Anda di halaman 1dari 65

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha ESa atas Berkat dan RahmatNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Asuhan Keperawatan Pada
Klien TN. S Dengan Stroke Non Hemoragik di HCU 1 Rumah Sakit PELNI Jakarta" mulai
tanggal 17 Desember 2018 sampai tanggal 08 Maret 2019

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak,
oleh karena itu pada kesernpatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat:

1. Dr. dr. Fathema Djan Rachmat.,Sp.B.,Sp.BTKV(K).,MPH sebagai Direktur Utama


Rumah Sakit Pelni Jakarta.
2. Ahmad Samdani., SKM Ketua Yayasan Samudra APTA.
3. Buntar Handayani.,SKp.MM.MKep Direktur Akademi Keperawatan Pelni Jakarta.
4. Ns. Isnayati M.Kep. sebagai Dosen Pembimbing di Ruang HCU Rumah Sakit
Pelni Jakarta.
5. Ibu Tri seaku kepala ruangan dan pembimbing di ruang Hcu

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulisan
dalam makalah berikutnya. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, 08 Maret 2019

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan sindrome klinis dengan berupa gangguan fungsi otak secara
vokal maupun global dari yang berkembang dengan cepat, dengan gejala yang
bertahan dari 24jam atau lebih dapat menyebabkan kematian, dengan penyebab
dari gangguan sirkulasi darah. Gangguan sirkulasi ini disebabkan oleh trombosis
dan emboli. Beberapa faktor resiko yang dapat menimbulkan gejala stroke adalah
hipertensi, diabetes, transient ischeamic attack (TIA), gangguan kardiovaskuler,
dan kebiasaan merokok (Van der cammen, 2007).

Berdasarkan WHO 2012 stroke adalah penyebab kematian ketiga di dunia. WHO
memperkirakan pada tahun 2009 stroke menyumbang 5,7 juta kematian di dunia
setara dengan 9,9% dari jumlah kematian. Prevelensi di Amerika pada tahun
2005 adalah 2,6% prevelensi meningkat seiring dengan bertambah umur. Hampir
50% penderitanya akan cacat mulai dari ringan sampai berat 30% penderita
stroke meninggal dan sisanya 20% dapat dikatakan sembuh artinya cacat jasmani
yang tidak mengganggu kehidupan sehari hari.

Di Amerika serikat tercatat sekitar 770.000 pasien stroke, baik yang terkena
serangan susulan dari segi usia 72% pasien berumur diatas 65 tahun, dikarenakan
peluang seseorang terkena stroke setelah berusia 55 tahun berlipat ganda pada
setiap dasawarsa pertambahan umumnya. Peningkatan kejadian stroke dapat
disebabkan karena faktor resiko stroke misalnya seperti, hipertensi, merokok,

2
kadar kolesterol dalam darah tinggi dan diabetes sehingga angka kejadian stroke
sumbatan 70% lebih tinggi dari pada stroke perdarahan 30%. (Fajri
Jannatun,2012).

3
Di Indonesia, berdasarkan Riskesdas (2007) stroke merupakan penyebab
kematian utama untuk semua umur dengan proporsi kematian 15,4%. Pada
Riskesdas (2013), prevalensi penderita stroke sebesar 7,0% mengalami
peningkatan dari tahun 2017 dengan prevelensi sebesar 6,0% sedangkan
prevalensi stroke di provensi gorontalo tahun 2013 sebesar 8,3% dan wilayah
kota gorontalo menempati urutan pertama prevalensi stroke di provensi
gorontalo, yakni sebesar 15%.

Menurut Ginsberg (2008) Stroke Non Hemoragic merupakan kedaruratan medis


yang memerlukan penanganan segera. Proses asuhan keperawatan mempunyai
peranan penting dalam keberhasilan penyelamatan maupun rehabilitasi klien
dengan Stroke Non Hemoragic di instansi rumah sakit. Berdasarkan data rekam
medis Rumah Sakit PELNI Jakarta pada tahun 2014, pasien yang dirawat
sebanyak 9590 jiwa yang menderita stroke non hemoragic sebanyak 202 jiwa
(2,10%), pada usia 25-44 tahun 8 jiwa (3,96%), usia 45-64 tahun 98 jiwa
(48,51%), usia diatas 65 tahun 96 jiwa (47,53%). Sedangkan pada tahun 2015,
pasien yang dirawat sebanyak 9532 jiwa dengan penderita stroke non hemoragic
sebanyak 57 jiwa (0,59%), pada usia 25-44 tahun 5 jiwa (8,77%) usia 45-64
tahun 29 jiwa (50,87%), usia diatas 65 tahun 23 jiwa (40,35).

Berdasarkan uraian di atas, dengan semakin meningkatnya jumlah penderita


penyakit stroke dan dilihat dari kegawatan dan komplikasinya, dapat
menyebabkan hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral, embolisme
serebral. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan peran perawat sebagai care provider
dengan memberikan layanan berupa asuhan keperawatan secara langsung
kepada klien, edukator yaitu sebagai pendidik dengan memberikan informasi
kesehatan dan advocat berfungsi membela kepentingan klien yaitu melakukan
upaya promotive, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif
memberikan informasi kesehatan tentang stroke non hemoragic. Upaya preventif
dengan tidak mengkonsumsi makanan yang tidak mengandung kolesterol, olah

5
raga secara teratur. Upaya kuratif dengan mengajarkan tentang gerak aktif-pasif
serta pengobatan lain seperti fisioterapi. Upaya rehabilitatif dengan menjelaskan
dan menganjurkan pasien untuk kontrol secara rutin agar mencegah dan
mengurangi komplikasi.

Berdasarkan dari data tersebut dapat menyerang usia muda maupun lanjut usia,
baik pria mau pun wanita mempunyai komplikasi yang sangat berbahaya dan
dapat mengakibatkan kelumpuhan dan kematian. Maka penulis tertarik untuk
menerapkan asuhan keperawatan kepada klien dengan Stroke Non Hemoragic
secara komprehensif dengan menggunakan metode ilmiah proses keperawatan.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis ingin mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien Tn. S dengan Stroke Non Hemoragic di ruang
HCU Rumah Sakit.PELNI Jakarta.

2. Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragic, diharapkan penulis dapat :
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Stroke Non Hemoragic
b. Menentukan masalah keperawatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragic
c. Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragic
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragic
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragic

6
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan praktik.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat, serta mencari
solusi atau alternatif pemecahan masalah pada klien dengan Stroke Non
Hemoragic
h. Mendokumentasikan semua kegiatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragic

C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi dengan mengambil satu kasus
yaitu “Asuhan keperawatan pada klien Tn. S dengan Stroke Non Hemoragic di
ruang HCU Rumah Sakit Pelni Jakarta” yang dilaksanakan selama 3 hari
perawatan dari tanggal 08 Meret 2019 sampai 10 Maret 2019

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini etode penulisan dalam makalah ini menggunakan
metode desktriptif yaitu dimulai dari pengumpulan data, analisa data, menarik
kesimpulan dan disajikan dalam bentuk narasi. Adapun pengumpulan data
dilakukan dengan cara mengobservasi dan wawancara yaitu dengan bicara
langsung kepada klien dan keluarga klien. Study kasus yaitu dengan mengambil
satu kasus tentang Stroke Non Hemoragic sebagai bahan ajaran dalam
menerapkan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil tindakan keperawatan. Study
dokumentasi dengan mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke Non Hemoragic dan dari
catatan keperawatan dan catatan medis, rekam medis klien, hasil labolatorium dan
internet. Dan study kepustakaan yaitu dengan menggunakan beberapa buku dan
media internet sebagai sumber reverensi dalam pembuatan makalah.

7
E. Sistematika Penulisan

Makalah disusun secara sistematika yang terdiri dari 5 BAB yaitu BAB I
Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup,
metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Teori yaitu terdiri
dari pengertian, etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan medis, pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan
keperawatan dan evaluasi keperawatan. BAB III Tinjauan Kasus yang terdiri dari
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan. BAB IV Pembahasan yang
terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan. BAB V yang
terdiri dari penutup dan saran.

8
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smelzer C.
Suzanne,2002)

Stroke Non Hemoragik adalah obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum, obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak. (Price Silvia
Anderson. 2005.)

Stroke non hemoragik adalah infark pada otak yang biasanya timbul setelah
beraktifitas fisik atau karena psikologis disebakan oleh trombus maupun emboli
pada pembuluh darah di otak (Fransisca, 2008).

9
Stroke adalah terjadinya kerusakan pada jaringan yang disebabkan berkurangnya
aliran darah keotak atau retaknya pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak
dengan berbagai sebab yang ditandai dengan kelumpuhan sensoris dan motoris
tubuh sampai dengan terjadinya penurunan kesadaran. (Wiwit, S. 2010).

B. Etiologi
Penyebab stroke non hemoragik menurut Black, 2009 disebabkan karena
iskemik yang terjadi ketika suplai darah kebagian otak terganggu atau tersumbat
total. Kemampuan bertahan yanag utama pada jaringan otak yang iskemik
bergantung pada lama waktu kerusakan ditambah dengan tingkatan gangguan
dari metabolisme otak. Iskemia biasanya terjadi karena beberapa factor, yaitu:

10
1. Thrombosis yaitu penggumpalan (thrombus) mulai terjadi dari adanya
kerusakan pada bagian garis endothelial dari pembuluh darah.
Arteriosklerosis merupakan penyebab utama terjadinya stroke yang
menyebabkan zat lemak yang tertumpuk dan menyebabkan penyempitan
(stenosis) pada arteri.
2. Emboli yaitu sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh
embolus yang menyebabkan stroke embolik. Embolik terbentuk dibagian
luar otak, kemudian terlepas dan mengalir melalui sirkulasi serebral
sampai embolus tersebut melekat pada pembuluh darah dan menyumbat
arteri.
3. Perdarahan (Hemoragik)
a. Hemoragik epidural adalah kedaruratan neuro yang memerlukan
perawatan segera
b. Hemoragik subdural pada dasarnya sam dengan homoragik epidural,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek
c. Hemoragik subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisme pada area sirkulasi arteri vena kongenital pada otak.
d. Hemoragik intraserebral adalah perdarahan disubtansi dalam otak,
paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan
arterosklerosis serebral disebabkan oleh perubahan degenerative
karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptor pembuluh darah.
4. Faktor resiko yaitu pada penderita hipertensi, penyakit kardiovaskuler,
diabetes mellitus, konsumsi alkohol berlebihan, merokok, obesitas, stress
fisik dan mental, hipotensi, penggunaan kontrasepsi estrogen oral, dan
faktor riwayat keluarga.

C. Patofisiologi
Stroke terjadi karena kerusakan sirkulasi (aliran) dalam satu/ lebih pembuluh
darah yang menyediakan darah pada otak. Stroke Non Hemoragik disebabkan
oleh athrombosis dan embolisme. Thrombosis terjadi saat pembekuan darah
menyumbat pembuluh darah sehingga menghentikan aliran darah ke jaringan

11
otak. Akibatnya penyediaan darah dan oksigen ke otak menjadi berkurang
bahkan terhenti yang kemudian akan merusak daerah tertentu ke dalam
jaringan otak. Selain itu penurunan aliran darah ini dapat menyebabkan
iskemik, yang akan berlanjut menjadi infark. Dalam waktu tertentu daerah
tersebut akan mengalami edema dan lama – kelamaan akan terjadi nekrosis.
Stroke yang disebabkan karena thrombus biasanya muncul dengan gejala
tiba-tiba dan hilang timbul. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya
menimbulkan defisit neurologik mendadak. Biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktifitas. Embolus merupakan suatu gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang berasal dari pembuluh arteri rontok dan menyumbat
pembuluh – pembuluh arteri utama yang menuju ke otak. Dan embolus akan
menyumbat aliran darah yang menuju ke otak dan akan ada bagian dari otak
yang teraliri oleh darah dan sehingga akan mengalami penurunan fungsi
bahkan terjadi kerusakan.

Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor resiko terjadinya Stroke Non
Hemoragik karena terbentuknya plak aterosklerosis tadi pada dinding
pembuluh darah yang disebabkan gangguan metabolisme glukosa. Kolesterol
tinggi menjadi pemicu Stroke Non Hemoragik karena kolesterol merupakan
zat di dalam aliran darah dan makin tinggi kolesterol semakin besar
kemungkinan dari kolesterol itu tertimbun pada dinding pembuluh darah.
Sehingga menyebabkan pembuluh darah menjadi sempit sehingga
mengganggu suplai darah ke otak.

