Anda di halaman 1dari 5

Semarang - Kegiatan Focus Group Discussion Persepektif Global dengan tema " PT.

Freeport".

Acara FGD ini berlangsung di Gedung D Universitas PGRI Semarang, dilaksanakan pukul
10.50 WIB.
Dengan susunan:
Ketua : Fachriza Agung Pambudi
Sekertaris/ Notulensi : Dyah Kartika
Moderator : Zulfa Daril Maghfiroh
Peserta : Laela Farchatunisa, Ika Nurul Hikmah, Muhammad Dhandi
Firtiawan, Ghonys Astrinika.
Tema : PT. Freeport
Bahan Diskusi : Aktivitas pertambangan PT Freeport McMoran Indonesia (Freeport) di
Papua yang dimulai sejak tahun 1967 hingga saat ini. Selama ini, kegiatan bisnis dan
ekonomi Freeport di Papua, telah mencetak keuntungan finansial yang sangat besar bagi
perusahaan asing tersebut, namun belum memberikan manfaat optimal bagi negara, Papua,
dan masyarakat lokal di sekitar wilayah pertambangan. Karena rakyat papua hanya diberikan
10% saham dari freepotr tersebut.
Dari tahun ke tahun Freeport terus mereguk keuntungan dari tambang emas, perak, dan
tembaga terbesar di dunia. Para petinggi Freeport terus mendapatkan fasilitas, tunjangan dan
keuntungan yang besarnya mencapai 1 juta kali lipat pendapatan tahunan penduduk Timika,
Papua. Keuntungan Freeport tak serta merta melahirkan kesejahteraan bagi warga sekitar.
Kondisi wilayah Timika bagai api dalam sekam, tidak ada kondisi stabil yang menjamin masa
depan penduduk Papua.
Penandatanganan Kontrak Karya (KK) I pertambangan antara pemerintah Indonesia dengan
Freeport pada 1967, menjadi landasan bagi perusahaan ini mulai melakukan aktivitas
pertambangan. Tak hanya itu, KK ini juga menjadi dasar penyusunan UU Pertambangan
Nomor 11/1967, yang disahkan pada Desember 1967 atau delapan bulan berselang setelah
penandatanganan KK.
Pada Maret 1973, Freeport memulai pertambangan terbuka di Ertsberg, kawasan yang selesai
ditambang pada tahun 1980-an dan menyisakan lubang sedalam 360 meter. Pada tahun 1988,
Freeport mulai mengeruk cadangan raksasa lainnya, Grasberg, yang masih berlangsung saat
ini. Dari eksploitasi kedua wilayah ini, sekitar 7,3 juta ton tembaga dan 724, 7 juta ton emas
telah mereka keruk. Pada bulan Juli 2005, lubang tambang Grasberg telah mencapai diameter
2,4 kilometer pada daerah seluas 499 ha dengan kedalaman 800m. Diperkirakan terdapat 18
juta ton cadangan tembaga, dan 1.430 ton cadangan emas yang tersisa hingga rencana
penutupan tambang pada 2041.
Aktivitas Freeport yang berlangsung dalam kurun waktu lama ini telah menimbulkan
berbagai masalah, terutama dalam hal penerimaan negara yang tidak optimal, peran
negara/BUMN untuk ikut mengelola tambang yang sangat minim dan dampak lingkungan
yang sangat signifikan, berupa rusaknya bentang alam pegunungan Grasberg dan Erstberg.
Kerusakan lingkungan telah mengubah bentang alam seluas 166 km persegi di daerah aliran
sungai Ajkwa.
Keberadaan Freeport sejak kontrak karya ke-satu ilegal dalam transparansi dan ketetapan
pajak bagi negara. Hasil Freeport baru diketahui secara resmi dan diatur dalam Undang-
undang negara Indonesia sejak kontrak karya ke-2. Kontrak karya pertama Freeport tahun
1967 sesungguhnya fiktif.
Indonesia sudah rugi sejak Freeport masuk. Sekarang pun tetap rugi karena konstitusi Negara
mendukung emas dibawa ke Amerika dan negara Lainya di dunia.
Pemerintah sibuk dengan kasus-kasus keamanan perusahaan di Papua, sedangkan ekonomi
bangsa terabaikan. Agar bangsa ini dapat merefleksikan bagaimana solusi terbaik bagi Papua
dan tentunya martabat bangsa Indonesia di ukur sejak penanganan kasus semacam Freeport
diPapua. Dengan cadangan 25 milyar pon tembaga, 40 juta ons emas dan 70 juta ons perak,
nilainya sekitar 40 milyar dollar AS berdasarkan harga berlaku. Freeport diberikan jaminan
untuk bekerja di lokasi pertambangan untuk bertahun-tahun. Jika menemukan tambahan
kekayaan mineral di atas 4,1 juta hektar di tanah sekitarnya akan menjadi hak eksklusif
Freeport.
Tujuan Diskusi : 1. Untuk mengetahui masalah freeport Indonesia
Hasil yang diharapkan :
Adapun hasil yang diharapkan dari pelaksanaan diskusi terfokus ini adalah :
1. Adanya data yang relevan dengan masalah apa saja yan melibatkan Freeport Indonesia
Proses Diskusi : diskusi dibuka oleh moderator. Kemudian peserta diberikan bahan materi
diskusi mengenai PT Freeport Indonesia. Kemudian moderaor memeberikan waktu kepada
peserta untuk memberikan argumen atau pendapat mengenai PT Freeport Indonesia. Adanya
perbedaan pendapat dan adu argumentasi menandakan jalannya diskusi berlangsung dinamis.
Selanjutnya pada kegiatan akhir dilakukan resume hasil diskusi.

