produsen
DEF Corp.
Independen
(USD)
(USD)
Harga jual/unit
145 143
Harga beli/unit
135 121
Laba kotor
10 22
Gross margin (laba
6.9% 15.3%
kotor/harga jual)
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 17
Berdasarkan gross margin dari transaksi independen (pembanding internal) maka
diketahui bahwa gross margin wajar atas penjualan kembali sebesar 15,3%. Berdasarkan
data pembanding tersebut maka penentuan harga beli wajar produk per unit dari DEF
Corp. adalah sebagai berikut:
ALP = Resale Price - (Gross Margin Independen x Resale Price)
ALP = USD 145.00 - (15.3% x USD 145.00)
ALP = USD 145.00 - USD 22.2 = USD 122.8
Dengan demikian harga beli wajar PT DEFI atas produk yang dibeli dari DEF Corp.
adalah USD122.8.
Harga beli dari DEF Corp. = USD 135.00
Harga beli wajar per unit = USD 122.80
Koreksi positif atas harga beli = USD 12.20
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 18
Laporan Laba Rugi PT KLM Tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Karena terdapat pembanding internal yang andal maka pembanding internal tersebut
dapat digunakan. Penghitungan Arm's Length Price (ALP) =
ALP = Costs + (Gross Mark-Up Independen x Costs)
ALP = USD 220,000.00 + (28.6% x 220,000.00)
ALP = USD 220,000.00 + USD 62,920.00 = USD 282,920.00
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 19
memiliki 85% saham PQR Ltd. (distributor) yang berkedudukan di Negara C. Di tahun
2010, PT PQR menjual 100% produknya kepada PQR Ltd. Dengan harga USD
450.00/unit. Laba bersih usaha PQR Ltd. adalah sebesar 10%. Untuk Tahun Pajak 2010,
PT PQR sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP DPK.
Laporan Laba Rugi PT PQR pada Tahun Pajak 2010 adalah sebagai berikut.
Penjualan = USD 450,000.00
Harga Pokok Penjualan = (USD 300,000.00)
Laba kotor = USD
150,000.00
Biaya operasi = (USD (33%)
135,000.00)
Laba (rugi) bersih usaha = USD
15,000.00) (3.3%)
Rasio Tingkat Pengembalian Total Biaya
= 3.44%
(Net Mark-Up) PT PQR
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 20
=
Nilai penjualan wajar pembanding (quartile-2) USD 466,798.00
=
Nilai penjualan PT PQR (USD 450,000.00)
=
Koreksi positif = USD 16,798.00
Untuk Tahun Pajak 2010, PT STU sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP BPC.
Setelah dilakukan pencarian pembanding pada database komersial, diketahui bahwa
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 21
tidak ditemukan perusahaan pembanding. Untuk menerapkan Contribution Profit
Split Method, digunakan analisis fungsi sebagai media untuk memberi bobot pada
fungsi-fungsi yang dilakukan kedua belah pihak afiliasi yang saling bertransaksi.
Berikut adalah hasil pembobotan yang dilakukan terhadap fungsi kedua belah pihak
afiliasi yang saling bertransaksi (berdasarkan data dan Analisis fungsi kedua belah
pihak).
Fungsi Bobot STU Corp. PT STU
Pemasaran 10 6 4
Transportasi 5 4 1
Intangible Property 10 10 0
Akuntansi 5 1 4
Penjualan 10 8 2
Daftar pelanggan 10 6 4
Logistik 5 3 2
Pergudangan 5 0 5
Warranty 5 3 2
Sales support 5 2 3
Training 5 5 0
Total 75 48 27
Profit Split 64.0% 36.0%
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 22
laba gabungan kemudian laba sisa dialokasikan berdasarkan kontribusi setiap pihak
afiliasi yang terlibat terhadap laba sisa.
Contoh 6 :
BGS Corp., perusahaan manufaktur yang berkedudukan di Negara A, memiliki 99%
saham di PT BGS (distributor) yang berkedudukan di Indonesia. BGS Corp.
melakukan fungsi R&D dan memproduksi barang dengan brand-name "DK".
Sedangkan PT BGS adalah distributor yang sangat aktif memasarkan produk yang
dibuat oleh BGS Corp. PT BGS melakukan promosi dan iklan secara masif baik di
media cetak maupun elektronik, sehingga brand-name "DK" menjadi sangat terkenal
di Indonesia. Pada Tahun Pajak 2010, PT BGS sedang dilakukan pemeriksaan oleh
KPP MLG.
