Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lansia adalah suatu tahap terakhir dari siklus hidup manusia, merupakan bagian dari
proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu, namun
kemunduran fungsi pada usia lanjut dapat dihambat. Lansia mengalami perubahan besar dalam
hidup mereka, salah satu perubahan tersebut adalah perubahan pada sistem syaraf yang dapat
bermanifestasi pada penurunan fungsi kognitif. Penurunan fungsi kognitif terjadi pada hampir
semua lansia dan prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia.
Kognitif merupakan proses berpikir akibat aktivitas sejumlah fungsi kompleks dari
berbagai sirkuit di otak. Konsep kognitif (dari bahasa Latin cognosere, “ untuk mengetahui” atau
“untuk mengenali”) merujuk kepada kemampuan untuk memproses informasi, menerapkan ilmu,
dan mengubah kecenderungan (Nehlig, 2010). Secara sederhananya fungsi kognitif ini dapat
disimpulkan sebagai semua proses mental yang digunakan oleh organisme untuk mengatur
informasi seperti memperoleh input dari lingkungan (persepsi), memilih (perhatian), mewakili
(pemahaman) dan menyimpan (memori) informasi dan akhirnya menggunakan pengetahuan ini
untuk menuntun perilaku (penalaran dan koordinasi output motorik) (Bostrom & Sandberg,
2009).
Adanya gangguan kognitif menunjukkan terjadinya gangguan fungsi otak. Sekitar 10%
orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada usia yang lebih dari 85 tahun akan
mengalami gangguan kognitif, dimana akan dijumpai gangguan yang ringan sampai terjadinya
demensia (Yaffe dkk, 2001). Fungsi kognitif yang buruk juga merupakan suatu prediktor
kematian pada semua usia dan juga dapat dilihat sebagai penanda status kesehatan secara umum.
Penurunan fungsi kognitif merupakan masalah penting bagi usia lanjut meskipun sebabnya
banyak belum jelas. (Singh-Manoux dkk, 2005)
Dari data tersebut mahasiswa kedokteran di harapkan mengetahui gejala dini penurunan
kognitif. Salah satu program belajar yang diterapkan oleh Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang adalah pelaksanaan Tahap Pengenalan
Profesi (TPP). TPP adalah suatu metode pembelajaran dimana mahasiswa berkesempatan secara
langsung untuk melakukan pembelajarandan evaluasi dari tinjauan pustaka secara langsung

1
dilapangan (masyarakat). Dalam kesempatan kali ini, akan dilaksanakan TPP dengan gangguan
kognitif pada orang tua. Setelah blok ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk memahami
masalah gangguan fungsi kognitif pada sistem Kesehatan jiwa dan fungsi luhur.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara mendiagnosis gangguan kognitif pada usia tua?
2. Apa saja faktor resiko dari gangguan kognitif pada orang tua?
3. Apa saja gejala klinis yang terdapat pada pasien gangguan kognitif?
4. Apa tatalaksana yang di dapatkan pasien gangguan kognitif?
5. Bagaimana activity daily life dari pasien gangguan kognitif?
6. Bagaimana dukungan keluarga terhadap pasien demensia ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran umum gangguan kognitif secara langsung pada
lansia.

1.3.2 Tujuan Khusus


Setelah melakukan kegiatan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) di lapangan,
diharapkan mahasiswa mampu:
1. Mengetahui gambaran umum gangguan kognitif secara langsung pada lansia
2. Mengetahui cara mendiagnosis gangguan kognitif pada orang tua
3. Mengetahui gejala klinis yang terdapat dari pasien gangguan kognitif
4. Mengetahui tatalaksana pada pasien gangguan kognitif
5. Mengetahui activity daily life pada pasien gangguan kognitif
6. Mengetahui dukungan keluarga terhadap pasien demensia

2
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran umum gangguan kognitif secara langsung
pada lansia
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara mendiagnosis gangguan kognitif pada orang tua
3. Mahasiswa dapat mengetahui gejala klinis yang terdapat dari pasien gangguan
kognitif
4. Mahasiswa dapat mengetahui tatalaksana pada pasien gangguan kognitif
5. Mahasiswa dapat mengetahui activity daily life pada pasien gangguan kognitif
6. Mahasiswa dapat mengetahui dukungan keluarga terhadap pasien demensia

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Anatomi Otak (Cerebrum dan Sistem Limbic)


Setiap bagian dari otak kita bekerja saling terintregasi satu sama lain menghasilkan fungsi
kognisi seperti kesadaran, persepsi, berfikir, dan memori. Ada sekitar 75 % otak kita terdiri atas
jaringan kognitif yang disebut area asosiasi korteks serebrum (Saladin, 2003). Otak dibagi
menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (otak besar)
2. Cerebellum (otak kecil)
3. Brainstem (batang otak)
4. Limbic system (sistem limbik)
Guyton (2006), menjelaskan lebih rinci lagi tentang area asosisi ini sebagai area yang
menerima dan menganalisis sinyal-sinyal secara bersamaan dari berbagai regio, dari korteks
motorik, korteks sensorik, maupun dari struktu-struktur subkortikol.
Area asosiasi ini terbagi menjadi tiga area asosiasi korteks serebral, yaitu : area asosiasi
parieto-oksipital temporal, area asosiasi prefrontal, dan area asosiasi limbik. Kali ini kita akan
lebih membahas tentang fungsi area asosiasi prefrontal. Area asosiasi prefrontal memiliki banyak
hubungan dengan area yang lain seperti talamus, hipotalamus, sistem limbik, dan serebellum.
Maka dari itu, prefrontal korteks memiliki kaitan fungsi dengan bagian-bagian yang lainnya pada
serebrum, seperti sifat-sifat kepribadian, intelektual, inisiatif, intusi, merencanakan masa depan,
mengembangkan ide yang abstrak, mengambil keputusan, memberi alasan, perasaan, dan respon
sosial (Tortora, 2009).
Sistem limbik merupakan bagian otak yang berkaitan dengan emosi dan instink. Dalam
struktur hirarki otak sistem limbik berada ditengah, antara diensefalon (batang otak) dengan
cerebrum. Sistem limbik mempunyai fungsi pengendali emosi, perilaku instinktif, drives,
motivasi, dan perasaan. Baik korteks cerebri maupun sistem limbik , keduanya mempunyai akses
ke area motorik batang otak, sehingga memungkinkan manusia belajar beradaptasi dan
mengontrol perilaku instinktif mereka (Adam & Victor, 1993). Komponen-komponen emosi
diantaranya :
1. Stimulus (real atau khayalan)

4
2. Afek atau perasaan (feeling)
3. Perubahan aktivitas otonom organ visceral
4. Dorongan aktivitas atau perilaku tertentu

Emosi dasar seperti rasa senang, marah, takut, dan kasih sayang, memiliki fungsi untuk
mempertahankan hidup dan jenis suatu organisme (manusia dan hewan). Sebagai contoh, bila
seseorang melihat harimau yang akan menyerang, maka akan timbul rasa takut sehingga orang
tersebut berlari atau mencari perlindungan untuk menyelamatkan diri.
Bangunan utama sistem limbik :
1. Amigdala
2. Septum (dinding)
3. Hipokampus
4. Girus singulatus
5. Thalamus anterior dan hipotalamus
(Adam & Victor, 1993),

Bagian-bagian sistem limbik saling berhubungan secara kompleks dan beberapa


membentuk lingkaran, contoh yang terkenal adalah lingkaran Papez. Menurut Papez, bagian otak
yang mengurus fungsi emosi adalah : hipokampus, amigdala, corpus mamillare, nuclei anterior
thalamus dan girus singulatus (Mardiati, 1996).

