Anda di halaman 1dari 57

1__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No.

1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LEMPAR LEMBING


MELALUI PENDEKATAN BERMAIN PESAWAT KERTAS
PADA SISWA KELAS VI SDN BALONGSARI 1
TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Samsul Huda
SDN Balongsari 1 Kota Mojokerto
Zam.rifanti1803@gmail.com

Asbtract : This study aims to determine the presence or action learning outcome javelin
through play approach paper airplane in class VI SDN Balongsari 1.
Determination of the sample in this research using a sample of the total that is grade VI SDN
Balongsari 1 totaling 41 people. As for the method of data collection is done is observation,
interviews, performance tests and question form.
Results of the three aspects of the cognitive, affective, and psychomotor aspects in the first cycle
showed that 72.09% of students of class VI SDN Balongsari 1 categorized yet thoroughly
studied, see the results completeness eighth grade E in the first cycle is not the target mencapi
completeness, the researchers take action on the second cycle by a process similar to the first
cycle which includes four stages, namely: planning, implementation, observation and
interpretation stage, the stage of analysis and reflection.
The results obtained in the learning process of all three aspects of the psychomotor aspects,
effective aspects and cognitive aspects in the second cycle showed that 83.86% of students of
class VI SDN Balongsari 1 categorized thoroughly studied.
With the results obtained in the second cycle can be concluded that through play approach paper
plane can improve students' learning activities that were previously passive in the javelin into
active learning.

Keywords: learning outcomes, approach to play, javelin throwing

Abtrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tindaknya peningkatan hasil belajar
lempar lembing melalui pendekatan bermain pesawat kertas pada siswa kelas Kelas VI SDN
Balongsari 1.
Penentuan sampel di dalam penelitian ini menggunakan sampel total yaitu siswa kelas Kelas VI
SDN Balongsari 1jumlahnya 41 orang. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah
Observasi, Wawancara, Angket dan tes unjuk kerja.
Hasil dari tiga aspek yakni aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor pada siklus I
menunjukkan bahwa 72,09% siswa kelas Kelas VI SDN Balongsari 1 dikategorikan belum
tuntas belajar,melihat dari hasil ketuntasan siswa kelas Kelas VI SDN Balongsari 1 pada siklus I
belum mencapi target ketuntasan,maka peneliti melakukan tindakan pada siklus II dengan proses
yang sama dengan siklus I yang meliputi 4 tahap, yakni : tahap perencanaan, tahap pelaksanaan,
tahap observasi dan interpretasi, tahap analisis dan refleksi.
Hasil yang diperoleh dalam proses pembelajaran dari ke 3 aspek yakni aspek psikomotor, aspek
efektif, dan aspek kognitif pada siklus II menunjukkan bahwa 83,86% siswa kelas Kelas VI SDN
Balongsari 1 dikategorikan tuntas belajar.
Samsul Huda, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Lempar Lembing…._________________________ 2

Dengan hasil yang di peroleh pada siklus II dapat disimpulkan bahwa melalui pendekatan
bermain pesawat kertas dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang sebelumnya bersifat
pasif dalam pembelajaran lempar lembing menjadi aktif.

Kata Kunci : hasil belajar, pendekatan bermain, lempar lembing

PENDAHULUAN
“Pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistem pendidikan
secera keseluruhan, bertujuan unuk mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani,
ketrampilan berpikir kritis, stabilitas emosional, ketrampilan sosial, penalaran dan tindakan
moral,melalui aktivitas jasmani dan olahraga” (Rosdiani 2012 : 21).
Samsudin (2008:2) menyebutkan “ Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran
melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani,
mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat, aktif, sportif, dan
kecerdasan emosi.”
Pada hakikatnya pendidikan jasmani memiliki landasan yaitu menjunjung tinggi nilai
sportivitas. Dalam mewujudkan tinggi nilai tersebut, guru harus menanamkannya melalui
aktivitas pendidikan jasmani yang dilaksanakan di sekolah. Aktivitas jasmani sudah menjadi
bagian bagi semuah orang ( sport for all ), karena akivitas jasmani sifatnya terbuka bagi semua
lapisan sesuai dengan kemampuan, kesenangan, dan kesempatan. Tanpa membedakan hak,status
sosial, atau derajat di masyarakat. Aktivitas jasmani tetap dan akan tetap menjadi milik semuah
lapisan. ( Rahayu 2013 : 9 )
Pengalaman belajar pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan pada Kelas VI semester
gasal membekali siswa dengan kompetensi dasar mempraktikkan teknik dasar atletik (jalan
cepat, lari, lompat dan lempar) menekankan gerak dasar fundamental dengan materi Lempar
1
Lembing. Melalui aktivitas gerak lempar lembing pada diri siswa diharapkan terbentuk pribadi
yang terampil, memiliki pengetahuan serta perilaku yang diharapkan. Adapun tolok ukur
menentukan keberhasilan belajar salah satunya adalah dengan membandingkan perolehan nilai
setiap siswa dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Temuan yang dijumpai oleh peneliti tentang hasil belajar lempar lembing pada Kelas VI
tidak memuaskan. Jumlah siswa yang mencapai target KKM hanya 37 %. Hal ini dimungkinkan
oleh beberapa faktor ketika proses pembelajaran berlangsung antara lain; 1) alat (lembing) relatif
berat sehingga motivasi siswa melaksanakan tugas rendah, 2) semangat siswa melaksanakan
3__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

tugas belajar rendah karena kegiatan pembelajaran kurang variatif, 3) jumlah alat (lembing)
terbatas sehingga optimalisasi belajar tidak tercapai.
Berdasarkan hasil temuan tersebut maka perlu tindakan untuk memperbaiki hasil belajar
lempar lembing pada siswa Kelas VI. Merujuk pada sumber permasalahan rendahnya hasil
belajar lempar lembing pada siswa Kelas VI maka diambil tindakan; 1) perlu strategi, metode,
pendekatan serta model pembelajaran yang lebih bervariasi, 2) penyediaan jumlah lembing bisa
menyesuaikan dengan jumlah siswa.
Tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar lempar lembing pada masalah ini
adalah dengan melakukan penelitian tindakan.
Selaras dengan temuan di atas maka dilakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Lempar Lembing Melalui Pendekatan Bermain Pesawat
Kertas Pada Siswa Kelas VI SDN Balongsari 1 Tahun Pelajaran 2016/2017 ”

METODE PENELITIAN
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah, penelitian ini
dilaksanakan di SDN Balongsari 1 Kota Mojokerto, Penelitian dilaksanakan dua kali
pengambilan data yaitu menggunakan siklus yang dilaksanakan 19-26 Mei 2017
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas. Dengan penelitian tindakan kelas peneliti dapat mengamati suatu obyek dalam hal ini
siswa dengan menggunakan model pembelajaran tertentu untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Dalam hal ini hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar lempar lembing siswa. Melalui
kegiatan yang sistematis, pengamatan secara bertahap membentuk siklus . Dengan demikian
perkembangan dalam setiap kegiatan dapat terpantau. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan tindakan yang didalamnya terdapat empat tahap kegiatan yaitu : perencanaan ,
pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. ( Arikunto 2006 : 104-105 )
Subjek penelitian tindakan adalah siswa SDN Balongsari 1. Siswa yang dijadikan subjek
penelitian adalah siswa Kelas VI yang berjumlah 41 siswa yang terdiri dari 22 siswa putra dan
19 siswa putri. Nama-nama siswa yang terlibat disajikan pada Lampiran 1.
Menurut (Winarno, 2011 : 94-102) dalam kegiatan penelitian diperlukan alat untuk
mengumpulkan data,alat tersebut yang dikatakan sebagai instrumen. Instrumen yang di gunakan
peneliti dalam penelitian ini meliputi :
Samsul Huda, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Lempar Lembing…._________________________ 4

1. Observasi yang dilakukan bersamaan dengan implementasi tindakan. Fokus observasi adalah
hal-hal yang terkait dengan aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
2. Tes berupa unjuk kerja lempar lembing. Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar
siswa.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan berdasarkan hasil refleksi awal pembelajaran
Lempar lembing. Menurut hasil wawancara dengan siswa, angket yang disebar, dan analisis hasil
ulangan diperoleh informasi sebagai berikut; 1) bahwa hasil belajar lempar lembing siswa Kelas
VI, masuk pada kategori rendah, 2) aktivitas siswa dalam pembelajaran belum optimal 3) alat
pembelajaran yang digunakan oleh guru belum optimal dalam memudahkan siswa menguasai
keterampilan gerak lempar lembing. Untuk itu perlu adanya perubahan tindakan layanan
pembelajaran oleh guru kepada siswa berupa pemilihan bermain pesawat kertas.
Penelitian ini direncanakan sebanyak dua siklus. Tiap siklus terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penentuan siklus berikutnya didasarkan pada hasil refleksi
siklus sebelumnya.
Survei Awal
Sebelum melaksanakan proses penelitian, terlebih dahulu peneliti melakukan kegiatan
survei awal dengan wawancara secara langsung dengan siswa dan guru untuk mengetahui
keadaan nyata yang ada di lapangan. Hasil dari kegiatan survei awal tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Di dalam proses pembelajaran lempar lembing pada siswa VI SDN Balongsari 1 tahun
pelajaran 2016/2017 yang mengikuti pelajaran Penjas berjumlah 41 anak yang terdiri atas
18 siswa putra dan 23 siswa putri, ditemukan fakta-fakta sebagai berikut:
(1)Pada kegiatan lempar lembing, 84% siswa menyatakan sulit menggunakan lembing yang
sesungguhnya
(2)Sekitar 50 % siswa yang melakukan lempar lembing tidak dapat menancap ke tanah
(3)35% siswa kurang termotivasi dalam pembelajaran di karenakan keterbatasan
alat/Lembing
b. Dari hasil wawancara dengan guru didapatkan bahwa siswa terlihat kurang memperhatikan
/ kurang berminat saat pelajaran pendidikan jasmani berlangsung khususnya permainan
lempar lembing. hal tersebut disebabkan karena seluruh siswa Kelas VI rata-rata
mempunyai fisik yang masih relatif kecil sehingga ketika memakai lembing yang
sesungguhnya masih merasakan berat dan sulit menancap lembing ke tanah.
5__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

c. Guru kesulitan dalam menemukan model pembelajaran lempar lembing yang tepat untuk
meningkatkan kemampuan gerak dasar siswa. Guru sudah mencoba membangkitkan minat
siswa dengan memberi pendekatan secara langsung dan menegur siswa yang tidak
memperhatikan pelajaran. Namun, cara ini belum mampu membangkitkan minat siswa.
Deskripsi Tiap Siklus
Proses penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus yang masing-masing siklus terdiri atas 4
tahapan, yakni: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan interpretasi, dan
(4) analisis dan refleksi.
a. Siklus I
1) Perencanaan Tindakan I
Kegiatan perencanaan tindakan I dilaksanakan dengan 1 kali pertemuan pada hari
Selasa, 19 Mei 2017 di SDN Balongsari 1. Peneliti dan guru Kolaborator mendiskusikan
rancangan tindakan yang akan dilakukan dalam proses penelitian ini. Kemudian peneliti
dan kolaborator merencanakan tindakan I meliputi kegiatan sebagai berikut:
(a) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran dengan model
pembelajaran bermain pesawat kertas
(b) Peneliti dan guru kolaborator menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP )
untuk materi lempar lembing.
(c) Peneliti bersama guru kolaborator membuat pesawat kertas yang akan digunakan
dalam pembelajaran lempar lembing.
(d) Peneliti dan guru kolaborator menyusun angket isian yang akan diberikan pada
siswa dan kolaborator.
2) Pelaksanaan tindakan I
Sesuai dengan skenario pembelajaran pada siklus I ini pembelajaran dilakukan
oleh peneliti, dan peneliti sekaligus melakukan observasi terhadap proses pembelajaran
dan wawancara kepada beberapa siswa setelah pembelajaran berakhir.
Urutan pelaksanaan tindakan tersebut adalah sebagai berikut:
(a) Peneliti memberikan gerakan pemanasan yang berkaitan dengan materi lempar
lembing.
(b) Peneliti menjelaskan materi bermain pesawat kertas.
(c) Siswa mendengarkan penjelasan dari guru.
(d) Peneliti memberi contoh bagaimana cara melempar pesawat kertas
Samsul Huda, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Lempar Lembing…._________________________ 6

(e) Peneliti menyuruh siswa melakukan model pembelajaran tersebut sesuai dengan
arahan guru.
(f) Siswa melakukan model pembelajaran tersebut sesuai dicontohkan oleh peneliti.
(g) Peneliti memotivasi siswa agar mempunyai semangat dalam melakukan model
pembelajaran tersebut.
(h) Di akhir pembelajaran pada siklus I, seluruh siswa dibagikan angket motivasi.
3) Observasi dan Interpretasi
(a) Peneliti melakukan pengamatan selama proses pembelajaran sehingga dari kegiatan
tersebut, diperoleh deskripsi tentang jalannya proses belajar mengajar Penjas materi
lempar lembing dengan bermain pesawat kertas.
(b) Sebelum mengajar, peneliti dan guru kolaborator telah membuat rencana
pembelajaran yang akan dijadikan sebagai pedoman dalam mengajar. Rencana
pembelajaran tersebut sesuai dengan kurikulum yang berlaku, yakni Kurikulum
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
(c) Peneliti sudah melaksanakan kegiatan pembelajaran Penjas khususnya berkaitan
dengan materi lempar lembing dengan benar, yaitu dengan cara mengajar secara
konseptual. Artinya, peneliti mengajar dengan arah dan tujuan yang jelas dan
terencana. Pada awal pembelajaran, peneliti dengan jelas mengemukakan apa yang
akan diajarkan pada hari itu kepada siswa, yaitu bagaimana menerapkan model
pembelajaran dengan bermain pesawat kertas. Setelah itu siswa diberikan
pembelajaran teknik dasar pada pertemuan awal. Pada akhir pembelajaran siklus I
guru memberikan angket motivasi untuk mengetahui / mendapatkan data tentang
prosentase partisipasi dan ekpresi kesenangan siswa dalam proses pembelajaran..
(d) Peneliti memotivasi siswa agar melakukan model pembelajaran dengan bermain
pesawat kertas agar siswa semangat melakukan apa yang di perintah oleh guru.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran lempar lembing sebelumnya Pada
kegiatan lempar lembing, 84% siswa menyatakan sulit menggunakan lembing yang
sesungguhnya Sekitar 50 % siswa yang melakukan lempar lembing tidak dapat menancap ke
tanah 35% siswa kurang termotivasi dalam pembelajaran di karenakan keterbatasan
alat/Lembing, hasil dari observasi terhadap aktivitas belajar siswa.
7__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

