Helycobacter Pylori Dan Kanker Gaster
Helycobacter Pylori Dan Kanker Gaster
Disusun oleh :
Amri Ashshiddieq
1810221009
Pembimbing :
2019
LEMBAR PENGESAHAN
JOURNAL READING
Disusun oleh :
Amri Ashshiddieq
1810221009
Dokter pembimbing,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Journal Reading yang berjudul
“Helycobacter pylori and Gastric Cancer; Factor that Modulate Disease Risk ”. Laporan
ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit
Dalam.
Penyusunan laporan ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut
membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hascaryo Nugroho, SpPD
selaku pembimbing dan seluruh teman kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam atas
kerjasamanya selama penyusunan laporan ini.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna
perbaikan yang lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri,
pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Penulis
Helycobacter pylori dan Kanker Gaster ; Faktor yang
Memengaruhi Perjalanan Penyakit
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Kurang dari 3 dekade yang lalu, Robin Warren dan Barry Marshall
mengidentifikasi Helicobater pylori dengan melakukan kultur organisme dari
biopsi gaster (196). Pada tahun 1994, H. pylori dikenal sebagai karsinogen tipe I,
dan saat ini dianggap sebagai agen etiologi tersering yang mengakibatkan kanker.
Pada tahun 2005, Marshall dan Warren mendapat hadiah nobel atas penemuan
bakteri ini dan peranannya terhadap kejadian ulserasi gaster.
Sekitar 50% populasi dunia terinfeksi H. pylori, dan sebagian besar individu
mengalami inflamasi kronik. Sebagian besar, infeksi H. pylori tidak menimbulkan
gejala (242). Akan tetapi, carrier H. pylori dalam jangka waktu lama, meningkatkan
risiko timbulnya penyakit saluran cerna. Kurang lebih 10% berkembang menjadi
ulserasi lambung, 1-3% adenokarsinoma gaster, dan <0.1 % mengalami mucosal
associated lymphoid tissue (MALT) lymphoma (244). Tahap awal MALT dapat
diobati dengan eradikasi H. pylori dan oleh karena itu dianggap sebagai lesi klonal
awal yang dapat dielminasi dengan pengobatan antibiotik (294).
Kanker gaster
Hampir 1 juta kasus kanker gaster didiagnosa tiap tahunnya, penyakit ini adalah
peringkat nomor 4 kejadian kanker di dunia. merupakan penyebab kedua terbanyak
kanker yang berhubungan dengan kematian, sekitar 700.000 orang menderita
adenokarsinoma gaster setiap tahunnya. Pada beberapa wilayah di dunia,
karsinoma gaster merupakan keganasan tersering, di Jepang, insidens kanker gaster
10 kali lipat dibandingkan Amerika Serikat. Biasanya, diagnosis kanker gaster
terlambat karana gejala awal yang minimal, sering pasien terdiagnosa setelah
kanker menyebar ke muskularis propria. Ini merupakan salah satu penjelasan
mengapa angka harapan hidup 5 tahun di Amerika serikat kurang dari 15 %.
Secara histologi , terdapat dua jenis karsinoma gaster yang telah diidentifikasi: tipe
difus, merupakan bentuk sel kanker yang tidak membentuk struktur glandular, dan
tipe intestinal (56). Tipe intestinal ditandai dengan adanya transisi mukosa normal
menjadi gastritis superfisial, diikuti dengan gastritis atrofi dan metaplasia
intestinal, berlanjut menjadi displasia dan metaplasia (55,289). Kanker jenis
intestinal dua kali lebih sering menyerang pria dibandingkan wanita dengan usia
rata-rata 50,4 tahun dan pada wanita 47.7 tahun (59, 128). Kanker yang menyerang
bagian korpus cenderung mengakibatkan penurunan sekresi asam lambung,
sebaliknya kanker pada antrum mengakibatkan peningkatan sekresi asam lambung,
mengakibatkan ulserasi duodenum, yang menurunkan risiko terjadinya kanker
gaster (23).