Jalannya diskusi peserta :

“kepemilikan saham Indonesia melalui PT Inalum menjadi 51,24 persen dan kepemilikan
saham Freeport McMoran menjadi 48,76 persen usai transaksi pembelian saham Freeport
Indonesia senilai USD 3,85 miliar. Dana tersebut disetor kepada Rio Tinto sekitar USD 3,5
miliar dan Freeport McMoran terima USD 350 juta. Selain itu, Rio Tinto membayar USD
107 juta kepada Freeport McMoran untuk bangian dari arus kas joint venture pada 2018.”
Ujar peserta
"RI hari ini mendapatkan 51% saham freeport katanya, apakah ini benar atau tidak ini masih
penuh tanda tanya, 98% penjualan emas dari Indonesia jadi besar sekali keuntungan tambang
freeport ini" ujar peserta

Hasil Diskusi :
Freeport mengelola tambang terbesar di dunia di berbagai negara, yang didalamnya
termasuk 50% cadangan emas di kepulauan Indonesia. Namun, sebagai hasil eksploitasi
potensi tambang tersebut, hanya sebagian kecil pendapatan yang yang masuk ke kas negara
dibandingkan dengan miliaran US$ keuntungan yang diperoleh Freeport. Kehadiran Freeport
pun tidak mampu menyejahterakan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan, namun
berkontribusi sangat besar pada perkembangan perusahaan asing tersebut.
Pada tahun 1995 Freeport baru secara’resmi mengakui menambang emas di Papua.
Sebelumnya sejak tahun 1973 hingga tahun 1994, Freeport mengaku hanya sebagai
penambang tembaga. Jumlah volume emas yang ditambang selama 21 tahun tersebut tidak
pernah diketahui publik, bahkan oleh orang Papua sendiri. Panitia Kerja Freeport dan
beberapa anggota DPR RI Komisi VII pun mencurigai telah terjadi manipulasi dana atas
potensi produksi emas Freeport. Mereka mencurigai jumlahnya lebih dari yang diperkirakan
sebesar 2,16 hingga 2,5 miliar ton emas. DPR juga tidak percaya atas data kandungan
konsentrat yang diinformasikan sepihak oleh Freeport. Anggota DPR berkesimpulan bahwa
negara telah dirugikan selama lebih dari 30 tahun akibat tidak adanya pengawasan yang
serius. Bahkan Departemen Keuangan melalui Dirjen Pajak dan Bea Cukai mengaku tidak
tahu pasti berapa produksi Freeport berikut penerimaannya.
Di sisi lain, pemiskinan juga berlangsung di wilayah Mimika, yang penghasilannya
hanya sekitar $132/tahun, pada tahun 2005. Kesejahteraan penduduk Papua tak secara
otomatis terkerek naik dengan kehadiran Freeport yang ada di wilayah mereka tinggal. Di
wilayah operasi Freeport, sebagian besar penduduk asli berada di bawah garis kemiskinan