Hasil yang diperoleh pada aktivitas siswa setelah menggunakan pendekatan bermain
pesawat kertas, menunjukkan adanya peningkatan yang baik, karena dalam pembelajaran ini,
siswa lebih banyak di ajak bermain kompetisi antara kelompok.
Hasil yang diperoleh dalam proses pembelajaran setelah menggunakan pendekatan
bermain pesawat kertas dari ke 3 aspek yakni aspek psikomotor, aspek efektif, dan aspek
kognitif pada siklus I 72.09%, sedangkan pada siklus II mencapai 83,86%
Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa melalui pendekatan bermain
pesawat kertas dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang sebelumnya bersifat pasif
dalam pembelajaran lempar lembing, bahwa sebelum penelitian di laksanakan melalui
pendekatan lempar lembing, siswa menyatakan sulit menggunakan lembing yang
sesungguhnya, siswa yang melakukan lempar lembing tidak dapat menancap ke tanah, siswa
kurang termotivasi dalam pembelajaran di karenakan keterbatasan alat/Lembing. Tetapi
setelah penelitian dilaksanakan melalui pendekatan bermain pesawat kertas dalam
pembelajaran lempar lembing , siswa lebih aktif melakukan aktivitas belajar dan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Diskripsi Perbandingan Proses Belajar Dan Hasil Belajar Siklus I Dan II

88
87
86
85
SIKLUS I
84
SIKLUS II
83
82
81
80
79
82.33% 87.49%

Gambar 4.1
Diagram Motivasi Kepuasan Siswa Terhadap Kepuasan Proses Belajar
Samsul Huda, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Lempar Lembing…._________________________ 8

86

84

82

80 SIKLUS I
SIKLUS II
78

76

74

72
77.50% 85.00%

Gambar 4.2
Diagram Semangat, Keaktivan dan Ekpresi kesenangan Siswa dalam Proses Pembelajaran

90
80
70
60
50 siklus I

40 siklus II

30
20
10
0
75% & 83,33% 70,83% & 87,5% 66,66% & 79,67%

Gambar 4.3
Diagram Hasil Belajar 3 Aspek dalam Proses Pembelajaran
9__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

100
90
80
70
60 SIKLUS I
50 SIKLUS II
40
30
20
10
0
75.00% 100.00%

Gambar 4.4
Diagram Ketercapaian Pengelolaan Pembelajaran

KESIMPULAN DAN SARAN


Simpulan yang dapat ditarik dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah Penerapan
bermain pesawat kertas dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang sebelumnya bersifat pasif
dalam pembelajaran lempar lembing, bahwa sebelum penelitian di laksanakan melalui
pendekatan lempar lembing, siswa menyatakan sulit menggunakan lembing yang
sesungguhnya, siswa yang melakukan lempar lembing tidak dapat menancap ke tanah, siswa
kurang termotivasi dalam pembelajaran di karenakan keterbatasan alat/Lembing. Tetapi
setelah penelitian dilaksanakan melalui pendekatan bermain pesawat kertas dalam
pembelajaran lempar lembing , siswa lebih aktif melakukan aktivitas belajar dan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Dari simpulan di atas, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut : (1) Pembelajaran
pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang selama ini hanya menggunakan cara-cara
konvensional sudah waktunya diganti dengan teknik atau pendekatan pembelajaran yang
inovatif, seperti dengan penerapan bermain pesawat kertas dalam permainan lempar lembing.
Samsul Huda, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Lempar Lembing…._________________________ 10

(2) Dengan melihat hasil pembelajaran dengan penerapan bermain pesawat kertas ini,
tentunya bisa dikembangkan dengan pendekatan atau inovasi yang lain

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Susanto.2013, Teori Belajar Dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Jakarta : Kencana
Eri Priatna.2008, Ensiklomini Olahraga Atletik. Klaten : Sahabat
Guruvalah.2007, Hasil Belajar Bab2 Pdf ( Online ), (http://www.goecities.com, Diunduh 27
januari 2009)
Imankoeh.1988, Peningkatan Ketrampilan Lempar Lembing ( online ),
(http://www.blogspot.com, diunduh 12 januari 2013)
Nenden.2009, Belajar Dan Berlatih Atletik. Bekasi : Ananda Baika
Winarmo.2011, Metologi Penelitian Dalam Pendidikan Jasmani. Malang : MCU
Suharsimi Arikunto.2006, Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara
Samsudin.2008, Pendidikan Jasmani Kesehatan Dan Olahraga. Jakarta : Kencana
Ega Trisna Rahayu.2013, Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani.
Bandung : Alfabeta
Dini Rosdiani.2012, Model Pembelajaran Langsung Dalam Pendidikan Jasmani Dan Kesehatan.
Bandung : Alfabeta
11__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V


MATA PELAJARAN PKN MATERI POKOK DEMOKRASI MELALUI PENERAPAN
MODEL PEMBELAJARAN SCRAMBLE DI SDN BALONGSARI 7
KOTA MOJOKERTO

Rr. Ninik Endang PG


SDN Balongsari 7 Kota Mojokerto
Sdnbalongsari7@gmail.com

Abstract : Civic Education is a subject matter which has purpose to build good citizens.
However, the students have considered that Civic Education is a difficult and not interesting
subject matter. Civic Education learning usually just focuses on teacher, so the students are bored
and causes students’ learning activities low. It causes students’ learning outcome not to be
optimum. It also occurs to the sixth grade students at SDN Balongsari 7 Kota Mojokerto.
Therefore, the classroom action research needs to be done at that school with the sixth grade
students as the research subject. This research is held in two cycles. Data collection is used
methods of interview, observation, test, and document. The purpose of this research is to improve
the sixth grade students’ activities and learning outcome of Civic Education on Democracy
materials through scramble learning model. The result of this research show that the sixth grade
students' activities and learning outcome increased through scramble learning model.
Keywords : Civic Education, scramble learning model, students’ learning activities, students’
learning outcome.

Abstrak : Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang bertujuan untuk
membentuk warga negara yang baik. Akan tetapi, para siswa beranggapan bahwa PKn
merupakan mata pelajaran yang sulit dan kurang menarik. Pembelajaran PKn biasanya terpusat
pada guru sehingga siswa merasa bosan dan menyebabkan aktivitas belajar siswa rendah. Hal ini
menyebabkan hasil belajar siswa pun belum optimal. Demikian juga yang terjadi pada siswa
kelas V SDN Balongsari 7 Kota Mojokerto. Oleh karena itu dilakukan penelitian tindakan kelas
di sekolah tersebut dengan siswa kelas V sebagai subjek penelitiannya. Penelitian ini
dilaksanakan dalam dua siklus. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi,
tes, dan dokumen. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
siswa kelas V dalam pembelajaran PKn materi pokok Demokrasi melalui model pembelajaran
scramble. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V
mengalami peningkatan melalui penerapan model pembelajaran scramble.
Kata Kunci : aktivitas belajar siswa, hasil belajar siswa, model pembelajaran scramble,
Pendidikan Kewarganegaraan.
Rr. Ninik Endang PG, Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar ………___________________ 12

PENDAHULUAN
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang
diberikan pada semua jenjang pendidikan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. PKn memfokuskan pada pembentukan
warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai amanat Pancasila
dan UUD 1945”. PKn termasuk dalam kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian. Kelompok mata pelajaran tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan
wawasan peserta didik terhadap status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, serta kualitas dirinya sebagai manusia. Melalui Pendidikan
Kewarganegaraan diharapkan dapat membentuk warganegara yang dapat melaksanakan
kewajiban dan haknya sebagai warganegara Indonesia yang baik.
Pentingnya mata pelajaran PKn ternyata belum disadari sepenuhnya oleh banyak pihak.
Masih banyak yang beranggapan bahwa PKn merupakan mata pelajaran yang sulit karena hanya
berisi konsep-konsep untuk dihafalkan, sehingga membuat para siswa lebih tertarik untuk
menekuni mata pelajaran lainnya. Hal ini pula yang terjadi di SDN Balongsari 7 Kota Mojokerto.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas dan siswa kelas V SDN Balongsari 7 Kota
Mojokerto diketahui bahwa pembelajaran PKn di kelas masih lebih banyak terpusat pada guru,
sehingga mengakibatkan rendahnya aktivitas belajar siswa di kelas. Rendahnya aktivitas belajar
siswa di kelas menimbulkan kejenuhan bagi siswa sehingga siswa kurang tertarik untuk belajar
PKn dan menyebabkan hasil belajar PKn siswa kelas V belum optimal. Berdasarkan hasil
observasi yang dilakukan pada kegiatan pra siklus, diketahui bahwa persentase rata-rata aktivitas
belajar siswa sebesar 16,91% (tidak aktif), sedangkan berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) untuk mata pelajaran PKn kelas V SDN Balongsari 7 Kota Mojokerto, diperoleh data
bahwa terdapat 23 siswa yang tuntas (45,10%), sedangkan 28 siswa lainnya (54,90%) tidak
tuntas.
Sebenarnya guru telah berusaha untuk menerapkan berbagai model pembelajaran, metode,
dan media yang bervariasi, hanya saja penerapan tersebut belum memperhatikan kesesuaiannya
dengan materi PKn yang akan diajarkan. Guru juga beranggapan bahwa metode ceramah lebih
sesuai untuk diterapkan pada siswa kelas V karena guru akan lebih cepat menyelesaikan materi
pelajaran. Oleh karena itu, agar dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, maka
13__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

diperlukan penerapan model pembelajaran yang bervariasi dengan memperhatikan kesesuaian


antara materi pelajaran dengan model pembelajaran yang akan digunakan.
Salah satu model pembelajaran yang sering diterapkan di kelas adalah model
pembelajaran kooperatif. “Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan kerjasama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran”. Model
pembelajaran scramble merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Menurut
Depdiknas, model pembelajaran scramble merupakan model pembelajaran dengan cara
memberikan jawaban yang disusun secara acak kemudian siswa bertugas untuk mengkoreksi
(membolak-balik huruf) jawaban tersebut sehingga menjadi jawaban yang tepat. Melalui
penerapan model pembelajaran scramble, aktivitas belajar siswa dapat meningkat. Jika aktivitas
belajar siswa meningkat, maka hasil belajar siswa juga akan meningkat. Hal ini senada dengan
pendapat Gie, yang menyatakan bahwa keberhasilan siswa bergantung pada aktivitas siswa yang
dilakukan selama proses pembelajaran. Hasil belajar siswa merupakan hasil yang diperoleh
siswa selama proses pembelajaran. Menurut Nasution (2000:5), hasil belajar meliputi seluruh
pribadi anak. Pada penelitian ini, hasil belajar siswa diukur menggunakan tes yang dilakukan
pada setiap akhir siklus untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa sesuai dengan KKM yang
berlaku di SDN Balongsari 7 Kota Mojokerto.
KKM merupakan kriteria paling rendah untuk menyatakan ketuntasan yang dicapai oleh
peserta didik. Penetapan KKM suatu mata pelajaran harus memperhatikan tiga aspek kriteria,
yaitu: (1) tingkat kompleksitas, kesulitan setiap indikator, kompetensi dasar, dan standar
kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik; (2) kemampuan sumber daya pendukung
dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah; (2) intake rata-rata
kemampuan peserta didik di sekolah yang bersangkutan. Berdasarkan tiga aspek kriteria
penetapan KKM, maka ditetapkan KKM untuk mata pelajaran PKn Kelas V di sekolah tersebut
adalah 65 dengan daya serap klasikal minimal 65%.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilaksanakan penelitian dengan rumusan
masalah yaitu: (1) bagaimanakah peningkatan aktivitas belajar siswa kelas V SDN Balongsari 7
Kota Mojokerto dalam pembelajaran PKn materi pokok Demokrasi melalui penerapan model
pembelajaran scramble? dan (2) bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa kelas V SDN
Balongsari 7 Kota Mojokerto dalam pembelajaran PKn materi pokok Demokrasi melalui
penerapan model pembelajaran scramble? Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan
Rr. Ninik Endang PG, Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar ………___________________ 14

aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SDN Balongsari 7 Kota Mojokerto dalam pembelajaran
PKn materi pokok Demokrasi melalui penerapan model pembelajaran scramble.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Balongsari 7 Kota Mojokerto pada semester ganjil
tahun pelajaran 2016/2017. Subjek penelitian adalah siswa kelas V yang berjumlah 51 siswa (17
siswa laki-laki dan 34 siswa perempuan). Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) yang terdiri atas dua siklus. Menurut Masyhud, PTK menawarkan cara dan prosedur yang
baru untuk memperbaiki serta meningkatkan profesionalisme guru dalam proses belajar-mengajar
di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Terdapat
empat tahapan pada masing-masing siklus, yaitu: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) pengamatan,
dan (4) refleksi. Tahapan pada siklus selanjutnya berawal dari perencanaan yang sudah direvisi,
tindakan, pengamatan, dan refleksi. Kemmis dan McTaggart, mengemukakan bahwa “model
penelitian tindakan berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus berikutnya”.
Tindakan pada siklus I diawali dengan kegiatan perencanaan. Kegiatan perencanaan
yang dilakukan meliputi: (1) menyusun perangkat pembelajaran, seperti silabus dan RPP; (2)
menyiapkan lembar kerja siswa yang menerapkan model pembelajaran scramble; (3) menyusun
daftar kelompok; serta (4) menyusun instrumen penilaian berupa lembar observasi dan lembar
penilaian berupa tes tulis. Tahap selanjutnya dilakukan tindakan yang sesuai dengan perencanaan
tersebut. Tindakan ini dibagi menjadi tiga kegiatan, yaitu: (1) pendahuluan; (2) inti; dan (3)
penutup. Pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, dilakukan suatu pengamatan untuk
mengetahui aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran tersebut. Pengamatan ini dilaksanakan
berdasarkan pedoman observasi yang telah disusun. Berdasarkan hasil tersebut, dilakukan
refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Dengan demikian, ditemukan masalah
apa saja yang menjadi kendala saat pembelajaran berlangsung serta untuk menangani kelemahan-
kelemahan yang terjadi. Hasil refleksi tersebut kemudian dijadikan pedoman untuk memperbaiki
proses pembelajaran pada siklus II apabila hasil yang diharapkan belum tercapai.
Kegiatan siklus II ini merupakan perbaikan dari siklus I. Perbedaan kegiatan
pembelajaran pada siklus I dan siklus II terletak pada kegiatan inti yang dilaksanakan pada saat
tindakan. Pada siklus I, siswa diminta untuk mendiskusikan materi dan membuat bagan dari
materi tersebut bersama teman sebangkunya, sedangkan pada siklus II, siswa diminta untuk
15__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

duduk bersama kelompoknya dan menyimak penjelasan guru, kemudian guru meminta kelompok
untuk mengurutkan kartu-kartu tahapan Pilkada hingga menjadi urutan tahapan Pilkada yang
tepat.
Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah: (1) wawancara,
(2) observasi, (3) tes, dan (4) dokumen. Pada penelitian ini, data mengenai aktivitas belajar siswa
diperoleh dari hasil observasi. Persentase aktivitas belajar siswa melalui penerapan model
scramble ini, dihitung menggunakan rumus :
Pa = m/M x 100%
Keterangan:
Pa = persentase keaktifan siswa m = jumlah skor yang diperoleh
M = jumlah skor maksimal