Penyakit Jantung menjadi faktor resiko karena embolus dari jantung yang
akan menjadi penyebab Stroke Non Hemoragik. Kebiasaan merokok yang
berlebihan akan berefek pada proses pembentukan plak aterosklerosis. Karena
nikotin yang terkandung didalam rokok akan menyebabkan pembuluh darah
menjadi kaku sehingga pembuluh darah tidak bisa kontraksi secara baik
sehingga menyebabkan adanya pembentukan plak aterosklerosis, terjadi
aterosklerosis karena meningkatkan oksidasi lemak. Obesitas dapat
menyebabkan terjadinya stroke karena terhentinya suplai oksigen secara

12
mendadak ke otak yang disebabkan oleh peningkatan lemak di dalam tubuh
sehingga terjadi penumpukan dan mengganggu sirkulasi aliran darah. Suplai
oksigen ke otak akan berkurang. Apabila stroke merusak bagian sebelah
kanan otak maka sisi tubuh yang sebelah kiri yang terkena pengaruhnya.
Pasien akan mengalami kesulitan dengan persepsi spasial (lupa dimana
berada), pelemahan ingatan, menunjukkan perilaku impulsif, seringkali sisi
tubuhnya terabaikan, kemunduran kemampuan daya ingat, kelumpuhan pada
bagian tubuh sebelah kirinya. Apabila stroke dengan kerusakan pada otak
sebelah kiri akan lebih mengacu kepada kelumpuhan atau kelemahan motorik
yang ada pada sisi tubuh sebelah kanan dan akan menunjukkan perilaku
kemunduran kemampuan bicara (pelo), perilaku dengan gaya kehati – hatian
yang lamban, kemunduran daya ingat (lupa kata – kata yang harus
diucapkan). Area infark ini dapat menimbulkan dan menyebabkan penderita
stroke mengalami sakit kepala mendadak, disertai gejala umum, seperti :
muntah, penurunan kesadaran, kejang, demam, disorientasi, sering kesemutan
serta defisit motorik. Komplikasinya, hipoksia serebral, penurunan darah
serebral,dan luasnya area cidera.

Penatalaksanaan Medis
1. Farmakoterapi
a. Anti hipertensi : Untuk menangani masalah hipertensi. Seperti catopril,
zypras, catapres.
b. Anti Koagulasi : Dapat diberikan pada Stroke Non Hemoragik selama 24
jam sejak serangan gejala - gejala dan diberikan secara intravena. Seperti
natrium warfarin (coumadin), heparin, anti trombosit (ASA), dipiridamol
(persantine).
c. Anti Platelet : Untuk mengurangi pelekatan platelet seperti aspirin, asam
traneksamat, cyclooxygenase inhibitors. Kontra indikasi pada Stroke
Hemoragik.
d. Bloker Kalsium : Untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini untuk
merilekskan otot polos pembuluh darah contoh obat seperti : diltiazem,
nifedipin, golongan beta blokers, hidralazin.

13
e. Anti kolinergik contoh pentoxifylline (Trental) : Untuk meningkatkan
aliran darah kapiler mikrosirkulasi sehingga meningkatkan perfusi dan
oksigenisasi ke jaringan otak yang mengalami iskemik.

2. Non Farmakoterapi
a. ROM
ROM atau Latihan Rentang Gerak adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan
kekuatan otot.

ROM aktif adalah gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien)


dengan menggunakan energy sendiri. Perawat memberikan motivasi dan
membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara
mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Hal ini
untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
menggunakan otot-ototnya secara aktif.

ROM pasif adalah gerakan yang dilakukan dengan menggunakan energi


yang berasal dari orang lain (perawat) atau alat gerak mekanik. Perawat
melakukan gerakan persendian klien. Indikasi latihan ROM pasif yaitu
pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi
tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak
dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis
ekstremitas total (Suratun, dkk, 2008). ROM dilakukan saat klien dalam
keadaan stabil ditandai dengan TTV dalam batas normal, tidak ada tanda-
tanda peningkatan TIK seperti muntah proyektil, pupil edema dan nyeri
kepala. Hal ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakan otot orang lain secara pasif, misalnya
perawat mengangkat dan menggerakan kaki pasien.
3. Diit randah garam dan rendah kolesterol

14
Pengkajian Keperawatan
1 Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi/ paralisis (hemiplagia)
Tanda : Gangguan tonus otot (flaksid spastik); paralitik (hemiplagia) dan
terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat
kesadaran.
2 Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung (MI, Reumatik/penyakit jantung
vaskuler, GJK, endokarditis bacterial), polisitemia, riwayat hipotensi
postural.
Tanda : Hipertensi arterial (dapat ditemukan/terjadi pada CSV)
sehubungan dengan adanya embolisme/malformasi vaskuler, nadi:
frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung/kondisi
jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor), disritmia,
perubahan EKG, desiran pada karotis dan arteri iliaka/ aorta yang
abnormal.
3 Integritas Ego
Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda : Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah sedih dan
gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4 Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (distensi kandung kemih berlebihan),
bising usus negatif (ileus paralitik).
5. Makanan/ Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/ muntah selama fase akut
(peningkatan TIK), kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan
tenggorok, disfagia.
Tanda : Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal),
obesitas (faktor resiko).
6. Neurosensori

15
Gejala : Sinkope/ pusing (sebelum serangan CSV/ selama TIA) sakit
kepala ; akan sangat berat dengan perubahan intraserebral/ subaraknoid,
kesemutan/ kelemahan (biasanya terjadi selama serangan TIA yang
ditemukan dalam berbagai derajat pada stroke jenis yang lain) ; sisi yang
terkena terlihat seperti mati/ lumpuh, penglihatan ganda (diplopia) atau
gangguan lainnya, sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kontralateral
(pada sisi tubuh yang berlawanan) pada ekstremitas dan kadang-kadang
pada ipsilateral (yang satu sisi) pada wajah, gangguan rasa pengecapan dan
penciuman.
Tanda : Status mental/ tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada
tahap awal hemoragis; ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar jika
penyebab adalah thrombosis yang bersifat alami, gangguan tingkah laku
(seperti penurunan memori), genggaman tidak sama, refleks tendon
melemah secara kontralateral, pada wajah terjadi paralisis, afasia :
gangguan/ kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motorik (kesulitan
untuk mengungkapkan kata), resertif (afasia sensorik) yaitu kesulitan
untuk memahami kata - kata secara bermakna atau afasia global yaitu
gabungan dari kedua hal diatas, kehilangan kemampuan untuk mengenali/
menghayati masuknya rangsang visual, pendengaran taktil (adnosia)
seperti gangguan kesadaran terhadap citra rubuh, kewaspadaan, kelalaian
terhadap bagian tubuh yang terkena, gangguan persepsi, kehilangan
kemampuan motorik saat pasien ingin menggerakkannya (apaksia).
Ukuran pupil tidak sama, dilatasi miosis pupil ipsilateral (pendarahan/
perniasi), kekakuan nukal (biasanya karena pendarahan), kejang (biasanya
karena pencetus pendarahan).
7. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri
karotis terkena).
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot/ fasia.
8. Pernapasan
Gejala : Merokok (faktor resiko).

16
Tanda : Ketidakmampuan menelan/ hambatan jalan nafas, timbulnya
pernapasan sulit dan tidak teratur, suara nafas terdengar/ ronkhi (aspirasi
sekresi).
9. Keamanan
Tanda : Motorik/ sensorik : masalah dengan penglihatan, perubahan
persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan), hilang
kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit, tidak mampu mengenali
objek, warna, kata dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik,
gangguan berespon terhadap panas, perhatian sedikit terhadap keamanan,
tidak sabar/kurang kesadaran diri (stroke kanan).
10. Interaksi Sosial
Tanda : Masalah bicara ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
11. Pembelajaran/ Penyuluhan
Gejala : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor resiko),
pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alcohol (faktor resiko).
12. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas ; klasifikasi
karotis interna redoata pada thrombosis serebral ; klasifikasi parsial
dinding aneurisma pada pendarahan subarachnoid.
b. Ct Scan : Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia adanya
infark.
c. Angiografi Serebral : Membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti pendarahan/obstruksi arteri, adanya titik oklusi/
rupture.
d. MRI : Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik,
malformasi arteiovena (MAV).
e. Pungsi Lumbal : Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya
ada thrombosis emboli serebral dan TIA. Tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik
subarachnoid/ pendarahan intrakranial. Kadar protein total meningkat
pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.

17
f. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteiovena
(masalah system arteri karotis, aterosklerosis).
g. EEG : Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
h. Pemeriksaan Laboratorium : Hemoglobin, D-dimer, Asam urat,
Kolesterol.

Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah ; gangguan oklusif, hemoragik ; vasospasme serebral, edema
serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler; kelemahan, parastesia; flaksid/ paralisis hipotonik (awal);
paralisis spastik; kerusakan perseptual/ kognitif.
3. Kerusakan komunikasi verbal/ tertulis berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral; kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus/ kontrol
otot fasial/ oral ; kelemahan.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi,
integrasi (trauma neurologis/ defisit); stress psikologis (penyempitan
lapang perseptual yang disebab oleh ansietas.
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot.
6. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial,
perseptual kognitif.
7. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular/ perseptual.
8. Resiko tinggi terjadinya komplikasi berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang pengobatan.

Perencanaan Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah; gangguan oklusif, hemoragik; vasospasme serebral, edema serebral.

18
Tujuan: Perubahan perfusi jaringan serebral tidak terjadi.
Kriteria Hasil: Perubahan tingkat kesadaran, tanda-tanda vital stabil.
Rencana Tindakan :
a. Tentukan faktor - faktor yang berhubungan dengan keadaan/ penyebab
penurunan perfusi serebral dan potencial terjadinya peningkatan TIK.
b. Pantau tanda-tanda vital.
c. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya
terhadap cahaya.
d. Pertahankan keadaan tirah baring.
e. Cegah terjadi mengejan saat defekasi dan pernapasan yang memaksa.
f. Berikan obat sesuai indikasi : anti koagulan, antifibrolitik, anti
hipertensi, vasodilatasi perifer.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan


neuromuskular; kelemahan, parastesia; flaksid/ paralisis hipotonik (awal),
paralisis spastik; kerusakan perseptual/ kognitif.
Tujuan: Kerusakan mobilitas fisik tidak terjadi.
Kriteria Hasil: Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang
dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, mempertahankan kekuatan dan
fungsi bagian tubuh yang terkena/ kompensasi.
Rencana Tindakan :
a. Kaji kemampuan secara fungsional/ luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur.
b. Ubah posisi setiap 2 jam.
c. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsional.
d. Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi tegak.
e. Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan.
f. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
g. Pertahankan kaki dalam posisi netral.
h. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.

19
3. Kerusakan komunikasi verbal/ tertulis berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral ; kerusakan neuromuskular, kehilangan tonus/ kontrol
otot fasial/ oral ; kelemahan.
Tujuan: Komunikasi verbal tidak mengalami perubahan
Kriteria Hasil: Mengindikasikan pemahaman tentang masalah
komunikasi, membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
diekspresikan.
Rencana Tindakan :
a. Mempertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler
selama fase akut.
b. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti pus.
c. Minta pasien untuk menulis nama dan kalimat pendek.
d. Berikan metode komunikasi alternatif.
e. Katakan secara langsung kepada pasien, bicara perlahan dan dengan
jelas.
f. Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat.
g. Anjurkan pengunjung/ orang terdekat mempertahankan usahanya
untuk berkomunikasi dengan pasien.

4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi


sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis/ defisit) ; stress
psikologis (penyempitan lapang perceptual yang disebabkan ansietas).
Tujuan: Persepsi sensori kembali normal.
Kriteria Hasil: Memulai/ mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi
perceptual, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya tingkat
kesadaran dan adanya keterlibatan residual, mendemonstrasikan
perilaku untuk mengkompersasikan terhadap defisit hasil.
Rencana Tindakan :
a. Evaluasi gangguan penglihatan.
b. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal.
c. Ciptakan lingkungan yang sederhana.