Faktor Virulensi H. pylori
cag PAI
Sekitar 60-70% strain H. pylori barat dan sekitar 100% strain Asia timur
mengekspresikan CagA(10, 43, 310). Meskipun strain H. pylori menginduksi
gastritis, strain yang mengandung cag PAI (cag+) meningkatkan risiko gastritis
berat, gastritis atropi, dan kanker gaster distal dibandingkan dengan dengan strain
yang sedikit mengandung cag island (cag-deficient mutants( 34, 62, 67, 68, 167,
240, 245, 252, 265, 287, 311, 325). Setidaknya 18 gen cag mengkode komponen
bakteri tipe IV yang berfungsi mengekspor protein bakteri menembus membran
bakteri dan memasukannya ke dalam epitel host.
CagA
Strain H. pylori sering dibedakan menjadi cagA postive dan cagA negatif,
tergantung ada tidaknya gen terminal yang memproduksi cag island, CagA. Protein
CagA H. pylori adalah protein dengan 120-140 kDa, ditranslokasikan kepada sel
host dengan sistem sekresi cag tipe IV setelah penempelan bakeri. Ketika materi
tersebut sudah masuk dalam sel host, CagA merukakan tyrosin terfosforilasi pada
glutamat-proline-isoleusin-tyrosine-alanine (EPIYA) dan menginduksi perubahan
morfologi sel, dikenal dengan “the hummingbird phenotype” yang dihubungkan
dengan peningkatan migrasi seluler (20,226, 279, 292, 293).
Saat ini, membedakan motif EPIYA (EPIYA A-A, -B, -C, dan -D) berdasarkan
polimorfik CagA pada karbon terminal, dan dibedakan pada jenis asam amino yang
mengelilingi EPIYA (128, 134, 215). EPIYA A-A dan -B ditemukan di seluruh
dunia, sedangkan EPIYA-C sering ditemukan hanya pada negara-negara barat
(Eropa, Amerika Utara, Australia). EPIYA-D secara ekslusif ditemukan di Asia
Timur ( Jepang, Korea Selatan, dan China), dan strain ini menginduksi interleukin-
8 dari epitel gaster lebih besar dibanding dengan strain lain (19, 128).
CagA merupakan jenis protein H. pylori, saat ini, protein tersebut adalah satu-
satunya efektor protein bakteri yang dikenal mengalami translokasi oleh sistem
sekresi Cag tipe IV. Terdapat bukti bahwa fungsi CagA sebagai onkoprotein pada
mamalia. Meskipun, model eksperimental saat ini tidak semuanya dapat menjawab
dan menjelaskan fenomena ini.
Peptidoglycan
Selain CagA, sistem sekresi cag dapat melepaskan peptidoglikan kepada sel host.
Peptidoglikan berinteraksi dengan molekul pengenal intraseluler sel host, Nod1,
yang berperan sebagai sensor untuk komponen peptidoglikan yang berasal dari
bakteri gram negatif. Interaksi antara peptidoglikan H. pylori dengan Nod1 memicu
aktivasi NF-kB-dependent respon proinflamasi, memicu sekresi IL-8 (323) atau β-
defensin-2 (37). Translokasi peptidoglikan H. pylori dapat megaktivasi rangkaian
sinyal intraseluler yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker gaster.
Translokasi peptidoglikan H. pylori dapat mengaktivasi PI3K-AKT, yang dapat
menurunkan apoptosis dan meningkatkan migrasi sel (214).
VacA Toxin
Lokus H. pylory berhubungan dengan peningkatsn risiko vacA, sebuah gen yang
mengkode sekresi toxin VacA (61,64, 247, 276). VacA dikenal sebagai protein
sitotoksin yang menginduksi vakuolasi intraseluler (173). VacA menekan respon
sel T terhadap H. pylori, yang dapat memperpanjang waktu infeksi (35, 111, 299).
Gen vacA ditemukan pada sebagian besar strain H. pylori, meskipun dianggap
berbeda pada aktivitas vakuolisasi. Variasi ini mengakibatkan variasi struktur gen
vacA dalam regio signal (s), middle (m), dan saat ini ditemukan juga regio
intermediate (i), yang terletak antara regio s dan m (259). Regio s dibagi lagi
menjadi s1 dan s2, dan mengkode komponen sinyal peptide dan terminal N untuk
maturasi protein. Regio M secara parsial mengkode subunit C-terminal 55-kDa dan
diklasifikasikan menjadi tipe m1 dan m2, vacA s1/m1 menginduksi vakuolisasi
lebih besar dibandingkan s1/m2, dan tidak ada aktivitas vakuolisasi pada s2/m2
(24,61, 259, 321). Pada populasi orang barat, allele vacA s1m1 dihubungkan
dengan ulserasi duodenum, lambung, dan kanker gaster (24, 25, 203). Strain Asia
Timur hampir sebagian besar adalah vacA s1/m1 dan diperkirakan tidak
berhubungan dengan keluaran spesifik. Terdapat 2 subtipe regio , i1 da i2, regio i
memerankan peranan dalam aktivitas vakuolisasi, karena strain vacA s1/il/m2
adalah tipe vakuol dan vacA s1/i2/m2 tidak menginduksi vakuolisasi. Semua allel
s1/m1 vacA adalah tipe i1, semua s2/m2 adalah tipe i2, dan s1/m2 dapat merupakan
i1 atau i2 (259).