5
Fungsi spesifik bagian-bagian sistem limbik :
1. Hipotalamus ; merupakan pusat rasa ganjaran dan rasa hukuman. Perangsangan kuat di
nuclei anterior dan nuclei ventromedial hipotalamus menimbulkan rasa senang, rasa puas,
ketenangan (placidity), dan kejinakan (tameness) pada binatang. Sementara perangsangan di
zona periventrikuler hipotalamus menimbulkan rasa tidak senang, takut, panik, dan rasa
terhukum. Pada hewan kucing rangsangan listrik di area tersebut membangkitkan pola
perilaku ketakutan dan agresifitas.
2. Amigdala ; bagian sistem limbik yang apabila mendapat rangsangan dapat menimbulkan
respon agresifitas atau mengamuk, sementara pengangkatan amigdala dapat menyebabkan
respon pasif dan pemalu.
3. Hipokampus ; merupakan struktur sistem limbik yang menonjol dan berperan penting dalam
proses belajar dan memori, mencatat informasi, melakukan penyimpanan awal memori
jangka panjang dan menguatkan kembali informasi yang baru dipelajari. Kerusakan
hipokampus bilateral dapat menyebabkan amnesia anterograd.
4. Girus singulatus ; merupakan bagian sistem limbik yang berperan dalam pengaturan perlaku
sosial, seperti pengasuhan anak.
(Mardiati, 1996)

Beberapa stimuli (seperti bau-bauan, suara asing, senyum bayi) akan membangkitkan
emosi dan respon tubuh (misal perasaan senang, respon motorik instinktual seperti senyum, dan
efek visceral sepeti debar jantung). Respon ini diintegrasikan oleh sistem limbik, termasuk
hipotalamus sebagai pintu tempat keluaran utama. Jadi sinyal untuk reaksi motorik snyum
dikirim ke pusat motorik batang otak, untuk efek motorik visceral debar jantung ke pusat saraf
otonom, dan untuk efek neurohormonal ke sistem endokrin (kelenjar hipofisis). Perasaan
diintegrasikan ke fungsi otak luhur (korteks cerebri), sementara hipokampus terlibat dalam
proses belajar dan memori tentang stimulus-stimulus di atas (Mardiati, 1996).

Cerebrum (Otak Besar)


Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama
Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang
membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan

6
berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.
Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini (Mardiati, 1996).
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus
yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat
Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus
Temporal.
a. Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus ini
berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi,
perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan,
kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
b. Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti
tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c. Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
d. Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual
yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap
oleh retina mata (Mardiati, 1996).

Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area yang
punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.2: Anatomi Cerebrum


Sumber : Adams RD, Victor M, Ropper AH. Disorders of speech and language.
In: Principles of neurology. 8th ed. New York: Mc Graw-Hill Inc; 2005. p. 413-28.

7
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan, yaitu
belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian
bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri
mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan
otak kiri untuk logika dan berpikir rasional (Mardiati, 1996).

2.2 Definisi Fungsi Kognitif


Fungsi kognitif adalah kemampuan berpikir dan meberikan rasional termasuk proses
belajar, mengingat menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Fungsi kognitif adalah
kemampuan mental yang terdiri dari atensi, kemampuan berbahasa, daya ingat, kemampuan
visuospasial, kemampuan membuat konsep dan intelegensi. (Kaplan, 2010)
Kemampuan kognitif berubah secara bermakna bersamaan dengan lajunya proses
penuaan, tetapi perubahan tersebut tidak seragam. Sekitar 50% dari seluruh populasi lansia
menunjukkan penurunan kognitif sedangkan sisanya tetap memiliki kemampuan kognitif sama
seperti usia muda. Penurunan kognitif tidak hanya terjadi pada individu yang mengalami
penyakit yang berpengaruh terhadap proses penurunan kognitif tersebut, namun juga terjadi pada
individu lansia yang sehat. Pada beberapa individu, proses penurunan fungsi kognitif tersebut
dapat berlanjut sedemikian hingga terjadi gangguan kognitif atau demensia (Pramanta dkk.,
2002).

2.3 Definisi Gangguan Kognitif


Gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan fungsi luhur otak berupa orientasi,
perhatian, kosentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi intelektual yang diperlihatkan dengan
adanya gangguan dalam berhitung, bahasa, daya ingat semantik (kata-kata) dan pemecahan
masalah. Gangguan fungsi kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak karena kemampuan untuk
berpikir akan dipengaruhi oleh otak. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan
perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi. (Lisnaini, 2012)
Gangguan kognitif merupakan masalah yang sering terjadi pada golongan usia lanjut.
Prevalensi gangguan kognitif tinggi pada negara yang memiliki populasi usila yang tinggi.

8
Repon kognitif yang ditimbulkan berbeda dan tergantung pada bagian yang mengalami
gangguan.
Respon kognitif maladaptif meliputi ketidakmampuan untuk membuat keputusan,kerusa
kan memori dan penilaian, disorientasi, salahpersepsi, penurunan rentang perhatian,dan kesulitan
berfikir logis. Respon tersebut dapat terjadi secara episodik atau terjadi terus-
menerus. Suatu kondisi dapat reversibel atau ditandai dengan penurunan fungsi secara progresift
ergantung stressor

2.4 Etiologi Gangguan Kognitif


1. Faktor Predisposis
Gangguan kognitif umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi susunan saraf pusat
(SSP). SSP memerlukan nutrisi untuk berfungsi, setiap gangguan pengiriman nutrisi
mengakibatkan gangguan fungsi SSP. Faktor yang dapat menyebabkan adalah
penyakit infeksi sistematik, gangguan peredaran darah, keracunan zat (Beck, Rawlins
dan Williams, 1984). Banyak faktor lain yang menurut beberapa ahli dapat
menimbulkan gangguan kognitif, seperti kekurangan vitamin, malnutrisi, gangguan
jiwa fungsional.
2. Faktor Presipitasi
Setiap kejadian diotak dapat berakibat gangguan kognitif. Hipoksia dapat berupa
anemia Hipoksia, Hitoksik Hipoksia, Hipoksemia Hipoksia, atau Iskemik Hipoksia.
Semua Keadaan ini mengakibatkan distribusi nutrisi ke otak berkurang. Gangguan
metabolisme sering mengganggu fungsi mental, hipotiroidisme, hipoglikemia.
Racun, virus dan virus menyerang otak mengakibatkan gangguan fungsi otak,
misalnya sifilis. Perubahan struktur otak akibat trauma atau tumor juga mengubah
fungsi otak. Stimulus yang kurang atau berlebihan dapat mengganggu fungsi
kognitif. Misalnya ruang ICU dengan cahaya, bunyi yang konstan merangsang dapat
mencetuskan disorientasi, delusi dan halusinasi, namun belum ada penelitian yang
tepat.

9
2.5 Jenis Gangguan Kognitif
Secara kognitif lansia mengalami penurunan fungsi kognitif yang bisa menyebabkan
dimensia dan delirium, dimana keadaan ini dapat membahayakan lansia dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari. Ditambah fungsi daya ingat (memori) yang menurun menyebabkan
bertambahnya masalah pada lansia.
2.5.1 Demensia
2.5.1.1 Definisi Demensia
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi
hidup sehari - hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas
kehidupan seharihari (Nugroho, 2003). Sementara itu menurut Lumbantobing
(1995) demensia adalah himpunan gejala penurunan fungsi intelektual, umumnya
ditandai terganggunya minimal tiga fungsi yakni bahasa, memori, visuospasial,
dan emosional.

2.5.1.2 Faktor Resiko


Faktor-faktor risiko gangguan kognitif secara umum dan demensia
alzeimer meliputi:
1. Yang tidak dapat dikendalikan yaitu usia tua, genetik, jenis kelamin
perempuan, gangguan intelektual
2. Yang dapat dikendalikan yaitu hipertensi, diabetes melitus, hiperkholesterol,
obesitas, depresi, konsumsi alkohol berlebih
3. Faktor risiko lainnya yaitu trauma kepala, infeksi dan tumor intrakranial
(National Colaborating Centre for Mental Heatlh, 2007).

Faktor risiko demensia vaskuler overlap dengan faktor risiko demensia


alzeimer. Faktor-faktor risiko tersebut dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
1. T (Hebert et al., 2000; Sanusi, 2003).