Laporan Keuangan (USD)
BGS Corp. (R&D) PT BGS (Marketing)
Penjualan 700,000.00 Penjualan 976,000.00
HPP (466,000.00) HPP (700,000.00)
Laba kotor 234,000.00 Laba kotor 276,000.00
Biaya operasi: Biaya operasi:
Biaya R&D 140,000.00 Biaya marketing 180,000.00
Biaya operasi lain 34,000.00 Biaya operasi lain 56,000.00
Laba Bersih usaha 60,000.00 Laba Bersih usaha 40,000.00
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 23
Laba bersih usaha (simple manufakturer) = USD 15,000.00
Laba bersih usaha (simple distributor) = USD 19,520.00 +
Total laba bersih usaha (basic profit) = USD 34,520.00
Proporsi biaya R&D dan biaya marketing yang digunakan sebagai dasar Alokasi
residual profit
Biaya R&D = USD 140,000.00 (43.75%)
Biaya marketing = USD 180,000.00 (56.25%)
Total biaya = USD 320,000.00
= USD 28,648.00
BGS Corp. 43.75% x USD 65,480.00
= USD 36,832.00 +
PT BGS 56.25% x USD 65,480.00
= USD 65,480.00
Total residual profit
Koreksi positif atas net operating income diatribusikan kepada transaksi afiliasi yang
terjadi yaitu transaksi pembelian sehingga penyesuaian positif atas pembelian PT
BGS = USD 56,352.00 – USD 40,000.00 = USD 16,352.00
2.5.Menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
Tahapan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dilakukan setelah
memilih metode transfer pricing yang paling sesuai. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha antara lain sebagai berikut :
a. Melakukan Analisis Kesebandingan:
Pemeriksaan transfer pricing dilakukan dengan cara membandingkan kondisi
transaksi afiliasi dengan kondisi transaksi independen. Transaksi afiliasi dianggap
sebanding dengan transaksi independen dalam hal :
a) Perbedaan (jika ada) antara kondisi transaksi afiliasi dan kondisi transaksi
independen tidak memiliki pengaruh yang material terhadap harga atau laba;
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 24
b) penyesuaian andal yang akurat dapat dilakukan untuk menghilangkan pengaruh
material tersebut.
b. Meningkatkan Kesebandingan
Untuk membandingkan antara kondisi pada transaksi afiliasi dengan kondisi
transaksi independen, karakteristik yang relevan secara ekonomi dari keadaan yang
dibandingkan harus sebanding secara memadai agar pembandingan tersebut lebih akurat.
Dalam hal kondisi transaksi afiliasi tidak sebanding dengan kondisi transaksi independen,
peningkatan kesebandingan dapat dilakukan dengan cara, antara lain :
1). Kriteria Pencarian dan Seleksi Manual
Untuk menghasilkan pembanding yang andal maka pencarian data pada
database komersial harus menggunakan strategi pencarian/kriteria pencarian
(searching strategy/searching criteria) yang tepat, antara lain:
a) kode industri yang sesuai dengan Wajib Pajak yang diperiksa,
b) wilayah (region),
c) ketersediaan data,
d) indikator laporan keuangan.
Setelah melakukan pencarian data melalui searching strategy tertentu, maka akan
diperoleh satu atau lebih data perusahaan yang akan dijadikan sebagai pembanding.
Akan tetapi, data yang diperoleh dari commercial database tersebut hanya
merupakan kandidat pembanding. Atas kandidat pembanding yang terpilih, wajib
dilakukan proses seleksi manual (manual review/manual screening) sehingga dapat
diputuskan apakah kandidat pembanding tersebut digunakan (andal) atau ditolak.
Seleksi manual dilakukan dengan mempelajari profil tiap-tiap perusahaan yang
menjadi kandidat pembanding, melihat pada lamannya (website), mencari informasi
yang terkait dengan kandidat pembanding tersebut pada media cetak atau online, atau
cara lainnya.
Kriteria untuk menolak kandidat pembanding, antara lain sebagai berikut.
a) Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut melakukan fungsi yang
berbeda dengan Wajib Pajak yang sedang diperiksa (misalnya, Wajib Pajak yang
diperiksa merupakan manufaktur, sedangkan kandidat pembanding merupakan
distributor).
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 25
b) Terdapat informasi bahwa kandidat pembanding tersebut merupakan perusahaan
yang bergerak dalam industri yang sangat berbeda dengan industri Wajib Pajak
yang sedang diperiksa.
c) Terdapat informasi lain yang membuat kandidat pembanding tersebut tidak andal
(reliable) untuk dijadikan pembanding.
2). Penggunaan Data Beberapa Tahun (multiple year data)
Untuk menentukan kewajaran suatu transaksi afiliasi, pembandingan tahun per tahun
dapat terdistorsi akibat adanya perbedaan-perbedaan material pada keadaan ekonomi
ataupun kondisi pasar serta kondisi lainnya dalam perusahaan.
Pengujian atas kewajaran suatu transaksi, memerlukan penelitian data beberapa
tahun atas transaksi afiliasi ataupun transaksi independen. Dengan cara ini,
perbedaan-perbedaan yang terjadi karena beberapa hal seperti siklus produk ataupun
siklus usaha dapat diatasi dan akan menghasilkan kesebandingan yang lebih andal.