20
d. Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/
tumpul.
e. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan.
f. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan
yang membahayakan.
g. Catat terhadap tidak adanya pertahanan pada bagian tubuh segmen
lingkungan.
h. Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan
menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
i. Observasi respon perilaku pasien seperti rasa bermusuhan.
j. Hilangkan kebisingan/ stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai
kebutuhan.
k. Lakukan validasi terhadap persepsi pasien.

5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan


neuromuskular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol/ koordinasi otot.
Tujuan: Klien dapat merawat dirinya sendiri.
Kriteria Hasil: Mendemonstrasikan teknik/ perubahan gaya hidup
untuk
memenuhi perawatan diri.
Rencana Tindakan :
a. Kaji kemampuan dan tingkat kesadaran.
b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan
pasien sendiri.
c. Sadari perilaku/ aktivitas impulsif karena gangguan dalam
mengambil keputusan.
d. Pertahankan dukungan sikap yang tegas.
e. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukan atau keberhasilannya.
f. Buat rencana terhadap gangguan penglihatan yang ada.
g. Gunakan alat bantú pribadi.

21
h. Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang
kebutuhannya untuk menghindari kemampuan untuk
menggunakan urinal, bed pan.
i. Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada
kebiasaan pola normal tersebut.

6. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik,


psikososial, perceptual kognitif.
Tujuan: Gangguan harga diri rendah tidak terjadi.
Kriteria Hasil: Bicara/ berkomunikasi dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada
diri sendiri, mengenai konsep diri dalam konsep yang akurat.
Rencana Tindakan :
a. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan, dengan derajat
ketidakmampuannya.
b. Identifikasi arti dari kehilangan/ disfungsi/ perubahan pada
pasien.
c. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk
rasa bermusuhan pada perasaan marah.
d. Catat apakah pasien menunjuk daerah yang sakit ataukah pasien
mengingkari daerah dan mengatakan hal tersebut “telah mati”.
e. Akui pernyataan perasaan tentang pengingkaran terhadap tubuh.
f. Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenal
penyembuhan fungsi tubuh/ kemandirian pasien.
g. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
h. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan/ partisipasi
pasien dalam kegiatan rehabilitasi.
i. Berikan pungutan terhadap penggunaan alat-alat adaptif, seperti :
tongkat untuk berjalan.
j. Pantau gangguan tidur.
k. Rujuk pada evaluasi neuropsikologis.

22
7. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuskular/ perseptual.
Tujuan: Kerusakan menelan tidak terjadi.
Kriteria Hasil: Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk
situasi/ individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat
badan yang diinginkan.
Rencana Tindakan :
a. Tinjau ulang patologi/kemampuan menelan pasien secara
individu.
b. Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah
makan.
c. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara
manual dengan menekan ringan diatas bibir/ dibawah dagu jika
dibutuhkan.
d. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
e. Mulai untuk memberikan makanan per oral setengah cair,
makanan lunak ketika pasien dapat menelan air.
f. Pertahankan masukkan dan haluaran dengan akurat.

8. Resiko tinggi terjadinya komplikasi berhubungan dengan kurangnya


pengetahuan tentang pengobatan.
Tujuan: Klien memahami tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil: Berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan
pemahaman tentang kondisi atau prognosis dan aturan terapeutik,
Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
Rencana Tindakan :
a. Evaluasi tipe/ derajat dari gangguan persepsi sensori.
b. Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada
individu.
c. Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan diskusikan rencana
kembali aktivitas.

23
d. Tinjau ulang/ pertegas kembali pengobatan yang diberikan.
e. Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
f. Berikan instruksi dan jadwal tertulis mengenai aktivitas.
g. Anjurkan pasien untuk merujuk pada daftar/ komunikasi tertulis
atau catatan yang ada dari pada hanya bergantung pada apa yang
diingat.
h. Sarankan pasien menurunkan stimulasi lingkungan terutama
kegiatan berfikir.
i. Rekomendasikan pasien untuk meminta bantuan dalam proses
pemecahan masalah dan memvalidasi keputusan, sesuai
kebutuhan.
j. Identifikasi faktor-faktor resiko secara individual.
k. Identifikasi tanda/ gejala yang memerlukan kontrol secara
medis.

Pelaksanaan Keperawatan
1. Pengertian
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mecakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan mekanisme
koping.

2. Tahap Pelaksanaan
Terdapat dua tahap dalam pelaksanaan keperawatan :
a. Tahap persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan menurut perawat mempersiapkan
segala sesuatu yang dipersiapkan dalam tindakan. Persiapan tersebut
meliputi kegiatan-kegiatan :
1) Review antisipasi tindakan keperawatan.
2) Tindakan keperawatan disusun untuk promosi, mempertahankan dan
memulihkan kesehatan klien.

24
3) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
4) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul.
5) Mempersiapkan peralatan (resoureen) yang diperlukan.
6) Mempersiapkan lingkungan yang kondusif.
7) Mengidentifikasikan aspek-aspek hukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan.
b. Tahap pelaksanaan
Fokus tahap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah pelaksanaan
tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional. Pendekatan tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan
kewenangan dan tanggung jawab perawat secara profesional
sebagaimana terdapat dalam standar praktik keperawatan meliputi
tindakan :
1) Independen
Tindakan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang
dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter
atau tenaga kesehatan lainnya. Tipe aktivitas yang dilaksanakan
berdasarkan diagnosa keperawatan.
Tipe tindakan keperawatan independen dikategorikan menjadi empat:
a) Tindakan diagnostic
Tindakan yang ditunjukan pada pengkajian dalam merumuskan
suatu diagnosa keperawatan. Tindakan tersebut meliputi:
wawancara dengan klien, observasi dari pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.
b) Tindakan terpeutik
Untuk mengurangi, mencegah dan mengatasi masalah klien
c) Tindakan edukatif
Untuk mengubah perilaku klien melalui promosi kesehatan dan
pendidikan kesehatan kepada klien.
d) Tindakan merujuk
Tindakan ini lebih ditekankan pada kemampuan perawat dalam
mengambil keputusan klinik tentang keadaan klien dan

25
kemampuan untuk melakukan kerjasama dengan tim kesehatan
lainnya.

2) Interdependen
Tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang
memerlukan kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya. Misalnya
tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.

3) Dependen
Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaan rencana
tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana
tindakan medis dilaksanakan.

c. Tahap Dokumentasi
Pelaksanan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang
lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

Evaluasi Keperawatan
1. Pengertian
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan dan pelaksanaannya sudah berhasil tecapai.

2. Proses evaluasi terdiri dari :


a. Formatif (proses)
Fokus tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus
dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan.
b. Sumatif (hasil)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan
klien pada akhir tindakan keperawatan klien.

26
c. Penentuan keputusan yang mengacu pada tujuan ada tiga kemungkinan
keputusan pada tahap ini, yaitu :
1) Klien mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan.
2) Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan.
3) Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan.
d. Komponen evaluasi
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 komponen :
1) Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.
2) Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru.
3) Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.
4) Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.
5) Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan

27
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas Klien

Tn. S usia 52 tahun, masuk ke rumah Sakit Pelni Jakarta pada tanggal 5
maret 2019 di Ruang HCU dengan diagnosa medis Stroke Non
Hemoragik dengan nomor register 66.89.94 Klien sudah menikah,
agama Islam, suku Betawi, pendidikan terahir SMA, pekerjaan Buruh,
bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia, beralamat Jl. Kebon
Jeruk XVII No.2 Rt.006/006 Kel. Maphar Kec.Taman Sari Sumber
informasi didapat dari klien dan keluarga

2. Resume

Klien Tn. S usia 52 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Pelni Jakarta
diantar oleh keluarga pada tanggal 05 Maret 2019 pukul 16:35 WIB
dengan keluhan badan lemas, kaki dan tangan sebelah kanan lemas,
kesemutan, riwayat stroke sudah 6 tahun yang lalu dan tidak sadarkan
diri, airway tidak baik napas sesak terdapat suara tambahan wheezing.
Breathing tidak adekuat frekuensi nafas 23 x / menit sesak nafas.
Sirkulasi tidak baik dengan hasil 160/70 mmhg. tidak sadarkan diri.
Dilakukan pengkajian kesadaran compos mentis , nilai GCS E: 3, M: 3,
V: 3, klien memiliki riwayat DM dan Hipertensi dilakukan tindakan
mengukur tanda-tanda vital dengan hasil TD: 160/70 mmHg, N: 90
x/menit, S: 370C, P: 23 x/menit, saturasi: 98 %. Ditemukan masalah
keperawatan gangguan perfusi jaringan serebral dan nutrisi kurang dari
kebutuhan. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan mandiri yaitu
memberikan klien posisi semi fowler dan dilakukan tindakan kolaborasi
yaitu memberikan klien oksigen 3 liter/menit via nasal kanul,
memasang infus di tangan kiri dengan RL 500 cc 12 jam/kolf (14 tetes
x/menit), dan memberikan klien obat injeksi obat antiemetic ranitidine
50 mg dioplos dengan NaCl 0,9% 8 cc diberikan melalui intravena, dan

28
citicolin 500 mg diberikan melalui intravena, memasang NGT (Naso
Gastro Tube) disebelah kiri panjang 55 cm dan memasang kateter.
Kemudian dilakukan pemeriksaan EKG, foto thorax, pemeriksaan
laboratorium Darah Perifer Lengkap (Hb,Ht,Lk,Tr), Ureum/creatinine,
GDS, Na, K dan AGD. Pukul 18:00 WIB mengevaluasi keadaan umum
klien, klien tampak lemas, pucat dan terlihat sesak, kesadaran
composmentis, nilai GCS E: 3, M: 3, V: 3 kekuatan otot
3333 5555
3333 5555
Hasil laboratorium: Hb: 13,4 g/dl (12.0-16.0), leukosit:17,07
10^3/ul (5.00-10.00), Limfosit //; 24% (20-30), MXD (Baso,Eos, Mono
) 9% (2-11), Neutrofil : 67 % (50-70), Trombosit: 238 10^3/ul (150-
450), Ht: *41.4 % (38.0-54.0), Eritrosit : 4.57 juta/Ul (4.5-5.5), MCV :
90,5 fL (82-92), MCH : 29.3 pg (27-31), MCHC : 32,4 g/Dl (32-36),
GDS: *423 mg/dl (80-14), Natrium: 143 mmol/L (134-146), Kalium:
3.1 mmol/L (3.4-4.5), Corida 104 mmol/L, Analisa gas darah: PH:
7,416 (7.350-7.450), PO2: *84,5 mmHg (75.0-100.0), PCO2: *30,3
mmHg (32.0-45.0), HCO3 actual: *19.0 mmol/L (23.0-28.0), Total CO2
plasma: *20.0 mEq/L (24.2-30.0), BE_ECF: 5,5 mEq/L (-2.5-2.5), std
HCO3: 21,0 mmol/L (23-28), 02 saturasi: 96 % (80-100), Ureum : 53
MG/DL (16-43), Creatinin : 1.2 mg/dl (0.3-1.3), Egfr : 34
Ml/menit/1.73m2. Hasil foto thoraks kesan suspek CVD SNH di SH.

Kemudian pada saat diruang kenangan klien dianjurkan untuk


melakukan operasi kraniotomi Pada tanggal 06 Maret 2019 klien puasa
dan dilakukan persiapan untuk dilakukan operasi pada pukul 08.00.
klien dipindahkan keruang HCU Dan dilakukan pengkajian kembali
pada tanggal 08 Maret 2019 pukul 09.30 WIB klien dipindahkan ke
ruang Kenanga kamar 01 bed 1 , saat di ruangan di observasi kembali,
kesadaran klien composmentis, tampak lemah dan terlihat sesak,
anggota gerak sebelah kanan lemas dan sulit digerakkan, bicara pelo,
klien terpasang oksigen nasal kanul 3 liter/menit dan terpasang infuse

29
RL 500 cc 12 jam/kolf (14 tetes/menit) dan dilakukan tindakan
keperawatan mandiri yaitu memberikan klien posisi semi fowler dan
mengukur tanda-tanda vital TD: 120/90 mmHg, N: 100x/menit, P: 23
x/menit, S:36.9 0C. saat di evaluasi kembali klien tampak lemas dan
sesak, tangan dan kaki kanan tampak lemas tidak bisa digerakkan.