dan terpaksa hidup mengais emas yang tersisa dari limbah Freeport. Selain permasalahan
kesenjangan ekonomi, aktivitas pertambangan Freeport juga merusak lingkungan secara
masif serta menimbulkan pelanggaran HAM.
Keberadaan Freeport tidak banyak berkontribusi bagi masyarakat Papua, bahkan
pembangunan di Papua dinilai gagal. Kegagalan pembangunan di Papua dapat dilihat dari
buruknya angka kesejahteraan manusia di Kabupaten Mimika. Penduduk Kabupaten Mimika,
lokasi di mana Freeport berada, terdiri dari 35% penduduk asli dan 65% pendatang. Pada
tahun 2002, BPS mencatat sekitar 41 persen penduduk Papua dalam kondisi miskin, dengan
komposisi 60% penduduk asli dan sisanya pendatang. Pada tahun 2005, Kemiskinan rakyat di
Provinsi Papua, yang mencapai 80,07% atau 1,5 juta penduduk.
Hampir seluruh penduduk miskin Papua adalah warga asli Papua. Jadi penduduk asli
Papua yang miskin adalah lebih dari 66% dan umumnya tinggal di pegunungan tengah,
wilayah Kontrak Karya Frepoort. Kepala Biro Pusat Statistik propinsi Papua JA Djarot
Soesanto, merelease data kemiskinan tahun 2006, bahwa setengah penduduk Papua miskin
(47,99 %).
Di sisi lain, pendapatan pemerintah daerah Papua demikian bergantung pada sektor
pertambangan. Sejak tahun 1975-2002 sebanyak 50% lebih PDRB Papua berasal dari
pembayaran pajak, royalti dan bagi hasil sumberdaya alam tidak terbarukan, termasuk
perusahaan migas. Artinya ketergantungan pendapatan daerah dari sektor ekstraktif akan
menciptakan ketergantungan dan kerapuhan yang kronik bagi wilayah Papua.
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Papua Barat memang menempati peringkat ke 3 dari
30 propinsi di Indonesi pada tahun 2005. Namun Indeks Pembangunan Manusi (IPM) Papua,
yang diekspresikan dengan tingginya angka kematian ibu hamil dan balita karena masalah-
masalah kekurangan gizi berada di urutan ke-29. Lebih parah lagi, kantong-kantong
kemiskinan tersebut berada di kawasan konsesi pertambangan Freeport.
PERSEPEKTIF GLOBAL
(PT. Freeport Indonesia)
Dosen Pengampu : Muhammad Arif Budiman, SS., M.Hum

Kelompok 3
Disusun Oleh :

1. Muhammad Dhandi Fitriawan (16120458)


2. Dyah Kartika Sari (16120465)
3. Ika Nurul hikmah (16120466)
4. Ghonys Astrinika (16120476)
5. Zulfa Daril Maghfiroh (16120480)
6. Fachriza Agung Pambudi (16120492)
7. Laela Farchatunisa (16120497)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2019

Anda mungkin juga menyukai