Anda di halaman 1dari 14

5.

5 Klasifikasi
Beberapa klasifikasi hipertensi:
a. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7
Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education
Program merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46
professionalm sukarelawan, dan agen federal. Mereka
mencanangkan klasifikasi JNC (Joint Committe on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure)
pada tabel 1, yang dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika
Serikat (Mancia, 2009).
Tabel 1 Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood
Pressure)
Kategori Kategori Tekanan dan/ Tekanan
Tekanan Darah Tekanan Darah Darah atau Darah
menurut JNC 7 menurut JNC 6 Sistol Diastol
(mmHg) (mmHg)
Normal Optimal < 120 dan < 80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89
- Normal < 130 dan < 85
- Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89
Hipertensi: Hipertensi:
Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99
Tahap 2 - ≥ 160 atau ≥ 100
- Tahap 2 160-179 atau 100-109
Tahap 3 ≥ 180 atau ≥ 110

Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang


sebelumnya dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan
peningkatan resiko komplikasi kardiovaskuler. Data ini
mendorong pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra
hipertensi (Mancia, 2009).
b. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)
WHO dan International Society of Hypertension Working
Group (ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi dalam
klasifikasi optimal, normal, normal-tinggi, hipertensi ringan,
hipertensi sedang, dan hipertensi berat (Mancia, 2009).
Tabel 2 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistol (mmHg) Diatol (mmHg)
Optimal
Normal < 120 < 80
Normal-Tinggi < 130 < 85
130-139 85-89
Tingkat 1 (Hipertensi
140-159 90-99
Ringan)
140-149 90-94
Sub-group: perbatasan
Tingkat 2 (Hipertensi
160-179 100-109
Sedang)
Tingkat 3 (Hipertensi
≥ 180 ≥ 110
Berat)
Hipertensi sistol
≥ 140 < 90
terisolasi
(Isolated systolic
hypertension)
140-149 <90
Sub-group: perbatasan

c. Klasifikasi Menurut Chinese Hypertension Society


Menurut Chinese Hypertension Society (CHS) pembacaan
tekanan darah <120/80 mmHg termasuk normal dan kisaran
120/80 hingga 139/89 mmHg termasuk normal tinggi (Mancia,
2009).
Tabel 3 Klasifikasi Hipertensi Menurut CHS
Tekanan Darah Tekanan Darah CHS-2005
Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
< 120 < 80 Normal
120-129 80-84 Normal-Tinggi
130-139 85-89
Tekanan Darah
Tinggi
140-159 90-99 Tingkat 1
160-179 100-109 Tingkat 2
≥ 180 ≥ 110 Tingkat 3
≥ 140 ≤ 90 Hypertensi Sistol
Terisolasi

d. Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)


Klasifikasi yang dibuat oleh ESH adalah:

1. Jika tekanan darah sistol dan distol pasien berada pada


kategori yang berbeda, maka resiko kardiovaskuler,
keputusan pengobatan, dan perkiraan afektivitas pengobatan
difokuskan pada kategori dengan nilai lebih.
2. Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan
pada hipertensi sistol-distol (tingkat 1, 2 dan 3). Namun
tekanan diastol yang rendah (60-70 mmHg) harus
dipertimbangkan sebagai resiko tambahan.
3. Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk
memulai pengobatan adalah fleksibel tergantung pada resiko
kardiovaskuler total.
Tabel 4 Klasifikasi menurut ESH
Kategori Tekanan Tekanan Darah
Darah Sistol Diastol
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi tahap 140-159 dan/atau 90-99
1
Hipertensi tahap 160-179 dan/atau 100-109
2
Hipertensi tahap ≥ 180 dan/atau ≥ 110
3
Hipertensi sistol ≥ 140 Dan < 90
terisolasi

e. Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in


Blcks (ISHIB) (Douglas JG, 2009)
Klasifikasi yang dibuat oleh ISHIB adalah:

1) Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien termasuk ke


dalam dua kategori yang berbeda, maka klasifikasi yang
dipilih adalah berdasarkan kategori yang lebih tinggi.
2) Diagnosa hipertensi pada dasarnya adalah rata-rata dari dua
kali atau lebih pengukuran yang diambil pada setiap kunjunga.
3) Hipertensi sistol terisolasi dikelompokkan pada hipertensi
tingkat 1 sampai 3 berdasarkan tekanan darah sistol (≥ 140
mmHg) dan diastole ( < 90 mmHg).
4) Peningkatan tekanan darah yang melebihi target bersifat kritis
karena setiap peningkatan tekanan darah menyebabkan
resiko kejadian kardiovaskuler.
Tabel 5 Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB
Kategori Tekanan Tekanan
Darah Sistol Darah Diastol
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 dan/atau < 85
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi 140-159 dan/atau 90-99
Tahap 1
Hipertensi 160-179 dan/atau 100-109
Tahap 2
Hipertensi ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Tahap 3
Hipertensi Sistol ≥ 140 dan < 90
terisolasi

f. Klasifikasi berdasarkan hasil konsesus Perhimpunan Hipertensi


Indonesia
Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhimpunan
hipertensi Indonesia 13-14 Januari 2007 di Jakarta, telah diluncurkan
suatu konsensus mengenai pedoman penanganan hipertensi di
Indonesia yang ditujukan bagi mereka yang melayani masyarakat
umum (Mancia, 2009) :
1) Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur
standar dan ditujukan untuk meningkatkan hasil
penanggulangan ini kebanyakan diambil dari pedoman Negara
maju dan Negara tetangga, dikarenakan data penelitian
hipertensi di Indonesia yang berskala Nasional dan meliputi
jumlah penderita yang banyak masih jarang.
2) Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan
darah sistolik dan diastolik dengan merujuk hasil JNC dan WHO.
3) Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan
tingginya tekanan darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan
organ target dan penyakit penyerta tertentu.

Tabel 6 Klasifikasi Hipertensi Menurut


Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Tekanan dan/atau Tekanan Darah
Darah Sistol Diastol (mmHg)
(mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi 140-159 Atau 90-99
Tahap 1
Hipertensi ≥160-179 Atau ≥100
Tahap 2
Hipertensi ≥140 Dan <90
Sistol terisolasi

Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi


sistolik dan hipertensi diastolik (Smith, Tom, 1986:7). Pertama yaitu
hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga
dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan
dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi
(denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum dalam arteri pada
suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah
sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar (Weber et al., 2013)..
Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah
kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar
tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan
tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan
tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi
diantara dua denyutan (Weber et al., 2013)..
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua
yaitu hipertensi Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna
adalah keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala,
biasanya ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi
Maligna adalah keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya
disertai dengan keadaan kegawatan yang merupakan akibat
komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal (Weber et al.,
2013).
Berdasarkan penyebabnya, klasifikasi hipertensi adalah:
1. Hipertensi primer
Sebanyak 95% orang dewasa yan menderita hipertensi
termasuk hipertensi primer atau yang dikenal juga dengan
hipertensi esensial. Penyebab dari hipertensi primer tidak
diketahui walaupun genetik dan faktor lingkungan sekarang
sedang dipelajari menjadi faktor penyebabnya. Faktor lingkungan
meliputi konsumsi garam, obesitas dan gaya hidup. Faktor genetik
berhubungan dengan peingkatan aktifitas system renin-
angotensin dan sistem nervus simpatis. Penyebab lainnya adalah
bertmbahnya umur menyebabkan pembuluh darah menjadi lebih
kaku (Weber et al., 2013).
2. Hipertensi sekuder
Kasusnya sebanyak 5% dari kasus hipertensi, biasanya
disebabkan oleh gagal ginjal kronis, renal arteri stenosis, terlalu
banyak sekresi aldosterone, pheochromocytoma, dan sleep apnea
(Weber et al., 2013).
5.6 Patofisiologi
Ada dua faktor utama yang mengatur tekanan darah, yaitu darah
yang mengalir dan tahanan vaskular perifer. Darah yang mengalir
ditentukan oleh volume darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri setiap
kontraksi dan kecepatan denyut jantung. Tahanan vaskular perifer
berkaitan dengan besarnya lumen pembuluh darah perifer dan
kekentalan darah. Makin sempit pembuluh darah, makin tinggi tahanan
terhadap aliran darah; makin besar dilatasinya makin kurang tahanan
terhadap aliran darah. Makin menyempit pembuluh darah, makin
meningkatkan tekanan darah. Dilatasi dan konstriksi pembuluh-
pembuluh darah dikendalikan oleh sistem saraf simpatis dan sistem
renin-angiotensin (Kaplan, 2008).
Sistem saraf simpatis dan parasimpatis diaktivasi oleh baroreseptor
yang ada di sinus karotis dan arkus aorta. Baroreseptor ini sangat peka
terhadap perubahan dari tekanan darah. Oleh karena itu, baroreseptor
merupakan sistem terpenting dalam regulasi tekanan darah. Refleks
baroreseptor ini berperan dalam aktivasi sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Pada saat terjadi penurunan tekanan darah, refleks
baroreseptor akan menyebabkan aktivasi sistem saraf simpatis untuk
meningkatkan output jantung dan resistensi vaskular dengan cara
vasokontriksi. Sebaliknya, jika tekanan darah meningkat, baroreseptor
akan merangsang sistem saraf parasimpatis yang mengakibatkan
penurunan output jantung (meliputi isi sekuncup dan denyut jantung)
dan vasodilatasi pembuluh darah (Kaplan, 2008).
Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting
dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh aparatus
juxtaglomerulus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau
penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatik.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme
(ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur
tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II berpotensi
besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai
vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urine. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urine yang diekskresikan ke
luar tubuh (antidiuresis) sehingga urine menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga
meningkatkan tekanan darah (Kaplan, 2008).
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya
dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah (Kaplan, 2008).
Secara umum, aktivasi sistem renin-angiotensin meningkatkan
reabsorpsi natrium di tubulus, dan mengakibatkan penurunan ekskresi
natrium urine. Dalam keadaan perluasan volume ekstraseluler atau
kelebihan natrium plasma, sistem renin-angiotensin ditekan dan
eksresi natrium urine meningkat. Peptida natriuretik atrium (PNA)
adalah suatu hormon peptida diuretik dan natriuretik kuat yang
diproduksi dan disimpan dalam miosit atrium. Organ sasaran PNA
adalah ginjal, yaitu dengan meningkatkan ekskresi air dan natrium.
Peptida dilepaskan ke sirkulasi dari tempat asalnya di jantung pada
keadaan ekspansi volume cairan ekstraseluler dan akibat peregangan
atrium jantung. Peptida natriuretik atrium merupakan pengatur penting
perubahan volume cairan ekstraseluler akut atau jangka pendek
(Kaplan, 2008).

Renin

Angiotensin I

Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)

Angiotensin II

↑ Sekresi hormone ADH rasa haus Stimulasi sekresi aldosteron dari


korteks adrenal

Urin sedikit → pekat & ↑osmolaritas


↓ Ekskresi NaCl (garam) dengan
mereabsorpsinya di tubulus ginjal
Mengentalkan

↑ Konsentrasi NaCl
di pembuluh darah
Menarik cairan intraseluler → ekstraseluler

Diencerkan dengan ↑ volume


Volume darah ↑ ekstraseluler

↑ Tekanan darah
↑ Volume darah

↑ Tekanan darah

Gambar 1 Mekanisme Renin Angiotensin


Gambar 2 Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah
5.7. Evaluasi Hipertensi
Evaluasi pada pasien hipertensi bertujuan untuk :
a. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko
kardiovaskular lainnya atau menilai adanya penyakit penyerta
yang mempengaruhi prognosis dan menentukan pengobatan
b. Mencari penyebab kenaikan tekanan darah
c. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit
kardiovaskular.
Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis
tentangg keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit
keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang (Mohani,
CI., 2012).
Anamnesis meliputi :
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal
b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria,
pemakaian obat-obat analgesic dan obat bahan lain
c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi
(feokromositoma)
d. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor risiko:
a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau
keluarga pasien
b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan, intensitas olahraga
g. Kepribadian
4. Gejala kerusakan organ:
a. Otak dan mata; sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,
TIA, deficit sensoris atau motoris
b. Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
c. Ginjal: haus, polyuria, nokturia, hematuria
d. Arteri perifer: ekstrimitas dingin, klaudikasio intermiten
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor pribadi, keluarga, dan lingkungan (Mohani, CI.,
2012).
Pemeriksaan fisik
Selain memeriksa tekanan darah, juga untuk evaluasi adanya
penyakit penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya
hipertensi sekunder.
Pemeriksaan penunjang penderita hipertensi terdiri dari:
1. Tes darah rutin
2. Glukosa darah (sebaiknya puasa)
3. Kolesterol total serum
4. Kolesterol LDL dan HDL serum
5. Trigliserida serum (puasa)
6. Asam urat serum
7. Kreatinin serum
8. Kalium serum
9. Hemoglobin dan hematocrit
10. Urinalisis (uji carik celup serta sedimen urin)
11. Elektrokardiogram.
Daftar Pustaka

Douglas J.G., ScD. Hypertension Fact Sheet, Departement of Sustainable


Development and Healthy Environment, September 2009.

Kaplan N.M. Primary Hypertension; Pathogenesis in Clinical Hypertension


8th ged. William & Wilkins, Maryland 2003. Dalam Jurnal Kardiologi
Indonesia, vol 26, no.6 November 2008.

Mancia, G; De Backer G. Guidelines for Hypertension of the European


Society of Hypertension (ESH) and European Society of Cardiology
(ESC). J. Hypertens 2009. (25) : 1105-1187

Mohani, C.I. 2012. Hipertensi Esensial. Dalam Sudoyo, et al (ed). Buku Ajar
Penyakit Dalam. Edisi VI. Jilid II. Jakarta, Interna Publishing. pp.
2284-2293.
Weber, et al. 2013. Clinical Practice Guidelines for Management of
Hypertension in The Community. The Journal of Clinical
Hypertension 16 (1): 1-13. Diakses pada 29 September 2018.

Anda mungkin juga menyukai