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang


Keluarga klien mengatakan klien sering mengeluhkan badan terasa
lemas terutama kaki dan tangan kanan tidak bisa digerakkan,sering
jatuh di kamar mandi faktor pencetusny karena klien sangat pusing,
klien serin merasakan pusing yang hebat upaya mengatasinya klien
datang ke IGD Rumah Sakit Pelni Jakarta.

b. Riwayat kesehatan masa lalu


Klien mengatakan pernah mengalami kecelakaan bermotor yang
lalu dan memiliki riwayat penyakit DM. Keluarga klien
mengatakan klien tidak mempunyai riwayat alergi terhadap obat,
makanan, binatang, dan lingkungan.

c. Riwayat kesehatan keluarga (genogram dan keterangan tiga


generasi dari klien).

30
Keterangan :

= laki-laki = garis pernikahan

= perempuan = garis keturunan

= laki-laki meninggal = tinggal serumah


= perempuan meninggal = klien

d. Penyakit yang pernah di derita oleh anggota keluarga yang menjadi


faktor resiko, keluarga/orang tua klien memiliki riwayat penyakit
DM (diabetes melitus) yang diturunkan kepada klien namun
keluarga klien tidak mempunyai penyakit seperti klien yaitu
stroke.

e. Riwayat psikososial dan spiritual


Orang terdekat dengan klien yaitu istri dan anak klien, interaksi
dalam keluarga, pola komunikasi klien terganggu karena klien
mengalamai kesulitan berbicara, pembuatan keputusan yaitu klien
sendiri, kegiatan kemasyarakatan klien tidak mengikuti kegiatan
kemasyarakatan. Dampak penyakit klien terhadap keluarga yaitu
keluarga menjadi sangat khawatir. Masalah yang mempengaruhi
klien yaitu penyakit klien. Mekanisme koping terhadap stress
dengan pemecahan masalah yaitu dengan mencari pertolongan. Hal
yang sangat dipikirkan saat ini biaya dan kesembuhan penyakitnya.
Harapan setelah jatuh sakit klien tidak dapat beraktivitas normal.
Tidak ada nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan.
Aktivitas agama/kepercayaan yang dilakukan yaitu sholat dan
mengaji. Kondisi lingkungan rumah klien, klien bertempat tinggal
diperumahan padat penduduk dan cukup bersih.

4. Pengkajian Fisik

31
Dari hasil pengkajian fisik tanggal 08 Maret 2019 , pukul 13.00
WIB di dapatkan data sebagai berikut : Berat badan sebelum sakit
60 kg, berat badan saat ini 58 kg, tinggi badan 165 cm, keadaan
umum sedang, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

Sistem pengelihatan posisi mata simetris, kelopak mata potosis,


pergerakan bola mata normal, konjungtiva anemis, kornea normal,
sklera anikterik, pupil anisokor, tidak ada kelainan pada otot-otot
mata, fungsi pengelihatan baik, tanda-tanda radang tidak ada.
Tidak memakai kaca mata. Reaksi terhadap cahaya positif.

Sistem pendengaran daun telinga baik, kondisi telinga normal.


Fungsi pendengaran normal, tidak ada cairan dari telinga, tidak ada
perasaan penuh pada telinga, tidak ada tinitus, fungsi pendengaran
normal. Tidak ada gangguan keseimbangan, tidak ada pemakaian
alat bantu. Sistem wicara disatria.

sistem pernapasan jalan nafas bersih, pernafasan sesak,


menggunakan otot bantu pernafasan. Frekuensi 22 x/menit, irama
teratur, jenis pernafasan cheynestoke, kedalaman dalam, batuk ada,
sputum tidak ada, suara nafas ronkhi , tidak ada nyeri saat bernafas,
menggunakan alat bantu nafas nasal kanul 3 liter/menit.

Sistem kardiovaskuler, sirkulasi peripher, nadi 88 x/menit, irama


teratur, denyut kuat, tekanan darah 120/70 mmHg, tidak ada
distensi vena jugularis, temperatur kulit hangat suhu 37.5 0C,
pengisian kapiler 3 detik, tidak ada edema, sirkulasi jantung
kecepatan denyut apical 90 x/menit, irama teratur, tidak ada saikt
dada.

sistem hematologi, tampak pucat, perdarahan tidak ada.

32
Sistem syaraf pusat. Tingkat kesadaran composmentis, glasgow
coma scale E : 3, M : 3, V : 3, tidak ada tanda-tanda peningkatan
TIK. Gangguan sistem syaraf bicara pelo dan kelumpuhan
ekstremitas kanan. Pemeriksaan reflek, reflek fisiologis normal,
reflek patologi ada.

Sistem pencernaan gigi terdapat caies, tidak menggunakan gigi


palsu, stomatitis tidak ada, lidah tampak kotor, selera makan
kurang karena mual, muntah tidak ada, nyeri daerah perut tidak
ada, hepar tak teraba, abdomen lembek, lingkar abdomen 96 cm,
bising usus 9 x/menit, tidak ada diare, tidak ada konstipasi, tidak
menggunakan obat laxative.

Sistem endokrin tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Nafas tidak


berbau keton, tidak ada poliuri, polidipsi, polifagi, tidak ada luka
ganggren.

Sistem urogenital, balance cairan intake 800 ml, output 1080 ml,
perubahan pola kemih tidak ada, buang air kecil warna kuning
jernih, terpasang kateter, tidak ada distensi/ketegangan kandung
kemih, tidak ada keluhan sakit pinggang.

Sistem integumen turgor kulit baik, warna kulit baik, tidak ada
kelainan kulit, kondisi kulit daerah pemasangan infus baik,
keadaan rambut baik.

Sistem muskuloskeletal, kesulitan dalam pergerakan ada, tidak ada


sakit pada tulang, sendi dan kulit tidak ada fraktur, tidak ada
kelainan bentuk tulang/sendi, keadaan tonus otot hipotoni,
kekuatan 3 3 3 3 5 5 5 5
3333 555
5

33
Data tambahan : klien dan keluarga sudah mengetahui tentang
penyakit klien

5. Data Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 08 maret 2019 pukul


17.57 WIB. Hb: 13,4 g/dl (12.0-16.0), leukosit:17,07
10^3/ul (5.00-10.00), Limfosit //; 24% (20-30), MXD (Baso,Eos,
Mono ) 9% (2-11), Neutrofil : 67 % (50-70), Trombosit: 238
10^3/ul (150-450), Ht: *41.4 % (38.0-54.0), Eritrosit : 4.57 juta/Ul
(4.5-5.5), MCV : 90,5 fL (82-92), MCH : 29.3 pg (27-31), MCHC :
32,4 g/Dl (32-36), GDS: *423 mg/dl (80-14), Natrium: 143
mmol/L (134-146), Kalium: 3.1 mmol/L (3.4-4.5), Corida 104
mmol/L, Analisa gas darah: PH: 7,416 (7.350-7.450), PO2: *84,5
mmHg (75.0-100.0), PCO2: *30,3 mmHg (32.0-45.0), HCO3
actual: *19.0 mmol/L (23.0-28.0), Total CO2 plasma: *20.0 mEq/L
(24.2-30.0), BE_ECF: 5,5 mEq/L (-2.5-2.5), std HCO3: 21,0
mmol/L (23-28), 02 saturasi: 96 % (80-100), Ureum : 53 MG/DL
(16-43), Creatinin : 1.2 mg/dl (0.3-1.3), Egfr : 34
Ml/menit/1.73m2. Hasil foto thoraks kesan suspek CVD SNH di
SH.

6. Penatalaksanaan (Therapi / Pengobatan termasuk diet)

Therapi injeksi intravena :

Ranitidine 2 x 50 mg didioplos dengan NaCl 0.9 % 8 cc diberikan


melalui intravena pada pukul 08.00 dan 20.00 WIB, Ceftriaxone 1
x 2 gr dioplos dengan NaCl 0.9 % 100cc diberikan melalui drip (66
tetes/menit) pada pukul 08.00 WIB, dan citicolin 2 x 500 mg
diberikan melalui intravena pada pukul 08.00 dan 20.00 WIB,
levofloxacin 1x 500 mg pukul 12:00 WIB

34
Therapi obat Enteral:
Amlodipine 1x 10 mg tab pukul 08:00 diberikan melalui selang
NGT sehabis makan, allopurinol 1x 300 mg tab pukul 08:00
diberikan melalui selang NGT sehabis makan dan curcuma 3x 200
mg diberikan melalui selang NGT pukul 08.00, 12.00 dan 18.00
WIB, aspilet 80mg diberikan melalui NGT pukul 08:00,
simvastatin 1x 20 mg pukul 12:00 diberikan melalui selang NGT,
furosemide 1x 40 mg pukul 08:00 diberikan sehabis makan

Diit : Lunak DM 1500 kal


Infus: RL 500 cc 12 jam/kolf (14 tetes/ menit).

7. Data Fokus
Data Subyektif:
Klien mengatakan sakit kepala, tangan dan kaki terasa lemas, klien
merasa sulit beraktuvitas, badan kebas dan kesemutan, klien
mempunyai riwayat diabetes dan hipertensi, keluarga klien
mengatakan klien sudah jarang minum obat jantung, klien
penglihatannya kabur, klien berbicara agak sulit, terkadang batuk-
batuk, nafas sering sesak dirasakan sejak 3 hari yang lalu, klien
sulit menelan, klien mengatakan sebelum sakit berat badanya 60
kg, klien dirumah banyak makan, lidah terasa kaku, sulit menelan,
tidak bisa mengunyah makanan, nafsu makan menurun, klien
merasa mual tapi tidak muntah, aktivitas dibantu oleh keluarga,
keluarga mengatakan klien suka minum kopi tapi tidak merokok.

Data Obyektif:
Kesadaran klien compos mentis, nilai GCS E: 3, M: 3, V: 3,
kekuatan otot

35
3333 5555
3333 5555
tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit, suhu tubuh 37,50C,
pernafasan 22 x/menit, skala nyeri 0-1, tampak bagian ekstremitas
kanan tidak bisa digerakan, klien terpasang selang kateter , dan
selang NGT di sebelah kiri no.18 selama 6 hari perawatan,
terpasang oksigen 5 liter/menit via nasal kanul, pengisian kapiler 3
detik, konjungtiva anemis, bibir pucat, nadi apical 90 x/menit,
bising usus 9 x/menit, klien terpasang infus RL 500 cc 12 jam/kolf
(14tetes/ment), urine klien berwarna kuning jernih, klien tidak
mampu memegang benda pada lengan kanan, klien berbaring di
tempat tidur, klien tampak sulit berbicara, hasil GD jam 16:30 WIB
724 mg/dl.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 08 maret 2019 Hb:


13,4 g/dl (12.0-16.0),leukosit:17,07
10^3/ul (5.00-10.00), Limfosit //; 24% (20-30), MXD (Baso,Eos,
Mono ) 9% (2-11), Neutrofil : 67 % (50-70), Trombosit: 238
10^3/ul (150-450), Ht: *41.4 % (38.0-54.0), Eritrosit : 4.57 juta/Ul
(4.5-5.5), MCV : 90,5 fL (82-92), MCH : 29.3 pg (27-31), MCHC :
32,4 g/Dl (32-36), GDS: *423 mg/dl (80-14), Natrium: 143
mmol/L (134-146), Kalium: 3.1 mmol/L (3.4-4.5), Corida 104
mmol/L, Analisa gas darah: PH: 7,416 (7.350-7.450), PO2: *84,5
mmHg (75.0-100.0), PCO2: *30,3 mmHg (32.0-45.0), HCO3
actual: *19.0 mmol/L (23.0-28.0), Total CO2 plasma: *20.0 mEq/L
(24.2-30.0), BE_ECF: 5,5 mEq/L (-2.5-2.5), std HCO3: 21,0
mmol/L (23-28), 02 saturasi: 96 % (80-100), Ureum : 53 MG/DL
(16-43), Creatinin : 1.2 mg/dl (0.3-1.3), Egfr : 34
Ml/menit/1.73m2. Hasil foto thoraks kesan suspek CVD SNH di
SH.