Saat ini, delesi pasangan basa 81 antara regio m dan i diidentifikasi sebagai regio
d, stari d1 tidak mengalami delesi, sedangkan strain d2 mengandung 69-81 delesi
pasang basa. Sebagian kecil strain wester, namun tidak pada strain Asia, vacA d1
secara signifikan berhubungan dengan infilrasi neutriful dan atrofi mukosa gaster,
membuat genotipe regio d meerupakan lokus yang berisiko menjadi kanker atau
ulserasi gaster pada strain barat (229).
Efek VacA terhadap sel host, sama dengan bagian yang disandi oleh cag PAI, vacA
memberikan efek multipel pada struktur epitel sel yang mengakibatkan gangguan
fungsi barrier epitel gaster dan modulasi respon inflamasi. Efek lain vacA termasuk
gangguan kompartemen endosom, mengakibatkan terbentuknya vakuol in vitro
(172, 237), dan menyasar mitokondria, memicu potensial membran mitokondria,
sekresi sitokrom c, aktivasi kaspase-8, dan kaspase-9, dan induksi apoptosis in vitro
(63, 107, 190, 243, 336).
Satu diantara resesptor VacA berikatan dengan epitel gaster adalah reseptor tipe
tirosyne fosfatase RPTPβ. Reseptor ini mengatur proliferasi, diferensiasi, dan
adhesi sel, yang memegang peranan penting dalam ulserogenesis (105). Pemberian
acid-activated secara peroral dan kemudian menetralisasi VacA menjadi wild -type
RPTPβ+/+ memberikan efek yang besar terhadap epitel gaster. Dalam 2 ahri
pemberian VacA, dapat terjadi perdarahan hebat di gaster, berlanjut menjadi
ulserasi dan kemudian atrofi gaster. Sebaliknya, pada tikus yang mendapatkan
RPTPβ-/- justru resisten terhadap kerusakan gaster (105). Kultur sel yang mendapat
RPTPβ-/- dan RPTPβ+/+, VacA sama-sama menginduksi vakuolisasi. Akan tetapi,
hanya, sel yang mendapat RPTPβ+/+ terpisah dengan Matrigel sebagai respon
terhadap VacA, menunjukan bahwa VacA menginduksi ulserasi gaster melalui
sinyal RPTPβ, bukan vakuolisasi (99).
cagA dapat menurunkan efek VacA pada vakuolisasi sel host, dan sebaliknya,
VacA menurunkan aktivitas CagA (232, 308). Tyrosine-phophorilated CagA
memblok aktivitas VacA, mencegah VacA mencapai target intraselulernya dan
menginduksi pembentukan vakuol. Melalui mekanisme yang berbeda, antagonis
CagA tak terfosforilasi mencegah vakuolisasi dengan memblok aktivitas VacA
pada mitokondria (232). Sebaliknya, VacA melawan efek CagA pada sebaran sel
dan elongasi dengan menginaktivasi epidermal growth factor receptor (EGFR) dan
HER2/Neu, yang menekan aktivitas ERK1/2 mitogen-activated protein (MAP)
kinase dan hummingbird phenotype (308). Temuan ini menjadi titik terang dalam
menjalaskan mekanisme H. pylori dapat menghindar dari induksi dan kerusakan
seluler dan tetap bisa berkolonisasi dalam gaster dalam jangka waktu yang lama.
Adhesi H. pylori pada epitel gaster memicu kolonisasi, infeksi persisten, dan
menghantarkan faktor virulensi pada sel host. Sebagian kecil strain H. pylori
mengkode Outer Membrane Proteins (OMPs), lebih banyak dibandingkan bakteri
spesies lain. Ekspresi OMP dihubungkan dengna kejadian kanker gaster.
