Anda di halaman 1dari 31

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas
• Ibu
Nama : Ny. NM
Usia : 30 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Granting baru VI/65, Surabaya
Agama : Islam
Tingkat pendidikan : Sarjana
MRS : 23 Agustus 2018 pukul 13.09
Tgl pemeriksaan : 24 Agustus 2018 pukul 20.00
• Suami
Nama : Tn. ARH
Usia : 28 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Granting baru VI/65, Surabaya

II. Anamnesa
 Keluhan utama :
Nyeri perut
 Keluhan tambahan :
Perdarahan dari vagina
 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Haji Surabaya tgl 23 agustus 2018
pukul 13.09 dengan keluhan nyeri perut yang berat, nyeri dirasakan
sejak awal agustus hilang timbul, nyeri dirasakan paling dominan
pada daerah perut bawah tengah sampai kadang terasa ke
punggung. Nyeri memberat sejak 1 minggu terakhir diikuti dengan
mual-mual. Pada beberapa bulan terakhir ini pasien merasakan

1
perutnya seperti begah penuh. Pasien juga mengatakan kalau
sudah sejak 3 bulan ini tidak menstruasi, sudah pernah test pack
hasilnya positif. Awal bulan juli sudah periksa USG ke dokter
kandungan dinyatakan tidak ada janin pada rahimnya. Kemudian
awal juli tanggal 8 juli sampai 20 agustus pasien mengatakan
keluar darah dari vagina dengan konsistensi darah merah sedikit
tua, pada hari ke 3 konsistensi darah yang keluar bergumpal
sebesar ¼ telapak tangan, bertahap sampai 2 minggu pertama
tetap bergumpal lalu konsistensinya kental seperti biasa dengan
jumlah dalam 1 hari ganti pembalut 3-4x terkadang diikuti rasa nyeri
pada perutnya.
 Riwayat penyakit dahulu
- Post op FAM (D) 2009
- Diabetes mellitus (-)
- Hipertensi (-)
- Asma (-)
- Alergi (-)
 Riwayat penyakit keluarga
- Ibunya pernah hamil anggur 1x
- Neneknya pernah terkena FAM
 Riwayat penggunaan obat
Tabet Fe, kalsium, vitamin B
 Riwayat Alergi
Alergi makanan (-), alergi obat (-)
 Riwayat Sosial
Merokok (-), alkohol (-)
 Riwayat haid
- Menarche : Usia 12 tahun
- Siklus : 28 hari, teratur
- Durasi : 6-7 hari
- Dismenorhea :-
 Riwayat pernikahan

2
Menikah 1 kali selama 3 tahun
 Riwayat kehamilan dan persalinan
Hamil ini
 Riwayat ANC :
1x di klinik dokter kandungan
 Riwayat KB
-
III. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 4-5-6
BB saat ini : 68 kg
TB : 158 cm
BMI : 27,3 (Overweight)
Tanda-tanda vital:
Tekanan darah : 104/60 mmHg
Nadi : 104x /menit
Pernapasan : 22x /menit
Suhu : 36,1ᵒ C
 Status generalis
 Kepala/ Leher
A/I/C/D : +/-/-/-
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm
Pembesaran KGB (-)/ deviasi trakea (-)
 Thorax
Paru
I : Normochest, gerak nafas simetris
P : Fermitus raba simetris
P : Sonor pada seluruh lapang paru
A : Ves/ves +/+, Rh -/-, Wz -/-
Jantung
I : Iktus tidak tampak

3
P : Iktus tidak teraba
P : Batas jantung dbn
A : S1,S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen
I : Datar, simetris.
A : Bising usus (+) normal
P : Supel, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba
P : Tymphani
 Ekstremitas
Akral hangat + + Edema - -
+ + - -
IV. Resume
1) Anamnesa
 Keluhan utama :
Nyeri perut
 Keluhan tambahan :
Perdarahan dari vagina
 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Haji Surabaya tgl 23 agustus 2018
pukul 13.09 dengan keluhan nyeri perut, nyeri dirasakan sejak awal
agustus hilang timbul, nyeri dirasakan paling dominan pada daerah
perut bawah tengah sampai kadang terasa ke punggung. Nyeri
memberat sejak 1 minggu terakhir diikuti dengan mual-mual.
Pasien juga mengatakan kalau sudah sejak 3 bulan ini tidak
menstruasi, sudah pernah test pack hasilnya positif. Awal bulan juli
sudah periksa USG ke dokter kandungan dinyatakan tidak ada
janin pada rahimnya. Kemudian awal juli tanggal 8 juli sampai 20
agustus pasien mengatakan keluar darah dari vagina dengan
konsistensi darah merah sedikit tua dengan jumlah dalam 1 hari
ganti pembalut 3-4x dan terkadang diikuti rasa nyeri pada perutnya.
 Riwayat penyakit dahulu
- Post op FAM (D) 2009