Tabel 1. Kriteria Keaktifan Siswa


Persentase Keaktifan Kriteria Keaktifan
Siswa Siswa
75% < Pa < 100% Sangat aktif
50% < Pa < 75% Aktif
25% < Pa < 50% Cukup aktif
Pa < 25% Tidak aktif

Berdasarkan KKM yang berlaku di sekolah tersebut, maka siswa dikatakan tuntas
apabila memperoleh nilai > 65 dengan skor maksimal 100 untuk mata pelajaran PKn. Selain itu,
suatu kelas dikatakan tuntas belajar apabila siswa yang memperoleh nilai > 65 dengan skor
maksimal 100 mencapai minimal 65%. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran PKn melalui penerapan model pembelajaran scramble dihitung menggunakan rumus:
P = n/N x 100%
Keterangan:
P = persentase ketuntasan belajar siswa n= jumlah siswa yang tuntas N= jumlah siswa
keseluruhan
Rr. Ninik Endang PG, Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar ………___________________ 16

Tabel 2. Kategori persentase peningkatan hasil belajar siswa


Persentase Kriteria
P > 90% Sangat baik
80% < P < 90% Baik
65% < P < 80% Cukup baik
55%< P < 65% Kurang baik
P < 55% Tidak baik

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan observasi yang dilakukan sebelum penelitian diketahui bahwa persentase
rata-rata aktivitas siswa kelas V SDN Balongsari 7 Kota Mojokerto dalam pembelajaran PKn
sebesar 16,91% (tidak aktif). Hal ini dikarenakan, aktivitas belajar siswa sebelum dilakukan
penelitian hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat atau membuat rangkuman.
Rendahnya aktivitas belajar siswa tersebut mempengaruhi hasil belajar siswa. Berdasarkan KKM
yang berlaku di SD Negeri Balongsari 7, maka diperoleh data bahwa jumlah siswa yang tidak
tuntas sebanyak 28 siswa (54,90%), sedangkan siswa yang tuntas sebanyak 23 siswa (45,10%).
Berdasarkan data tersebut, maka pada tanggal 14 November 2016 dilaksanakan siklus I.
Hasil observasi pada siklus I menunjukkan bahwa persentase rata-rata aktivitas belajar siswa
mencapai 72,79% (aktif). Selain itu, berdasarkan hasil tes akhir siklus I diperoleh data bahwa
terdapat 17 siswa (33,33%) yang tidak tuntas, sedangkan 34 siswa lainnya (66,67% ) tuntas. Jika
dilihat berdasarkan kriteria hasil belajar, maka terdapat 2 siswa dengan hasil belajar sangat baik,
20 siswa dengan hasil belajar baik, 12 siswa dengan hasil belajar cukup baik, 8 siswa dengan
hasil belajar kurang baik, dan 9 siswa dengan hasil belajar tidak baik.
Siklus II dilaksanakan pada 21 November 2016. Kegiatan pembelajaran siklus II
merupakan hasil refleksi dari pembelajaran siklus I. Berdasarkan analisis hasil observasi yang
dilakukan pada siklus II diketahui bahwa persentase rata-rata aktivitas belajar siswa mengalami
peningkatan sebesar 11,76% dari siklus I menjadi 84,55% (sangat aktif). Setelah dilaksanakan tes
akhir siklus II, berdasarkan KKM yang berlaku di sekolah tersebut diperoleh data bahwa terdapat
42 siswa tuntas (82,35%) dan 9 siswa yang tidak tuntas (17,65%). Selain itu, berdasarkan kriteria
hasil belajar diperoleh data bahwa terdapat 3 siswa dengan hasil belajar sangat baik, 24 siswa
17__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

dengan hasil belajar baik, 15 siswa dengan hasil belajar cukup baik, 5 siswa dengan hasil belajar
kurang baik, dan 4 siswa lainnya dengan hasil belajar tidak baik.
Hasil penelitian pada siklus I dan siklus II menunjukkan bahwa aktivitas dan hasil
belajar siswa kelas V dalam pembelajaran PKn materi pokok Demokrasi melalui penerapan
model pembelajaran scramble mengalami peningkatan. Selain itu, dalam wawancara yang
dilakukan pada 23 November 2016, guru kelas V berpendapat bahwa model pembelajaran
scramble membuat siswa menjadi termotivasi dan bersemangat untuk mengikuti pembelajaran di
kelas, sehingga siswa menjadi lebih aktif. Siswa juga mengungkapkan bahwa siswa senang dan
tidak jenuh selama mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran scramble,
karena siswa dapat belajar sambil bermain. Siswa juga tidak mengalami kesulitan selama
mengikuti pembelajaran.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh peneliti ini bertujuan untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran PKn materi pokok
Demokrasi melalui penerapan model pembelajaran scramble. Model pembelajaran scramble yang
diterapkan pada penelitian ini menghendaki siswa agar dapat bekerja sama dalam kelompok
untuk menyusun huruf yang diacak menjadi sebuah jawaban dari pertanyaan yang disediakan.
Berdasarkan hasil observasi aktivitas belajar siswa, diketahui bahwa persentase rata-rata
aktivitas belajar siswa pada siklus I adalah 72,79% (aktif). Pada siklus II, persentase rata-rata
aktivitas siswa mengalami peningkatan sebesar 11,76% menjadi 84,55% (sangat aktif). Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa kelas V SDN Balongsari 7 Kota Mojokerto
mengalami peningkatan melalui penerapan model pembelajaran scramble dalam pembelajaran
PKn materi pokok Demokrasi.
Selain itu, hasil belajar siswa kelas V SDN Balongsari 7 Kota Mojokerto juga
mengalami peningkatan melalui penerapan model pembelajaran scramble dalam pembelajaran
PKn materi pokok Demokrasi. Berdasarkan tes akhir siklus I diperoleh data bahwa terdapat 34
siswa yang tuntas (66,67%), sedangkan siswa yang tidak tuntas sebanyak 17 siswa (33,33%).
Berdasarkan tes akhir siklus II, diperoleh data bahwa terdapat 42 siswa (82,35%) yang tuntas dan
siswa yang tidak tuntas sebanyak 9 siswa (17,65%).
Peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SDN Balongsari 7 Kota Mojokerto
dalam pembelajaran PKn materi pokok Demokrasi melalui penerapan model pembelajaran
scramble tersebut senada dengan pendapat Sambeng yang menyatakan bahwa aktivitas belajar
Rr. Ninik Endang PG, Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar ………___________________ 18

siswa dapat meningkat melalui penerapan model pembelajaran scramble, karena model
pembelajaran scramble memiliki dampak instruksional yaitu siswa menjadi lebih aktif karena
model pembelajaran ini menuntut siswa untuk aktif bekerjasama menyelesaikan kartu soal. Selain
itu, guru juga memberikan konsep atau informasi kepada siswa sesuai dengan materi yang
diajarkan serta penilaian terhadap hasil kerja siswa secara objektif. Hal ini menyebabkan
timbulnya sikap kepuasan pada siswa.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa kelas V SDN Balongsari 7 Kota Mojokerto pada mata
pelajaran PKn materi pokok Demokrasi melalui penerapan model pembelajaran scramble
mengalami peningkatan. Persentase aktivitas belajar siswa pada siklus I mencapai 72,79% (aktif).
Persentase aktivitas belajar siswa pada siklus II meningkat sebesar 11,76% menjadi 84,55%
(sangat aktif).
Hasil belajar siswa kelas V SDN Balongsari 7 Kota Mojokerto pada mata pelajaran PKn
materi pokok Demokrasi melalui penerapan model pembelajaran scramble juga mengalami
peningkatan. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 66,67%. Persentase
ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 15,68% menjadi
82,35%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menyarankan agar guru mencoba
menerapkan model pembelajaran yang bervariasi, sehingga kegiatan pembelajaran yang terjadi di
dalam kelas tidak membosankan. Dalam menerapkan model pembelajaran di kelas, guru
hendaknya memperhatikan kesesuaian materi pelajaran dan model pembelajaran yang akan
digunakan. Siswa kelas V disarankan agar lebih aktif selama mengikuti pembelajaran dan belajar
dengan sungguh-sungguh agar tercapai hasil belajar yang lebih baik. Untuk peneliti lain,
diharapkan agar dapat mengembangkan penelitian yang akan dilakukan agar dapat memperbaiki
kekurangan yang terdapat pada penelitian ini.
19__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, G.A. 2008. Peningkatan Hail Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung Kelas VII Semester Genap
Tahun Pembelajaran Tahun 2007/2008 Di SMP Negeri 1 Wonosari Bondowoso. Sains
dan Edukasi, 6 (2):186.
BSNP. 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah [serial online]. http://litbang.kemdikbud.go.id/ content/Standar%20Isi
%20SD(1). pdf. [19 September 2016].
Hobri. 2007. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Untuk Guru dan Praktisi. Jember: Pena Salsabila.
Junaidi, W. 2010. Cara Meningkatkan Aktivitas Belajar
Siswa [serial online]. http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/07/aktivitas -belajar-siswa.html.
[12 Juli 2016].
Kristianti. 2011. “Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPS Pokok Bahasan Kenampakan
Alam dan Sosial Budaya dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Scramble pada Siswa kelas IV SDN Keting 01 Jombang Kabupaten Jember Tahun
Pelajaran 2011/2016”. Tidak Diterbitkan. Skripsi: FKIP Universitas Jember.
Masyhud, S. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Jember: Lembaga Pengembangan Manajemen
dan Profesi Kependidikan (LPMPK).
Merindha,Y. J. 2011. “Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Pokok Bahasan Gaya
Menggunakan Model Pembelajaran Scramble pada Siswa Kelas IV SDN Sumbersari 03
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Tahun Pelajaran 2010/2011”. Tidak
Diterbitkan. Skripsi. Jember: FKIP Universitas Jember.
Nasution, S. 2000. Didaktik Asas-Asas Mengajar.Jakarta: Bumi Aksara.
Sudrajat, A. 2008. Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) [serial online].
http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008 /08/pe netapan-kkm.pdf. [15 Februari
2013].
Widiyanti, I. 2016. “Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas VB Pada Mata
Pelajaran PKn Pokok Bahasan Sikap Mematuhi Keputusan Bersama Melalui Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Dengan Menggunakan Media
Gambar Dan Kokami Di SDN Sumbersari 01 Kabupaten Jember”. Tidak Diterbitkan.
Skripsi. Jember: FKIP Universitas Jember.
Rr. Ninik Endang PG, Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar ………___________________ 20

Winarno. 2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah Di Perguruan


Tinggi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
21__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

FORMULA 4D DENGAN TEORI JARINGAN AKTOR


DAPAT MENINGKATKAN BUDAYA LITERASI WARGA SEKOLAH

Mulib
SMP Negeri 1 Mojokerto
E-mail: multi_smpn1mojokerto@yahoo.co.id

Abstract: Best practice entitled “4D formula using actor network can improve the
school society literature”. The aim of this best practice ito improve the medium and
infrastructure of literature movement that represents and describes the effort of
improving the literature society. 4D formula strategic is used as the effort to improve
literature society using actor network approach. 4D in this report has 4 phases named
come closer, disseminated, meaningful, and applied. It is proved that 4D formula can
solve the problem of literature society in SMP Negeri 1 Mojokerto. The success can
be seen through the following indicators: (1) There are some representative reading
areas and (2) There are enough books collections or literatures. 4D formula can also
improve the school society literature in SMP Negeri 1 Mojokerto as shown in the
following indicators (1) the improving numbers of visitors and borrowers in the
school library, (2) the improving of writing activity of the school members and (3) the
achievement in library competition.

Key words: 4D Formula, Actor Network, Literature Society.

Abstrak: Best practice berjudul “Formula 4D dengan Pemanfaatan Jaringan Aktor


dapat Meningkatkan Budaya Literasi Warga Sekolah”. Best practice ini dimaksudkan
untuk mendeskripsikan upaya pemenuhan sarana prasarana gerakan literasi yang
representatif dan mendeskripsikan upaya peningkatan budaya literasi. Formula 4D
merupakan strategi yang digunakan dalam upaya peningkatan budaya literasi dengan
memanfaatkan pendekatan jaringan aktor. Formula 4D mengandung fase dekatkan,
fase disebarkan, fase dimaknai, dan fase diterapkan. Hasilnya, formula 4D mampu
menyelesaikan permasalahan terkait budaya literasi di SMP Negeri 1 Mojokerto.
Keberhasilan tersebut tampak pada terpenuhinya sarana prasarana pendukung gerakan
literasi sekolah di lingkungan SMP Negeri 1 Mojokerto dengan indikator (1)
tersedianya ruang baca yang representatif dan (2) terpenuhinya kebutuhan jumlah
judul dan koleksi buku atau bahan literasi. Selain itu, penerapan formula 4D juga
mampu meningkatkan budaya literasi di SMP Negeri 1 Mojokerto dengan indikator
(1) meningkatnya jumlah pengunjung dan peminjam di perpustakaan, (2)
meningkatnya aktivitas menulis warga sekolah, dan (3) diraihnya juara lomba
perpustakaan.