8. Analisa Data

36
NO Data Masalah Etiologi
1. Data Subjektif: Pola nafas tidak Ketidakma
klien mengatakan nafas sering efektif mpuan
sesak, terkadang batuk batuk, untuk
nyeri dada, saat melakukan mempertaha
aktivitas bertambah sesak. nkan jalan
nafas yang
Data Objektif: adekuat
Kesadaran klien composmentis,
klien tampak sesak, TTV TD:
130/90 mmHg, N: 100 x/menit
P:23 x/menit, S: 36.5 0C, suara
napas vesikuler, irama teratur,
pengisian kapiler 3 detik, klien
terpasang oksigen 5 liter/menit,
bernafas menggunakan otot
pernafasan, Hasil pemeriksaan
Analisa gas darah: PH: 7,416
(7.350-7.450), PO2: *84,5
mmHg (75.0-100.0), PCO2:
*30,3 mmHg (32.0-45.0), HCO3
actual: *19.0 mmol/L (23.0-
28.0), Total CO2 plasma: *20.0
mEq/L (24.2-30.0), BE_ECF:
5,5 mEq/L (-2.5-2.5), std
HCO3: 21,0 mmol/L (23-28), 02
saturasi: 96 % (80-100), Ureum
: 53 MG/DL (16-43), Creatinin
: 1.2 mg/dl (0.3-1.3), Egfr : 34
Ml/menit/1.73m2.
2. Data Subyektif: Perubahan Interupsi
perfusi jaringan aliran darah

37
Klien mengatakan sakit kepala, serebral
tangan dan kaki klien terasa
lemas pada bagian tubuh
sebelah kanan, klien merasa
sulit beraktuvitas, badan kebas
dan kesemutan, klien
mempunyai riwayat diabetes
dan hipertensi keluarga klien
mengatakan klien sudah jarang
minum obat DM, keluarga
klien mengatakan klien suka
minum kopi tetapi tidak
merokok.

Data Objektif:

Kesadaran compos mentis,


keadaan umum baik, klien
tampak hemiparise dextra,
berbicara pelo, TD : 110/80
mmHg, N : 84 x/menit, S : 37,9
C, RR : 20 x/menit, klien
tampak lemah, tangan dan kaki
kanan sulit digerakan, klien
tidak mampu memegang benda
pada lengan kanan, klien
berbaring di tempat tidur,
aktivitas dibantu oleh keluarga
dan perawat, pusing, tonus otot
hipotoni pada kaki 3,3,3,3,
kekuatan otot pada tangan
3,3,3,3, klien terpasang selang

38
kateter.

3. Data Subyektif: Gangguan Kelemahan


mobilitas fisik parastesia
lemas pada tangan dan kaki
terutama bagian tubuh sebelah
kanan, tangan kanan dan kaki
kanan sulit digerakan, aktivitas
klien dibantu oleh keluarga dan
perawat, klien merasa sulit
untuk beraktivitas, klien tidak
mampu untuk ke kamar mandi,
klien dan keluarganya
menyatakan kalau klien untuk
berdiri tidak kuat.

Data Obyektif:

Kesadaran composmentis GCE


: E : 3 M : 3 V : 3, bedrest total,
hemiparise dextra, lemas,
kekuatan otot hipotoni kaki dan
tangan

3333 5555

3333 5555

4. Data Subyektif: Resiko Kelemahan


gangguan otot
Klien mengatakan BB sebelum
nutrisi mengunyah
sakit 60 kg, dan BB sekarang 58
dan menelan
kg, klien ada mual namun tidak
muntah, klien sulit dalam
menelan, lidah terasa kaku,

39
tidak nafsu makan, tidak dapat
mengunyah dan menelan
makanan.

Data Obyektif:

Klien tampak lemas dan terlihat


pucat, konjungtiva anemis,
bising usus 9 x/menit, klien
terpasang selang NGT di
sebelah kanan sudah 5 hari,
keperluan dibantu seperti
makan, klien tampak lemah,
GD jam 11.00 WIB 234 mg/dl,
diit porsi besar (bubur saring
blender 250 cc), bubur saring
kecil (entrasol 200 cc),
Hb:*14.1 g/dl (12.0-16.0).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mempertahankan jalan nafas yang adekuat.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi
aliran darah.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan parastesia.
4. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan.

C. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Keperawatan

1. Inefektif pola pernafasan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk


mempertahankan jalan nafas yang adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan potensi jalan nafas dapat dipertahankan.

40
Kriteria Hasil :
a. Ada perubahan tanda-tanda vital dalam batas normal dengan
TD : 120 – 140 mmHg N: 80 – 90 S: 36,5 – 37,5 RR:
20x/menit
b. Kesadaran baik dengan hasil GCS: 15 E: 4 M: 6 V: 5
c. Pola nafas normal
d. Tidak menggunakan otot pernafasan
e. Nilai AGD dalam batas normal dengan hasil :
PH = 7,35 – 7,45 , PCO2 = 35 – 45 mmHg, HCO3 = 22 – 26
mmol/L, SaO2 = 90 – 100 %, PO2 = 80 – 100 mmHg.
Rencana Tindakan:
a. Kaji kemampuan untuk mempertahankan potensi jalan nafas
b. Pantau tanda-tanda vital setiap pukul ( 05:00, 11:00, 15:00,
19:00, 23:00)
c. Catat pola dan irama dari pernafasan
d. Kaji refleks yang penting untuk bernafas adekuat, batuk, “gag”
refleks dan refleks menelan
e. Kaji frekuensi, kedalaman, keteraturan, pernafasan, dan
ekspansi dada
f. Kaji suara nafas untuk mengetahui perpindahan udara pada
semua bidang paru
g. Pertahankan ketinggian bagian kepala tempat tidur
h. Cegah terjadinya mengejan saat defeksi dan pernafasan yang
memaksa
( batuk terus - menerus)
i. Beri oksigen sesuai indikasi
j. Kaji AGD untuk membuktikan pertukaran gas yang adekuat
setiap hari
k. Lakukan suction sesuai kebutuhan, lakukan hiperventilasi
sebelum prosedur dilakukan
l. Pantau frekuensi dan irama jantung

41
Pelaksanaan

Tanggal 08 Maret 2019

Pada jam 08.05 mengkaji frekuensi/ kedalaman dan gerakan dan


gerakan dada, pada hasilnya kedalaman napas tampak dangkal,
gerakan dada simestris, pada jam 08.20 mengauskultasi bunyi
napas, hasilnya bunyi napas vesikuler, pada jam 08.30 memberikan
posisi fowler, hasilnya klien tampak tenang, sessak klien
berkurang, pada jam 08.45 mengobservasi TTV. Hasil TD: 130/70
mmHg N:95 x/menit RR: 22x/menit S: 37,10c, pada jam 09.00
meberikan klien minum air hangat melalui selang NGT 100 cc
hasilnya batuk berkurang dada sedikit lega, pada jam 09.00
memberikan terapi obat ceftriaxone 1000 mg melalui infus NaCl
100 ml hasilnya obat masuk dengan lancar. pada jam 10.20
mengajarkan klien teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi
nyeri hasilnya klien tampak nyaman skala nyeri 1-2, pada jam
13:00 mengantarkan klien foto thorax hasilnya bronchopnomonia,
pada jam 14.00 mengobservasi warna kulit hasilnya tidak ada tanda
sianosis, pada jam 15:00 mengganti air oksigen hasilnya klien
terpasang oksigen 5 liter/menit via nasal kanul, pada jam 16:00
mengecek GD hasil 354 mg/dl, pada jam 17:00 mengganti cairan
infus hasilnya infus RL 12 jam/menit (14 tetes/menit) menetes
lancar.

Tanggal 09 Maret 2019


Pada jam 08.15 memberikan klien minum air hangat 100cc
hasilnya klien tampak tenang, pada jam 08.45 memberikan klien
obat oral OBH 1 x 5ml, hasilnya batuk klien berkurang, pada pukul
09:00 memberikan obat valsartein 160 mg tab hasilnya obat
diminum setelah makan, pada pukul 11.00 mengobservasi TTV
hasilnya TD = 130/70 mmHg N = 100X/mnt RR = 20 x/mnt S =
38.10C. Pada jam 12:00 memberikan susu sonde 600 cc hasilnya

42
susu habis 1 gelas, pada jam 13:00 melakukan perawatan infus
hasilnya keadaan kulit sekitar infus baik, tidak ada tanda infeksi
dan plebitis, pada jam 13:20 meninggikan posisi kepala klien (semi
fowler) hasilnya klien merasa nyaman dan tenang, pada jam 14:00
memberikan insulin unit melalui SC levemir 16 unit hasilnya
insulin masuk ketubuh klien, pada jam 14:30 menganjurkan klien
minum banyak untuk menurunkan panas tubuh hasilnya klien
minum air putih habis 300 cc.

Tanggal 10 Maret 2019

Pada jam 08.00 melakukan perawatan infus hasilnya keadaan kulit


disekitar kulit baik pada jam 08.30 mengobservasi TTV hasilnya
120/90 mmHg N: 90 x/menit S:36,80c RR: 19x/menit SPO2: 98%
pada jam 09.30 mengobservasi bunyi napas hasilnya masih
terdengar normal tapi tidak terdengar kencang seperti kemarin pada
jam 10.00 melepaskan nasal kanul 5 liter/menit hasil klien tidak
sesak. Pukul 10:30 memberikan klien obat oral OBH 1 x 5ml,
hasilnya batuk klien berkurang jam 13.00 mengobservasi warna
kulit dan kesadaran klien hasilnya tidak ada tanda-tanda sianosis,
pada jam 15:00 mengajarkan klien batuk efektif hasilnya tidak ada
sputum keluar.

Evaluasi
Tanggal 08 Maret 2019
S: Klien mengatakan masih sesak, tetapi berkurang, batuk masih
ada.
O: Klien masih ada sesak RR: 22x/menit, batuk masih ada tetapi
berkurang, suara bunyi napas vesikuler terdengar jelas,
mengunakan otot pernafasan.
A: Tujuan belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
a. Frekuensi/ kedalaman pernapasan dan gerakan dada

43
b. Auskultasi bunyi napas
c. Ajarkan klien batuk efektif
d. Atur posisi klien fowler/semi fowler
e. Ajarkan klien teknik relaksasi
f. Kolaborasi untuk memberikan terapi oksigen yang tepat
g. Observasi TTV ( 05.00, 11.00, 19.00, 23.00 )

Tanggal 09 Maret 2019

S : Klien mengeluh sesak masih ada, nyeri dada berkurang, sudah


bisa tidur dan istirahat tetapi posisi masih semi fowler.
O : kesadaran compos mentis, keadaan umum sedang, nyeri dada
masih ada skala nyeri 0-1, posisi semi fowler, batuk sudah
berkurang, RR: 21x/menit, masih terpasang oksigen 5 liter/menit
via nasal kanul, pergerakan dada simetris, tidak ada tanda-tanda
sianosis, SPO2: 97%.
A : Tujuan teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan:
a. Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernapas.
b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat
adanya sianosis perifer.
c. Tinggikan kepala/posisikan klien fowler/semifowler
d. Kolaborasi untuk memberikan terapi oksigen dengan tepat
e. Observasi TTV setiap 4 jam (05,11,19,23).