2.5.1.3 Penyebab Demensia

10
Penyebab demensia menurut Nugroho (2003) dapat digolongkan menjadi
3 golongan besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal,
Sering pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin kelainan
terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim,
atau pada metabolisme seperti yang ditemukan pada penyakit alzheimer dan
demensia senilis.
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
Penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
a. Penyakit degenerasi spino-serebelar
b. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
c. Khorea Huntington
d. penyakit jacob-creutzfeld dll
3. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya :
a. Penyakit cerebro kardiofaskuler
b. Penyakit - penyakit metabolik
c. Gangguan nutrisi
d. Akibat intoksikasi menahun
e. Hidrosefalus komunikans

2.5.1.4 Gejala Demensia


Pada dementia harus tidak didapatkan delirium. Selain itu, pada demensia
terjadi penurunan pengendalian emosi atau motivasi, atau perubahan perilaku
sosial, bermanifestasi sebagai berikut (setidaknya ada salah satu) :
1. Emosi yang labil
2. Lekas marah
3. Apatis
4. Perilaku sosial yang kasar
5. Penurunan fungsi intelektual (fungsi memori, bahasa dan emosional)
(Lumbantobing, 1995)

11
6. Penurunan daya ingat dan daya pikir yang mengganggu aktivitas sehari-hari
(Nugroho, 2003)

2.5.1.5 Tingkat Keparahan Penurunan Memori


Menurut International Classification ofDiseases10( ICD 10 ). Penurunan
memori yang paling jelas terjadi pada saat belajar informasi baru, meskipun
dalam. Pada kasus yang lebih parah memori tentang informasi yang pernah
dipelajari juga mengalami penurun. Penurunan terjadi pada materi verbal dan non
verbal. Penurunan ini juga harus didapatkan secara objektif dengan mendapatkan
informasi dari orang – orang yang sering bersamanya, atau pun dari tes
neuropsikologi atau pengukuran status kognitif. Tingkat keparahan penurunan
dinilai sebagai berikut:
1. Mild, tingkat kehilangan memori yang cukup mengganggu aktivitas sehari-
hari, meskipun tidak begitu parah, tapi tidak dapat hidup mandiri. Fungsi
utama yang terkena adalah sulit untuk mempelajari hal baru. Mild,
penurunan kemampuan kognitif menyebabkan penurunan kinerja dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi tidak pada tingkat ketergantungan individu
tersebut pada orang lain. Tidak dapat melakukan tugas sehari-hari yang
lebih rumit atau kegiatan rekreasi.
2. Moderat, derajat kehilangan memori merupakan hambatan serius untuk
hidup mandiri. Hanya hal – hal yang sangat penting yang masih dapat
diingat. Informasi baru disimpan hanya sesekali dan sangat singkat. Individu
tidak dapat mengingat informasi dasar tentang di mana dia tinggal, apa telah
dilakukan belakangan ini, atau nama-nama orang yang akrab. Moderat,
penurunan kemampuan kognitif membuat individu tidak dapat melakukan
aktivitasnya tanpa bantuan orang lain dalam kehidupan sehari-hari,
termasuk belanja dan penanganan kebutuhan sehari - hari. Dalam rumah,
hanya tugas – tugas sederhana yang dipertahankan. Kegiatan semakin
terbatas dan keadaan buruk dipertahankan.
3. Severe, derajat kehilangan memori ditandai oleh ketidakmampuan lengkap
untuk menyimpan informasi baru. Hanya beberapa informasi yang dipelajari

12
sebelumnya yang menetetap. Individu tersebut gagal untuk mengenali
bahkan kerabat dekatnya. Severe, penurunan ini ditandai dengan ada atau
tidak adanya pemikiran yang dapat dimenerti. Hal – hal tersebut tadi ada
minimal 6 bulan baru dapat dikatakan dementia.

Tingkat keparahan keseluruhan demensia dinyatakan melalui tingkat


penurunan memori atau kemampuan kognitif lainnya, dan bagian mana yang
mengalami penurunan yang lebih parah (misalnya ringan pada memori dan
penurunan moderat dalam kemampuan kognitif menunjukkan demensia keparahan
moderat).

2.5.1.6 Jenis-Jenis Demensia


1. Demensia Tipe Alzheimer
Demensia terutama yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer
berkaitan erat dengan usia lanjut. Penyakit alzheimer ini 60%
menyebabkan kepikunan atau demensia dan diperkirakan akan
meningkat terus. Gejala klasik penyakit demensia alzheimer adalah
kehilangan memori (daya ingat) yang terjadi secara bertahap,
termasuk kesulitan menemukan atau menyebutkan kata yang tepat,
tidak mampu mengenali objek, lupa cara menggunakan benda biasa
dan sederhana, seperti pensil, lupa mematikan kompor, menutup
jendela atau menutup pintu, suasana hati dan kepribadian dapat
berubah, agitasi, masalah dengan daya ingat, dan membuat
keputusan yang buruk dapat menimbulkan perilaku yang tidak
biasa. Gejala ini sangat bervariasi dan bersifat individual. Gejala
bertahap penyakit alzheimer dapat terjadi dalam waktu yang
berbeda- beda, bisa lebih cepat atau lebih lambat. Gejala tersebut
tidak selalu merupakan penyakit alzheimer, tetapi apabila gejala
tersebut berlangsung semakin sering dan nyata, perlu
dipertimbangkan kemungkinan penyakit alzheimer (Nugroho,
2003).

13
2. Demensia Vaskular
Kausa primer demensia vascular, dahulu disebut demensia multi
infark, diperkirakan adalah penyakit vascular serebral multiple,
menyebabkan pola gejala demensia. Demensia vascular peling
sering ditemukan pada pria, terutama mereka dengan hipertensi
yang sudah ada sebelumnya atau faktor resiko kardiovaskular lain.
Gangguan ini terutama memengaruhi infark dan menyebabkan lesi
parenkim multiple yang tersebar secara luas di otak. Kausa infarka
mungkin mencakupi oklusi pemnuluh oleh plak arteriosklerotik
atau tromboemboli dari asal yang jauh (seperti katup jantung).
Pemeriksaan pasien mungkin akan mengungkapkan adanya bruit
karotis, abnormalita funduskopi, atau bilik jantung yang membesar.
(Kaplan, 2014)
3. Demensia terkait trauma kepala
Demensia dapat merupakan sekuele trauma kepala, sebagaimana
halnya serangkaian luas sindrom neuropskiatri lain, termasuk
neurosifilis.(Kaplan, 2014)
4. Demensia terkait HIV
Infeksi HIV biasanya mengarah ke demensia dengan gejala
psikiatri lain. Pasien yang terinfeksi HIV mengalami demensia
dengan angka tahunan 14 persen. Diperkirakan sekitar 75 persen
pasien AIDS memiliki keterlibatan sistem saraf pusat pada saat
otopsi. Timbulnya demensia pada orang yang terinfeksi HIV sering
sejajar dengan gambaran abnormalitas parenkim pada pemindaian
MRI. Demensia infeksius lain disebabkan oleh kriptokokus.
(Kaplan, 2014)

2.5.1.7 Activity Daily Life


Kemandirian dalam melakukan ADL dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu: 1) Pendidikan, 2) Gangguan sensori (penglihatan dan pendengaran), 3)
Perubahan situasi kehidupan, 4) Aturan sosial, 5) Usia dan 6) Penyakit (Raina et

14
al. 2004 & Muszalik 2011). Lansia yang menjadi responden dalam penelitian ini
secara umum telah dikendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kemandiriannya. Misalnya lansia yang mengalami gangguan sensori (penglihatan
dan pendengaran) dan penyakit yang dapat mempengaruhi tingkat kmandirian
telah dieksklusikan dalam penelitian ini.Kemandirian dalam melakukan ADLpada
lansia dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Lebih lanjut dikatakan bahwa
dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan mampu mempertahankan
hidupnya lebih lama dan bersamaan dengan itu dapat mempertahankan
kemandiriannya juga lebih lama karena cenderung melakukan pemeliharaan
kesehatannya (Putri 2011).
Selain pendidikan, kemandirian juga dipengaruhi oleh perubahan situasi
kehidupan, aturan sosial, usia dan penyakit. Lansia akan berangsur-angsur
mengalami keterbatasan dalam kemampuan fisik dan peningkatan kerentanan
terhadap penyakit kronis (Muszalik et al. 2011). Selain itu, ketergantungan lansia
dalam hal ekonomi khususnya bagi lansia pria merupakan kenyataan pahit yang
harus diterima lansia dan akan membuat gerak lansia menjadi terbatas baik secara
fisik maupun ekonomi (Putri 2011).
Menurut Pratikwo, et al. (2006), memang secara ideal manusia sebaiknya
menjadi tua dan dapat tetap sehat serta dapat mencapai umur 80-90 tahun dan
meninggal dunia dengan cepat tanpa menderita sakit atau ketergantungan yang
lama. Disinilah letak pentingnya kemandirian bagi lansia. Karena di akhir
kehidupan, lansia bukan berarti hanya menunggu datangnya kematian dengan
tidak produktif atau bahkan mengalami ketergantungan. Penting diketahui bahwa
walaupun usia semakin bertambah sebaiknya lansia tetap mendapatkan quality of
life yang tetap baik. Tetap melakukan aktivitas fungsional dengan mandiri dan
selain itu mendapatkan kehidupan sosial yang juga baik. Karena menurut Semiun
(2006) lansia yang tidak dapat memberikan manfaat kepada orang lain akan
mengalami perasaan kosong dan tidak berguna. Lansia akan perlahan
“meninggal” secara sosial.