Kata Kunci: Formula 4D, Jaringan Aktor, Budaya Literasi


Mulib, Formula 4D dengan Teori Jaringan Aktor.............................….._________________________ 22

PENDAHULUAN
Budaya literasi yang terindikasi pada budaya baca dan tulis masyarakat Indonesia
relatif rendah. Temuan UNESCO (2012) terkait kebiasaan membaca masyarakat Indonesia
menyatakan bahwa hanya satu dari 1.000 orang Indonesia yang membaca. Di samping itu, hasil
tes PIAAC atau Programme for the International Assessment of Adult Competencies tahun 2016
untuk tingkat kecakapan orang dewasa juga menunjukkan hasil yang memprihatinkan. Indonesia
berada di peringkat paling bawah pada hampir semua jenis kompetensi yang diperlukan orang
dewasa untuk bekerja dan berkarya sebagai anggota masyarakat.
Rendahnya budaya literasi juga terjadi di SMP Negeri 1 Mojokerto. Membaca atau
menulis bukan menjadi suatu kebiasaan bagi warga SMP Negeri 1 Mojokerto. Dalam berbagai
momen, misalnya ketika siswa sedang menunggu jemputan, yang dilakukannya bukan membaca,
tetapi bercengkerama dengan temannya atau bermain hp. Kondisi ini juga terjadi pada warga
sekolah yang lain. Kalau pun ada yang membaca, jumlahnya sangat kecil. Tampaknya kondisi
tersebut juga terjadi pada masyarakat Indonesia pada umumnya.
Kondisi demikian ini jelas memprihatinkan karena kemampuan dan keterampilan
membaca merupakan dasar bagi pemerolehan pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan
sikap seseorang. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui suatu
gerakan yang masif dan terstruktur, yakni gerakan literasi sekolah. Pemerintah pun melalui
Permendikbud Nomor 21 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti telah meluncurkan
gerakan literasi sekolah. Gerakan tersebut langsung disikapi oleh semua sekolah di Indonesia
dengan melakukan berbagai aksi sesuai kemampuan dan kesiapan sekolah. Kesiapan yang
dimaksud di antaranya kesiapan perpustakaan sekolah.
Perpustakaan sekolah merupakan bagian terpenting satuan pendidikan dan dalam upaya
menyukseskan gerakan literasi sekolah. Keberhasilan gerakan literasi sekolah dan kualitas
sekolah sangat dipengaruhi oleh kualitas perpustakaan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
keberadaan perpustakaan sekolah di dalam satuan pendidikan dan dalam penyuksesan gerakan
literasi sekolah.
Namun, fakta empiris menunjukkan bahwa keberadaan perpustakaan sekolah di
lingkungan sekolah masih sangat memprihatinkan dan perlu perhatian. Kondisi ini menyiratkan
bahwa perhatian penentu kebijakan di lingkungan sekolah belum memprioritaskan perpustakaan
23__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

sekolah sebagai program sekolah yang perlu diperhatikan untuk mendukung gerakan literasi
sekolah dan menunjang kegiatan belajar mengajar.
Saat ini kegiatan di sekolah ditengarai belum optimal mengembangkan kemampuan
literasi warga sekolah khususnya guru dan siswa. Hal ini disebabkan antara lain oleh terbatasnya
sarana dan prasarana perpustakaan, di samping pemahaman warga sekolah terhadap pentingnya
kemampuan literasi dalam kehidupan mereka.
SMP Negeri 1 Mojokerto yang notabene sebagai sekolah rujukan di Kota Mojokerto
juga tidak lepas dari keterbatasan tersebut, utamanya keterbatasan ruang baca perpustakaan,
jumlah koleksi, dan bentuk pelayanan perpustakaan. Data yang diambil tahun 2016 menunjukkan
bahwa jumlah koleksi buku perpustakaan SMP Negeri 1 Mojokerto hanya 2.326 judul dengan
jumlah koleksi keseluruhan 3.803 eksemplar. Dengan jumlah siswa sebanya 29 rombel koleksi
buku tersebut termasuk kurang. Begitu pula dengan ketersediaan ruang baca yang sangat sempit
dan sistem layanan yang tidak efektif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah berikut: (1) bagaimana
upaya pemenuhan sarana prasarana gerakan literasi yang representatif di lingkungan SMP Negeri
1 Mojokerto dan (2) bagaimana upaya meningkatkan budaya literasi di SMP Negeri 1
Mojokerto.
Untuk memperbaiki kondisi tersebut, sekolah dengan melibatkan berbagai komponen
yang ada berupaya meningkatkan budaya literasi warga sekolah. Upaya tersebut dilakukan
melalui penerapan formula 4D dengan teori jaringan aktor.

Teori
Dalam lingkungan sekolah, perpustakaan mempunyai peran yang sangat strategis dalam
hal penyediaan fasilitas untuk meningkatkan minat baca siswa. Minat dan kegemaran membaca
tidak dengan sendirinya dimiliki oleh seseorang, termasuk anak-anak dalam usia sekolah. Minat
baca dapat tumbuh dan berkembang dengan cara dibentuk. Dalam upaya ini digunakan beberapa
teori yang mendasari semua aktivitas sebagai upaya penyelesaian masalah, yakni teori
rangsangan, teori jaringan aktor, formula 4D, dan literasi.
1. Teori Rangsangan dan Dorongan
Dorongan adalah daya motivasional yang mendorong lahirnya perilaku yang mengarah
pada pencapaian suatu tujuan. Dorongan yang dimaksud adalah motivasi yang tidak hanya untuk
perilaku tertentu saja, melainkan perilaku apa saja yang berkaitan dengan kebutuhan dasar yang
Mulib, Formula 4D dengan Teori Jaringan Aktor.............................….._________________________ 24

diinginkan seseorang. Dorongan-dorongan tersebut dapat muncul dari dalam diri orang tersebut
atau dapat dirangsang dari luar.
Memperhatikan asal dari dorongan untuk berperilaku, dapat diprediksikan bahwa minat
dan kegemaran membaca dapat timbul dalam diri maupun dari orang atau lingkungan sekitar.
Dorongan dari luar harus disiapkan atau dikondisikan oleh sekolah dalam bentuk menciptakan
lingkungan sekolah yang literat dan kondusif. Di antaranya menciptakan ruang baca,
memperbanyak koleksi pustaka, mempermudah layanan, membangun jaringan.
2. Teori Jaringan Aktor
Inti dari teori jaringan aktor adalah bahwa sebuah realitas berdiri tidak di ruang hampa.
Artinya, realitas itu terbentuk karena berbagai faktor yang ada di sekitarnya, baik faktor manusia
maupun nonmanusia. Umumnya teori jaringan aktor mengembangkan konsep mengenai aktor,
jaringan, translasi, dan intermediari. Namun, hanya aktor dan jaringan saja yang dijelaskan dalam
tulisan ini karena dua konsep itu yang berperan besar dalam pengembangan best practice ini.
Aktor adalah semua elemen yang terhubung dalam sistem yang akan membentuk
jaringan secara alamiah. Dalam hal ini, aktor didefinisikan sebagai sesuatu yang ikut beraksi,
yang bukan hanya manusia, melainkan juga nonmanusia, seperti objek teknis, institusi,
perkumpulan, lembaga, dan sebagainya. Jumlah aktor atau pelaku dalam melaksanakan sebuah
aksi tidak terbatas. Misalnya, kepala perpustakaan sebagai salah satu aktor tidak benar-benar
bertindak sendiri dalam mengembangkan perpustakaan sebab ia membutuhkan aktor lain,
misalnya penerbit, kepala sekolah, guru, duta perpustakaan, ahli IT, dan sebagainya
Jaringan (network) adalah jejala, atau yang terangkai atau terhubung. Sebagai ilustrasi
ketika seorang pembaca akan membaca buku, ada banyak hal yang memengaruhinya. Misalnya,
pembaca dipengaruhi oleh temannya, kondisi lingkungan, gurunya, buku, dan berbagai faktor
lain. Semua faktor ini terhubung (dalam jejaring) yang menyebabkan bagaimana pembaca
beraksi. Pembaca tidak akan membaca dalam keadaan kosong (tanpa pengaruh), tetapi di bawah
pengaruh berbagai faktor. Semua faktor yang memengaruhi harus dipertimbangkan bersama-
sama, yang disebut dengan “jaringan aktor”.
Jaringan aktor terdiri atas jaringan bersama-sama, baik elemen teknis dan nonteknis.
Sesuai dengan contoh di atas, tidak hanya kapasitas pembaca, tetapi juga pengaruh elemen-
elemen di sekitarnya. Ini artinya, konsep jaringan tidak hanya berfokus pada relasi sosial aktor
manusia, tetapi mencakup aktor-aktor nonmanusia.
25__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

3. Formula 4D
Formula 4D merupakan strategi yang digunakan dalam upaya meningkatkan budaya
literasi. Istilah 4D merupakan singkatan dari dekatkan, disebarkan, dimaknai, diterapkan.
Formula 4D mengandung empat fase: (1) fase dekatkan, (2) fase disebarkan, (3) fase dimaknai,
dan (4) fase diterapkan.
Pada fase dekatkan, pihak manajemen perpustakan melakukan upaya mendekatkan
bahan literasi kepada pembaca dan melakukan promo. Pada fase disebarkan, pembaca
berkewajiban menceritakan atau menginformasikan hal yang sudah dibaca kepada orang lain.
Pada fase dimaknai, pembaca harus menjelaskan apa manfaat buku atau bahan literasi lain yang
telah dibaca bagi dirinya. Fase direrapkan merupakan fase produksi. Pembaca menerapkan
manfaat dari proses tiga fase sebelumnya dengan mengkreasi, menindaklanjuti, memproduksi,
atau mempraktikkan dalam bentuk karya, sikap, atau perilaku.
4. Literasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, literasi diartikan sebagai kemampuan menulis
dan membaca. Literasi juga diartikan sebagai kemampuan individu dalam mengolah informasi
dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Ini menunjukkan bahwa literasi pada awalnya dimaknai
'keberaksaraan' dan selanjutnya dimaknai 'melek' atau 'keterpahaman'. Pada langkah awal, “melek
baca dan tulis" ditekankan karena kedua keterampilan berbahasa ini merupakan dasar bagi
pengembangan melek dalam berbagai hal. Dengan demikian, literasi tidak sekadar baca tulis,
tetapi menjadi sarana siswa dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang
didapatkannya di bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan siswa, baik di rumah
maupun di lingkungan sekitarnya untuk menumbuhkan budi pekerti mulia.
Menurut Word Economic Forum (2016), peserta didik memerlukan 16 keterampilan
agar mampu bertahan di abad XXI, yakni literasi dasar (bagaimana peserta didik menerapkan
keterampilan berliterasi untuk kehidupan sehari-hari), kompetensi (bagaimana peserta didik
menyikapi tantangan yang kompleks), dan karakter (bagaimana peserta didik menyikapi
perubahan lingkungan mereka). Hal ini menguatkan bahwa pemahaman literasi tidak hanya
merambah pada masalah baca tulis saja.
Berdasarkan uraian tersebut, istilah literasi merupakan sesuatu yang terus berkembang
atau terus berproses, yang pada intinya adalah pemahaman terhadap teks dan konteksnya sebab
manusia berurusan dengan teks sejak dilahirkan, masa kehidupan, hingga kematian.
Mulib, Formula 4D dengan Teori Jaringan Aktor.............................….._________________________ 26

Keterpahaman terhadap beragam teks akan membantu keterpahaman kehidupan dan berbagai
aspeknya karena teks itu representasi dari kehidupan individu dan masyarakat dalam budaya
masing-masing.

PELAKSANAAN
Praktik baik dalam upaya meningkatkan budaya literasi warga sekolah di SMP Negeri 1
Mojokerto ini dimulai pada tahun ajaran 2017/2018 dengan melakukan inventarisasi
permasalahan, membuat perencanaan, melaksanakan program, sampai pada melakukan evaluasi.
Sasaran dan subjek peningkatan budaya literasi sekolah ini adalah semua warga sekolah. Dalam
konteks sekolah, subjek dalam kegiatan literasi adalah semua warga sekolah, yakni peserta
didik, pendidik, tenagaependidikan, dan kepala sekolah (cf. Wedarti dan Kisyani (Ed.),
2016).
Program strategis yang telah dilakukan adalah meningkatkan budaya literasi warga
sekolah di SMP Negeri 1 Mojokerto dengan formula 4D yang memanfaatkan jaringan aktor.
Penerapan formula 4D dalam rangka meningkatkan budaya literasi warga sekolah di SMP Negeri
1 Mojokerto dijelaskan sebagai berikut.
1. Fase Dekatkan
Mendekatkan bahan literasi kepada pembaca melalui berbagai upaya. Di antaranya
dengan menjadikan setiap sudut area sekolah sebagai ruang baca. Upaya tersebut diikuti dengan
upaya mengubah mindset atau pola pikir warga sekolah bahwa ruang baca tidak harus berupa
ruang yang berada di dalam sebuah gedung perpustakaan, tetapi semua sudut, semua tempat di
area sekolah bisa diangggap sebagai ruang baca. Setiap kelas ada pojok baca, setiap ruang
pendukung (ruang guru, ruang TU, ruang UKS, ruang pramuka, ruang laboratorium) ada pojok
baca, setiap sudut yang ada di area sekolah dijadikan ruang baca.
Di setiap sudut atau ruang baca harus tersedia bahan literasi yang cukup. Hal ini
berimplikasi pada penambahan jumlah koleksi dan judul buku atau bahan literasi lainnya. Yang
dilakukan sekolah adalah dengan mengalokasikan anggaran BOS untuk pengadaan buku sebesar
20%. Tim pengadaan buku dibentuk oleh sekolah selanjutnya tim menentukan buku-buku yang
akan dibeli dengan memperhatikan aspirasi dari semua warga sekolah, utamanya siswa dan guru.
Dalam menyampaikan aspirasi, siswa menyampaikannya melalui pohon aspirasi.
Selain memanfaatkan 20% anggaran sekolah untuk pengembangan perpustakaan,
manajemen perpustakaan juga melakukan kerja sama dengan pihak-pihak lain untuk
27__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