BabA. Blood group antigen binding adhesian (BabA) dikode dari gen babA2, yang
berikatan dengan fucosylated Lewis pada permukaan epitel gaster dan merupakan
jenis OMP yang banyak diteliti pada H. pylori. (36,113, 143). Adhesi BabA terjadi
sebagai respon pada glikosilasi sehingga mengakibatkan H. pylori dapat
beradaptasi dengan lingkungan gaster dan dapat berkolonisasi (22, 248).
Keberadaan babA2 dihubungkan dengan ulserasi duodenum dan kanker gaster, dan
apabila ditemukan juga cagA dan vacA s1, dapat meningkatkan kemungkinan
kejadian sakit yang lebih hebat (113).
SabA dan OipA. Sialic acid-binding adhesion (SabA) adalah adhesin yang
berikatan dengan struktur karbohidrat Sialyl-Lewis, suatu antigen pada epitel
gaster, dan dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker gaster namun
menurunkan risiko ulserasi duodenal (354). Ekspresi Sialyl-Lewis diinduksi oleh
inflamasi gaster kronik. H. pylori menginduksi antigen sialyl dengan menginduksi
gen beta3 G1cNAc T5, tranferase yang esensial untuk sistesis antigen Lewis (95).
Aktivitas SabA juga dipegaruhi oleh lingkungan asam gaster (354).
H. pylori mengandung gen OipA fungsional dan non fungsional, keberadaan gen
OipA fungsional berhubungan dengan ulser duodenum, kanker gaster, dan
peningkatan infiltrasi neutrofil (102, 354). Ekspresi OipA meningkatkan IL-8, IL-
7, Tumor necrosis factor (TNF-α) dan inflamasi gaster (352). OipA juga
meningkatkan matrix metalloproteinase 1 (MMP-1), MMP berhubungan dengan
kejadian kanker gaster (347), inhibisi glycogen synthase kinase 3β (GSK 3β), dan
translokasi β-catenin (102). Akumulasi β-catenin pada nukleus mengakibatkan
pembentukan heterodimer dengan LEF/TCF dan aktivasi transkripsi gen
karsinogenesis.
DupA. Duodenal ulcer promoting gene (dupA) terletak pada zona plastisitas H.
pylori dan mungkin menjadi marker virulensi lain. Terjadi peningkatan risiko ulser
duodenum dan penurunan risiko kanker gaster pada orang dengan dupA positif
(178).
Faktor Host
IL-1β. Keberadaan H.pylori tidak menjadi penentu absolut apda virulensi, banyak
individu dengan infeksi bakteri ini tetap asimtomatik. Ini menunjukan bahwa faktor
host juga berpengaruh pada patogenesis penyakit. Faktor yang memengaruhi
perkembahan infeksi menjadi keganasan adaalah inflamasi gaster dan penurunan
sekresi asam lambung (81). Molekul efektor host berinteraksi baik dengan Th1 dan
Il-8, molekul peiotropik yang meningkat pada individu yang terinfeksi H. pylori
(222). Gen IL-1β, terdiri dari IL-1β dan IL-1RN, berhubungan dengan peningkatan
atau penurunan produksi IL-1β. Peningkatan ekspresi IL-1β meningkatkan kondisi
hipoklorida, atrofi gaster, dan adenokasrinoma gaster distal dibandingakan dengan
individu dengan ekskresi IL-1β yang minimal (82).
Strain cag+ menginduksi gastritis berat, memicu produksi sitokin proinflamasi IL-
1β dan TNF-α, tidak hanya meningkatkan inflamasi pada mukosa, akan tetapi juga
menghambat produksi asam. Kondisi ini membuat lingkungan yang kondusif untuk
pertumbuhan bakteri dan meningkatkan risiko kanker gaster.
Gastrin, asetilkolin, dan histamin merupakan stimulan utama sekresi gaster. Pada
korpus gaster, gaster berperan langsung pada sel parietal dan secara tidak langsung
melalui pengeluaran histamin dari sel ECL, sehingga mengaktivasi reseptor
histamine-H2 pada sel parietal dan memicu pengeluaran asam. Asetil kolin berperan
secara langsung pada reseptor M3 pada sel parietal dan secara tidak langsung
melalui sekresi histamin dari ECL dan inhibisi somatostatin dari sel D (277).