4
 Riwayat penyakit keluarga
- Ibunya pernah hamil anggur 1x
- Neneknya pernah terkena FAM
 Riwayat haid
- Menarche : Usia 12 tahun
- Siklus : 28 hari, teratur
- Durasi : 6-7 hari
- Dismenorhea :-
2) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 4-5-6
BB saat ini : 68kg
TB : 158 cm
BMI : 27,3 (Overweight)
Tanda-tanda vital:
Tekanan darah : 104/60 mmHg
Nadi : 104x /menit
Pernapasan : 22x /menit
Suhu : 36,1ᵒ C
 Status generalis
- Kepala: A/I/C/D: -/-/-/-
- Leher: Pembesaran KGB (-)
- Thorax:
Cor : S1/S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+, Rhonki (-), wheezing (-)
- Abdomen
Bising usus (+) normal, nyeri tekan (+)
- Ekstremitas
Akral hangat (+), Edema kedua tungkai bawah (-)

5
V. Diagnosa
GIP0A0 + UK 6/7minggu + THIU + KET

VI. Rencana
- Cek DL, UL, Plano test
- Pasang Infus RD5
- Pemberian terapi medikamentosa
Inj. Ketorolac
Inj. Ranitidin
Inj. Ondansentron
- Operatif
- Monitoring
Tanda-tanda vital
Keluhan pasien
HB
- Edukasi
Sakit yang diderita
Risiko komplikasi seperti infeksi
Tindakan yang diambil untuk mecegah komplikasi

Hasil laboratorium tgl 23 agustus 2018 pukul 14.07


Hematologi :
GDA : 102 mg/dl
BUN : 7 mg/dl
KREATININ : 0.7 mg/dl
SGOT : 19 U/L
SGPT : 18 U/L
Hb : 5.0 g/dl (L)
Leukosit : 11.360/mm3
Trombosit : 688.000/mm3
Hematokrit : 19.2 %

6
Kalium : 3.9 mmol/L
Natrium : 137 mmol/L
Urin :
Plano casset :+

LAPORAN HASIL OPERASI

Diagnosa Pre Operasi : G1P0000 UK 6/7 minggu + Suspect


KET
Diagnosa Post Operasi : Ruptura kehamilan tuba pars ampularis
kanan
Jenis Operasi : Laparotomi
Jaringan yang di eksisi/insisi : Tuba kanan
Laporan Operasi :
- Insisi kulit pfrannenstiel
- Lap. Op dibuka lapis demi lapis
- Eksplorasi :
a. perdarahan lama 50 ml
b. uterus dbn
c. AP (KA) : ruptura kehamilan tuba pars ampularis, ovarium
dbn
d. AP (KI) : tuba dan ovarium dbn
- Diputuskan dilakukan : salpingektomi kanan
- Cuci cavum abdomen
- Lap. Op ditutup lapis demi lapis

7
FOLLOW UP
Follow up 24 agustus 2018 pukul 20.00
 Subjektif
Nyeri pada luka bekas operasi dan terasa mual-mual
 Objektif
- Keadaan umum : baik
- Tanda-Tanda Vital :
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 68 kali/menit
Pernapasan : 19 kali/menit
Suhu : 36,8˚C
- Status generalis
Kepala: A/I/C/D: -/-/-/-
Leher: Pembesaran KGB (-)
Thorax:
Cor: S1/S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: vesikuler +/+, Rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen
Bising usus (+) normal, supel, nyeri tekan (+)
Ekstremitas
Akral hangat (+), Edema kedua tungkai bawah (-)
 Assessment
Post salpingektomy (D) a/i ruptur tuba pars ampularis (D) +
Anemia (Hb 8.3 g/dl) H-1
 Planning
- Pro transfusi PRC
- As. Mefenamat 3x500 mg PO
- Hemafort 2x1 tab PO
- Co Amoxiclav 3x625 mg PO
- Inj. Ondansentron 3x4 gr