mendapatkan bantuan atau hibah buku, misalnya kerja sama dengan Perpustakaan Umum dan
BNN. Terobosan lain yang dilakukan adalah gerakan sedekah buku. Manajemen perpustakaan
menyiapkan kotak sedekah buku yang terbuat dari kardus bekas dan menempatkannya di
berbagai sudut baca. Siswa, guru, orang tua, dan siapa saja yang mempunyai buku atau bahan
literasi lain yang sudah tidak terpakai dapat menyedekahkan kepada perpustakaan sekolah dengan
memasukkan ke kotak sedekah buku tersebut.
Pada fase dekatkan, manajemen perpustakaan tidak hanya sekadar mendekatkan bahan
teks secara fisik kepada pembaca. Manajemen perpustakan juga membuat brosur atau promo
adanya buku baru atau buku menarik di samping memberikan layanan yang prima. Di antara
layanan prima itu adalah layanan dalam peminjaman dan pengembalian buku atau bahan literasi.
Peminjaman buku dilaksanakan dengan cara swalayan atau melayani dirinya sendiri. Setelah
menemukan buku yang dicari, anggota mengarahkan label barcode pada buku ke alat sensor
barcode. Setelah itu, anggota mengarahkan barcode pada kartu anggota ke alat sensor barcode.
Jika terdengar bunyi “tit”, berarti anggota tersebut sudah berhasil meminjam.
Pengembalian buku juga dilakukan dengan cara swalayan seperti peminjaman buku.
Jadi, anggota tinggal mengarahkan label barcode pada buku ke alat sensor barcode dan telah
mengarahkan barcode pada kartu anggota ke alat sensor barcode sampai terdengar bunyi “tit”.
Kegiatan lain yang dilakukan adalah penciptaan lingkungan kaya teks. Kegiatan ini
dilakukan dengan memasang/memajang karya siswa, banner/slogan yang menarik, menginsipari,
dan memotivasi warga sekolah di seluruh area sekolah. Selain itu pengadaan taman literasi dan
sudut-sudut baca (outdoor library) juga diperbanyak.
2. Fase Disebarkan
Untuk menarik atau mempengaruhi pembaca yang lain, pembaca harus menceritakan
bahan literasi yang telah dibacanya kepada orang lain: teman, orang tua, kakak, adik, atau orang
dekat lainnya. Waktu menceritakan bisa dilakukan di dalam atau di luar pembelajaran. Jika
dilakukan di luar pembelajaran, siswa dapat menunjukkan bukti bahwa dirinya telah
menceritakan kepada orang lain melalui bukti rekaman, tulisan atau gambar/foto. Agar berjalan
efektif, dalam pelaksanaan fase disebarkan ini, sekolah melibatkan guru, utamanya guru bahasa.
3. Fase Dimaknai
Pembaca harus mengetahui dan menjelaskan apa manfaat buku atau bahan literasi yang
telah dibacanya. Pembaca, khususnya siswa, harus dapat mengambil manfaat dari buku atau
Mulib, Formula 4D dengan Teori Jaringan Aktor.............................….._________________________ 28

bahan literasi yang telah dibacanya. Hal ini harus diceritakan oleh yang bersangkutan kepada
audien dalam pembelajaran bahasa, baik bahasa Indonesia, bahasa Jawa, maupun bahasa Inggris.
4. Fase Diterapkan
Muara dari semua fase adalah fase diterapkan. Dalam fase diterapkan ini, pembaca
menerapkan pengetahuan atau keterampilan sebagai hasil dari kegiatan reseptif dengan
mengkreasi, menindaklanjuti, memproduksi, atau mempraktikkan dalam bentuk karya, sikap,
atau perilaku. Bentuk kegiatan dari fase diterapkan di antaranya mengikuti berbagai lomba dan
pertandingan, menulis dan memuat karya di majalah dinding sekolah, menerbitkan kumpulan
puisi dan kumpulan cerpen, atau sikap dan perilaku baik lainnya. Hal tersebut tidak hanya
dilakukan oleh siswa, tetapi dilakukan juga oleh guru dan kepala sekolah.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Sarana Prasarana Gerakan Literasi di Lingkungan SMP Negeri 1 Mojokerto
a. Tersedianya Ruang Baca yang Representatif di Lingkungan SMP Negeri 1 Mojokerto
Sebelum formula 4D ini diterapkan, warga sekolah hanya menganggap bahwa ruang
baca perpustakaan sekolah hanya ada di dalam gedung perpustakaan yang luanya hanya 32 m2.
Setelah diterapkannya formula 4D, warga sekolah dapat membaca di ruang baca yang tersebar di
semua area sekolah.
b. Meningkatnya Jumlah Judul dan Koleksi Buku Perpustakaan
Dengan diterapkannya formula 4D pada fase dekatkan, penambahan jumlah judul buku
dan juga koleksi buku meningkat cukup signifikan. Selain memaksimalkan alokasi anggaran 20%
dana BOS untuk pengembangan perpustakaan, kerja sama dengan instansi lain serta dibukanya
kotak sedekah buku membawa dampak yang besar terhadap peningkatan jumlah judul dan
koleksi buku atau bahan literasi. Peningkatan jumlah judul dan koleksi buku tampak pada tabel
perbandingan berikut ini.
Tabel 1. Perbandingan Jumlah Judul Koleksi Buku Sebelum dan Sesudah Penerapan Formula
4D
Sebelum Penerapan Setelah Penerapan
Jumlah Formula 4D Formula 4D
Fiksi Pengetahuan Jumlah Fiksi Pengetahuan Jumlah
Judul Buku 860 1.279 2.139 1.282 1.817 3.099
Koleksi Buku 1.099 2.429 3.528 1.721 5.205 6.927
29__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

2. Budaya Literasi di SMP Negeri 1 Mojokerto


a. Meningkatnya Jumlah Pengunjung dan Peminjam di Perpustakaan
Upaya yang dilakukan sekolah untuk meningkatkan budaya literasi warga sekolah
dengan menerapkan formula 4D dengan teori jaringan aktor telah menuai hasil yang sangat baik.
Hal tersebut tampak pada adanya peningkatan jumlah pengunjung perpustakaan dan jumlah
peminjam. Peningkatan tersebut dilihat dari selisih jumlah pengunjung dan peminjam sebelum
dilakukan upaya-upaya strategis dan setelah dilakukan upaya-upaya strategis.
Berdasarkan laporan bulan Maret, April, Mei 2016 atau sebelum dilakukan upaya-upaya
strategis, total jumlah pengunjung di Bulan Maret 2016 hanya 225 orang dan jumlah peminjam
hanya 41orang. Selengkapnya tampak pada tabel berikut.
Tabel 2. Jumlah Pengunjung dan Peminjam Buku Tahun 2016
No. Bulan Pengunjung Peminjam
1. Maret 225 41
2. April 647 120
3. Mei 1.047 213

Sementara itu, berdasarkan laporan bulan Maret, April, Mei 2018 atau setelah dilakukan
upaya-upaya strategis, total jumlah pengunjung di Bulan Maret 2018 sudah mengalami kenaikan
menjadi 1.160 orang dan jumlah peminjam sudah mencapai 454 orang. Selengkapnya tampak
pada tabel berikut.
Tabel 3. Jumlah Pengunjung dan Peminjam Buku Tahun 2018
No. Bulan Pengunjung Peminjam
1. Maret 1.160 454
2. April 1.204 416
3. Mei 1.002 473

Jika dibandingkan, jumlah pengunjung dan peminjam buku perpustakaan pada periode
sebelum dilakukan upaya-upaya strategis dan setelah dilakukan upaya-upaya strategis, terjadi
peningkatan yang cukup signifikan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.
Tabel 4. Jumlah Pengunjung dan Peminjam Buku Tahun 2016 dan 2018
Tahun 2016 Tahun 2018
No. Bulan
Pengunjung Peminjam Pengunjung Peminjam
1. Maret 225 41 1.160 454
2. April 647 120 1.204 416
3. Mei 1.047 213 1.056 473
Mulib, Formula 4D dengan Teori Jaringan Aktor.............................….._________________________ 30

Data di atas menunjukkan bahwa upaya-upaya strategis yang dilakukan dalam bentuk
menjadikan sudut-sudut area sekolah sebagai ruang baca di luar ruang perpustakaan yang disertai
dengan penambahan koleksi dan judul buku telah membawa hasil dengan meningkatnya minat
baca warga sekolah.
b. Meningkatnya Aktivitas Menulis Warga Sekolah
Muara dari penerapan formula 4D adalah kreativitas dan produktivitas warga sekolah
dalam aktivitas literasi. Aktivitas tersebut tergambar dalam produk literasi berikut ini: (1)
terbitnya dua buku kumpulan puisi dan kumpulan cerpen karya siswa, (2) keterlibatan tiga orang
guru dalam terbitnya buku antologi ”Kisah Inspiratif”, (3) kepala sekolah menghasilkan beberapa
tulisan yang dimuat di media masa lokal ”Radar Mojokerto”, (4) Aktifnya FB, instagram, laman
SMP 1 Mojokerto yang memuat berbagai berita dan informasi tentang SMP Negeri 1 Mojokerto,
(5) Aktifnya majalah dinding sekolah baik daring maupun luring.
c. Juara Lomba Perpustakaan Tingkat Kota
Upaya peningkatan kualitan perputakaan sekolah telah diapresiasi posif oleh pihak
eksternal. Bentuk apresiasi tersebut adalah ditetapkannya Perpustakaan SMP Negeri 1 Mojokerto
sebagai perpustakaan sekolah terbaik di Kota Mojokerto tahun 2018. Sebuah prestasi dan
apresiasi yang sebelumnya belum pernah diraih.

KESIMPULAN DAN SARAN


Penerapan ”Formula 4D dengan Teori Jaringan Aktor” mampu menyelesaikan
permasalahan terkait budaya literasi di SMP Negeri 1 Mojokerto. Keberhasilan tersebut tampak
pada terpenuhinya sarana prasarana pendukung gerakan literasi sekolah di lingkungan SMP
Negeri 1 Mojokerto dengan indikator (1) tersedianya ruang baca yang representatif dan (2)
terpenuhinya kebutuhan jumlah judul dan koleksi buku atau bahan literasi. Selain itu, penerapan
”Formula 4D dengan Teori Jaringan Aktor” juga mampu meningkatkan budaya literasi di SMP
Negeri 1 Mojokerto dengan indikator (1) meningkatnya jumlah pengunjung dan peminjam di
perpustakaan, (2) meningkatnya aktivitas menulis warga sekolah, dan (3) diraihnya juara lomba
perpustakaan.
Rekomendasi penting yang perlu dilakukan oleh sekolah atau pihak-pihak lain adalah
perlunya dikembangkan perpustakan sekolah sebagai pendukung utama gerakan literasi sekolah
dengan menerapkan ”Formula 4D dengan Teori Jaringan”. Pengembangan formula tersebut tentu
dengan mempertimbangkan kondisi sekolah masing-masing.
31__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. 2016. Pembelajaran Multiliterasi: Sebuah Jawaban atas Tantangan Pendidikan
Abad ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan. Bandung: Refika Aditama.

Depdikbud. 2015. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaa Nomor 23 Tahun 2015 tentang
Penumbuhan Budi Pekerti.

Depdiknas. 2007. Peraturan
 Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2007 tentang “Standar Sarana dan Prasarana
 Untuk Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs),
Dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).

Depdiknas. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Kisyani-Laksono dkk. 2016. Manual Pendukung Gerakan Literasi Sekolah untuk Jenjang
Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Dit SMP, Dikdasmen, Kemdikbud.

Latour, Bruno. 2005. Reassembling the Social: An Introduction to Actor-Network-Theory. Oxfor:


University Press.

Perpustakaan Nasional. 2001. Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah. Jakarta:


Perpustakaan Nasional.

Perpustakaan Nasional Indonesia. 2011. Standar Nasional Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan


Nasional Indonesia.

Purwanto, M. Ngalim. 1996. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wiedarti, Pangesti dan Kisyani-Laksono (ed.). 2016. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah.
Jakarta: Dikdasmen, Kemdikbud.

Word Economic Forum. 2016. “What are the 21st-century skills every student needs?”.Dalam
https://www.weforum.org/agenda/2016/03/21st-century-skills-future-jobs-students/, 16
September 2018.
32__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

PENGGUNAAN MEDIA BOARD GAME


UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS
TEKS INTERAKSI TRANSAKSIONAL KELAS VII

Susilawati
SMP Negeri 1 Mojokerto
Email: susichairudin@ymail.com

Abstract : One of the skills which must be mastered by students when they study English is
writing. The teaching writing in VII B SMP Negeri 1 Mojokerto, however, has not shown the
maximum result. That is why the reseach is conducted to test the application of Board Game in
improving the student’s ability in writing transactional inteaction text. By using scientific
methode and game technique, the students are required to think orderly in active, fun and
competitive atmosphere. After applying the teaching media for 2 cycles, the result shows the
significant improvement, all students can pass the criteria which have been set.

Key Words: Board Game, writing ability, transactional inteaction text.

Abstrak : Salah satu ketrampilan yang harus dimiliki siswa dalam belajar bahasa inggris adalah
menulis. Namun, pembelajaran menulis di kelas VII B SMP Negeri 1 Mojokerto belum
menunjukkan hasil yang maksimal. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk menguji
penerapan media pembelajaran Board game dalam meningkatkan kemampuan menulis teks
interaksi transaksional. Dengan metode ilmiah dan teknik permainan, siswa diajak berpikir secara
runtut dalam suasana belajar yang aktif, menyenangkan dan kompetitif. Setelah menerapkan
media pembelajaran Board game selama dua siklus, hasil yang diperoleh menunjukkan
peningkatan yang sangat signifikan, 100% siswa telah melampaui KKM yang telah ditetapkan.