15
2.5.1.8 Dukungan keluarga Terhadap Pasien Demensia
Keluarga terdiri dari orang- orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan,
darah dan ikatan adopsi. Para anggota keluarga biasanya hidup bersama- sama
dalam satu rumah tangga. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu
sama lain dalam peran sosial keluarga. Di dalam sebuah keluarga terdiri dari
anggota keluarga. Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak- anak mereka,
keluarga besar terdiri dari keluarga inti dan orang- orang yang berhubungan (oleh
darah), yang paling lazim menjadi anggota keluarga yaitu salah satu teman
keluarga inti, berikut ini termasuk “sanak keluarga” yaitu tante, paman, sepupu
termasuk juga kakek nenek atau lansia. Kebanyakan dari lansia senang tinggal di
tengah- tengah keluarga. Para lansia masih merasa bahwa kehidupan mereka
sudah lengkap yaitu sebagai seorang kakek dan nenek. Bagi lanjut usia keluarga
merupakan sumber kepuasan. Seorang lansia membutuhkan dukungan penuh dari
anggota keluarganya.
Dukungan keluarga yang diberikan untuk keluarga dengan lansia
bermacammacam. Dukungan informasional keluarga memfungsikan keluarga
sebagai pemberi nasihat, usulan, saran dan petunjuk serta pemberian informasi.
Dukungan penilaian dalam keluarga menjadikan keluarga sebagai pemberi suport,
penghargaan dan perhatian, dukungan emosional memfungsikan keluarga sebagai
tempat yang aman dan nyaman untuk istirahat, dan dukungan instrumental
meletakkan keluarga sebagai sumber pertolongan praktis dan konkrit.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih
dari lingkungan termasuk keluarga. Keluarga harus senantiasa memberikan
suasana aman, tidak gaduh, dan membiarkan lansia untuk melakukan kegiatan
dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya. Keluarga juga harus dapat
membangkitkan semangat dan kreasi keluarga lanjut usia dalam mengurangi rasa
putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan
fisik dan kelainan yang dideritanya termasuk demensia atau pikun. Gejala klasik
dari demensia adalah kehilangan memori atau daya ingat yang terjadi secara
bertahap sehingga mengganggu aktivitas kehidupan sehari- hari. Tingkatan
demensia yang biasa terjadi sebagai suatu stadium awal ditandai dengan gejala

16
disorientasi orang, waktu dan tempat, kehilangan inisiatif dan motivasi. Stadium
menengah atau tingkat demensia sedang ditandai dengan gejala sulit melakukan
aktivitas sehari- hari dan menunjukkan gejala mudah lupa terutama untuk
kejadian yang baru saja terjadi. dan gejala yang paling terlihat untuk penderita
demensia atau pikun adalah ketika ditandai dengan ketidakmandirian dan inaktif
total, tidak mengenali lagi anggota keluarganya, sukar memahami dan menilai
peristiwa.
Berbagai hal masih dapat disiasati agar kehidupan lanjut usia dengan
demensia tetap berjalan dengan baik. Dimulai dari keluarga terlebih dahulu.
Keluarga diharapkan selalu aktif dalam memberikan dukungan dan motivasi.
Selalu aktif dalam memberikan perawatan agar lanjut usia dapat tetap melakukan
aktivitas sehari- hari secara mandiri dengan aman. Berusaha untuk tetap tenang
dan sabar menghadapi lanjut usia, mencurahkan kasih sayang dan berusaha
memahami apa yang dirasakan lanjut usia. Dimulai dengan membuat catatan
detail aktivitas sehari- hari, meletakkan barang selalu pada tempatnya, dan
memberikan petunjuk penggunaan pada setiap barang. Perlakukan lanjut usia
dengan demensia sebagaimana ketika usia lanjut tidak mengalami masalah
kesehatan. Bantu mereka dalam melakukan aktivitas sehari- hari yang lambat laun
akan mengalami penurunan. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan
membantu lansia tetap memiliki orientasi, Letakkan kalender yang besar, cahaya
yang terang, jam dinding dengan angka- angka yang besar atau radio juga bisa
membantu lansia tetap memiliki orientasi.

1. Pengertian dukungan keluarga


Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap
penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan. Dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antara
keluarga dengan lingkungan sosialnya tersebut bersifat reprokasitas (timbal
balik) (Friedman, 1998).
2. Fungsi dukungan keluarga

17
Caplan (1976) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki
beberapa fungsi dukungan yaitu dukungan informasional, dukungan
penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional. Dukungan
informasional dalam keluarga memfungsikan keluarga berfungsi sebagai
sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia.
Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat
digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah
dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan
dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek
dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian
informasi. Dukungan penilaian dalam keluarga menjadikan keluarga
bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas
anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.
Dukungan instrumental dalam suatu keluarga membuat keluarga dianggap
sebagai sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya:
kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat,
terhindarnya penderita dari kelelahan. Dukungan emosional dalam keluarga
memiliki fungsi bahwa keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk
istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-
aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam
bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan
didengarkan.
3. Sumber dukungan keluarga
Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang
oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk
keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat
berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami atau

18
istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga
eksternal (Friedman, 1998).
4. Manfaat dukungan keluarga
Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai
tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus
kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi
dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini
meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 1998). Wills
(1985) dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek
penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap
kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung
mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya
efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan
kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik,
keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan
menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan dikalangan kaum
tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Ryan dan Austin dalam
Friedman, 1998)

2.5.2 MCI
2.5.2.1 Definisi
Mild Cognitive Impairment (MCI) merupakan gejala perantara antara
gangguan memori atau kognitif terkait usia (Age Associated Memory
Impairment/AAMI) dan demensia. MCI sering terjadi pasca stroke, dan sebagian
besar tidak terdeteksi, dimana sebagian besar pasien dengan MCI menyadari akan
adanya defisit memori yang ringan. Keluhan pada umumnya berupa frustasi,
lambat dalam menemukan benda atau mengingat nama orang, atau kurang mampu
menjelaskan aktivitas sehari-hari yang kompleks, sehingga mempengaruhi
kualitas hidupnya. Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh (50-80 %)
orang yang mengalami MCI akan menderita demensia dalam waktu 5-7 tahun

19
mendatang. Itulah sebabnya diperlukan penanganan dini untuk mencegah
menurunnya fungsi kognitif (Mesulam, 2002).

2.5.2.2 Etiologi
Beberapa penyakit atau kelainan pada otak dapat mengakibatkan kelainan
atau gangguan fungsi kognitif, antara lain :

1. Cedera Kepala
2. Obat-obat Toksik
3. Infeksi Saluran Saraf Pusat
4. Epilepsi
5. Penyakit Kardiovaskular
6. Tumor Otak
7. Degenerasi
(Martini, 2002)
2.5.2.3 Gambaran Klinis
Keluhan pada umumnya berupa frustasi, lambat dalam menemukan benda
atau mengingat nama orang, atau kurang mampu menjelaskan aktivitas sehari-hari
yang kompleks, sehingga mempengaruhi kualitas hiduonya. Penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari separuh (50-80 %) orang yang mengalami MCI
akan menderita demensia dalam waktu 5-7 tahun mendatang. Itulah sebabnya
diperlukan penanganan dini untuk mencegah menurunnya fungsi kognitif
(Mesulam, 2002).