3). Penyesuaian Kesebandingan
Langkah-langkah penyesuaian kesebandingan dilakukan apabila terdapat
perbedaan keadaan-keadaan yang mempengaruhi kondisi (harga atau laba) secara
material antara transaksi afiliasi dengan transaksi independen. Penyesuaian
kesebandingan dapat berupa penyesuaian atas perbedaan ketentuan kontrak, dll.
Apabila penyesuaian kesebandingan andal yang akurat (reasonably accurate
adjustment) tidak dapat dilakukan, maka pengujian prinsip kewajaran dan kelaziman
usaha pada transaksi afiliasi seharusnya dilakukan dengan menggunakan metode
transfer pricing lainnya yang paling sesuai dengan fakta dan kondisi.
4). Pendekatan Transaksi per Transaksi atau Gabungan Transaksi
Dalam Pemeriksaan transfer pricing, terdapat situasi-situasi dimana
pengujian transaksi afiliasi secara gabungan lebih tepat untuk diterapkan. Hal ini
disebabkan karena transaksi-transaksi afiliasi yang terkait erat (closely link) atau
berkelanjutan (continuous).
c. Penentuan Harga atau Laba Wajar dalam Pemeriksaan Transfer Pricing
Setelah pembanding yang andal diperoleh dan metode transfer pricing yang akan
digunakan telah ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah membandingkan harga atau
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 26
laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba pembanding tersebut sesuai metode yang
akan digunakan.
d. Primary Adjustment, Secondary Adjusment, dan Corresponding Adjustment
Selisih antara harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba wajar
merupakan koreksi primer (primary adjusment). Apabila koreksi primer dilakukan pada
tingkat laba, maka Pemeriksa Pajak harus mengatribusikan koreksi laba tersebut pada
transaksi afiliasi yang memilih risiko penghindaran pajak tinggi.
Koreksi primer yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dapat mengakibatkan
terjadinya koreksi sekunder. Koreksi sekunder (secondary adjustment) merupakan
koreksi lanjutan yang dapat terjadi akibat adanya koreksi primer pada transaksi afiliasi.
Misalnya Pemeriksa Pajak melakukan koreksi positif atas suatu transaksi afiliasi Wajib
Pajak. Akibat koreksi tersebut, terdapat kelebihan pembayaran ke pihak afiliasi. Atas
kelebihan pembayaran tersebut, Pemeriksa Pajak dapat melakukan koreksi sekunder
berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Selanjutnya atas koreksi primer dan koreksi sekunder dapat dilakukan corresponding
adjustment sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Pada praktiknya, ketiga tahapan pelaksanaan Pemeriksaan transfer pricing tersebut
di atas bukanlah tahapan linier. Terdapat keadaan dimana Pemeriksa Pajak dapat
mengulang tahapan yang sudah dilakukan, misalnya Pemeriksa Pajak sudah menentukan
metode transfer pricing yang paling sesuai dengan fakta dan kondisi yang dihadapi, akan
tetapi tidak dapat menemukan informasi terkait pembanding atau tidak dapat melakukan
penyesuaian andal yang akurat (reasonably accurate adjusment). Oleh karena itu,
Pemeriksa Pajak dapat mengulang tahapan kedua untuk memilih metode transfer pricing
lainnya yang paling sesuai.
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 27
BAB 3
KESIMPULAN
Transfer pricing dapat membuat potensi penerimaan pajak suatu negara berkurang
atau hilang. Perusahaan multinasional memiliki kecenderungan untuk menggeser kewajiban
perpajakannya dari negara-negara yang memiliki tarif pajak yang tinggi ke negara-negara
yang menetapkan tarif pajak rendah. Sehingga dengan demikian terjadi pergeseran dasar
pengenaan pajak dari satu negara ke negara lainnya. Hal inilah yang membuat masalah
transfer pricing menjadi masalah internasional karena banyak negara yang memiliki
kepentingan, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia yang dalam transaksi yang
mengandung transfer pricing menjadi negara sumber penghasilan. Transfer pricing dapat
menimbulkan distorsi penerimaan negara.
Dengan berlakunya aturan terkait TP Doc maka suka atau tidak suka jika ingin diakui
sebagai Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, Wajib Pajak tidak hanya menyelenggarakan
dokumen lokal saja dalam penentuan harga transfer sebagai dasar penerapan kewajaran dan
kelaziman usaha atas transaksinya dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa tetapi
menyelenggarakan dan menyimpan 3(tiga) tingkat dokumen yang berupa :
1. dokumen induk;
2. dokumen lokal; dan
3. laporan per Negara
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 28
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- DJP No.PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman
Pemeriksaan Pajak terhadap Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
Diakses dari http://ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=15275
Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK No. 213/PMK.03/2016 tentang Jenis dokumen
dan/atau informasi tambahan yang wajib disimpan oleh wajib pajak yang melakukan
transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa, dan tata cara
pengelolaannya. Diakses dari
http://ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=16197
MAGISTER AKUNTANSI | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Page 29