Anda di halaman 1dari 4

PERBANDINGAN THE SPIRITUALITY OF CODE OF ETHICS FOR

PROFESSIONAL ACCOUNTANT DENGAN KODE ETIK VERSI IAI

 KODE ETIK IAI


Kode Etik Akuntan Profesional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) merupakan adopsi dari
Handbook of the Code of Ethics for Professional Accountants 2016 Edition yang dikeluarkan
oleh International Ethics Standards Board for Accountants of The International Federation
of Accountants (IESBA-IFAC). Dalam proses penyusunannya, IAI melakukan koordinasi
dengan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Institut Akuntan Manajemen Indonesia
(IAMI) sesuai Nota Kesepahaman antara IAI, IAPI dan IAMI tentang Kerjasama
Pengembangan Profesi Akuntan di Indonesia. Tujuannya supaya terjadi sinergi antar
organisasi profesi akuntan dan menciptakan keseragaman ketentuan etika bagi seluruh
akuntan di Indonesia.
Kode Etik ini terdiri atas tiga bagian yaitu: prinsip Dasar Etika (bagian A), Akuntan
Profesional di Praktik Publik (bagian B). Akuntan Profesional di Bisnis (bagian C). Bagian A
berisi prinsip dasar etika yaitu integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian
profesional, kerahasiaan, dan perilaku profesional. Bagian A juga memberikan suatu
kerangka konseptual dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi ancaman terhadap prinsip
dasar etika, serta menerapkan perlindungan untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman
sampai pada tingkat yang dapat diterima. Bagian B menjelaskan bagaimana penerapan
prinsip dasar etika di Bagian A bagi Akuntan Profesional yang memberikan jasa profesional
kepada publik (praktik publik). Bagian C menjelaskan bagaimana penerapan prinsip dasar
etika di Bagian A bagi Akuntan Profesional di organisasi tempatnya bekerja (bisnis).
Disebutkan dalam kode etik bahwa akuntan memiliki tanggung jawab untuk
mendukung organisasi tempatnya bekerja mencapai tujuannya. Kode etik ini tidak
dimaksudkan untuk menghalangi akuntan profesional di bisnis memenuhi tanggung jawab
tersebut, namun lebih bertujuan untuk menjelaskan keadaan yang dapat
mengurangikepatuhan pada prinsip dasar etika. Keadaan yang dijelaskan pada bagian ini
adalah benturan kepentingan, penyusunan dan pelaporan informasi, bertindak dengan
keahlian yang memadai; kepentingan keuangan, kompensasi, dan insentif terkait dengan
pelaporan keuangan dan pengambilan keputusan; bujukan; merespons ketidakpatuhan pada
hukum dan peraturan.
 THE SPRITUALITY OF CODE OF ETHICS
Beberapa penelitian terkini pada bidang etika telah mempelajari berbagai faktor yang
memengaruhi bagaimana seorang akuntan bertindak. Dalam melakukan tindakan etis,
akuntan perlu melakukan evaluasi mental atas alternatif yang tersedia. Dari tindakan yang
dipilih akan menunjukkan tingkat kualitas pelayanan profesional dari akuntan. Walaupun
begitu, kode etik ini memerlukan pembahasan lebih lanjut mengenai aspek spiritualitas yang
merupakan perhatian khusus tentang manusia dan kehidupannya. Konsep spiritualitas akan
mengantar manusia pada penyatuan dirinya dengan Tuhan, sehingga akan tercipta tindakan-
tindakan etis yang didasari oleh hati nurani yang bersih dalam menilai dan memutuskan suatu
tindakan.
Untuk memahami karakteristik alami dari manusia adalah hal yang penting dalam
pembahasan etika. Pada mulanya, banyak ilmuwan yang meneliti manusia sebagai homo
economicus. Dalam konsep ini, manusia dikenali sebagai individu yang digerakkan oleh
rasionalitas ekonomi dan ketertarikan atas kepentingan pribadi (self-interest). Dengan ciri
tersebut, manusia akan berusaha untuk memaksimalkan utilitasnya untuk mendapatkan
kesejahteraan/kemakmuran. Sehingga, inilah yang kemudian menjadikan manusia lebih
materialis, antisosial, tidak bermoral, rakus, dan tidak heroik. Ilmu ekonomi modern banyak
yang mengasumsikan manusia seperti ini dalam bahasannya.
Pada teori lain, manusia dikenal sebagai homo spiritus. Konsep ini mengenalkan
tentang spiritualitas manusia dengan Tuhan. Homo spiritus memiliki empat elemen metafisik,
yaitu keinginan, intelek, perasaan, dan hati nurani. Manusia perlu menyelaraskan dan
membersihkan seluruh sifat jahat yang ada pada dirinya pada setiap elemen tersebut hingga
mencapai pada kebersatuan dengan Tuhan. Kebersatuan dengan Tuhan inilah yang
mengantarkan pada tindakan etis dari seorang manusia.
Kode etik yang mengusung homo spiritus akan melengkapi kode etik yang sudah ada
dengan memasukkan ketulusan dan cinta sebagai nilai yang perlu diperhatikan dalam elemen
perasaan. Sedangkan, untuk elemen hati nurani, yang menjadi perhatian adalah kehendak
Ilahi. Manusia sempurna (homo spiritus atau insan kamil) adalah orang yang memiliki
kehendak Ilahi. Kehendak Ilahi merupakan kesadaran holistik yang disosialisasikan dengan
mematuhi kehendak Tuhan berdasarkan hati nurani (God-spot) (tidak didasarkan pada ego
manusia). Diperolehnya kehendak Ilahi menjadi pencapaian tertinggi manusia dalam homo
spiritus. Dengan menggunakan model homo spiritus, prinsip kode etik didesain ulang dan
diperluas untuk mencakup integritas, objektivitas, profesional. kompetensi dan kehati-hatian,
kerahasiaan, perilaku profesional, ketulusan, cinta, dan kehendak ilahi. Prinsip-prinsip ini
memiliki fungsi untuk bergerak secara dinamis membentuk kesadaran seorang akuntan
profesional dari kesadaran rasional menuju kesadaran psiko-spiritual dan kesadaran ilahi.
Pencapaian kesadaran ilahi adalah kunci untuk membangunkan hati nurani di dalam sebagai
kualitas akuntan etis.