2.5.2.4 Kriteria Diagnostik


Kriteria diagnostic MCI adalah adanya gangguan daya ingat (memori)
yang tidak sesuai dengan usianya sebaya serta orang-orang dengan pendidikan
setara, maka terdapat gangguan yang jelas pada proses belajar (learningI) dan
delayed recall. Bila diukur dengan Clinical Dementia Rating (CDR), diperoleh

20
hasil 0,5. Bilamana dalam praktek ditemukan seorang pasien yang mengalami
gangguan memori berupa gangguan memori tunda (delayed recall) atau
mengalami kesulitan memngingat kembali sebuah informasi walaupun telah
diberikan bantuan isyarat (clue) padahal fungsi kognitif secaraumum masih
normal, maka perlu dipikirkan diagnosis MCI. Pada umumnya pasien MCI
mengalami kemunduran dalam memori baru. Namun, diagnosis MCI tidak boleh
diterapkan pada individu-individu yang mempunyai gangguan psikiatrik,
kesadaran yang berkabut atau minum obat-obatan yang mempengaruhi sistem
saraf pusat (Kusumoputro, 2001).
2.6 Alat ukur penurunan kognitif
2.6.1 Mini Mental Status Examination
Untuk mengetahui ada tidaknya demensia pada lansia digunakan tes Mini
Mental state Examination (tes mini mental) untuk mendeteksi adanya dan tingkat
kerusakan intelektual.
Orientasi Max. Score Score
1. Sebutkan : 5
a) Tahun berapa sekarang
b) Musim apa sekarang
(hujan/kemarau)
c) Tanggal
d) Bulan
e) Hari

2. Sebutkan dimana kita sekarang : 5


a) Negara
b) Provinsi
c) Kota
d) Rumah Sakit (paling dekat
rumah)
e) Bagian rumah (sebutkan)
Registrasi : 3

21
a) Pemeriksa menyebutkan 3 nama
benda dengan antara 1 detik waktu
menyebut nama benda tersebut
(misalnya : buku, mangkok,
payung). Setelah selesai, suruh
penderita menyebutnya. Beri angka
1 tiap jawaban yang betul. Bila
salah, suruh mengulang sampai
betul semua
Perhatian dan Kalkulasi : 5
a) Hitungan kurang 7. Misalnya :
100-7, pendapatannya dikurangi
lagi dengan 7, demikian seterusnya
sampai 5 jawaban. Jadi : ( 100 – 7
= 93 – 7 = 86 – 7 = 79; 72; 65 ).
Beri angka 1 bagi tiap jawaban
yang betul. Tes ini dapat diganti
dengan tes mengeja, yaitu mengeja
mundur kata : kartu (utrak).
Mengingat Kembali : 3
a) Tanyakan nama benda yang telah
disebutkan pada pertanyaan nomor
3. beri angka 1 bagi tiap jawaban
yang betul.
Bahasa :
a) Anda tunjuk pada pensil dan arloji. 2
Suruh penderita menyebutkan
nama benda yang anda tunjuk
b) Suruh penderita mengulangi 1
kalimat berikut : “tanpa kalau, dan
atau tetapi “

22
c) Suruh penderita melakukan
suruhan 3 tingkat yaitu: Ambil 3
kertas dengan tanganmu, lipat
menjadi setengah, dn letakkan di
lantai
d) Pasien diminta menutup mata, tulis
sebuah kalimat, dan gambar 3
gambaran berikut

Keterangan : Baik / normal : 25 – 30, Gangguan kognitif ringan : 21 – 24


Gangguan kognitif sedang : 10 – 20, Gangguan kognitif berat : < 10
(Lumbantobing, 2001)

2.6.2 MoCA-INA
Untuk memeriksa gangguan fungsi kognisi adalah salah satunya adalah
dengan menggunakan Montreal Cognitive Assesment (MoCA) yang dibuat pada
tahun 1996 di Montreal,Canada. Tes ini digunakan untuk mengetahui adanya mild
cognitive impairment. MoCA terdiri dari 30 poin yang dapat dikerjakan kurang
lebih selama 10 menit dan menilai beberapa domain kognitif, yaitu :
A. Memori jangka pendek : menyebutkan 5 kata benda (5 poin) dan
menyebutkan kembali setelah 5 menit (5 poin).
B. Visuospatial : dinilai dengan clock drawing task (1 poin), phonemic fluency
task (1 poin), dan two item verbal abstraction (2 poin)
C. Fungsi eksekutif : dinilai dengan trail-making B (1 poin), phonemic fluency
task (1 poin) , dan two item verbal abstraction (2 poin)
D. Atensi : penilaian kewaspadaan (1 poin), pengurangan berurutan (3 poin),
digits forward and backward (1 poin masing-masing)

23
E. Bahasa : menyebut 3 nama binatang (singa, unta, badak : 3 poin),
mengulang dua kalimat (2 poin) dan kelancaran berbahasa (1 poin).
(Sacktor, 2005)

Penelitian Nasreddine dkk (2005) yang melakukan studi validasi untuk


mendeteksi penderita Mild Cognitive Impairment (MCI) dan Early Alzheimer’s
disease dengan menggunakan test MoCA dan Mini-Mental State Examination
(MMSE). Dari penelitian tersebut dengan menggunakan nilai cut of point 26
didapatkan hasil untuk mendeteksi MCI dengan MoCA mempunyai sensitivitas
90% dan spesifisitas 87% dengan subyek 94 orang, sedangkan MMSE
mempunyai sensitivitas 18% dan sensifitas 100%. Untuk memndeteksi Early AD
dari 93 subyek, sensitivtas dan spesifitas MoCA mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas 18% dan 100%. Jadi, untuk MoCA jika subyek mendapat nilai > 26
maka dianggap normal. Husein N, dkk, menghasilkan instrument MoCA
dalamversi bahasa Indonesia (MoCA-Ina) yang sudah valid menurut kaidah
validasi transcultural dan reliable, dengan nilai Kappa total antara 2 orang dokter
(interrater) adalah 0,820. Sedangkan pada tiap-tiap ranah : visuospasial/eksekutif
0,817, penamaan (naming) 0,985, dan atensi 0,969. Sementara untuk ranah bahasa
0,990;abstraksi 0,957; memori 0,984 dan orientasi 1,00. Sehingga dapat
digunakan dalam skrining penilaian fungsi kognitif bagi pasien-pasien di
Indonesia (Sacktor, 2005).

2.7 Tatalaksana
Pada prinsipnya penatalaksanaan gangguan prilaku dan demensia dapat dibagi dalam
terapi medikamentosa dan nonmedikamentosa.

2.7.1 Terapi medikamentosa


Terapi obat-obatan diberikan untuk mengatasi faktor penyebab dan mencegah
atau memperlambat perkembangan demensia. Pada kasus demensia lanjut, terapi obat-
obatan tidak untuk mengobati penyebab melainkan ditujukan untuk meminimalkan gejala

24
psikologis dan gangguan prilaku yang terjadi. Beberapa obat-obatan dapat digolongkan
menjadi:
a. Neurotropika: pyritinol, piracetam, sabeluzole
b. Ca-antagonis: nimodipine, citicholine, cinnarizine, pentoxiphiline, pantoyl GABA
c. Acethylcholinesterase inhibitor: tacrine, donopezil, galantamine, rivastigmin,
memantine
Obat-obat lain dapat diberikan sesuai dengan gejala akibat gangguan psikologis
dan perilaku seperti:
a. Antipsikotik tipikal: haloperidol
b. Antipsikotik atipikal: clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine
c. Anxiolitik: clobazam, lorazepam, buspirone, trazodone dan sebagainya.
d. Antidepresan: amitriptilin, tofranil, asendin, SSRI.
e. Mood stabilizer: carbamazepine, divalproex, neurontin dan sebagainya
(Saddock, 2014)

2.7.2 Terapi nonmedikamentosa


Intervensi nonfarmakologis harus dilakukan secara holistic meliputi lingkungan,
psikologis, kemampuan bahasa dan lain-lain. Intervensi psikologis dapat berupa
psikoterapi untuk mengurangi kecemasan, memberikan rasa aman dan ketenangan baik
dalam bentuk psikoterapi individual, kelompok maupun keluarga. Lingkungan tempat
tinggal juga perlu mendapat perhatian agar memberikan cukup kenyamanan serta
keamanan bagi penderita. Warna, bentuk, bahan, fasilitas seyogyanya disesuaikan untuk
mendukung program yang akan dilaksankan. Pendekatan lain meliputi adat, budaya,
keagamaan, pengembangan kesukaan/ hobi juga biasa dilakukan untuk memaksimalkan
potensi yang ada pada penderita sekaligus memberikan keselarasan dengan sisitem sosial
yang ada. Untuk caregiver diperlukan dukungan mental, pengembangan kemampuan
adaptasi, peningkatan kemandirian dan kemampuan menerima kenyataan.
Meskipun seorang individu dengan demensia harus selalu berada di bawah
perawatan medis, anggota keluarga idealnya menangani sebagian besar perawatan sehari-
hari. Perawatan medis harus fokus pada mengoptimalkan kesehatan individu dan kualitas
hidup sementara anggota keluarga membantu mengatasi dengan banyak tantangan untuk