Kata Kunci: Board Game, kemampuan menulis, teks interaksi transaksional

PENDAHULUAN
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional
peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan
budaya orang lain. Selain itu, pembelajaran bahasa juga membantu peserta didik mampu
mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan bahkan menemukan
serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis. Berkomunikasi
adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh
33__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan
dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan,
berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan inilah yang digunakan untuk
menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata
pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut
agar lulusan mampu berkomunikasi dan berwacana dalam bahasa Inggris pada tingkat literasi
tertentu.
Pembelajaran bahasa Inggris di SMP ditargetkan agar peserta didik dapat mencapai tingkat
functional yakni berkomunikasi secara lisan dan tulis untuk menyelesaikan masalah sehari-hari
(Depdiknas, 2003). Oleh karena itu, pembelajaran menulis di SMP seharusnya memberikan
peluang kepada siswa untuk mengungkapkan ide, pikiran, dan gagasan dalam bentuk teks sangat
pendek dan sederhana.
Namun kenyataannya, pembelajaran menulis di SMP Negeri 1 Mojokerto masih belum
mencapai hasil yang maksimal. Hal ini tampak pada saat proses pembelajaran menulis teks
interaksi transaksional, yaitu: 1) siswa kurang tertarik mengerjakan tugas yang diberikan oleh
guru, 2) siswa beranggapan bahwa tugas yang diberikan guru tidak ada manfaatnya, 3) siswa
sangat kesulitan dengan kosa kata dan tata bahasa, 4) guru kurang memberikan variasi dalam
menggunakan teknik atau media pembelajaran.
Kenyataan di atas membuktikan bahwa pengajaran menulis bahasa Inggris di SMP Negeri 1
Mojokerto belum terlaksana dengan baik. Kelemahannya terletak pada cara guru mengajar.
Umumnya kurang dalam variasi, kurang merangsang, dan kurang frekuensi. Untuk itu, penulis
mencoba mencari jalan keluar atas permasalahan tersebut dengan menggunakan media
pembelajaran yang disebut “board game”.
Media pembelajaran ini merupakan modifikasi dari media “what you might find” yang
dikembangkan oleh American English yang temanya masih sangat luas. Penulis mencoba
memodifikasinya dengan meruncingkan tema dan menyesuaikannya dengan kompetensi dasar
yang diajarkan di kelas VII, yaitu tema bangunan publik. Dengan menggunakan media
pembelajaran ini, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menggali kosa kata yang
berupa: nama bangunan publik, nama benda, jenis pekerjaan, serta aktivitas pekerjaan yang
terdapat di sana. Media pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk belajar dengan cara yang
menyenangkan, bermakna dan kompetitif dengan teknik permainan.
Susilawati, Penggunaan Media Board Game Untuk............................….._________________________ 34

Penelitian ini bertujuan untuk menguji penerapan media pembelajaran Board game dalam
meningkatkan kemampuan menulis teks interaksi transaksional tentang bangunan publik pada
siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Mojokerto. Indikator ketercapaian tujuan tersebut dapat dilihat
dari proses dan hasil. Indikator keberhasilan pembelajaran ditinjau dari proses belajar adalah
adanya antusiasme siswa dalam mengikuti permainan yang dijadikan dasar dalam menyusun teks
interaksi transaksional tentang bangunan publik. Sedangkan indikator keberhasilan pembelajaran
ditinjau dari hasil belajar adalah meningkatnya nilai menulis teks interaksi transaksional tentang
bangunan publik dari aspek (1) isi, (2) struktur teks, (3) kosakata, (4) tata bahasa, dan (5) ejaan.
Penelitian ini dinyatakan berhasil dan bisa dihentikan jika 100% siswa mendapatkan nilai
minimal 80.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Mojokerto. Lokasi sekolah berada di jalan
Gajahmada 143 Mojokerto. SMP Negeri 1 Mojokerto mempunyai 29 rombongan belajar yang
meliputi 10 rombel kelas 7, 10 rombel kelas 8, dan 9 rombel kelas 9, terdapat 1 kelas olah raga di
kelas 7 dan 8. Tingkat kemampuan siswa pada semua rombel sangat heterogen, tidak ada kelas
unggulan. Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas VII B dengan jumlah 32 orang.
Jumlah siswa laki-laki sebanyak 13 orang dan perempuan sebanyak 19 orang.
Peneletian berlangsung pada semester ganjil tahun pembelajaran 2017/2018, yakni pada
bulan November s.d Desember 2017.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Sesuai dengan karakteristik
PTK, penelitian ini dirancang dengan menggunakan model siklus. Penelitian dilakukan dalam
dua siklus. Setiap siklus memerlukan waktu dua kali tatap muka (2 x 2 jam pelajaran). Hasil dari
siklus 1 disempurnakan pada siklus berikutnya sampai mendapatkan hasil belajar yang maksimal.
Dengan demikian akan ditemukan sebuah media pembelajaran dengan teknik yang efektif dan
efisien.
Menurut Taggart Kemmis setiap siklus penelitian tindakan kelas terdiri atas empat tahapan,
yaitu (1) membuat rencana tindakan (planning), (2) melaksanakan tindakan (acting), (3)
mengadakan pemantauan (observing), dan (4) mengadakan refleksi (reflecting). Hasil reflecting
menjadi masukan pada replanning untuk siklus berikutnya (Kemmis, 1988).
35__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

Pada siklus 1, dalam tahap membuat rencana tindakan, peneliti merencanakan langkah-
langkah untuk mengatasi masalah dengan menyiapkan: (1) media pembelajaran berupa papan
permainan, dadu, dan gaco; (2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); (3) materi
pembelajaran; (4) instrumen penilaian; (5) rubrik penilaian; (6) angket; dan (7) lembar observasi
Sedangkan dalam tahap melaksanakan tindakan, peneliti dibantu oleh kolaborator
melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang tertuang
dalam RPP, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:
Pada pertemuan pertama
1. Siswa menyimak penjelasan tentang cara bermain dengan menggunakan board game.
2. Siswa menirukan guru mengucapkan empat pertanyaan yang ditulis di papan tulis.
3. Siswa dibagi menjadi 6 kelompok (masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa).
4. Tiap kelompok menerima seperangkat media pembelajaran board game yang terdiri dari:
papan permainan, dadu, dan gaco.
5. Tiap kelompok melakukan suit untuk menentukan pemain pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya.
6. Permainan dimulai, seluruh pemain memilih gaco dan meletakkannya di kotak “start”.
7. Pemain pertama melempar dadu dan melangkah sejumlah angka yang ditunjukkan pada
dadu.
8. Pemain lain dalam kelompok tersebut secara bersama-sama menanyakan satu pertanyaan
kepada pemain pertama: “What picture is it?” . Jika pemain pertama bisa menjawab
pertanyaan tersebut dengan benar, dia tinggal di kotak tersebut dan melanjutkan permainan.
Namun, jika dia tidak bisa menjawab dengan benar, dia mundur satu kotak dan permainan
dilanjutkan oleh pemain kedua.
9. Jika pemain pertama mampu menjawab pertanyaan pertama dengan benar, teman
sekelompoknya akan menanyakan pertanyaan kedua secara bersama-sama: “What thing can
you find there?”, jika jawabannya benar, dia mendapat satu poin.
10. Kemudian teman dalam kelompoknya akan menayakan pertanyaan ketiga secara bersama-
sama: “What profession can you find there?”, jika jawabannya benar, dia mendapat satu
poin lagi.
Susilawati, Penggunaan Media Board Game Untuk............................….._________________________ 36

11. Misalnya dia menjawab “nurse” pada pertanyaan ketiga, maka selanjutnya teman dalam
kelompoknya akan menayakan pertanya keempat secara bersama-sama: “What does a nurse
do?”, jika jawabannya benar, dia mendapat satu poin lagi.
12. Apabila pemain berhenti pada kotak yang berbunyi “ouch! Go 2 spaces back”, dia harus
mundur dua kotak.
13. Permainan berlanjut secara bergiliran hingga semua gaco pemain sampai pada kotak
“finish”.

Pada pertemuan kedua


1. Siswa menyimak penjelasan tentang struktur teks interaksi transaksional.
2. Siswa menanyakan hal-hal yang kurang dipahami.
3. Siswa menjawab beberapa pertanyaan guru tentang ungkapan-ungkapan yang bisa masuk
dalam pembukaan maupun penutup teks interaksi transaksional.
4. Tiap siswa mendapat satu kartu yang berisi gambar bangunan publik secara acak.
5. Secara individu, siswa menulis teks interaksi transaksional (dialog) yang melibatkan
tindakan memberi dan meminta informasi terkait dengan bangunan publik sesuai gambar
yang diberikan
6. Membuat rangkuman/simpulan pelajaran.
7. Melakukan refleksi dengan mengisi angket.
Selama proses melaksanakan tindakan berlangsung, kolaborator melakukan pengamatan
hal-hal yang merupakan indikator keberhasilan atau ketidak berhasilan pemecahan masalah dan
media pembelajaran yang sedang dikembangkan. Hasil dari kegiatan observasi ini digunakan
untuk bahan refleksi.
Temuan positif hasil observasi dapat dideskripsikan sebagai berikut: (1) secara umum siswa
lebih bergairah dalam kegiatan pembelajaran; (2) siswa sangat antusias ketika bisa mengikuti
permainan dengan baik apalagi yang bisa berjalan mendahului teman-temannya; (3) siswa
mendapat masukan kosa kata baru dari teman-temannya ketika melakukan pemainan; (4) siswa
belajar menghargai pendapat orang lain.
Sedangkan temuan negatif yang didapatkan adalah: (1) terdapat kelompok yang masih
kebingungan apakah jawaban temannya dalam melakukan permainan benar atau salah; (2) masih
terdapat beberapa anak yang kesulitan menyebutkan aktivitas di suatu bangunan publik; (3) ada
37__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

beberapa siswa yang tidak aktif dalam pembelajaran; (4) beberapa siswa masih sangat lambat
dalam menyelesaikan tugas.
Selanjutnya, peneliti bersama kolaborator melakukan refleksi terhadap kegiatan pada siklus
I dengan memperhatikan hasil observasi terhadap proses dan hasil pembelajaran untuk
merencanakan tindakan perbaikan pada siklus kedua.
Pada siklus 2, peneliti memperbaiki RPP dan memberikan kotak bantuan (help box) yang
berisi tentang kartu-kartu kata kerja dan kata benda. Hal ini demaksudkan untuk membantu siswa
yang masih kesulitan dalam menyebutkan aktivitas di suatu bangunan publik.
Selama pelaksanaan tindakan, peneliti dan kolaborator melakukan pengamatan tentang
pelaksanaan tindakan di dalam kelas. Dari hasil pengamatan tampak bahwa temuan negatif yang
terlihat pada siklus 1 tidak terlihat lagi pada siklus 2. Sementara itu, temuan positif yang tampak
meliputi: (1) siswa nampak senang sekali mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) permainan
berjalan dengan lancar, tidak ada kelompok yang kebingungan; (3) siswa menulis teks interaksi
transaksional dengan lancar; (4) dalam pembelajaran, adanya kesan ramai atau gaduh merupakan
bentuk dari aktivitas siswa; (5) semua siswa aktif dalam pembelajaran; (6) semua siswa dapat
menyelesaikan setiap tahap kegiatan sesuai harapan.
Memperhatikan hasil observasi terhadap proses dan hasil pembelajaran, peneliti dan
kolaborator melihat bahwa indikator keberhasilan penelitian telah tercapai. Oleh karena itu,
penelitian ini tidak perlu dilanjutkan dan bisa dihentikan.
Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Teknik Observasi
Teknik observasi dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang peristiwa kegiatan
pembelajaran yang terkait dengan upaya pemecahan masalah dan media pembelajaran yang
sedang dikembangkan. Yang diamati adalah hal-hal yang merupakan indikator keberhasilan
atau ketidakberhasilan pemecahan masalah dan pengembangan media pembelajaran yang
sedang dikembangkan dengan menggunakan instrumen observasi.
2. Angket
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data awal, setelah siklus 1 maupun setelah
siklus 2. Hasil angket ini merupakan data yang akurat karena diisi oleh siswa sebagai
subyek penelitian.
Susilawati, Penggunaan Media Board Game Untuk............................….._________________________ 38

3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data yang terkait dengan
dokumen persiapan mengajar, pelaksanaan pembelajaran, dokumen kemajuan belajar
siswa, dan penilaian.
4. Tes Unjuk Kerja
Tes unjuk kerja digunakan untuk mengetahui data hasil belajar siswa.

Hasil Penelitian
Data penelitian pada tahap prasiklus berupa hasil isian angket yang diisi oleh siswa. Dari 32
siswa yang mengisi angket, berikut ini data yang diperoleh:

Tabel 1. Hasil isian angket pada tahap prasiklus


Jumlah Prosentase
No Pertanyaan
Ya Tidak Ya Tidak
1 Apakah kalian menyukai pelajaran bahasa Inggris? 26 6 81% 19%
2 Apakah kalian menyukai kegiatan menulis dalam 20 12 63% 37%
bahasa Inggris?
3 Apakah kalian pernah menulis teks interaksi 32 0 100% 0%
transaksional sebelumnya?
4 Apakah kalian menemui kesulitan ketika menulis 23 9 72% 28%
interaksi transaksional?
5 Apakah kosa kata menjadi kendala bagi kalian? 28 4 88% 12%
6 Apakah tata bahasa menjadi kendala bagi kalian? 29 3 91% 9%
7 Apakah kalian ingin bisa menulis? 32 0 100% 0%

Berdasarkan data di atas tampak bahwa 63% siswa kelas VII B menyukai kegiatan menulis,
namun 88% dari mereka mendapat kesulitan dengan kosa kata bahkan 91% siswa memiliki
kesulitan dengan tata bahasa. Tetapi seluruh siswa menyatakan ingin bisa menulis. Hal ini
menunjukkan bahwa keinginan belajar mereka sangat tinggi. Oleh karena itu, peneliti mencoba
mengembangkan media pembelajaran board game untuk mengatasi permasalahan di atas.
Keefektifan media pembelajaran board game ini bisa dilihat dari proses dan hasil belajar
siswa pada siklus 1 dan 2. Untuk proses belajar, antusiasme siswa bisa dilihat dari perbandingan
hasil observasi siklus 1 dan 2 sebagai berikut:
39__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

Tabel 2. Perbandingan hasil observasi kolaborator dan peneliti pada siklus 1 dan2
No Kegiatan Pembelajaran Skala
Siklus 1 Siklus 2
1 Mendengarkan penjelasan guru tentang cara bermain 3 4
board game
2 Menirukan guru mengucapkan empat pertanyaan yang 3 4
akan dipakai dalam permainan board game
3 Mengikuti pembagian kelompok dengan aktif 3 4
4 Melakukan suit untuk menentukan pemain pertama, 4 4
kedua, ketiga dan seterusnya
5 Mengikuti permainan dengan aktif :
 Menit ke-1 s.d. ke-20 4 4
 Menit ke 21 s.d. selesai 2 4
6 Bersama-sama dengan teman sekelompoknya 3 3
menanyakan pertanyaan kepada siswa yang sedang
mendapat giliran bermain.
7 Mendengarkan penjelasan guru tentang struktur teks 4 4
interaktif transaksional
8 Menulis teks interaktif transaksional secara individu 2 4
dengan lancar

Skala: 0 = tidak ada siswa yang melakukan


1 = hanya beberapa siswa yang melakukan
2 = separuh siswa melakukan
3 = sebagian besar siswa melakukan
4 = seluruh siswa melakukan