 PERBANDINGAN ANTARA KODE ETIK BERDASARKAN KONSEP


SPIRITUALITY DENGAN KODE ETIK IAI
Kode Etik berdasarkan Konsep Spirituality
 Lebih bersifat universal
Kode etik yang disempurnakan dengan landasan konsep homo spiritus mempunyai nilai
kebenaran yang tidak terbatas ruang dan waktu di seluruh jagat raya. Hal ini akan
memberikan nilai yang sama atas kebenaran etika tersebut pada berbagai dimensi waktu
dan tempat yang berbeda.
 Memiliki cakupan ruang lingkup yang luas
Ruang lingkup dari konsep etika berdasarkan homo spiritus yaitu etika tidak hanya
terkait hubungan antar manusia saja, melainkan juga hubungan manusia dengan manusia,
manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan. Jika dibandingkan dengan kode etik
yang dibuat oleh asosiasi profesi seperti IAI atau IFAC, pembahasan kode etik dibatasi
pada hubungan manusia dengan manusia yang itu pun masih sangat dipersempit lagi
pada bahasan mengenai hubungan bisnis.
 Memiliki derajat kebenaran yang lebih tinggi
Dengan meyakini bahwa kebenaran yang bersumber langsung dari Tuhan, konsep etika
berdasarkan homo spiritus lebih unggul. Penilaian etika tidak hanya berasal dari nafsu
dan pikiran manusia yang lebih bersifat rasionalistis dan self-interest (ego), tetapi
menggunakan hati nurani yang telah bersih dan menyatu dengan nilai-nilai Ilahi.
 Digunakannya keberadaan ruh sebagai God Spot
God Spot (titik Tuhan) ada pada setiap diri manusia. Titik ini berfungsi sebagai antena
yang menghubungkan kepada Tuhan, sehingga di dalam setiap melangkah dan
menghaapi persoalan, akuntan dapat meminta petunjuk dan bantuan dari Tuhan yang
akan dapat menghasilkan suatu tindakan seseorang yang lebih memiliki manfaat bagi
semuanya dirinya sendiri, orang lain dan alam sekitar.
 Tidak perlu dilakukannya pembaruan kode etik
Dengan sifatnya yang universal, konsep homo spiritus yang dipakai dalam penentuan
kode etik akan membuat kode etik yang telah disusun akan berlaku selamanya. Nilai
spiritualitas yang diusung dalam konsep ini akan memberikan petunjuk kepada akuntan
mengenai tindakan etis apa yang harus dilakukan walaupun belum dibahas secara rinci
dalam kode etik. Kode etik menjadi sarana yang menjadi acuan serta metode bagi
akuntan untuk mengambil keputusan bertindak dalam perkembangan kasus yang dinamis
di masa mendatang.

Kode Etik Versi IAI

 Ukuran kebenaran etika tersebut hanya didasarkan pada nilai kebenaran rasionalitas dan
materialistis.
Dalam standar tersebut hanya menggunakan nilai-nilai kebenaran duniawi yang bahkan
sebagai besar erat kaitanya dengan sifat materialistis manusia.
 Tidak mengakomodasi perbedaan nilai kebenaran di suatu tempat dengan tempat yang
lain.
Adanya kemungkinan bahwa nilai etika yang dijunjung dan dianut oleh sekelompok dan di
wilayah tertentu tersebut tidak sejalan atau bahkan malah bertentangan dengan nilai-nilai
etika di tempat lain.
 Tidak diperhatikannya hubungan manusia dengan lingkungan.
Dalam konsep homo spiritus, manusia tidak akan seimbang jika hanya memperhatikan
hubungan dengan sesama manusia. Pada kenyataannya, bahwa tindakan para akuntan
secara langsung seringkali memiliki dampak dan berkaitan dengan alam sekitar.
 Dibutuhkannya pembaruan kode etik menyesuaikan perkembangan terkini.
Kode etik yang dibentuk oleh asosiasi profesi dengan nilai-nilai rasionalitas pada masa
tertentu akan mudah berubah karena perkembangan dinamis kehidupan manusia. Hal ini
memunculkan masalah relevansi jika kode etik tidak diperbarui menyesuaikan dengan
keadaan dan permasalahan terkini.

Anda mungkin juga menyukai