Tanggal 10 Maret 2019


S : sesak sudah tidak ada, nyeri dada sudah hilang.
O : kesadaran compos mentis, keadaan umum sedang, nyeri dada
berkurang skala nyeri 0-1, posisi semi fowler, batuk sudah
berkurang, RR: 19x/menit, sudah tidak terpasang oksigen nasal
kanul, bunyi nafas vesikuler, pergerakan dada simetris, tidak ada
tanda-tanda sianosis, SPO2: 98%.
A : tujuan teratasi

44
P : intervensi dihentikan.

2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi


aliran darah.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan fungsi motorik dan sesorik dapat
teratasi/membaik/meningkat.
Kriteria Hasil:
a. Ada perubahan tanda-tanda vital dalam batas normal dengan
TD : 120 – 140 mmHg N: 80 – 90 S: 36,5 – 37,5 RR:
20x/menit
b. Kesadaran baik dengan hasil GCS: 15 E: 4 M: 6 V: 5
c. Motorik dan sensori klien baik
d. Sakit kepala atau pusing hilang
e. Tangan dan kaki klien sebelah kiri dapat digerakan
f. Nilai AGD dalam batas normal dengan hasil :
PH = 7,35 – 7,45 , PCO2 = 35 – 45 mmHg, HCO3 = 22 – 26
mmol/L, SaO2 = 90 – 100 %, PO2 = 80 – 100 mmHg
Rencana Tindakan
a. Tentukan faktor penyebab menurunan perfusi serebral
b. Pantau tanda-tanda vital setiap pukul ( 05:00, 11:00, 15:00,
19:00, 23:00)
c. Catat pola dan irama dari pernafasan
d. Catat perubahan dalam penglihatan
e. Kaji fungsi bicara dalam komunikasi
f. Letakkan kepala agak ditinggikan dan posisi anatomis
g. Pertahankan keadaan tirah baring
h. Cegah terjadinya mengejan saat defeksi dan pernafasan yang
memaksa
( batuk terus - menerus)
i. Beri oksigen sesuai indikasi

45
j. Berikan obat secara indikasi : citicolin 2 x 500 mg (vial)
melalui injeksi pada pukul (08:00, 12:00), Amlodipin 1 x 10mg
tablet pukul (08:00), Aspilet 1 x 80 mg tablet pada pukul
(06:00), Vit K (1x10 mg) tablet pada pukul (12:00), concor 1 x
2,5 mg tablet pada pukul (08:00), furosemide 1x40 mg tablet
pada pukul 12:00

Pelaksanaan :
Tanggal 08 Maret 2019
Pukul 09.00 WIB mengkaji klien dengan keluhan klien mengatakan
pusing, lemas pada kaki dan tangan terutama pada bagian tubuh sebelah
kanan dirasakan 3 hari SMRS, tangan dan kaki kiri sulit digerakan,
aktivitas klien dibantu oleh keluarga, tidak bisa tidur, badan tearsa
kebas dan kesemutan, pucat, tidak mampu menggenggam benda, dan
untuk berdiri tidak kuat. Pada pukul 10.00 WIB klien diantar untuk
melakukan fisiotrapi. Pada pukul 11.00 WIB mengukur tanda-tanda
vital dengan hasil : TD : 120/90 N : 82 x/menit S : 36,9 C RR : 20
x/menit. Pada pukul 13.00 WIB membagikan obat enteral amlodipine
10 mg, vit K 10 mg mg, Furosemide 40 mg dan obat melalui injeksi
citicoline 500 mg dengan hasil : obat masuk dengan lancar di selang
NGT. Pada pukul 16:00 WIB mengukur tanda tanda vital dengan hasil :
TD : 130/90 N : 82 x/menit S : 36,7 C RR : 20 x/menit. Pada pukul
16.30 WIB mengganti cairan infus RL 500 cc14tpm/kolaf dengan hasil
: cairan infus masuk dengan lancar, tidak ada pelibitis, kulit tidak
merah, dan bengkak. Pada pukul 16.40 WIB melakukan latihan
melebarkan jari-jari tangan membuka dan menutup tangan,
mengajarkan bersalaman dengan hasil: Klien masih lemah untuk
malakukan, melakukan gerakan dapat sedikit dilakukan. Pada pukul
17:20 WIB memberikan obat citicolin 500 mg IV dengan hasil: obat
masuk dengan lancar. Pada pukul 17.30 WIB mengatur posisi klien,
mengatur posisi tempat tidur klien dengan hasil : klien merasa nyaman.
Pada pukul 19.00 WIB mengukur tanda-tanda vital dengan hasil TD :

46
135/80 mmHg N : 89 x/menit S : 36,5 C RR : 20 x/menit. Pada pukul
23.00 WIB mengukur tanda-tanda vital dengan hasil TD : 120/80
mmHg N 86 x/menit S : 36,7 C RR : 19 x/menit.

Tanggal 09 Maret 2019


Pada pukul 06.50 WIB mengukur tanda-tanda vital dengan hasil : TD:
130/70 mmHg N : 86 x/menit S : 36,1 C RR 18 x/menit. Pada pukul
07.00 WIB memberikan obat oral aspilet 80 mg dengan hasil : obat
masuk dengan baik dan lancar, tidak tersedak. Pada pukul 08.40 WIB
mengganti cairan infus RL 500 cc 14 tpm/kolf dengan hasil : obat
masuk dengan baik dan lancar, tidak ada tanda-tanda phlebitis,
kemerahan dan edema. Pada pukul 09:00 WIB auskultasi nadi apikal,
hasil : 108x/menit. Melakukan palpasi nadi perifer, hasil : 88x/menit.
Mengkaji kedaan klien sianosis atau pucat, hasil klien kapiler refill
3detik. Pada pukul 11.30 WIB mengukur tanda-tanfa vital dengan hasil
TD : 120/70 mmHg N : 96 x/menit S: 36,3 C RR: 19 x/menit. Pada
Pukul 16.00 WIB mengukur tanda-tanda vital dengan hasil TD : 110/80
x/menit N : 86 x/menit S : 36,9 C RR : 18 x/menit. Pada pukul 19.00
WIB mengukur tanda-tanda vital dengan hasil TD : 140/80 mmHg N 76
x/menit S : 36,5 C RR : 20 x/menit. Pada pukul 23.00 WIB mengukur
tanda-tanda vital TD : 119/60 mmHg N : 80 x/menit S : 36,8 C RR : 20
x/menit.

Pada tanggal 10 Maret 2019


Pada pukul 06.00 WIB mengukur tanda-tanda vital dengan hasil :
TD:130/70 mmHg N: 88x/menit P : 20x/menit S : 37.4 C. Pada pukul
06.15 WIB memberikan obat enteral aspilet 80mg dengan hasil klien
dapat minum obatnya dengan baik, obat masuk dengan lancar. Pada
pukul 11.40 WIB mengukur tanda tanda vital dengan hasil : TD :
130/90 mmHg N: 85x/menit RR: 20x/menit S: 36,9 C. Pada pukul
15.00 WIB mengukur tanda-tanda vital dengan hasil TD : 120/70
mmHg N: 85x/menit RR: 20x/menit S: 36,9 C.

47
Evaluasi
Tanggal 08 Maret 2019
S : pusing, sulit tidur, lemas.
O : TD: 141/69 mmHg N: 86 x/menit S: 36,7 C RR : 19 x/menit, lemah.
Kapiler refil 3 detik
A : Tujuan belum tercapai, masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
1. Ukur tanda-tanda vital setiap pukul ( 05.00, 11.00, 15.00, 19.00,
23.00)
2. Palpasi nadi perifer
3. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
4. Kaji perubahan sensori, bingung, cemas dan depresi
5. Beri istirahat ( tirah baring )
6. Bantu aktivitas klien
7. Memberikan obat sesuai indikasi dokter : aspilet 1x80mg

Tanggal 09 Maret 2019


S : pusing berkurang, masih tidak dapat tidur.
O : TD : 130/80 mmHg N : 80 x/menit S : 36,8 C RR : 20 x/menit.
Klien tampak lemah
A : Tujuan teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
1. Ukur tanda-tanda vital setiap pukul ( 05.00, 11.00, 15.00, 19.00,
23.00)
2. Palpasi nadi perifer
3. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
4. Kaji perubahan sensori, bingung, cemas dan depresi
5. Beri istirahat ( tirah baring )
6. Bantu aktivitas klien
7. Memberikan obat sesuai indikasi dokter : aspilet 1x80mg

48
Tanggal 10 Maret 2019
S : lemas, pusing sudah tidak ada, tidak dapat tidur.
O : TD : 120/80 mmHg N: 85x/menit RR: 20x/menit S: 36,9 C.lemah,
lemas.
A : Tujuan teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan klien dipulangkan

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan


parastesia.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
kelemahan otot tidak terjadi

Kriteria hasil: Lemas berkurang/hilang, tidakadanya kontraktur,


kekuatan otot dapat dipertahankan, TTV dalam batas normal.

Rencana tindakan :
a. Pertahankan dan ubah posisi tidur klien miring kanan/kiri setiap 2
jam
b. Mulai mengajarkan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas (ROM)
c. Observasi fungsi motorik klien, respon terhadap rangsangan, status
kekuatan otot klien.
d. Bantu aktivitas klien sehari-hari sesuai kebutuhan
e. Koordinasi dengan bagian fisioterapi untuk penanganan gangguan
mobilisasi

Pelaksanaan

Tanggal 08 Maret 2019

49
Pukul 09.00 mengobservasi klien, ditemukan data pengkajian klien
tampak bedrest, terdapat kelemahan pada ekstremitas sebelah kanan,
bicara pelo, aktivitas mobilisasi klien dibantu oleh keluarga. Pukul
08.30 WIB memposisikan klien dengan posisi miring kiri, klien
tampak tenang dan nyaman. Pukul 10.00 WIB mengobservasi status
neurologis klien, orientasi baik, dapat mengenal waktu, tempat dan
orang sekitar, bicara masih pelo, ekstremitas sebelah kanan lemah.
kekuatan otot
3333 5555
3333 5555

Tanggal 09 Maret 2019


Pukul 07.00 WIB mengobservasi fungsi motorik dan respon verbal
klien, ektremitas kanan atas bawah klien masih lemah, klien bicara
pelo. Pukul 10.00 WIB melakukan gerak aktif ROM pada klien, klien
tampak mulai dapat menggerakan tangan sebelah kanan secara
perlahan. Pukul 14.00 WIB mengobservasi fungsi motorik, respon
verbal, dan kekuatan otot klien, klien tampak dapat menggerakan
tangan sebelah kanan secara perlahan, kekuatan otot 4444 5555
4444 5555

Tanggal 10 Maret 2019


Pukul 07.00 WIB mengobservasi fungsi motorik dan respon verbal
klien, ekstremitas kanan atas bawah klien masih lemah, klien bicara
pelo, dapat membuka mata spontan, tangan kanan dapat mengangkat
secara spontan. Pukul 09.00 WIB melakukan latihan rentang gerak
ROM pada klien dan klien mulai menunjukkan peningkatan
kemampuan gerakan ekstremitas kanan.

Evaluasi
Tanggal 08 Maret 2019

50
S : Klien mengatakan dengan kurang jelas, tangan dan kaki kanan
terasa lemas
O: Klien tampak lemas, ekstremitas atas dan bawah sebelah kanan
sulit digerakkan , kekuatan otot 3333 5555
3333 5555
A: Masalah belum tercapai
P: Intervensi dilanjutkan
a. Pertahankan dan ubah posisi tidur klien miring kanan/kiri
b. Mulai mengajarkan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas (ROM)
c. Observasi fungsi motorik klien, respon terhadap rangsangan,
status kekuatan otot klien.
d. Bantu aktivitas klien sehari-hari sesuai kebutuhan
e. Koordinasi dengan bagian fisioterapi untuk penanganan
gangguan mobilisasi

Tanggal 09 Maret 2019


S: Keluarga klien mengatakan klien mulai menggerakkan tangannya
perlahan-lahan
O: Klien tampak masih lemas, klien mampu sedikit menggerakkan
tangan kanannya, kekuatan otot 4444 5555
4444 5555
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan:
a. Pertahankan dan ubah posisi tidur klien miring kanan/kiri
b. Mulai mengajarkan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas (ROM)
c. Observasi fungsi motorik klien, respon terhadap rangsangan,
status kekuatan otot klien.
d. Bantu aktivitas klien sehari-hari sesuai kebutuhan
e. Koordinasi dengan bagian fisioterapi untuk penanganan
gangguan mobilisasi

51
Tanggal 10 Maret 2019
S: Keluarga klien mengatakan klien mulai menggerakkan tangannya
perlahan-lahan
O: Klien tampak bersemangat melakukan latihan gerak secara
bertahap dengan dibantu keluarga, kekuatan otot 4444 5555
4444 5555
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan:
a. Pertahankan dan ubah posisi tidur klien miring kanan/kiri
b. Mulai mengajarkan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas (ROM)
c. Observasi fungsi motorik klien, respon terhadap rangsangan,
status kekuatan otot klien.
d. Bantu aktivitas klien sehari-hari sesuai kebutuhan

4. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot


mengunyah dan menelan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil: konjugtiva tidak anemis, nafsu makin meningkat, berat


badan dalam batas normal, pemeriksaan lab Hb dalam batas normal.
Rencana tindakan :
a. Catat jumlah kemampuan klien dalam mengunyah, menelan,
Pantau adanya mual dan muntah,
b. Timbang berat badan sesuai indikasi
c. Observasi tanda-tanda vital setiap pukul 05.00, 11.00, 15.00, 19.00,
dan 23.00 WIB
d. Berikan klien makanan dalam kondisi hangat