Cedera Oksidatif
Faktor yang bekontribusi pada proses inflamasi menjadi bentuk keganasan adalah
stres oksidatif. Kerusakan DNA oksidatif yang diinduksi oleh infeksi H. pylori
akibat infiltrasi neutrofil dan kerusakan DNA. Pembentukan spesies oksigen reaktif
pada epitel gaster juga mengakibatkan disfungsi sel, berhubungan juga dengan
keberadaan cag PAI (72).
Sebagaiamana yang telah dibahas sebelumnya, polyamine juga mempunyai
peranan dalam patogensis infeksi H. pylori. Aspek spesifik bahwa oksidasi
poliamine oleh ezim spermine oxidase (SMO), diinduksi oleh upregulasi SMO pada
sel epitel gaster, mengakibatkan terbentuknya H2O2 (350). Beberapa metabolitnya
seperti radikal hidroksil (OH-), dapat merusak makromolekul sel, termasuk DNA.
Inhibisi atau small interfeing RNA (siRNA) SMO memblokir apoptosis dan
mengakibatkan kerusakan DNA pada sel epitel gaster (350).
Perbedaan antara TH1 melibatkan ekspansi klonal akibat peran reseptor sel T (213).
Sel ini dipercaya akan berdiferensiasi menjadi CD4+, disebut sebagai sel TH1 yang
memproduksi sitokin termasuk IFN-γ dan IL-2 dan sel TH2. Yang memproduksi
sitokin IL-4, IL-5, IL-10, dan IL-13 (91). Sel Th1 mengaktifkan cell-mediated
immunity, untuk melawan parasit intraseluler, sedangkan Th2 berhubungan dengan
respon imunitas humoral dan proteksi terhadap cacing (213).
Respon Imun terhadap H. pylori
H. pylori menginduksi baik respon imun humoral maupun seluler. Respon antibodi
lokal dan sistemik termasuk IgA, IgM dan IgG (67, 255, 349). Studi pada hewan
coba menunjukkan bahwa imunisasi dengan antigen H. pylori dapat menginduksi
imunitas protektif (194).
Sel T. Akivasi sel T oleh antigen spesifik menlibatkan ekspresi molekl , dan CTLA-
4 menghambat proses ini. Pada kasus infeksi H. pylori, fungsi inaktivasi sel T
mungkin berhubungan dengan ekspresi CTLA-4 pada permukaan sel T dan
mencegah kostimulasi ketika APCs mengaktivasi sel T (16). Blokade CTLA-4
mengakibatkan peningkatan aktivasi sel T dan menurunukan kolonisasi H.pylori
pada hewan coba. H. pylori dapat menghambat proliferasi limfosit (111, 202).
Sel B. Sel B dapat memproduksi antibodi spesifik antigen, sel B juga dapat
memproduksi antibodi autoreaktif yang mungkin patogenik (351). Peran interaksi
sel B dan sel T pada respon imun masih dalam penelitian.
Gambar 3. Peran sekresi iNOS oleh makrofag dan produksi NO pada infeksi H. pylori
Kompleks Apical-Junctional
Faktor Lingkungan
Risiko karsinoma gaster tidak hanya dipengaruhi oleh karakteristik H. pylori dan
determinan genetik host, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Konsumsi garam dalam jumlah tinggi dapat meningkatkan kejadian kanker gaster
(56, 104, 313). Terdapat laju inflamasi gaster yang lebih berat pada populasi yang
mengkonsumsi kadar garam tinggi dibandingkan dengan konsumsi garam dalam
kadar normal. Terdapat peningkatan sitokin proinflamasi seiring dengan
meningkatkan jumlah konsumsi garam, melalui peningkatan ekspresi IL-1β epitel
gaster. Garam yang tinggi dalam darah juga menurunkan ambang transformasi sel
menjadi bentuk ganas.
Infeksi Cacing
Koinfeksi cacing juga mempunyai efek terhadap keluaran penyakit pada individu
yang terinfeksi H. pylori. Infeksi cacing dapat menurunkan derajat inflamasi oleh
H. pylori, hal ini karena terjadi penurunan respon Th1 dan peningkatan sitokin Th2
(98).
Konsumsi Antioksidan
Rokok
Merokok dapat meningkatkan kejadian kanker gaster pada individu yang terinfeksi
H. pylori.
KESIMPULAN