8
- Inj. Antrain 3x1 gr
- Monitoring
Hasil laboratorium tgl 24 agustus 2018 pukul 15.54
Hematologi :
Hb : 8.3 g/dl (L)
Leukosit : 9.880/mm3
Trombosit : 488.000/mm3
Hematokrit : 28.0 %
Kalium : 3.9 mmol/L
Natrium : 137 mmol/L

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dimana sel telur yang
dibuahi oleh spermatozoa yang berimplantasi dan tumbuh diluar dari
endometrium kavum uterus. (Prawirohardjo S, 2005)
Berdasarkan tempat implantasinnya kehamilan ektopik adalah
kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii
merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan
ektopik. Kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan.
Kehamilan ektopik paling sering terjadi di Tuba ( 97% ), yang mana
55% muncul di pars ampullaris, 25% di isthmus, dan 17 % di fimbriae.
Sisa 3 % berlokasi di uterus, ovarium, abdominal, dan intraligamenter,
dimana sekitar 2-2,5% muncul di kornu uterus. (Prawirohardjo S,
2005)

Gambar 2.1 Lokasi terjadinya kehamilan ektopik

10
2.2 Epidemiologi
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam
satu konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang.
Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan
atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9.
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya
pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul,
usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan
infertilitas dengan terapi induksi superovulasi. (Prawirohardjo S, 2005)
Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat
dalam dekade terakhir yaitu dari 4,5% per 1000 kehamilan pada tahun
1970 menjadi 19,7 per 1000 kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan
ektopik masih menjadi penyebab kematian utama pada ibu hamil di
Kanada yaitu berkisar 4% dari 20 kematian ibu pertahun. Pada tahun
1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari
kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di
Amerika Serikat. (Sastrawirawan S, 2005)
Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan
ektopik pada tahun 1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di
antara 26 persalinan. Sebagian besar wanita yang mengalami
kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata
30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan
berkisar antara 0-14,6%. (Kaltz et.al, 2001)
Sekurangnya 95 % implantasi ektopik terjadi di tuba Fallopii. Di
tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla,
kemudian berturut-turut pada pars ismika, infundibulum dan fimbria,
dan pars intersisialis. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau
cavum peritonealis jarang ditemukan. (Prawirohardjo S, 2005)

11
2.3 Faktor Risiko
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan
ektopik. Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita
tanpa faktor risiko. Lebih dari setengah kehamilan ektopik yang
berhasil diidentifikasi ditemukan pada wanita tanpa ada faktor resiko.
Faktor risiko kehamilan ektopik adalah (Sastrawirawan S, 2005) :
1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik.
Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik
pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik
kedua.
2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih
menggunakan kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung
hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena
dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba
yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke
dalam rahim.
3. Kerusakan dari saluran tuba
Faktor dalam lumen tuba :
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit
atau membentuk kantong buntu akibat perlekatan endosalping.
b. Pada Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk
dan hal ini disertai gangguan fungsi silia endosalping.
c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat
menjadi sebab lumen tuba menyempit.
d. Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang
dibuahi dalam tuba.
e. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae
dapat menahan telur yang dibuahi di tempat itu.

12
Faktor di luar dinding tuba :
a. Perlekatan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur.
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen
tuba.
c. Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba
kiri atau sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan
telur yang dibuahi ke uterus, pertumbuhan telur yang terlalu
cepat dapat menyebabkan implantasi prematur.
d. Fertilisasi in vitro.