52
e. Berikan klien makan sedikit tetapi sering
f. Berikan klien diit rendah garam dan rendah kolesterol
g. Pantau hasil pemeriksaan laboratrium: Hb, glukosa darah
h. Berikan obat antiemetic ranitidine 2x50mg dioplos dengan NaCl
0.9% 8 cc diberikan melalui intravena pukul 08.00 dan 20.00

Pelaksanaan :

Tanggal 08 Maret 2019


Pukul 09.00 WIB mengobservasi keadaan klien, ditemukan data
pengkajian klien tampak bedrest, terlihat lemas dan pucat, konjungtiva
anemis, bising usus 9 x/menit. Pukul 09.20 WIB mengukur tanda-
tanda vital TD: 120/60 mmHg, N: 88 x/mnt, P: 21 x/mnt suhu: 37,50
C. Pukul 11.00 WIB mengukur tanda-tanda vital TD: 110/60 mmHg,
N: 82 x/mnt, P: 21 x/mnt suhu: 360 C. Pukul 11.50 WIB memberikan
klien makan siang dengan sonde susu cair hasil susu habis 1 gelas
melalui selang NGT. Pukul 12.10 WIB memberikan klien obat
antiemetic ranitidine 50 mg dioplos dengan NaCl 0.9% 8 cc diberikan
melalui intravena, hasil obat masuk kedalam tubuh klien. Pukul 15.00
WIB Mengukur tanda-tanda vital TD :110/70 mmHg, S :37.5 ºC, N :
80 x/menit, P : 23 x/menit. Pukul 17.30 WIB memberikan klien
makan sore sonde susu cair rendah gula atau diabetasol hasil susu
habis 1 gelas melalui selang NGT. Pukul 18.00 WIB melakukan oral
hygine hasilnya gigi klien terlihat segar. Pukul 19.00 WIB Mengukur
tanda-tanda vital TD :120/70 mmHg, S :38,0 ºC, N :89 x/menit, P :23
x/menit. Pukul 20.00 WIB memberikan klien obat antiemetic
ranitidine 2x50mg dioplos dengan NaCl 0.9% 8 cc diberikan melalui
intravena dengan hasil obat melaui intravena masuk dengan lancar.

Tanggal 09 Maret 2019


Pukul 05.00 WIB Mengukur tanda-tanda vital TD :110/60 mmHg, S
:37,7 ºC, N :86 x/menit, P :22 x/menit. Pukul 07.00 WIB
mengobservasi keadaan klien, kesadaran composmentis, klien tampak

53
lemas dan terlihat pucat. Pukul 07.30 memberikan klien makan pagi
dengan diit DM dan lunak dalam keadaan hangat, hasil klien hanya
menghabiskan makan 3 sendok makan. Pukul 07.40 WIB
memberikan klien obat asam traneksamat 50 mg hasil obat diminum
setelah makan. Pukul 08.00 WIB antiemetic ranitidine 2x50mg
dioplos dengan NaCl 0.9% 8 cc diberikan melalui intravena dengan
hasil obat melaui intravena masuk dengan lancar. Pukul 11.00 WIB
mengukur tanda-tanda vital TD : 100/90 mmHg, S : 36,7ºC, N : 96
x/menit, P :20 x/menit dan mengecek GD dengan hasil 182 mg/dl.
Pukul 12.00 WIB memberikan klien makan siang dengan susu sonde
cair diit DM atau diabetasol hasil susu habis 1 gelas melalui selang
NGT. Pukul 14:00 memberikan insulin unit melalui SC levemir 16
unit hail insulin masuk ke tubuh klien. Pukul 15.00 WIB Mengukur
tanda-tanda vital TD : 100/70 mmHg, S : 36,3 ºC, N : 90 x/menit, P :
22 x/menit. Pukul 20.00 WIB memberikan klien obat antiemetic
ranitidine 2x50mg dioplos dengan NaCl 0.9% 8 cc diberikan melalui
intravena dengan hasil obat melaui intravena masuk dengan lancar.
Pukul 23.00 WIB Mengukur tanda-tanda vital TD : 110/60 mmHg, S :
37.0 ºC, N : 88x/menit, P : 23 x/menit.

Tanggal 10 Maret 2019


Pukul 05.00 WIB Mengukur tanda-tanda vital TD : 120/60 mmHg, S
:37.4 ºC, N : 86 x/menit, P : 20 x/menit. Pukul 06.50 WIB. Pukul
07.15 mengobservasi keadaan klien, kesadaran composmentis, klien
tampak lemas dan terlihat sedang menonton televise. Pukul 08.00
WIB antiemetic ranitidine 2x50mg dioplos dengan NaCl 0.9% 8 cc
diberikan melalui intravena dengan hasil obat melaui intravena masuk
dengan lancar. Pukul 08: 20 melepaskan selang NGT hasil klien sudah
bisa menelan. Pukul 11.00 WIB mengukur tanda-tanda vital TD :
120/80 mmHg, S : 37.3ºC, N : 86 x/menit, P : 20 x/menit. Pukul 12.10
WIB memberikan klien makan siang dengan diit lunak dalam
keadaan hangat, hasil makan habis 1 porsi 12.15 WIB memberikan

54
klien obat vitamin K 10mg melalui oral, hasil obat diminum oleh
klien. Pukul 15.00 WIB Mengukur tanda-tanda vital TD : 130/70
mmHg, S : 37.5 ºC, N : 80 x/menit, P : 20 x/menit. Pukul 17.00 WIB
memberikan klien makan malam dengan diit lunak dalam keadaan
hangat makan habis 1 porsi. Pukul 17.30 WIB memberikan klien obat
curcuma 200 mg melalui oral, hasil obat diminum oleh klien. Pukul
19.00 WIB Mengukur tanda-tanda vital TD : 120/70 mmHg, S :
36.2ºC, N : 83 x/menit, P : 20 x/menit. Pukul 20.00 WIB memberikan
klien obat antiemetic ranitidine 2x50mg dioplos dengan NaCl 0.9% 8
cc diberikan melalui intravena dengan hasil obat melaui intravena
masuk dengan lancar. Pukul 23.00 WIB Mengukur tanda-tanda vital
TD : 110/70 mmHg, S : 36.4 ºC, N : 8x/menit, P : 22 x/menit.

Evaluasi :

Tanggal 08 Maret 2019

S: Klien mengatakan masih sulit untuk menelan makanan, tapi sedang


belajar minum melalui mulut, masih belum ada nafsu makan, mual
sedikit
O: Klien tampak lemas, terlihat pucat, konjungtiva anemis, bising usus
9x/menit, TTV: TD :120/70 mmHg, S :37,4 ºC, N : 80 x/menit, P : 23
x/menit klien terpasang infuse RL 500 cc 12jam/kolf (14 tetes/menit),
klien terpasang NGT disebelah kiri
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
a. catat jumlah kemampuan klien dalam mengunyah, menelan,
Pantau adanya mual dan muntah.
b. Timbang berat badan sesuai indikasi
c. Observasi tanda-tanda vital setiap pukul 05.00, 11.00, 15.00,
19.00, dan 23.00 WIB
d. Berikan klien makanan dalam kondisi hangat
e. Berikan klien makan sedikit tetapi sering

55
f. Berikan klien diit lunak
g. Pantau hasil pemeriksaan laboratrium: Hb, glukosa darah
h. Berikan obat antiemetic ranitidine 2x50mg dioplos dengan NaCl
0.9% 8 cc diberikan melalui intravena pukul 08.00 dan 20.00

Tanggal 09 Maret 2019


S: Klien mengatakan sudah mampu minum air melalui mulut namun
untuk mengunyah makanan masih belum bisa, masih ada mual namun
tidak muntah, nafsu makan mulai membaik.
O: Klien tampak lemas dan terlihat pucat konjungtiva anemis, bising
usus 10 x/menit, TV: TD : 120/70 mmHg, S : 37,3 ºC, N : 90 x/menit,
P : 22 x/menit, klien terpasang infuse RL 500cc 12jam/kolf (14
tetes/menit) klien masih terpasang NGT di sebelah kiri
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
a. catat jumlah kemampuan klien dalam mengunyah, menelan,
Pantau adanya mual dan muntah,
b. Timbang berat badan sesuai indikasi
c. Observasi tanda-tanda vital setiap pukul 05.00, 11.00, 15.00,
19.00, dan 23.00 WIB
d. Berikan klien makanan dalam kondisi hangat
e. Berikan klien makan sedikit tetapi sering
f. Berikan klien diit lunak
g. Pantau hasil pemeriksaan laboratrium: Hb, glukosa darah
h. Berikan obat antiemetic ranitidine 2x50mg dioplos dengan NaCl
0.9% 8 cc diberikan melalui intravena pukul 08.00 dan 20.00

Tanggal 10 Maret 2019


S: Klien mengatakan mual tidak ada, nafsu makan kembali membaik.
O: sudah tidak terpasang NGT makan melalui oral, habis 1 porsi,
bising usus 14 x/menit, TTV: TD : 120/70 mmHg, S : 36.6 ºC, N : 80

56
x/menit, P : 20 x/menit., klien terpasang infuse RL 500cc 12jam/kolf
(14 tetes/menit).
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan, pasien dipulangkan.

BAB IV

PEMBAHASAN

57
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan yang terjadi antara
teori dan kasus yang penulis dapatkan dalam melakukan Asuhan Keperawatan
Pada Tn. M dengan Stroke Non Hemoragik (SNH) di Ruang HCU Rumah Sakit
Pelni Jakarta selama 3 kali pertemuan pada tanggal 08 Maret 2019 sampai 10
maret 2019 Asuhan Keperawatan yang terdiri dari Pengkajian Keperawatan,
Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan Keperawatan,
dan Evaluasi Keperawatan.

8. Pengkajian
Penyebab dari SNH pada Tn. S sudah sesuai antara teori dengan kasus maupun
kasus dengan teori yaitu disebabkan thrombosis yaitu penggumpalan
(thrombus) mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis endothelial
dari pembuluh darah dan merupakan penyebab utama terjadinya stroke yang
menyebabkan zat lemak yang tertumpuk dan menyebabkan penyempitan
(stenosis) pada arteri serta Tn. S memiliki gangguan metabolic (diabetes
mellitus).

Penatalaksanaan yang ada pada teori yaitu pemberian anti hipertensi, anti
koagulasi, anti platelet, bloker kalsium, dan anti kolinergik. Penatalaksanaan
pada kausus yaitu Amlodipine, Curcuma, Aspilet dan Simvastatin. Tidak
terjadi kesenjangan antara teori dengan kasus maupun kasus dengan teori
karena penatalaksanaan kasus sudah sesuai dengan teori.

Faktor pendukung pada saat penulis melakukan pengkajian adalah keluarga


klien kooperatif dalam memberikan informasi yang dibutuhkan sehingga saat
pengkajian tidak ditemukan kesulitan yang berarti. Sedangkan faktor
penghambat yaitu kurangnya ketelitian penulis dalam melakukan pengkajian.

58
9. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan pada teori terdapat delapan diagnose yaitu Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah ; gangguan
oklusif, hemoragik ; vasospasme serebral, edema serebral, Kerusakan mobilitas
fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler; kelemahan, parastesia;
flaksid/ paralisis hipotonik (awal); paralisis spastik; kerusakan perseptual/
kognitif, Kerusakan komunikasi verbal/ tertulis berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral; kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus/ kontrol otot
fasial/ oral ; kelemahan, Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
perubahan transmisi, integrasi (trauma neurologis/ defisit); stress psikologis
(penyempitan lapang perseptual yang disebab oleh ansietas, Kurang perawatan
diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot, Gangguan harga diri
berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif,
Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular/ perseptual, Resiko tinggi terjadinya komplikasi berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan tentang pengobatan.

Sedangkan dalam kasus ditemukan empat diagnosa keperawatan yaitu Inefektif


pola pernafasan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mempertahankan jalan nafas yang adekuat, Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan interupsi aliran darah, Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan parastesia, dan Resiko gangguan nutrisi
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan

Dari delapan diagnosa keperawatan yang ada dalam teori terdapat dua teori
yang sesuai dengan kasus yaitu diagnosa keperawatan Perubahan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah ; gangguan
oklusif, hemoragik ; vasospasme serebral, edema serebral dan diagnosa
keperawatan Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler; kelemahan, parastesia; flaksid/ paralisis hipotonik (awal);
paralisis spastik; kerusakan perseptual/ kognitif.