25
merawat anggota keluarga dengan demensia. Perawatan medis tergantung pada kondisi
yang mendasari, tapi paling sering terdiri dari obat-obatan dan perawatan
nonmedikamentosa seperti terapi perilaku. Penghilangan stigma dan diskriminasi secara
sosial terutama pada daerah-daerah yang lebih cenderung materialistik menjadi penting
untuk memberikan kenyamanan secara psikologis bagi lansia. International Labour
Organization serta WHO menganjurkan pemerintah untuk memasukkan beberapa prinsip
dalam program nasional, diantaranya:
1. Kebebasan
a. Para lansia harus mendapatkan akses yang baik terhadap makanan, air,
perlindungan, pakaian, serta kesehatan melalui ketersediaan pendapatan,
dukungan keluarga dan masyarakat serta kemandirian.
b. Para lansia harus memiliki kesempatan untuk bekerja atau memiliki akses
pada kesempatan yang memungkinkan mereka mendapatkan sumber
pendapatan
c. Lansia harus dapat berpartisipasi dalam memutuskan kapan dan bagaimana
akan meninggalkan pekerjaannya
d. Para lansia harus mendapatkan akses untuk pendidikan dan program-program
pelatihan
e. Para lansia harus mendapatkan kesempatan untuk hidup dalam lingkungan
yang aman dan bisa menyesuaikan dengan perubahan kapasitasnya
f. Lansia harus bisa tetap tinggal dirumah selama mungkin

2. Partisipasi
a. Para lansia harus tetap tergabung dalam masyarakat, berpartisipasi secara
aktif dalam formulasi dan implementasi kebijaksanaan yang secara langsung
mempengaruhi kesejahteraannya dan membagikan pengetahuan dan
ketrampilan mereka dengan generasi berikutnya.
b. Lansia harus mampu mencari dan mencari kesempatan untuk melayani
masyarakat sebagai sukarelawan sesuai dengan kemampuannya.

26
c. Para lansia harus selalu dalam kerjasama dengan lansia lainnya.

3. Perhatian
a. Para lansia harus mendapatlkan keuntungan dari keluarga dan masyarakat
serta pelindungan selaras dengan setiap sistem sosial dari nilai-nilai budaya.
b. Para lansia harus memiliki akses pada pelayanan kesehatan untuk membantu
mereka menjaga atau mengembalikan tingkat kesejahteraan fisik, mental, dan
emosional serta untuk mencegah keterlambatan penyakit.
c. Lansia harus memiliki akses pada pelayanan sosial dan hukum untuk
meningkatkan otonomi, perlindungan dan perhatian.
d. Lansia harus mampu menggunakan ketersediaan institusi perlindungannya
dengan baik untuk memberikan perlindungan, rehabilitasi, stimulasi sosial
dan mental dalam lingkungan yang aman.
e. Lansia harus mampu menikmati hak asasi manusia dan kebebasan ketika
tinggal di tempat manapun, fasilitas pengobatan, termasuk penghormatan
akan martabatnya, keyakinan, kebutuhan, dan privasi serta hak untuk
membuat keputusan untuk kehidupan dan kualitas hidupnya.

4. Pemenuhan diri
a. Lansia harus mampu mencari kesempatan untuk pembangunan sepenuhnya
potensi diri mereka.
b. Lansia harus memiliki akses akan sumber pendidikan, budaya, spiritual, dan
rekreasional di masyarakat.

5. Martabat
a. Lansia harus mampu hidup dalam lingkungan yang aman dan bermartabat dan
bebas dari eksploitasi fisik maupun mental.
b. Lansia harus diperlakukan dengan baik tanpa melihat umur, jenis kelamin, ras
atau latar belakang etnik, disabilitas atau status yang lain dan di hargai secara
bebas akan kontribusi ekonomis mereka.

27
Para lansia yang mengalami demensia selayaknya mendapat penghargaan yang baik
tanpa memandang usia serta sejauh mana gangguan yang ada dan bahwasanya setiap orang
adalah unik, memiliki kepribadian tersendiri sehingga pendekatan masing-masing haruslah
disesuaikan. Beberapa kunci pokok dalam penanganan secara holistik yang dapat
dilaksanakan antara lain (NICE, 2004):
1. Tanpa diskriminasi
Para penderita demensia tidak boleh dikecualikan dari semua pelayanan semata-mata
karena diagnosis, usia atau gangguan yang ada.
2. Penjelasan yang tepat
Para penyedia layanan kesehatan harus selalu memberikan penjelasan dengn baik
kepada para penderita. Mereka harus mendapatkan informasi dengan baik, dipastikan
bahwa mereka dapat mengerti dan apabila terdapat gangguan dalam pemahaman maka
bias menggunakan alat bantu Mental Capacity Act 2005.
3. Carers/ penjaga yang membantu dalam kegiatan sehari hari
Para penyedia layanan kesehatan harus dipastikan mendapatkan hak untuk mendapatkan
penilaian atas apa yang dibutuhkan dan apabila mengalami stress psikologis, mereka
harus mendapatkan terapi psikologi termasuk cognitive behavioural therapy dari
ahlinya.
4. Koordinasi dan integrasi layanan kesehatan dan sosial
Penyedia layanan keehatan dan sosial harus berkoordinasi dalam bekerja melalui suatu
prosedur tertulis. Rencana dan strategi harus memasukkan sistem lokal serta pendekatan
budaya lokal yang bersifat spesifik mengingat kultur, penilaian, penghargaan serta
peranan setiap lansia dalam masyarakat tidaklah sama dalam setiap system budaya.
5. Penilaian memori
Penilaian memori harus dilakukan dan merupakan titik dimana rujukan dan penanganan
yang komperhensif harus dilakukan pada seseorang yang dicurigai menderita demensia.
6. Alat bantu diagnosis
Selain alat bantu terstandar untuk menilai status kognitif, alat bantu untuk menilai
gangguan struktur lain terutama pada otak juga harus ada.
7. Gangguan perilaku

28
Faktor pencetus terjadinya gangguan prilaku harus diidentifikasi dan penanganan harus
disesuaikan. Terapi kognitif dan perilaku bisa diberikan dengan pendekatan individu
bersamaan dengan terapi medikamentosa.
8. Pelatihan
Para penyedia layanan harus dipastikan mendapat pelatihan yang sesuai sesuai dengan
peranan dan tangung jawab masing-masing.
9. Kebutuhan kesehatan mental pada kondisi “acute hospitals”
Dalam keadaan tertentu dimana diperlukan penanganan perawatan rumah sakit, fasilitas
untuk itu harus tersedia sesuai dengan kebutuhan medis, sosial dan mental penderita.

29
BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Lokasi Pelaksanaan


Lokasi : Panti Jompo Tresna Werdha Teratai
Alamat : KM 6 Palembang

3.2 Waktu Pelaksanaan


Hari dan Tanggal :3Oktober 2015
Jam : 13.00WIB sampai selesai

3.3 Subjek Tugas Mandiri


Gangguan kognitif pada orang tua (lansia)

3.4 Langkah Kerja


1. Membuat proposal.
2. Melakukan konsultasi kepada pembimbing TPP.
3. Mengobservasi kasus-kasus Gangguan kognitif pada orang tua.
4. Mengumpulkan hasil kerja lapangan untuk mendapatkan suatu kesimpulan.
5. Membuat laporan hasil TPP dari data yang sudah didapatkan.

3.5 Pengumpulan data


Melakukan observasi langsung pada lansia dengan gangguan kognitif.

3.6 Pengolahan data


Analisis deskriptif yaitu pengolahan data yang dilakukan dengan cara
membandingkan teori dan data di lapangan.