2.4 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada
dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi
secara kolumner atau interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu
telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi
dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi.
(Manuaba, 2007)
Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan
dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba
tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping
dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan
dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung
pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba
dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
(Manuaba, 2007)

13
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus
luteum graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek.
Endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Setelah janin mati,
desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh.
Perdarahan pervaginam yang dijumpai pada kehamilan ektopik
terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua
yang degeneratif. (Manuaba, 2007)
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi,
sehingga tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam
uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur
kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Terdapat beberapa
kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu
(Cunningham, 2006) :
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati
karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi
total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa dan
haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh
darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi
dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama
dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi
sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah
dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian
didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Perdarahan
yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-
biruan (Hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga
perut melalui ostium tuba, berkumpul di kavum douglas dan akan
membentuk hematokel retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba

14
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars
interstitialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama
yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam
lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir
ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium
tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini,
dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena
tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara
2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus, dapat terjadi
kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba,
tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan
dan kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat
diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion.
(Cunningham, 2006)
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh
kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan
tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik
lanjut atau kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi
kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus,
ligamentum latum, dasar panggul dan usus. (Cunningham, 2006)

2.5 Jenis Kehamilan Ektopik


1. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars
interstisialis tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen
dari semua kehamilan tuba. Rupture pada keadaan ini terjadi pada

15
kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan keempat.
Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera
dioperasi akan menyebabkan kematian. (Murray et.al, 2005)
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk
membersihkan isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan
konsepsi serta menutup sumber perdarahan dengan melakukan
irisan baji (wegde resection) pada kornu uteri dimana tuba pars
interstisialis berada. (Murray et.al, 2005)
2. Kehamilan Ektopik Ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan
dengan kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan
ektopik ganda (combined ectopic pregnancy). Frekuensinya
berkisar 1 di antara 15.000 – 40.000 persalinan. Di Indonesia sudah
dilaporkan beberapa kasus. Pada umumnya diagnosis kehamilan
dibuat pada waktu operasi kehamilan ektopik yang terganggu. Pada
laparotomi ditemukan uterus yang membesar sesuai dengan
tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea. (Murray et.al, 2005)
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis
kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari
Spiegelberg, yakni (Murray et.al, 2005) :
a. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum
ovary proprium
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding
kantong janin
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi
oleh jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut.
Pada kehamilan ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan
muda dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat
pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi

16
rupture, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri
atas ovarium yang mengandung darah, vili korialis dan mungkin
juga selaput mudigah. (Murray et.al, 2005)
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum
berimplantasi dalam kavum servikalis, maka akan terjadi
perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan
berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri
eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui
12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena
perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat
menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan
perdarahan diperlukan histerektomi totalis. (Murray et.al, 2005)
5. Kehamilan ektopik lanjut
Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus
karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta
yang meluaskan implantasinya ke jaringan sekitar misalnya
ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus dan sebagainya.
Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan ektopik
lanjut biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang
mengalami abortus atau ruptur dan janin dikeluarkan dari tuba
dalam keadaan masih diselubungi oleh kantung ketuban dengan
plasenta yang masih utuh yang akan terus tumbuh terus di tempat
implantasinya yang baru. (Murray et.al, 2005)

2.6 Gambaran Klinik


Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas
dan penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya
kelainan dalam kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur
tuba. (Wiknjosastro, 2005)
1. Kehamilan ektopik belum terganggu

17
Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum
mengalami ruptur sulit untuk diketahui, karena penderita tidak
menyampaikan keluhan yang khas. Amenorea atau gangguan haid
dilaporkan oleh 75-95% penderita. Lamanya amenore tergantung
pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian
penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin terjadi
sebelum haid berikutnya. Tanda-tanda kehamilan muda seperti
nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus. (Murray et.al, 2005)
Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering
disampaikan ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun
kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba
tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu
diagnostik yang lain seperti ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.
(Murray et.al, 2005)
Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir
dengan abortus atau ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga
perut, maka pada setiap wanita dengan gangguan haid dan setelah
diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik harus ditangani
dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada
sampai diperoleh kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena
jika terlambat diatasi dapat membahayakan jiwa penderita. (Murray
et.al, 2005)
2. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-
beda dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut
sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus
atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi
dan keadaan umum penderita sebelum hamil. (Murray et.al, 2005)
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang
mendadak atau akut biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan

18
utama pada kehamilan ektopik terganggu (KET). Pada ruptur tuba,
nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya
disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan,
tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat serta
perdarahan yang lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung
ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri mula-mula
terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam
rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh
perut bawah dan bila membentuk hematokel retrouterina
menyebabkan defekasi nyeri. (Murray et.al, 2005)
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada
kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin
dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua.
Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat
tua. Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan
berarti gangguan pembentukan Hcg (human chorionic
gonadotropin) yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan,
pucat dan pada pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta
perdarahan rongga perut. Pada pemeriksaan ginekologik
ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas
yang menonjol dan nyeri raba. Pada abortus tubabiasanya teraba
dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran
dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retouterina dapat diraba
sebagai tumor di kavum Douglas. (Cunningham, 2006)
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik
terganggu jenis atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas,
tanda dan gejala kehamilan muda tidak jelas, demikian pula nyeri
perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat.
Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik
yang terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan yang
demikian, alat bantu diagnostik sangat diperlukan untuk
memastikan diagnosis. (Cunningham, 2006)

19
2.7 Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik
belum terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar
penderita mengalami abortus tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan
menjadi jelas. Alat bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah
ultrasonografi (USG), laparoskopi atau kuldoskopi. (Murray et.al,
2005)
1. Anamnesis
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-
kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri abdominal
terutama bagian bawah dan perdarahan pervaginam pada
trimester pertama kehamilan merupakan tanda dan gejala klinis
yang mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-gejala
nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik
atau juga sensitif.
2. Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan dalam
rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak
mendadak perut bagian bawah hanya sedikit menggembung dan
nyeri tekan. Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak dapat
didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya gejala-gejala
klinis dan pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan
serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka
akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di
samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum
Douglas yang menonjol dan nyeri-raba menunjukkan adanya
hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.

20
Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5
dan 12 minggu. Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal
dari pada kehamilan 5 minggu melampaui kemampuan teknik-
teknik diagnostik yang ada. Pada usia kehamilan 12 minggu,
kehamilan ektopik telah memperlihatkan gejala-gejala sekunder
terhadap terjadinya ruptur atau uterus pada wanita dengan
kehamilan intrauteri yang normal telah mengalami pembesaran
yang berbeda dengan bentuk dari kehamilan ektopik.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna
dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut.
Pada kasus tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi
harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah
24 jam. Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya
perdarahan bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk
membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik dapat
diperhaikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang lebih dari 20.000
biasanya menunjukkan infeksi pelvik.
Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang
paling mudah ialah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi
hormon β human chorionic gonadotropin (β-hCG) dalam urin atau
serum. Hormon ini dapat dideteksi paling awal pada satu minggu
sebelum tanggal menstruasi berikutnya. Konsentrasi serum yang
sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L, sedangkan pada urin ialah 20–
50 IU/L. Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan
kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan
degenerasi trofoblas menyebabkan human chorionic gonadotropin
menurun dan menyebabkan tes negatif. Tes kehamilan positif juga
tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung gestasional. Meskipun
demikian, wanita dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki
level β-hCG yang rendah dibandingkan kehamilan intrauterin.

21
5. Kuldosentesis
Ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat
darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk
membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Teknik
kuldosentesis yaitu :
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit
dengan tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan
sehingga forniks posterior ditampakkan
- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas
dan dengan semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam
yang tidak membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil.
Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa :
- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal
atau kista ovarium yang pecah.
- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau
radang appendiks yang pecah (nanah harus dikultur).
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan
membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.

22
Gambar 2.2 USG
kehamilan ektopik

6. Ultrasonografi
Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan
ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang
terbaik untuk mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah
dengan menggunakan ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas
dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan menggunakan
modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu.
Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi
lebih sulit (kurang sensitif) dan kurang spesifik.
7. Laparoskopi

23
Hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang
lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan
bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan
uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum.
Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat
kandungan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan
laparotomi.

2.8 Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan yaitu :
1. kondisi penderita saat itu
2. keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
3. lokasi kehamilan ektopik
4. kondisi anatomik organ pelvis
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan
pembedahan konservatif yaitu hanya dilakukan salpingostomi atau
reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam
keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi. (Murray et.al, 2005)
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan
ektopik terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada
tuba. Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua
yaitu pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif
terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur
pada tubanya. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini
mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat
ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba. (Murray et.al,
2005)

24
Gambar 2.3 Teknik pembedahan KET

a. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang
ideal dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami
ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3
bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan menampakkan,
mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier dibuat
diatas segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan
dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa
trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi
pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat yang
hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa.
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan,
karena kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan
perdarahan postoperasi yang akan membawa pada terjadinya
adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan
terputus, jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan untuk

25
mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada
tegangan yang berlebihan.
b. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah
diajukan sebagai satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini
dilakukan dengan mengangkat bagian implantasi. Tujuan lainnya
adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba. Hanya pasien
dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani
prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan
dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya
hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan
dengan menggunakan mikroskop/loupe.
c. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba
mengalami ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi
dan harus segera diatasi. Hemoperitonium yang luas akan
menempatkan pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang
serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba
yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan
klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi
dengan memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu
uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan
matras angka delapan dengan benang absorable 0 digunakan
untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping
ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang
absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk
mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.

