PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit inflamasi kronik,
bersifat sistemik, ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama menyerang
sendi tulang belakang (vertebra) dengan penyebab yang tidak diketahui.
Penyakit ini dapat melibatkan sendi-sendi perifer, sinovia, dan rawan sendi,
serta terjadi osifikasi tendon dan ligamen yang akan mengakibatkan fibrosis
dan ankilosis tulang. Terserangnya sendi sakroiliaka merupakan tanda khas
penyakit ini. Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan jarang
terjadi pada penderita yang gejalanya ringan. Nama lain SA adalah Marie
Strumpell disease atau Bechterew's disease1-2.
B. Tujuan Penulisan
a. Mahasiswa Dapat Memahami Konsep Penyakit Spondilitis Ankilosa.
b. Mahasiswa Dapat Mengerti Tentang Konsep Asuhan Keperawatan Pada
Klien Spondilitis Ankilosa.
c. Mahasiswa Dapat Mengaplikasikan Konsep Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Spondilitis Ankilosa.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A . Defenisi
B. Etiologi
D. Insidensi
E. Manifestasi Klinik
a. Manifestasi skeletal berupa artritis aksis, artritis sendi panggul dan bahu,
artritis perifer, entensopati, osteoporosis, dan fraktur vertebra. Keluhan
yang umum dan karakteristik awal penyakit ialah nyeri pinggang dan
sering menjalar ke paha. Nyeri biasanya menetap lebih dari 3 bulan,
disertai dengan kaku pinggang pada pagi hari, dan membaik dengan
aktivitas fisik atau bila dikompres air panas. Nyeri pinggang biasanya
tumpul dan sukar ditentukan lokasinya, dapat unilateral atau bilateral.
Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa bulan kemudian daerah
pinggang bawah menjadi kaku dan nyeri. Nyeri ini lebih terasa seperti
nyeri bokong dan bertambah hebat bila batuk, bersin, atau pinggang
mendadak terpuntir. Inaktivitas lama akan menambah gejala nyeri dan
kaku. Keluhan nyeri dan kaku pinggang merupakan keluhan dari 75%
kasus di klinik. Nyeri tulang juksta-artikular dapat menjadi keluhan
utama, misalnya entesis yang dapat menyebabkan nyeri di sambungan
kostosternal, prosesus spinosus, krista iliaka, trokanter mayor, tuberositas
tibia atau tumit. Keluhan lain dapat berasal dari sendi kostovertebra dan
manubriosternal yang menyebabkan keluhan nyeri dada, sering
disalahdiagnosiskan sebagai angina.
F. Pemeriksaan Fisik
Uji Scober dilakukan dengan posisi berdiri tegak, kemudian dibuat tanda titik
pada kulit di atas prosesus spinosus vertebra lumbal lima, kurang lebih setinggi
spina iliaka posterior superior, dan titik kedua 10 cm di atas titik pertama.
Penderita diminta membungkukkan punggungnya tanpa menekuk lutut.
Normalnya, jarak kedua titik akan bertambah 5 cm atau lebih. Apabila kurang
dari 15 cm menunjukkan adanya keterbatasan gerak. Pemeriksaan ekspansi
rongga dada dilakukan dengan cara mengambil selisih jarak antara inspirasi
dan ekspirasi maksimal, diukur pada sela iga4. Normalnya, selisih ini 6—
10cm.
G. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan radiologis yang khas pada SA dapat dilihat pada sendi aksial,
terutama pada sendi sakroiliaka, diskovertebral, apofisial, kostovertebral, dan
kostotransversal. Perubahan pada sendi S2 bersifat bilateral dan simetrik,
dimulai dengan kaburnya gambaran tulang subkonral, diikuti erosi yang
memberi gambaran mirip pinggir perangko pos. Kemudian, terjadi
penyempitan celah sendi akibat adanya jembatan interoseus dan osilikasi.