30
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Berdasarkan TPP yang telah dilakukan pada hari Sabtu tanggal 03Oktober 2015 di Panti
Jompo Tresna Werdha TerataiJln. Sukajaya,Palembangdidapatkan data sebagai berikut :
4.1.1 Pasien pertama
Identitas Pasien
Nama :S
Umur : 71 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Sukajaya, Palembang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Gangguan Kognitif pada Orang Tua  Keterangan


I. Gejala Klinis
1) Demensia
 Penurunan daya ingat/ daya
pikir yang mengganggu
aktivitas sehari-hari
 Penurunan fungsi intelektual
(fungsi bahasa, memori dan
emosional)
 Fungsi emosional (emosi yang
labil, lekas marah, apatis dan
perilaku sosial yang kasar

II. Jenis-Jenis Demensia


1) Demensia Tipe Alzheimer
 Kehilangan daya ingat secara

31
bertahap
 Lupa cara menggunakan benda

2) Demensia Vaskular
 Biasanya karena adanya riwayat
penyakit stroke

3) Demensia terkait Trauma Kepala


 Sekule trauma kepala

4) Demensia Terkait HIV

III. Faktor Resiko


a. Faktor demografi yang meliputi
1. umur tua,  Umur Ny. S 71
2. ras/etnis (Asia),  Tahun
3. jenis kelamin (laki-laki), Ras Melayu
4. pendidikan rendah
b. Faktor atherogenik meliputi
1. hipertensi,
2. merokok,
3. penyakit jantung,
4. diabetes mellitus,
5. hiperlipidemia

32
c. Faktor non atherogenik meliputi
1. genetik,
2. gangguan perdarahan,
3. komsumsi tinggi alkohol,
4. tumor serebral,
5. trauma kepala,
6. infeksi intraserebral
d. Faktor yang berhubungan stroke
meliputi
1. pengurangan volume jaringan
otak, lokasi dan jumlah infark
e. Dukungan Keluarga
1) Dukungan informasional (keluarga Jarang bertemu
sebagai pemberi nasihat, usulan, saran dengan keluarga
dan petunjuk serta pemberian informasi)
2) Dukungan emosional (keluarga sebagai
tempat yang aman dan nyaman untuk
istirahat)
3) Dukungan instrumental (keluarga
sebagai sumber pertolongan yang
praktis dan konkret)
f. Tatalaksana
1. Terapi Medikamentosa
f. Antipsikotik tipikal: haloperidol
g. Antipsikotik atipikal: clozapine,
risperidone, olanzapine,
quetiapine
h. Anxiolitik: clobazam,
lorazepam, buspirone, trazodone
dan sebagainya.
i. Antidepresan: amitriptilin,

33
tofranil, asendin, SSRI.
j. Mood stabilizer: carbamazepine,
divalproex, neurontin dan
sebagainya
2. Terapi Non-Medikamentosa
a. Terapi terhadap lingkungan,
-
b. Terapi psikologis,
c. Terapi kemampuan bahasa

g. Mini Mental State Examinaton

Orientasi Max. Score Score


3. Sebutkan : 5 5
f) Tahun berapa sekarang
g) Musim apa sekarang
(hujan/kemarau)
h) Tanggal
i) Bulan
j) Hari

4. Sebutkan dimana kita sekarang : 5 5


f) Negara
g) Provinsi
h) Kota
i) Rumah Sakit (paling dekat rumah)
j) Bagian rumah (sebutkan)
Registrasi : 3 3
b) Pemeriksa menyebutkan 3 nama benda
dengan antara 1 detik waktu menyebut
nama benda tersebut (misalnya : buku,
mangkok, payung). Setelah selesai,

34
suruh penderita menyebutnya. Beri
angka 1 tiap jawaban yang betul. Bila
salah, suruh mengulang sampai betul
semua
Perhatian dan Kalkulasi : 5 1
b) Hitungan kurang 7. Misalnya : 100-7,
pendapatannya dikurangi lagi dengan 7,
demikian seterusnya sampai 5 jawaban.
Jadi : ( 100 – 7 = 93 – 7 = 86 – 7 = 79;
72; 65 ). Beri angka 1 bagi tiap jawaban
yang betul. Tes ini dapat diganti dengan
tes mengeja, yaitu mengeja mundur kata
: kartu (utrak).
Mengingat Kembali : 3 0
b) Tanyakan nama benda yang telah
disebutkan pada pertanyaan nomor 3.
beri angka 1 bagi tiap jawaban yang
betul.
Bahasa :
e) Anda tunjuk pada pensil dan arloji. 2 2
Suruh penderita menyebutkan nama
benda yang anda tunjuk
f) Suruh penderita mengulangi kalimat 1 1
berikut : “tanpa kalau, dan atau tetapi “
g) Suruh penderita melakukan suruhan 3
tingkat yaitu: Ambil kertas dengan
tanganmu, lipat menjadi setengah, dn 3
letakkan di lantai 3
h) Pasien diminta menutup mata, tulis
sebuah kalimat, dan gambar gambaran
berikut

35
3 3

Keterangan : Baik / normal : 25 – 30, Gangguan kognitif ringan : 21 – 24 Gangguan


kognitif sedang : 10 – 20, Gangguan kognitif berat : < 10
Total score = 23 (gangguan kognitif ringan)

36
a. Hasil MoCA-Ina

37
Dari Hasil Tes MoCA-Ina, Ny. S mendapatkan nilai 20. Pada tes
visuopasial/eksekutif, Ny, S tidak bisa membuat garis berurutan dari angka ke abjad,
tetapi pada saat membuat kubus dan membuat jam Ny. S bisa membuat dengan
sempurna. Berdasarkan hasil tersebut, nilai tes visuopasial/eksekutif Ny.S adalah 4.
Begitu juga dengan tes penamaan, Ny, S bisa mengetahui gambar hewan yang
terdapat pada tes MoCa-Ina. Berdasarkan hasil tersebut, nilai tes Penamaan Ny. S
adalah 3. Pada tes memori, subjek harus mengingat 5 kata yaitu wajah, sutera, Masjid,
anggrek, dan merah. Kata-kata tersebut harus diulangi oleh pasien selama 2 kali. Tes
memori tidak didapatkan nilai karena kata-kata tersebut akan diulangi kembali setelah
tes abstraksi dan dimasukan pada tes delaye recall. Pada tes atensi, Ny. S
mendapatkan nilai 2 dari nilai maksimumnya 6. Pada tes bahasa, Ny. S bisa
mengulangi satu kalimat dari dua kalimat yang harus diingat. Tetapi Ny. S tidak bisa
menyebutkan kata yang berawalan dengan huruf “F” sebanyak 11 kata. Jadi, Ny. S
mendapatkan nilai 1 pada tes bahasa. Ny. S mendapatkan nilai 2 pada tes abstraksi
yang bisa mengetahui kemiripan suatu benda seperti antara kereta dan sepeda . Pada
saat delayed recall, Ny. S tidak bisa mengingat kata-kata yang terdapat pada tes
memori, sehingga tidak mendapatkan nilai. Ny. S mendapatkan nilai 6 pada tes
orientasi. Tes orientasi harus mengetahui tanggal, bulan, tahun, hari, tempat, dan kota
yang Ny.S tinggal sekarang.

b. Instrumen Pengkajian Aktivitas Hidup Sehari-hari dengan Indeks Barthel

No Aktivitas Kemampuan Skor Skor


Ny. R
1. Mengendalikan rangsang Tidak terkendali / tidak teratur 0
buang air besar (BAB) Kadang kala tidak terkendali 1
Terkendali teratur 2 

38
2. Mengendalikan rangsang Tidak terkendali 0
buang air kecil (BAK) Kadang kala tidak terkendali 1
Terkendali teratur 2 
3. Membersihkan diri Membutuhkan bantuan orang 0
(menyikat gigi, lain
memasang gigi palsu, Mandiri 1 
menyisir rambut,
bercukur, cuci muka)
4. Penggunaan jamban / Tergantung pertolongan orang 0
toilet, masuk dan keluar lain
wc (melepas, memakai Perlu bantuan pada beberapa 1
celana, aktivitas
membersihkan/menyeka, Mandiri 2 
menyiram)
5. Makan Tidak mampu 0
Perlu dibantu memotong 1
makanan
Mandiri 2 
6. Berpindah posisi dari Tidak mampu 0
tempat tidur ke kursi dan Perlu banyak bantuan untuk bisa 1
sebaliknya duduk
Perlu sedikit bantuan saja 2
Mandiri 3 
7. Mobilitas / berjalan Tidak mampu (imobilitas) 0
Bisa pindah / mobilitas dengan 1
kursi roda
Berjalan dengan bantuan 1 orang 2
Mandiri 3 
8. Memakai baju/ Tergantung bantuan orang lain 0

39
berpakaian Sebagian dibantu orang lain 1
(misal mengancing baju,
resleting)
Mandiri 2 

9. Naik turun tangga Tidak mampu 0


Butuh bantuan orang lain 1
Mandiri 2 
10. Mandi Tergantung orang lain 0
Mandiri 1 

Total Skor 20

Interpretasi: Mandiri
Nilai Aktivitas Hidup Sehari-hari
20 : Mandiri
12– 19 : Ketergantungan Ringan
9– 11 : Ketergantungan Sedang
5– 8 : Ketergantungan Berat
0– 4 : Ketergantungan Total

40
4.1.2 Pasien kedua

Identitas Pasien
Nama :M
Umur : 75 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Sukajaya, Palembang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Gangguan Kognitif pada Orang Tua  Keterangan