Untuk hasil belajar, keefektifan media pembelajaran board game bs dilihat dari nilai rata-
rata tiap aspek penilaian dan ketuntasan siswa dalam menulis teks interaksi transaksional tentang
bangunan publik sebagai berikut:

Tabel 3. Perbandingan perolehan skor rata-rata pada siklus 1 dan 2


Rata-rata Nilai
No Aspek Penilaian Rentang Nilai
Siklus 1 Siklus 2
1 Isi 10 – 15 13,4 14,1
2 Struktur teks 5 – 15 15 15
3 Kosa Kata 10 – 25 16,1 22,5
4 Tata Bahasa 5 – 25 17,3 18,9
5 Ejaan 5 – 20 17,7 18,4
Susilawati, Penggunaan Media Board Game Untuk............................….._________________________ 40

Tabel 4. Perbandingan ketuntasan siswa pada siklus 1 dan 2


Siklus 1 Siklus 2
Kriteria Jumlah Jumlah
Persentase Keterangan Persentase Keterangan
siswa siswa
≥ 80 19 59% Tuntas 32 100% Tuntas
Belum Belum
< 80 13 41% 0 0%
Tuntas Tuntas

Data di atas menunujukkan bahwa seluruh siswa bisa melampaui Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yang telah ditetapkan dalam penelitian ini.
Berdasarkan data di atas, bisa disimpulkan bahwa penelitian ini bisa di hentikan karena
indikator keberhasilan penelitian telah tercapai.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan
menulis teks interaksi transaksional tentang bangunan publik pada siswa kelas VII B SMP Negeri
1 Mojokerto dapat menggunakan media pembelajaran board game dengan tahapan kegiatan :
1. bermain, dengan bantuan kartu-kartu kosa kata (help box), siswa menjawab 4 pertanyaan
yang terdiri dari: a) What picture is it?; b) What things can you find there?; c) What
professions can you find there?; d) What does a ... do?
2. menulis teks interaksi transaksional
Dengan media pembelajaran board game, kemampuan menulis teks interaksi
transaksional siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Mojokerto mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Hal itu terlihat pada meningkatnya keaktifan siswa pada proses belajar, baik pada saat
melakukan permainan maupun menulis.
Di samping itu, peningkatan kemampuan menulis siswa juga terlihat dari hasil belajar
siswa yang berupa produk. Aspek penilaian ketrampilan menulis meliputi: 1) kesesuaian isi
dengan tema, 2) struktur teks terdiri dari pembuka (closing), isi (content), serta penutup (closing),
3) kosa kata yang sesuai dengan tema, 4) tata bahasa, dan 5) ejaan.
41__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Arsyad. 1997. Media Pengajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Depdiknas. 2003 Kurikulum Berbasis Kompetensi: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa
Inggris SMP/MTs. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Depdiknas. 2005. Bahan Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi: Media Pembelajaran
Bahasa Inggris. Jakarta: Depdiknas.
Halliday, Michael Alexander Kirkwood. 1975. Language as a Social Semiotic: The Social
Interpretation of Language and Meaning. Michigan : University Park Press.
Kemmis, C. Taggart.. 1988. The Action Research Planner. Victoria: Deaben University
Oka, I G. N. & Basuki. 1990. Retorika: Kiat Bertutur. Malang: YA3 Malang.
Panitia Sertifikasi Guru, 2008. Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) Bahasa Inggris
SMP. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Parllet, David. 1999. The Oxford History of Board Games. London: Oxford University Press.
Reinking, James A. and von der Osten, Robert. 2005 Strategies for Successful Writing - A
rhetoric, Research Guide, and Reader. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Sadiman, Arief S, et al. 2002. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan
Pemanfaatannya. Jakarta: Radja Grafindo Persada.
Suryamiharja, H. & Nurjanah. 1997. Petunjuk Praktis Menulis. Jakarta: Depdikbud.
Syafi’ie, I.1988. Retorika dalam Menulis. Jakarta.: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan.
Tirtouotomo Stanley, 2014. Perancangan Media Board Game untuk Remaja Tentang Perilaku
Baik dan Buruk. (online), (https://media.neliti.com/media/publications/77949-ID-
perancangan-media-board-game-untuk-remaj.pdf)
42__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

PENGGUNAAN ALAT PERAGA NINE IN ONE UNTUK PEMBELAJARAN SIFAT-


SIFAT AIR DI KELAS III SDN BALONGSARI 1 KOTA MOJOKERTO

N. Chania Zamzani
SDN Balongsari 1 Kota Mojokerto
Zam.rifanti1803@gmail.com

Abstract : One element of success in classroom learning is the ability of teachers to create and
use the right learning media. Likewise with learning the properties of water requires the right
media in learning. Nine In One is an innovative media which is an alternative answer for learning
the properties of water that are effective and efficient. Nine In One is an innovative media that is
mostly made from beverage bottle waste.
The effectiveness of Nine In One's use in learning the properties of water is evident from the
results of the final assessment process and assessment. The aspects assessed in the process
assessment are group collaboration, media use, participation in the group, findings produced, and
the ability to present their findings. The data obtained from the results of the process assessment
were from 34 students as many as 29 students (85.2%) got an A (very good), 5 students (14.8%)
got a B score (good), this shows that learning is active and is student centric. Learning process
activities have an impact on the final assessment results. The average of the final assessment was
85.5 (very good) with 32 (94.1%) students reaching and exceeding the KKM of the KKM set at
Balongsari 1 Elementary School by 76. From the process value data and the final score stated that
the nature of water using Nine In One props was declared complete.
The use of Nine In One in learning the concept of water properties requires 4 hours of study (2
meetings). This shows that there has been a time savings of 2 hours of study (1 meeting) when
compared to the same learning in previous learning that takes 6 hours of study (3 meetings).
The use of Nine In One in learning the properties of water can realize active, creative, effective
and efficient, and enjoyable learning for third grade students of SDN Balongsari 1

Keywords: Effective and efficient learning, Water characteristics, Nine In One

Abstrak : Salah satu unsur keberhasilan pembelajaran di kelas adalah kemampuan guru
menciptakan dan menggunakan media pembelajaran yang tepat. Begitu halnya dengan
pembelajaran sifat-sifat air memerlukan media yang tepat dalam pembelajarannya. Nine In One
merupakan media inovatif yang merupakan salah satu alternatif jawaban untuk pembelajaran
sifat-sifat air yang efektif dan efisien. Nine In One merupakan media inovatif yang sebagian
besar terbuat dari bahan limbah botol minuman.
Efektifitas penggunaan Nine In One dalam pembelajaran sifat-sifat air terbukti dari hasil
penilaian proses dan penilaian akhir. Aspek yang dinilai dalam penilaian proses adalah kerja
sama kelompok, penggunaan media, peran serta dalam kelompok, penemuan yang dihasilkan,
dan kemampuan mempresentasikan temuannya. Data yang didapat dari hasil penilaian proses
adalah dari 34 siswa sebanyak 29 siswa (85,2%) mendapat nilai A (amat baik), 5 siswa (14,8%)
mendapat nilai B (baik), hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran berjalan aktif dan bersifat
siswa sentris. Aktifitas proses pembelajaran berdampak pada hasil penilaian akhir. Rata-rata dari
penilaian akhir adalah 85,5 (amat baik) dengan 32 (94,1%) siswa mencapai dan melampaui KKM
dari KKM yang ditetapkan di SDN Balongsar 1 sebesar 76. Dari data nilai proses dan nilai akhir
43__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

dinyatakan bahwa pembelajaran sifat-sifat air dengan menggunakan alat peraga Nine In One
dinyatakan tuntas.
Penggunaan Nine In One dalam pembelajaran konsep sifat-sifat air memerlukan waktu 4 jam
pelajaran (2 kali pertemuan). Hal ini menunjukkan telah terjadi penghematan waktu 2 jam
pelajaran ( 1 kali pertemuan) jika dibandingkan pada pembelajaran yang sama pada
pembelajaran-pembelajaran sebelumnya yang membutuhkan waktu 6 jam pelajaran (3 kali
pertemuan). Penggunaan Nine In One dalam pembelajaran sifat-sifat air dapat mewujudkan
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan efisien, serta menyenangkan pada siswa kelas III
SDN Balongsari 1

Kata Kunci : Pembelajaran efektif dan efisien, Sifat-sifat air, Nine In One

PENDAHULUAN
Pembelajaran pada kurikulum 2013 mengajak anak untuk aktif dalam belajar menemukan
sendiri apa yang di pelajari khususnya dalam Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah dasar sehingga
menuntut guru untuk lebih professional. Orientasi pembelajaran yang berpusat pada siswa
menuntut peran siswa sebagai subyek dalam pembelajaran. Peran guru adalah menciptakan
suasana pembelajaran yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk dapat
menggali informasi yang diperlukan dengan cara mencari tahu dan berbuat sesuatu. Guru bukan
lagi sebagai penentu fakta dan konsep melainkan bagaimana menyediakan dan memperkaya
pengalaman belajar siswa. Dengan pengalaman nyata dalam pembelajaran, siswa bukan hanya
memahami konsep tetapi lebih dari itu siswa mempunyai keterampilan yang diperlukan. Kondisi
yang demikian sesuai dengan amanat yang terkandung dalam peraturan pemerintah Republik
Indonesia nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional pasal 19 ayat 1 yang
berbunyi “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berperan aktif, member ruang
gerak cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis siswa”.
Pembelajaran konsep wujud benda pada siswa kelas III Sekolah Dasar semester 1 pada
Tema 3 Kurikulum 2013 mendeskripsikan sifat-sifat air memerlukan pengalaman nyata guna
menanamkan konsep tersebut dalam ingatan jangka panjang. Peran alat peraga dalam
pembelajaran materi sifat-sifat air sangat dominan karena siswa dapat terlibat secara langsung
untuk membuktikan dan menggali informasi yang diperlukan.
Alat peraga tentang sifat-sifat air yang suda ada saat ini masih bersifat spesifik, artinya
satu alat peraga hanya dapat memuat satu atau beberapa sifat air. Keadaan seperti ini
N. Chania Zamzani, Penggunaan Alat Peraga Nine In One......................…..___________________ 44

menyebabkan pembelajaran tentang sifat-sifat air kurang efisien waktu karena perlu beberapa kali
peragaan/ percobaan dengan beberapa alat peraga pula. Perlunya diciptakan alat peraga inovasi
baru yang efisien dan efektif untuk pembelajaran 9 sifat air.

MEDIA NINE IN ONE


Ide Dasar
Guru professional adalah guru yang selalu melakukan refleksi terhadap pengalaman
mengajar yang telah dilakukan dan tidak terlalu cepat puas dengan apa yang telah dicapai. Selain
itu juga akan selalu melakukan koreksi dan refleksi untuk mendapatkan sesuatu yang baru demi
kemajuan pendidikan di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Permendiknas nomor 16 tahun 2007
tentang Standar kualifikasi dan Kompetensi guru. Dalam kompetensi Profesional butir ke-23
berbunyi “Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif “, dalam bunyi tersebut mengatakan guru harus melakukan refleksi terhadap kinerja
sendiri secara terus menerus dan memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan
keprofesionalan guru.
Berangkat dari kompetensi tersebut muncul pemikiran meningkatkan hasil belajar peserta
didik tentang pembelajaran wujud benda pada siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri Balongsari 1
semester 1 Tema 3 khususnya pada materi sifat-sifat air. Materi tersebut selama ini sudah
berjalan dengan baik dapat ditingkatkan lebih baik lagi kualitasnya dari tinjauan efektifitas dan
efisiensi pembelajarannya dengan menciptakan media praktikum inovatif yang bernama “Nine In
One”, dengan harapan dapat tercapai pembelajaran dalam waktu yang relatif lebih singkat dan
lebih menyenangkan dibandingkan pembelajaran pada materi yang sama sebelumnya.

Rancangan Nine In One


Alat percobaan sifat-sifat air ini dirancang berdasarkan pada kebutuhan akan pembuktian
kejadian secara efisien waktu dan efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Rancangan alat
percobaan ini didominasi dari bahan limbah botol minuman plastik sehingga aman bagi
keselamatan kerja siswa selama melakukan praktik.
Nine In One merupakan media tiga dimensi praktikum dirancang dengan memenuhi
kriteria dalam pemilihan media pembelajaran, diantaranya :
1. Media yang dipilih menunjang tujuan pembelajaran
45__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

Alat ini menunjang tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa, mampu membuktikan 9
sifat air yakni :
a. Air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah
b. Air memiliki massa atau berat
c. Air menempati ruang seperti wadahnya
d. Air permukaanya selalu datar
e. Air dapat melarutkan zat
f. Air menekan ke segala arah
g. Air meresap melalui celah-celah kecil
h. Air dapat berubah wujud menjadi gas
i. Air dapat meresap melawan gravitasi bumi (kapilaritas)
2. Ketepatgunaan atau sesuai karakteristik konsep yang dipelajari
Alat ini sangat aman dan dapat digunakan dalam pembuktian 9 sifat ar secara efisien waktu
dan efektif.
3. Sesuai dengan kondisi siswa
Alat ini sangat aman bagi siswa kelas 3 dan mudah untuk mengoperasikannya.
4. Ketersediaan bahan
Bahan yang digunakan sebagian besar dari bahan limbah botol plastik sangat mudah
didapatkan di lingkungan sekitar.
A. Alat dan Bahan
Sebagaimana lazimnya percobaan pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam di sekolah
dasar menggunakan alat dan bahan. Namun alat dan bahan yang sering digunakan adalah alat
yang diberikan ke sekolah dalam bentuk bantuan pemerintah. Pada kesempatan kali ini alat dan
bahan yang digunakan dalam mendesain rangkaian percobaan sifat-sifat air sebagai berikut:
1 Alat
Peralatan yang diperlukan adalah :
a. Cutter/ pemes
b. Gunting
c. Kunci Ring/ Pass ukuran 10 dan 12
d. Gergaji
e. Tang
N. Chania Zamzani, Penggunaan Alat Peraga Nine In One......................…..___________________ 46

f. Pensil
g. Korek api
h. Obeng
i. Baut skup
j. Bor Kayu
C.2 Bahan
a. Berbagai macam botol plastik bekas minuman
b. Corong plastik
c. Slang
d. Bolpoin bekas
e. Tutup gelas stanlees
f. Lem plastik
g. Isolasi
h. Kawat
i. Papan kayu
j. Plat siku
k. Mur dan baut
l. Botol kaca kecil
m. Spirtus
n. Sumbu kompor
o. Kran air
p. Botol kaca untuk lentera mini
q. CDR redokson
r. Pasir
B. Proses Pembuatan
Proses alat peraga Nine In One melalui beberapa tahap yang harus dilakukan agar dapat
menghasilkan hasil yang sempurna. Adapun tahap-tahap pembuatan setelah melalui desain alat
dan penyediaan alat dan bahannya adalah sebagai berikut :
1. Menyediakan berbagai botol plastik bekas minuman dan makanan dan slang air kecil
kemudian memulai melobangi botol dan memberi slang.
47__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

gambar 3.1 membentuk botol dengan slang dan menggabungkanya.