26
Gambar 2.4 Teknik Salpingektomi

2. Medisinalis
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan
ultrasonografi transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat
diagnosis kehamilan ektopik secara dini. Keuntungan dari
ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah bahwa
penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan yaitu kurang invasif,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan
fungsi fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu
penyembuhan. (Murray et.al, 2005)
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang
belum pecah pernah dicoba ditangani menggunakan kemoterapi
untuk menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang
diobati dengan cara ini ialah :
1. Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah
2. Diameter kantong gestasi ≤ 4cm

27
3. Perdarahan dalam rongga perut ≤100 ml
4. Tanda vital baik dan stabil
Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v.
dan faktor sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari
selama 8 hari. Methotrexate merupakan analog asam folat yang
akan mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara
menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan
menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX dapat secara
oral, sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan panduan USG atau
laparoskopi. Dari seluruh 6 kasus yangdiobati, satu kasus dilakukan
salpingektomi pada hari ke-12 karena gejala abdomen akut,
sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan lain. (Murray et.al,
2005)
Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan.
Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan
perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar
permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas.
Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis,
disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara.
Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid
(leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip
asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat
reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel
normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut.
Sebelumnya penderita diperiksa dulu kadar hCG, fungsi hepar,
kreatinin, golongan darah. (Murray et.al, 2005)
Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX, kadar hCG
diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari
kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi
dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif
atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG
transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau

28
sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap
selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2
kedua. (Murray et.al, 2005)
Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan
metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga
diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan
leucovorin 0,1 mg/kgBB. Kontraindikasi pemberian MTX absolut
adalah ruptur tuba, adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif.
Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen. (Murray
et.al, 2005)

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah ruptur dengan internal
bleeding yang akan mengarah ke shock hipovolemic. Kematian oleh
karena ruptur masih menjadi penyebab kematian nomor satu selama
kehamilan trimester pertama. (Sastrawinata dkk, 2005)

2.10 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun
dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Hellman
dkk., (1971) melaporkan 1 kematian diantara 826 kasus, Wilson dkk.,
(1971) melaporkan 1 kematian diantara 591 kasus. Akan tetapi bila
pertolongan terlambat angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan
Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus.
Sedangkan Tardjiman dkk., (1973) mendapatkan angka kematian 4
dari 138 kehamilan ektopik.
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik
bersifat bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%. Untuk
perempuan dengan jumlah anak yang sudah cukup, sebaiknya pada

29
operasi dilakukan salpingektomi bilateralis dan sebelumnya perlu
mendapat persetujuan suami dan isteri. (Katz et.al, 2001)

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, Gary, et al. Obstetri Williams. Penerbit Buku


Kedokteran EGC. Jakarta :2006
2. Katz, et al. Comprehensive Gynecology. Mosby Elsevier.
Philadelphia : 2001
3. Manuaba,dkk. Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.Jakarta : 2007
4. Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T., Diagnosis
and Treatment of Ectopic Pregnancy, CMA Media Inc.
(CMAJ),2005;173(8), diunduh dari http://www.cmaj.ca.full.pdf+html.
5. Prawirohardjo, S., 2005, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan,
Jakarta Pusat : Yayasan Bina Pustaka.
6. Prawirohardjo, S., 2007, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah
Kebidanan, Jakarta Pusat : Yayasan Bina Pustaka.
7. Sastrawinata,Sulaiman dkk. Patologi Obstetri. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.Jakarta : 2005
8. Sepilian, Vicken; Ellen W. Ectopic Pregnancy.
www.emedicine.com/health/topic3212.html
9. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan
edisi ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta..hal 323-338.
10.

31

Anda mungkin juga menyukai