59
Diagnosa keperawatan yang tidak ada dalam kasus terdapat enam diagnosa
yaitu Kerusakan komunikasi verbal/ tertulis berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral; kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus/ kontrol otot
fasial/ oral ; kelemahan, Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
perubahan transmisi, integrasi (trauma neurologis/ defisit); stress psikologis
(penyempitan lapang perseptual yang disebab oleh ansietas, Kurang perawatan
diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot, Gangguan harga diri
berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif,
Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular/ perseptual, dan Resiko tinggi terjadinya komplikasi
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang pengobatan.

Diagnosa yang terdapat dalam kasus dan tidak ada dalam teori ialah diagnosa
keperawatan Inefektif pola pernafasan berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk mempertahankan jalan nafas yang adekuat dan diagnosa keperawatan
Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan karena diagnosa tersebut diambil berdasarkan tanda dan gejala yang
dimiliki klien.

10. Perencanaan Keperawatan


Pada tahap perencanaan, diagnosa prioritas pada kasus tidak sudah sesuai
dengan teori. Diagnosa prioritas pada teori adalah Perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah ; gangguan oklusif,
hemoragik ; vasospasme serebral, edema serebral, sedangkan diagnosa
keperawatan prioritas pada kasus adalah Inefektif pola pernafasan berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mempertahankan jalan nafas yang adekuat.
Namun pada kasus, diagnosa keperawatan Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan interupsi aliran darah ; gangguan oklusif, hemoragik ;

60
vasospasme serebral, edema serebral merupakan diagnosa keperawtan kedua
setelah prioritas.

Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah


; gangguan oklusif, hemoragik ; vasospasme serebral, edema serebral. Tujuan
dan kriteria hasil serta perencanaan sudah sesuai antara teori dan kasus, yaitu
Perubahan perfusi jaringan serebral tidak terjadi Perubahan tingkat kesadaran,
tanda-tanda vital stabil. Rencana Tindakan yaitu Tentukan faktor - faktor yang
berhubungan dengan keadaan/ penyebab penurunan perfusi serebral dan
potencial terjadinya peningkatan TIK, Pantau tanda-tanda vital, Evaluasi pupil,
catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya terhadap cahaya, Pertahankan
keadaan tirah baring, Cegah terjadi mengejan saat defekasi dan pernapasan
yang memaksa, Berikan obat sesuai indikasi : anti koagulan, antifibrolitik, anti
hipertensi, vasodilatasi perifer.

Sedangkan diagnosa keperawatan prioritas pada kasus yaitu Inefektif pola


pernafasan berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mempertahankan
jalan nafas yang adekuat memiliki tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam diharapkan potensi jalan nafas dapat dipertahankan
dengan kriteria hasil yaitu Ada perubahan tanda-tanda vital dalam batas normal
dengan TD : 120 – 140 mmHg N: 80 – 90 S: 36,5 – 37,5 RR: 20x/menit,
Kesadaran baik dengan hasil GCS: 15 E: 4 M: 6 V: 5, Pola nafas normal, Tidak
menggunakan otot pernafasan, Nilai AGD dalam batas normal dengan hasil PH
= 7,35 – 7,45 , PCO2 = 35 – 45 mmHg, HCO3 = 22 – 26 mmol/L, SaO2 = 90 –
100 %, PO2 = 80 – 100 mmHg. Rencana tindakan meliputi Kaji kemampuan
untuk mempertahankan potensi jalan nafas, Pantau tanda-tanda vital setiap
pukul ( 05:00, 11:00, 15:00, 19:00, 23:00), Catat pola dan irama dari
pernafasan, Kaji refleks yang penting untuk bernafas adekuat, batuk, “gag”
refleks dan refleks menelan, Kaji frekuensi, kedalaman, keteraturan,
pernafasan, dan ekspansi dada, Kaji suara nafas untuk mengetahui perpindahan
udara pada semua bidang paru, Pertahankan ketinggian bagian kepala tempat
tidur, Cegah terjadinya mengejan saat defeksi dan pernafasan yang memaksa

61
(batuk terus - menerus), Beri oksigen sesuai indikasi, Kaji AGD untuk
membuktikan pertukaran gas yang adekuat setiap hari, Lakukan suction sesuai
kebutuhan, lakukan hiperventilasi sebelum prosedur dilakukan, dan Pantau
frekuensi dan irama jantung.

Faktor penghambat tidak penulis temukan, dan faktor pendukung penulis


mendapatkan kemudahan dalam pengumpulan data, baik yang diperoleh dari
klien, status, dan pemeriksaan tes diagnostik.

11. Pelaksanaan Keperawatan


Pada tahap pelaksanaan keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana
yaitu untuk diagnosa Perubahan perfusi jaringan serebral ialah menentukan
faktor - faktor yang berhubungan dengan keadaan/ penyebab penurunan
perfusi serebral dan potencial terjadinya peningkatan TIK, memantau tanda-
tanda vital, mengevaluasi pupil, mencatat ukuran, bentuk, kesamaan, dan
reaksinya terhadap cahaya, mempertahankan keadaan tirah baring, mencegah
terjadi mengejan saat defekasi dan pernapasan yang memaksa, memberikan
obat sesuai indikasi : anti koagulan, antifibrolitik, anti hipertensi, vasodilatasi
perifer.

Diagnosa prioritas sesuai kasus ialah Inefektif pola pernafasan berhubungan


dengan ketidakmampuan untuk mempertahankan jalan nafas yang adekuat dan
pelaksanaan keperawtan dilakukan sesuai dengan perencanaan keperawatan
yaitu mengkaji kemampuan untuk mempertahankan potensi jalan nafas,
memantau tanda-tanda vital setiap pukul ( 05:00, 11:00, 15:00, 19:00, 23:00),
mencatat pola dan irama dari pernafasan, mengkaji refleks yang penting untuk
bernafas adekuat, batuk, “gag” refleks dan refleks menelan, mengkaji
frekuensi, kedalaman, keteraturan, pernafasan, dan ekspansi dada, mengkaji
suara nafas untuk mengetahui perpindahan udara pada semua bidang paru,
mempertahankan ketinggian bagian kepala tempat tidur, mencegah terjadinya
mengejan saat defeksi dan pernafasan yang memaksa (batuk terus - menerus),
memberi oksigen sesuai indikasi, mengkaji AGD untuk membuktikan

62
pertukaran gas yang adekuat setiap hari, melakukan suction sesuai kebutuhan,
melakukan hiperventilasi sebelum prosedur dilakukan, dan memantau
frekuensi dan irama jantung.

Faktor pendukung yang penulis dapatkan pada tahap perencanaan adalah


adanya kerjasama yang baik dengan keluarga klien sehingga tercipta hubungan
saling percaya dengan penulis. Disamping itu juga tersedianya alat – alat yang
mendukung dalam melaksanakan rencana tindakan keperawatan.

12. Evaluasi Keperawatan


Pada tahap evaluasi keperawatan dari empat diagnosa didapatkan dua diagnosa
keperawatan yang ada pada kasus namun tujuan belum tercapai yaitu diagnosa
keperawatan Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
parastesia. Evaluasi tujuan tercapai sebagian, di buktikan dengan keluarga
klien mengatakan klien mulai menggerakkan tangannya perlahan-lahan.

Diagnosa keperawtan selajutnya yang dimana evaluasi tujuan hasil belum


tercapai adalah Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
interupsi aliran darah. Evaluasi tujuan tercapai sebagian, dibuktikan dengan
lemas, pusing sudah tidak ada, namun klien masih mengeluh sulit tidur.

Faktor pendukung yang penulis dapatkan yaitu adanya acuan tujuan dan
kriteria hasil pada tahap perencanaan sehingga dapat menjadi tolak ukur asuhan
keperawatan berhasil atau tidak sedangkan faktor penghambat tidak ditemukan
oleh penulis pada tahap evaluasi.

BAB V

PENUTUP

63
A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. S


dengan Stroke Non Hemoragik di Ruang Kenanga Rumah Sakit Pelni
Jakarta mulai tanggal 08 Maret 2019 sampai dengan 10 Maret 2019 maka
penulis dapat menarik kesimpulan dan memberikan saran sebagai berikut:

Pada tahap pengkajian penyebab dari SNH karena faktor hipertensi dan
kolesterol yang tinggi. Tanda dan gejala yaitu lemah pada ekstremitas
atas dan bawah sebelah kanan, pelo. Pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan yaitu CT-scan, pemeriksaan Laboratorium (DPL, elektrolit,
urine, creatinine), dan EKG. Penatalaksaan medis farmakotherapi
pemberian anti platelet, bloker kalsium, yang membedakan adalah
diberikan vitamin dan Non farmakotherapi yaitu bedrest, dan ROM.

Diagnosa Keperawatan yang ditemukan ada empat diagnosa yaitu perfusi


jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah ke otak,
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, Kerusakan
komunikasi berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler dan Kurang
perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekutan dan kelemahan
otot.

Perencanaan Keperawatan yang dilakukan berdasarkan prioritas


masalah utama yaitu tentukan faktor penyebab penurunan perfusi
serebral dan potensi terjadi peningkatan TIK, pantau status
neourologis seserinng mungkin ,pantau tanda-tanda vital setiap
pukul 05.00, 11.00, 15.00, 19.00, dan 23.00 WIB, catat adanya
perubahan dalam pengelihatan, pertahankan keadaan tirah baring
dengan posisi kepala 300-400, Berikan obat sesuai indikasi yaitu,
Ranitidine 2 x 50 mg didioplos dengan NaCl 0.9 % 8 cc diberikan
melalui intravena pada pukul 08.00 dan 20.00 WIB, Ceftriaxone 1
x 2 gr dioplos dengan NaCl 0.9 % 100cc diberikan melalui drip (66
tetes/menit) pada pukul 08.00 WIB, dan citicolin 2 x 500 mg
diberikan melalui intravena pada pukul 08.00 dan 20.00 WIB,

64
levofloxacin 1x 500 mg pukul 12:00 WIB Amlodipine 1x 10 mg
tab pukul 08:00 diberikan melalui selang NGT sehabis makan,
allopurinol 1x 300 mg tab pukul 08:00 diberikan melalui selang
NGT sehabis makan dan curcuma 3x 200 mg diberikan melalui
selang NGT pukul 08.00, 12.00 dan 18.00 WIB, aspilet 80mg
diberikan melalui NGT pukul 08:00, simvastatin 1x 20 mg pukul
12:00 diberikan melalui selang NGT, furosemide 1x 40 mg pukul
08:00 diberikan sehabis makan

Evaluasi Keperawatan dilakukan dengan menggunakan metode atau


system SOAP dalam mengevaluasi dari proses keperawatan dan hasil
kwalitas pelayanan keperawatan dalam 4 diagnosa keperawatan dan 4
masalah belum teratasi yaitu Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan interupsi aliran darah ke otak dan kerusakan
komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler.

Faktor pendukung yang penulis dapatkan yaitu klien yang kooperatif


dengan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga
memudahkan penulis dalam melakukan evaluasi keperawatan. Faktor
penghambat penulis tidak temukan.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberi saran:

1. Penulis dan perawat dapat lebih meningkatkan kwalitas asuhan


keperawatan yang lebih baik untuk klien dan keluarga dalam memberikan
pelayanan secara komprehensif serta dapat bekerjasama dengan tim
kesehatan lainnya.

2. Diharapkan perawat ruangan dan keluarga untuk dapat memberikan


latihan gerak aktif pasif.

3. Perawat dan penulis dapat lebih meningkatkan kualitas asuhan


keperawatan yang baik untuk klien dan keluarga

65
DAFTAR PUSTAKA

Black, M. Joyce (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajement Klinik untuk hasil
yang diharapkan. Edisi:8 Buku:2, Jakarta: ELSEVIER.

Doenges, Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa, I Made
Kariasa, Ni Made Sumawati. Edisi: 3, Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arief (2008). Buku Ajar Keperawatan klien dengan Gangguan Persarafan.
Jakarta: Salemba medika.

Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (Brahm U.


Pendit et.al, Penerjemah). Edisi 6. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzzane C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (AgungWaluyo, et.al, Penerjemah).Edisi 8. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC
dan criteria hasil NOC (Widyawati et.al, Penerjemah).Edisi 7. Jakarta: EGC

66

Anda mungkin juga menyukai