2. Melubangi kotak plastik dan memberi kran air

gambar 3.2. membuat tandon air

3. Menyediakan pipa air ukuran ½” (setengah dim).salah satu ujung kiri di potong miring,
menutup bagian tengah dengan karet sandal, melubangi di bagian tengahnya dan memberi
beban pada ujung kanan.

gambar 3.3 membuat jungkat jungkit air


N. Chania Zamzani, Penggunaan Alat Peraga Nine In One......................…..___________________ 48

4. Menyediakan botol kaca membuat sumbu dan membuat lobang sumbu dari ring besi

gambar 3.4 membuat lentera mini dari spirtus


5. Melobangi tutup botol pocari, memnyambung dengan slang, dan memberi bolpoin yang
ujungya di lobangi kecil dengan peniti yang dipanaskan.

gambar 3.5 membuat botol air yang dalamnya dii isi bolpoin yang ujungnya di lobangi kecil
sebanyak empat sisi.

6. Memasang kran air kecil pada salah masing-masing ujung selang untuk menghubungkan
rangkaian antar botol supaya kita dapat mengkontrol aliran air yang berjalan pada alat peraga
ini.
49__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

gambar 3.6 menyambung selang dengan kran air kecil


7. merangkai botol dan tandon serta lentera yang sudah disiapkan dan di rangkai pada papan
kayu yang sudah di beri tatakan.

gambar 3.7 merangkai botol, jungkat jungkit, tandon air, lentera dan corong plastik
menggunakan baut
N. Chania Zamzani, Penggunaan Alat Peraga Nine In One......................…..___________________ 50

8. Mempraktikan alat Nine in One dengan mengisi tandon air

gambar 3.8 mencoba alat peraga Nine in One

C. Penggunaan Alat Peraga Nine in One


Sesuai karakteristiknya maka penggunaan Nine in One untuk menemukan 9 sifat air.
Adapun cara penggunaannya adalah sebagai berikut :
1. Persiapan Percobaan
Langkah-langkah :
a. Memastikan kran air tidak bocor
b. Mengisi botol bekas pocari dengan pasir
c. Mengisi lentera dengan spirtus
d. Memastikan jungkat-jungkit air bisa berjalan
2. Setelah memastikan alat berjalan dengan baik, alat di bawa ke luar kelas.
Langkah-langkah :
a. Membuka penutup tandon air
b. Mengisi kurang lebih 1/3 tandon dengan air
c. Menutup tandon air
51__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

3. Proses aliran air :


a. Kran tandon di buka, air akan mengalir ke pipa jungkat-jungkit (membuktikan bahwa air
mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rengah)
b. Jungkat-jungkit akan berjalan, ketika air penuhg maka akan memuntahkan air ke
bawahnya (membuktikan bahwa air memiliki massa/ berat)
c. Dari jungkat-jungkit air tumpak ke corong plastik dan mengalir ke 2 botol berjajar yang
berbeda bentuk (membuktikan bahwa air berbentuk sesuai dengan wadahnya)
d. Ketika air dari tandon di matikan sejenak, maka air yang ada di kedua botol akan tampak
sama rata pada kedua botol (membuktikan bahwa permukaan air selalu datar)
e. Membuka kran kedua, air mengalir ke botol berikutnya yang berbentuk kotak berisi CDR
redokson, maka terjadilah reaksi redokson yang hancur terkena air (membuktikan bahwa
air dapat melarutkan zat)
f. Membuka kran ketiga, air mengalir melalui bolpoin yang ada dalam botol sehingga pada
bolpoin yang berlubang kecil memancarkan air ke segala arah (membuktikan bahwa air
menekan ke segala arah)
g. Aliran dari bolpoin akan mengenai pasir yang ada dalam botol sehingga pasir yang
tadinya kering menjadi basah dan terus mengalir ke bawah (membuktikan bahwa air
dapat meresap melalui celah-celah kecil)
h. Menyalakan sumbu pada lentera yang sudah di isi spirtus, sehingga ketika api menyala
cairan spirtus naik ke atas melalui sumbu kompor (membuktikan bahwa air dapat
bergerak naik melawan gravitasi/ kapilaritas)
i. Membuka kran keempat, air akan mengalir ke tutup gelas stanlees yang sudah panas
terkena lentera dari spirtus sehingga air menguap (membuktikan bahwa air dapat berubah
wujud menjadi gas)
N. Chania Zamzani, Penggunaan Alat Peraga Nine In One......................…..___________________ 52

gambar 3.11 keterangan untuk 9 sifat air

Secara garis besar penerapan Nine In One dalam pembelajaran sifat-sifat air sebagai berikut :
1. siswa membentuk kelompok, tiap kelompok beranggotakan 4 sampai 5 anak.
2. pemberian rangsangan berupa pengalaman yang dialami siswa tentang air dlam kehidupan
sehari-hari
3. mengajukan permasalahan tentang sifat apa saja yang dimiliki air
4. setiap kelompok mengajukan hipotesa tentang sifat-sifat air
5. setiap kelompok mengerjakan lembar kerja siswa untuk mengumpulkan data tentang sifat air
53__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

6. setiap kelompok mengolah data berdasar data yang terkumpul melalui percobaan dengan
mengembangkan alternatif data pelengkap
7. setiap kelompok mempresentasikan hasil percobaan tentang sifat-sifat air dengan
menggunakan Nine in One

D. Hasil Penggunaan dalam Pembelajaran


Tolak ukur pemanfaatan dari penggunaan suatu media yang digunakan dalam
pembelajaran dapat dilihat dari hasil penilaian baik proses maupun penilaian akhir. Hasil yang
diperoleh setelah berakhirnya pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Nine In One adalah
sebagai berikut :

1 Hasil Penilaian Proses


Tabel 3.1 Hasil penilaian proses tentang Sifat-sifat Air siswa kelas 3 SDN Balongsari 1

ASPEK PENILAIAN
KELOMPOK NAMA SISWA JML NA
A B C D E
1-5 1-5 1-5 1-5 1-5
Gabriel Dwifito Y. 5 5 4 4 4 22 A
Muhammad Rofiliano 5 5 5 5 4 24 A
M. Arkhan Puji A. 5 4 4 4 5 22 A
I
Noren Veronika L. 5 5 4 5 4 23 A
Nazala Ainia Ulfa 5 4 4 4 5 22 A
Nayla Nasywa S. 5 5 5 5 5 25 A
Dzahnun Mahardhini 4 4 5 4 5 22 A

II Ulin Nuha Anna B. 5 4 3 5 4 21 B


Firman Allea Aulana 4 4 3 4 4 19 B
Andi Firmansyah 4 4 5 4 5 22 A
Bintang Aprilia Ayu L. 5 5 5 4 5 24 A
Ruth Karunia Putri 5 4 5 4 5 23 A
Rizka Yuniasari 5 5 5 4 5 24 A
III
Moreno Junindra S. 5 5 4 4 4 22 A
Adinda Alya Salma 5 5 5 5 5 25 A
N. Chania Zamzani, Penggunaan Alat Peraga Nine In One......................…..___________________ 54

Meisa Devina 5 5 5 5 5 25 A
Helmi Farhamsyah 5 4 4 4 5 22 A
Zulfa Addin F. 5 5 4 5 4 23 A
Khansa Farrel S. 5 5 5 5 5 25 A
IV Nesya Nazma Anjani 5 5 5 5 5 25 A
M. Faishal Raihan P. 5 5 4 5 5 24 A
Danendra Ciavino A. 5 5 5 5 4 24 A
M. Faris Rizal Aftori 5 5 5 5 5 25 A
Nalula Zenobia S. 5 5 4 5 4 23 A
Nouvaldilla Pandu A. 5 5 4 5 4 23 A
V Diva Laurensa T. 5 5 3 5 4 22 A
Whylis Whynona G. 4 4 5 4 5 22 A
Juang Lentera W. 4 4 4 4 4 20 B
Amanda Nur Selfianik 4 4 5 4 5 22 A
M. Nasriel Zamzamy 4 4 5 4 5 22 A
Revano Trystan M. 4 4 5 4 5 22 A
VI Michael Revie W. 5 4 5 4 5 23 A
Zahra Ardhana R. 5 4 3 5 4 21 B
Elbossy Rasendria 4 4 3 4 4 19 B

RATA-RATA 4,7 4,5 4.3 4,5 4,6

Keterangan :
A. Kerja sama kelompok
B. Penggunaan media Nine in One
C. Peran serta dalam kelompok
D. Penemuan yang dihasilkan
E. Kemampuan mempresentasikan temuannya
55__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

Skor : Konversi NA:


5 = sangat baik A = 85 -100
4 = baik N = jml skor x 100 B = 76 - 84
3 = cukup baik 25 C = 60 – 75
2 = kurang D = … <60
1 = sangat kurang

Data yang didapat dalam penilaian proses yang diikuti 34 siswa adalah aspek kerja sama
kelompok dengan rata-rata 4,7 (amat baik) , penggunaan Nine in One dengan rata-rata 4,5 (amat
baik), peran serta dalam kelompok dengan rata-rata 4,3 (amat baik), penemuan yang dihasilkan
dengan rata-rata 4,5 (amat baik), dan kemampuan mempresentasikan hasil temuannya dengan
rata-rata 4,6 (amat baik). Dari 34 siswa yang mengikuti penilaian proses sebanyak 29 siswa
(85,2%) mendapat nilai A (amat baik), 5 siswa (14,8%) mendapat nilai B (baik), Dari data
tersebut maka pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Nine in One untuk muatan
pelajaran IPA materi sifat-sifat air” yang dilaksanakan pada siswa kelas III SDN Balongsari 1
menunjukkan bahwa pembelajaran terlaksana aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
2 Hasil Penilaian Tes
Tabel 3.2 Hasil penilaian tes tertulis tentang Sifat-sifat Air siswa kelas III SDN Balongsari 1
KKM = 76
NO. NAMA SISWA NILAI BELUM
TUNTAS
TUNTAS
1. Meisa Devina 95 √
2. Muhammad Rofiliano 83 √
3. Nesya Nazma Anjani 83 √
4. Noren Veronika L. 77 √
5. Nazala Ainia Ulfa 90 √
6. Nayla Nasywa S. 97 √
7. Rizka Yuniasari 80 √
8. Ulin Nuha Anna B. 70 √
9. Adinda Alya Salma 85 √
10. Andi Firmansyah 80 √
11. Bintang Aprilia Ayu L. 77 √
N. Chania Zamzani, Penggunaan Alat Peraga Nine In One......................…..___________________ 56

12. Diva Laurensa T. 98 √


13. Dzahnun Mahardhini 78 √
14. Elbossy Rasendria 80 √
15. Firman Allea Aulana 98 √
16. Gabriel Dwifito Y. 78 √
17. Helmi Farhamsyah 87 √
18. Juang Lentera W. 80 √
19. Khansa Farrel S. 100 √
20. M. Arkhan Puji A. 78 √
21. M. Faishal Raihan P. 97 √
22. Danendra Ciavino A. 93 √
23. Michael Revie W. 100 √
24. Nalula Zenobia S. 93 √
25. Nouvaldilla Pandu A. 85 √
26. Ruth Karunia Putri 83 √
27. Whylis Whynona G. 85 √
28. Zulfa Addin F. 78 √
29. Amanda Nur Selfianik 85 √
30. M. Nasriel Zamzamy 68 √
31. Revano Trystan M. 78 √
32. M. Faris Rizal Aftori 80 √
33. Zahra Ardhana R. 98 √
34. Moreno Junindra S. 78 √
JUMLAH 2892 32 2
RATA-RATA / PERSENTASE 85,05 94,1% 5,9%

Data yang didapat dari 34 siswa yang mengikuti tes tertulis mendapatkan rata-rata kelas
85,05 (amat baik), dengan tingkat keberhasilan 32 anak (94,1%) mencapai dan melampaui
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran IPA yang ditetapkan pada kelas III semester
1 tahun pelajaran 2015-2016 yakni 76. Jika mengacu pada ketuntasan belajar kelas (acuan 75%
keberhasilan) maka pembelajaran IPA pada materi sifat-sifat air pada siswa kelas III SDN
Balongsari 1 dinyatakan tuntas
57__________________________@JPMoker (Jurnal Pendidikan Mojokerto) Volume 1 No. 1 Juli 2018
ISSN 2621-7287

KESIMPULAN
Berdasarkan kajian di atas yang telah diuraikan, maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut : (1) Dengan menggunakan alat peraga Nine In One pembelajaran sifat-sifat air
menjadi lebih efektif dan efisien (2) Praktek nyata membuat pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
menjadi lebih menarik sehingga prestasi peserta didik meningkat. (3) Barang bekas yang tidak
berharga dapat kita sulap menjadi alat yang bermanfaat.(4) Belajar dan bermain dapat kita
lakukan dalam waktu yang bersamaan.

DAFTAR PUSTAKA

BPSDM-PMP. 2014, Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta :


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Indrawati. dkk. 2009. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Jakarta :
PPPPTK IPA

Kusuma D Sari. dkk, 2015, Buku Guru Kurikulum 2013 Tema 3 Kelas 3, Jakarta :
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Kusuma D Sari. dkk, 2015, Buku Siswa Kurikulum 2013 Tema 3 Kelas 3, Jakarta :
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia, Pustaka Utama

R. Angkowo, 2007, Optimalisasi Media Pembelajaran, Jakarta : Grasindo

Sagara Bayu, 2013, Sifat-sifat Air. http:/bayusagaraa.blogspot.co.id. Diunduh pada tanggal


16 Maret 2016

Nasution noehi. dkk, 2005, Pendidikan IPA di SD, Jakarta : Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai