Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK

BLOK 3 PERILAKU DAN KOMUNIKASI

PEMICU 3 : Gita yang Pencemas

Oleh:
Kelompok 1

DOSEN PEMBIMBING

Surya Husada, dr, Sp. KJ

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
Ketua : Nurul Rizki 160600156
Sekretaris : Mar’atul Jannah Az-Zahra 160600159

Anggota:
Felycia 160600001
Regina Kania Ginting 160600002
Rizka Fitrisa 160600003
Reinaldo Tano 160600004
Lili Sofiany 160600005
Desy Megawati Manurung 160600006
Putri Widya Utami 160600007
Resa Mulia Sari 160600008
Putri Armadhani 160600009
Dwina Pratiwi Harahap 160600010
Elizabeth Lumban Gaol 160600151
Natannayel Malau 160600152
Celestina Cinthya 160600153
Mulyani Rahmah 160600154
Chindy Fransiska Br. Nainggolan 160600155
Adilasari Audina 160600157
Nurainun Damanik 160600158
Vishaalini A/P 160600230
Kalaiarasee A/P Elangio 160600231
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga laporan hasil diskusi kelompokdapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Laporan ini merupakan hasil diskusi pemicu tiga dengan topik “Gita yang Pencemas”.
Laporan ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari dosen pembimbing dan begitu pula dengan
fasilitator yang sudah membantu kami dalam diskusi dan memberikan kami masukan-
masukan yang berarti.

Kami berharap agar laporan hasil diskusi kelompok ini dapat bermanfaat bagi
pembaca terutama mahasiswa. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dan
peningkatan kualitas laporan hasil diskusi kelompok ini di masa mendatang.

Medan, 05 Desember 2016

Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cemas merupakan suatu sikap alamiah yang dialami oleh setiap manusia sebagai
bentuk respon dalam menghadapi ancaman. Namun ketika perasaan cemas itu menjadi
berkepanjangan. Beberapa hasil penelitian bahkan menengarai bahwa gangguan cemas juga
merupakan komorbiditas.1
Gangguan cemas merupakan gangguan yang sering dijumpai pada anak maupun pada
remaja. Berupa kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang
berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa
kehidupan sehari-hari. Studi di Amerika mengatakan bahwa 6,8 juta remaja berusia 18 tahun
di Amerika (3,1 %) mengalami gangguan cemas menyeluruh. Di Indonesia angka kecemasan
mencapai 6,7%. Menurut National Comorbidity Survey prevalensi kecemasan pada laki-laki
2% dan perempuan 4,3%. Wanita lebih banyak mengalami gangguan cemas pada rentang
usia 16-40 tahun.2
Berdasarkan etiologi, gangguan cemas dapat disebabkan oleh faktor genetik,
gangguan neurobiokimiawi, aspek kepribadian, dan penyakit fisik. Dikenal adanya tujuh jenis
gangguan cemas, yaitu gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia, agorafobia dengan atau
tanpa gangguan panik, fobia spesifik, fobia sosial, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan
stres pasca trauma. Hal ini mengakibatkan dalam praktek sehari-hari, gangguan cemas sering
luput dari diagnosis oleh karena keluhan yang dirasakan bersifat umum atau tidak khas.1
Timbulnya gangguan kecemasan paling sering terjadi pada remaja akhir dan usia 20
tahun. Sejumlah kasus memperlihatkan bahwa manifestasi pertama kecemasan terjadi di
masa kecil dan masa remaja awal dengan onset kecemasan terjadi secara bertahap dan
berbahaya terutama usia remaja dan dekade ketiga kehidupan.2

1.2 Deskripsi Topik


Seorang pasien bernama Gita, perempuan, usia 21 tahun, datang ke praktek dokter
gigi bersama dengan kakak kandungnya dengan keluhan sakit gigi pada belakang kiri atas.
Pasien terlihat gelisah, saat berbicara suaranya cepat. Gita juga sering tidak
memperhatikan ucapan dari dokter, sering melihat ke sekeliling ruangan praktek, sesekali
mengusap-usap kedua tangannya, tampak berkeringat di wajahnya. Saat akan dilakukan
pemeriksaan pada giginya, tiba-tiba ia merasa jantungnya berdebar-debar, sesak nafas, terasa
panas di badannya, kepalanya terasa ringan, hoyong dan seakan hendak jatuh pingsan. Hal ini
berlangsung sekitar 30 menit, lalu perlahan-lahan mereda dengan sendirinya. Keadaan ini
menyebabkan kesulitan dalam pemeriksaan gigi pasien.
Sewaktu ditanyakan pada kakaknya, dikatakan kalau Gita dalam 3 bulan belakangan
ini memang beberapa kali terlihat tiba-tiba seperti keadaan diatas tersebut, sejak mengalami
permasalahan keuangan dengan seorang anggota keluarganya. Keadaan tersebut bisa terjadi
dimana saja dan kapan saja, terutama saat sedang ada hal yang dipikirkannya. Saat tidak
mengalami keadaan tersebut, Gita tampak biasa saja, hanya sesekali ia merasa cemas dan
khawatir kalau serangan keadaan tersebut akan terulang kembali. Hal ini telah membuat Gita
kesulitan dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari sebagai seorang mahasiswi di sebuah
Universitas.

1.3 Learning Issue


1. Etiologi gangguan ansietas
2. Gejala-gejala klinis gangguan ansietas
3. DD gangguan ansietas
4. Kriteria diagnostik
5. Tindakan terapi dan edukasi

1.4 Pertanyaan
1. Bagaimanakah gambaran klinis dari gangguan mental tersebut diatas?
2. Gangguan mental apakah yang dialami oleh pasien?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat menimbulkan gangguan mental tersebut?
4. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien tersebut?
5. Apa yang dapat dilakukan oleh dokter gigi pada pasien?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Klinis dari Gangguan Mental Tersebut Diatas


 Respon fisik : Sesak napas, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering , anoreksia,
diare, gelisah, berkeringat, tremor, sakit kepala, dan sulit tidur.
 Respon kognitif : Persepsi menyempit dan tidak mampu menerima rangsang luar.
 Respon perilaku : Gerakan tersentak-sentak, bicara cepat, dan kepala ringan.
 Respon emosi : Takut, gugup, ketidakpastian, ketakutan, dan lain-lain.
Berdasarkan skenario, Gita memiliki gambaran klinis yaitu gelisah, saat berbicara
suaranya cepat, berkeringat di wajahnya, jantung berdebar-debar, sesak napas, terasa panas di
badannya, kepalanya terasa ringan, hoyong, dan seakan hendak pingsan.

2.2 Gangguan Mental yang Dialami Pasien


Gangguan mental yang dialami pasien adalah gangguan panik yang merupakan bagian
dari gangguan ansietas. Gangguan Panik merupakan serangan panik yang berulang-ulang
dengan onset cepat dan durasi sangat singkat. Terbukti pada skenario bahwa Gita mengalami
gejala klinis gangguan panik dalam tiga bulan belakangan ini. Selain itu, pada saat perawatan
Gita mengalami panik selama 30 menit lalu mereda dengan sendirinya, merasa hendak
pingsan, dan kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari karena takut jika keadaan tersebut
terulang kembali. Hal ini merupakan salah ciri dari gangguan panik.

2.3 Faktor-Faktor yang Dapat Menimbulkan Gangguan Mental Tersebut


1. Faktor Biologi
Serangan rasa cemas yang ditandai gangguan panik digagaskan untuk
menggambarkan keterlibatan disregulasi dari sistem neural pada ansietas normal,
penimbulan, dan persepsi munculnya bahaya. Pembuktian lebih lanjut untuk
kepentingan faktor biologi muncul dari penelitian representasi visual dari benda oleh
otak, model hewan, dan induksi yang memberi efek serangan panik seseorang.
2. Faktor Psikologi
Seseorang yang memiliki gangguan ansietas pada masa kanak-kanak kemungkinan
akan mengalami gangguan panik dan depresi pada saat dewasa dibandingkan
oranglain. Gangguan ansietas pada masa kanak-kanak membuat seseorang beraksi
lebih besar/berlebihan pada saat dewasa.
Pada skenario terlihat bahwa faktor yang menyebabkan Gita cemas ialah masalah
keuangan dengan salah seorang keluarganya.
2.4 Penatalaksanaan pada Pasien
Gangguan Panik bisa disebabkan faktor biologik, genetik atau psikososial.
Penatalaksanaan sebaiknya kombinasi Psikofarmaka dan Psikoterapi.3
1. Terapi
 Jangka pendek : Menurunkan keparahan dan durasi keluhan ansietas dan
memperbaiki semua fumgsi organ yang terlibat.
 Jangka panjang : Meremisi dengan meminimalkan/menghilagkan keluhan
ansietas dan kerusakan organ non-fungsional.
 Non-farmakologi : psikoedukasi, konseling jangka pendek, manajemen strs,
psikoterapi, meditasi.
2. Farmakologi
 Benzodiazopin : paling efektif, aman, bisa digunakan untuk mengembalikan
secara cepat keluhan ansietas akut.
 Antidepresan tisiklik : efektif menghambat srangan panik dalam 4 minggu terapi,
tetapi perbaikan 8-12 minggu terapi.
 SSRI’s : studi klinik menunjukkan ini efektif pada gangguan panik (60-80)%.
2.5 Hal yang Dapat Dilakukan Dokter Gigi pada Pasien
 Konseling : ajari pasien untuk diam ditempat sampai serangan panik berlalu,
konsentrasikan diri untuk mengatasi ansietas bukan pada gejala fisik, rileks,
latihan pernapasan. Identifikasikan rasa takut selama serangan. Diskusikan cara
menghadapi rasa takut.
 Mengajak pasien berkomunikasi secara perlahan. Usahakan komunikasi secara
tertutup dahulu baru komunikasi terbuka.
 Pendekatan pada pasien. Bisa dengan desensitisasi, sedasi, hipnosis, dan
komunikasi.
 Menjelaskan tujuan perawatan.
 Selama perawatan tetap berkomunikasi.
 Memberi rujukan ke psikiater.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Salah satu bentuk gangguan anxietas adalah gangguan panik. Gangguan panik seringkali
spontan, tanpa tanda munculnya serangan panik. Serangan panik kadang-kadang terjadi
setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik, atau trauma emosional. Seorang dokter gigi
harus berusaha untuk mengetahui tiap kebiasaan atau situasi yang sering mendahului
serangan panik. Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat
selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu perasaan
ancaman. Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak napas, dan berkeringat. Pasien
seringkali mencoba untuk mencari bantuan. Serangan biasanya berlangsung 20 sampai 30
menit. Perawatan pada seseorang yang memiliki gangguan panik bisa melalui terapi,
farmakologi, atau gabungan keduanya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Luana NA, Panggabean S, Lengkong JVM, Christine I. Kecemasan pada penderita


penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisi di RS Universitas Kristen Indonesia.
M Med Indones 2012; 46 (3): 152.
2. Subagio V. Bab 1 pendahuluan.
<https://www.google.com/url?q=http://eprints.undip.ac.id/46273/2/VERONIKA_SUBA
GIO_22010111110139_BAB_1.pdf&sa=U&ved=0ahUKEwj9xKfv0drQAhUJMI8KHba
MBOMQFggEMAA&client=internal-uds-
cse&usg=AFQjCNHoeSCuDOB7I9RkiVzekGBm0C5W6g> (04 Desember 2016).
3. Yaunin Y. Gangguan panik dengan agrofobia. J Majalah Kedokteran Andalas 201; 36
(2): 234.

Anda mungkin juga menyukai