Setelah beberapa tahun, terjadi ankilosis yang komplit. Beratnya proses
sakroilitis terdiri dari 5 tingkatan berdasarkan radiologis, yaitu tingkat 0
(normal), tingkat 1 (tepi sendi menjadi kabur), tingkat 2 (tingkat 1 ditambah
adanya sclerosis periartikuler, jembatan sebagian tulang atau pseudo widening,
tingkat 3 (tingkat 2 ditambah adanya erosi dan jembatan tulang), serta tingkat 4
(ankilosa yang lengkap). Akan terlihat gambaran squaring (segi empat sama
sisi) pada kolumna vertebra dan osifikasi bertahap lapisan superfisial anulus
fibrosus yang akan mengakibatkan timbulnya jembatan di antara badan
vertebra yang disebut sindesmofit. Apabila jembatan ini sampai pada vertebra
servikal, akan membentuk bamboo spine. Keterlibatan sendi panggul
memperlihatkan adanya penyempitan celah sendi yang konsentris,
ketidakteraturan subkhondral, serta formasi osteofit pada tepi luar permukaan
sendi, baik pada asetabulum maupun femoral. Akhirnya, terjadi ankilosis
tulang dan pada sendi bahu memperlihatkan penyempitan celah sendi dengan
erosi.
I. Diagnosis
Kriteria radiologis:
J. Intervensi :
1. Menghilangkan nyeri.
2. Mengurangi inflamasi.
3. Latihan fisik untuk perbaikan kekuatan otot, dan memelihara postur tubuh.
Latihan fisik penting dilakukan karena penyakit ini cenderung terjadi kelainan
berupa fleksi spinal yang progresif. Oleh karena itu, otot-otot ekstensor spinal
harus diperkuat.
a. Penderita dianjurkan tidur terlentang menggunakan kasur yang agak
keras dengan sebuah bantal tipis. Menggunakan bantal yang tebal atau
beberapa bantal sebaiknya dihindari. Pada pagi hari, mandi air hangat,
diikuti latihan fisik untuk penguatan otot-otot belakang (sesuai dengan
petunjuk dokter atau dokter fisioterapi). Hal ini sebaiknya dilakukan di
rumah secara teratur. Tidur tengkurap selama beberapa menit dilakukan
beberapa kali dalam sehari merupakan tindakan yang bermanfaat dalam
menjaga pergerakan ekstensi spinal.
b. Berenang merupakan latihan fisik yang terbaik selama otot-otot masih
boleh menahan dalam keadaan ekstensi. Fusi spinal merupakan
komplikasi dari spondilitis. Karena itu, postur harus dipertahankan dan
menghindari terjadinya kontraktur dalam posisi fleksi dari bahu dan lutut.
Penderita dianjurkan setiap saat tegak, seolah-olah tumit, bokong,
pundak, bahu, dan belakang kepala selalu bersandar pada dinding.
c. Manuver lain yang perlu dilakukan adalah bernapas dalam dan gerakan
fleksi lumbal yang isometrik. Posisi postur tubuh harus diperhatikan
setiap saat. Kursi dengan sandaran yang keras dianjurkan, tetapi
diutamakan lebih banyak berjalan dari pada duduk.
K. Pengobatan
L. Prognosis
Secara umum, wanita lebih ringan dan jarang progresif serta lebih
banyak memperlihatkan keterlibatan sendi-sendi perifer. Sebaliknya, bamboo
spine lebih sering terlihat pada pria. Terdapat dua gambaran yang secara
langsung berpengaruh terhadap morbiditas, mortalitas, dan prognosis.
Keduanya dianggap sebagai akibat dari trauma, baik yang tidak disadari
maupun trauma berat. Awalnya, terjadi lesi destruksi pada salah satu
diskovertebra, biasa terjadi pada segmen spinal yang bisa dilokalisir, dan
ditandai dengan nyeri akut atau berkurangnya tinggi badan yang mendadak.
Skintigrafi dan tomografi tulang memperlihatkan kelainan, baik elemen
anterior maupun posterior. Imobilisasi yang tepat dan diperpanjang dapat
memberikan penyembuhan pada sebagian besar kasus. Komplikasi kedua yang
menyusul trauma berat maupun yang ringan berupa fraktur yang dapat
menyebabkan koropresi komplit atau inkomplit.