IV. Gejala Klinis
2) Demensia 
 Penurunan daya ingat/ daya
pikir yang mengganggu 
aktivitas sehari-hari
 Penurunan fungsi intelektual
(fungsi bahasa, memori dan
emosional)
 Fungsi emosional (emosi yang
labil, lekas marah, apatis dan
perilaku sosial yang kasar

V. Jenis-Jenis Demensia
5) Demensia Tipe Alzheimer

 Kehilangan daya ingat secara
bertahap
 Lupa cara menggunakan benda

6) Demensia Vaskular
 Biasanya karena adanya riwayat
penyakit stroke

41
7) Demensia terkait Trauma Kepala
 Sekule trauma kepala

Demensia Terkait HIV


VI. Faktor Resiko
h. Faktor demografi yang meliputi
5. umur tua,  75 tahun

6. ras/etnis (Asia),
7. jenis kelamin (laki-laki),

8. pendidikan rendah
i. Faktor atherogenik meliputi
6. hipertensi,
7. merokok,
8. penyakit jantung,
9. diabetes mellitus,
10. hiperlipidemia
j. Faktor non atherogenik meliputi
7. genetik,
8. gangguan perdarahan,
9. komsumsi tinggi alkohol,
10. tumor serebral,
11. trauma kepala,
12. infeksi intraserebral
k. Faktor yang berhubungan stroke
meliputi
2. pengurangan volume jaringan
otak, lokasi dan jumlah infark
l. Dukungan Keluarga
4) Dukungan informasional (keluarga
sebagai pemberi nasihat, usulan, saran
dan petunjuk serta pemberian informasi)

42
5) Dukungan emosional (keluarga sebagai
tempat yang aman dan nyaman untuk
istirahat)
6) Dukungan instrumental (keluarga
sebagai sumber pertolongan yang
praktis dan konkret)
m. Tatalaksana
3. Terapi Medikamentosa
k. Antipsikotik tipikal: haloperidol
l. Antipsikotik atipikal: clozapine,
risperidone, olanzapine,
quetiapine
m. Anxiolitik: clobazam,
lorazepam, buspirone, trazodone
dan sebagainya.
n. Antidepresan: amitriptilin,
tofranil, asendin, SSRI.
o. Mood stabilizer: carbamazepine,
divalproex, neurontin dan
sebagainya
4. Terapi Non-Medikamentosa
d. Terapi terhadap lingkungan,
e. Terapi psikologis,
f. Terapi kemampuan bahasa

43
a. Mini Mental State Examinaton
Orientasi Max. Score Score
5. Sebutkan : 5 0
k) Tahun berapa sekarang
l) Musim apa sekarang
(hujan/kemarau)
m) Tanggal
n) Bulan
o) Hari

6. Sebutkan dimana kita sekarang : 5 0


k) Negara
l) Provinsi
m) Kota
n) Rumah Sakit (paling dekat
rumah)
o) Bagian rumah (sebutkan)
Registrasi : 3 3
c) Pemeriksa menyebutkan 3 nama
benda dengan antara 1 detik waktu
menyebut nama benda tersebut
(misalnya : buku, mangkok,
payung). Setelah selesai, suruh
penderita menyebutnya. Beri
angka 1 tiap jawaban yang betul.
Bila salah, suruh mengulang
sampai betul semua
Perhatian dan Kalkulasi : 5 0

44
c) Hitungan kurang 7. Misalnya :
100-7, pendapatannya dikurangi
lagi dengan 7, demikian
seterusnya sampai 5 jawaban. Jadi
: ( 100 – 7 = 93 – 7 = 86 – 7 = 79;
72; 65 ). Beri angka 1 bagi tiap
jawaban yang betul. Tes ini dapat
diganti dengan tes mengeja, yaitu
mengeja mundur kata : kartu
(utrak).
Mengingat Kembali : 3 0
c) Tanyakan nama benda yang telah
disebutkan pada pertanyaan nomor
3. beri angka 1 bagi tiap jawaban
yang betul.
Bahasa :
i) Anda tunjuk pada pensil dan 2 2
arloji. Suruh penderita
menyebutkan nama benda yang
anda tunjuk 1 1
j) Suruh penderita mengulangi
kalimat berikut : “tanpa kalau, dan
atau tetapi “
k) Suruh penderita melakukan 3 0
suruhan 3 tingkat yaitu: Ambil
kertas dengan tanganmu, lipat
menjadi setengah, dn letakkan di
lantai
l) Pasien diminta menutup mata, 3 0
tulis sebuah kalimat, dan gambar
gambaran berikut

45
Keterangan : Baik / normal : 25 – 30, Gangguan kognitif ringan : 21 – 24
Gangguan kognitif sedang : 10 – 20, Gangguan kognitif berat : < 10
Interpretasi Total : 6 (gangguan kognitif berat)

46
b. Kuesioner MoCA-Ina

47
Pada pemeriksaan MoCA-Ina terdapat berbagi macam aspek penilaian. Penilaian
yang pertama adalah menilai visuospasial/eksekutif. Pada pemeriksaan visospasial atau
eksekutif terdapat 3 buah gambar, gambar pertama adalah berupa pola. Ny. M diminta
untuk meneruskan pola tersebut. Gambar kedua adalah gambar kubus, Ny. M diminta
untuk menyalin gambar kubus. Sedangkan gambar ketiga adalah gambar jam yang
menunjukkan pukul 11 lebih 10 menit. Pada gambar pertama Ny. M tidak bisa
melanjutkan pola yang ada, pada gambar kedua Ny. M tidak bisa menggambar kubus dan
pada gambar ketiga Ny. M bisa menggambarkan jam yang menunjukkan pukul 11 lebih
10 menit, namun hanya dari bentuk, sedangkan angka dan jarum jam tidak bisa. Sehingga
pada pemeriksaan visuospasial/eksekutif pasien mendapatkan score 1. Penilaian yang
kedua adalah penamaan. Pada pemeriksaan penamaan terdapat 3 ekor gambar hewan, dan
Ny. M diminta untuk menyebutkan nama hewan tersebut. Pada gambar pertama beliau
tidak dapat menyebutkan gambar gajah dengan benar, beliau tidak menyebutkan hewan
tersebut apa, pada gambar kedua pasien tidak dapat menyebut gambar badak dengan
benar, beliau menyebutkan hewan tersebut adalah gajah dan pada gambar ketiga pasien
dapat menyebutkan gambar unta dengan baik. Score yang didapatkan Ny. M adalah 1.
Pemeriksaan ketiga adalah pemeriksaan memori, pemeriksa akan menyebutkan 5 kata
(wajah, sutera, masjid, anggerek, merah) lalu Ny. M diminta untuk mengulangi secara
benar dan berurutan sebanyak 2 kali, meskipun berakhir pada percobaan yang pertama
lakukan recall setelah 5 menit kemudian. Pemeriksaan ketiga adalah pemeriksaan atensi.
Ny. M diminta membaca angka, setiap 1 angka 1 detik. Ny. M harus mengulangi dari
awal angka 2, 1, 8, 5, 4 dan mengulangi dari belakang angka 7, 4, 2. Apabila Ny. M dapat
melakukan keduanya dengan benar maka akan di dapatkan score 2, namun Ny. M tidak
dapat melakukan hal tersebut dengan benar sehingga mendapatkan score 0. Pemeriksaan
atensi yang berikutnya adalah Ny. M diminta membaca daftar huruf dan harus mengetuk
dengan tangannya setiap kali huruf A muncul. Poin 0 apabila lebih dari 2 kesalahan. Pada
Ny. M tidak dapat melakukan hal tersebut dengan benar sehingga NY. M mendapatkan
score 0. Pemeriksaan atensi berikutnya adalah pengurangan angka 7. Pengurangan akan
dimulai dari 100 dikurang 7 lalu selanjutnya dilakukan sampai 5 kali pengurangan. Ny.
M tidak dapat menjawab 1 pun dengan benar sehingga score Ny. M adalah 0.
Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan bahasa. Pemeriksaan bahasa yang pertama

48
Ny. M diminta untuk mengulangi kalimat wati membantu saya menyapu lantai hari ini
dan tikus bersembunyi di bawah dipan ketika kucing datang. Ny. M mendapatkan score
0. Lalu selanjutnya pemeriksaan bahasa, dimana Ny, M diminta untuk menyebutkan
sebanyak mungkin kata yang berawalan huruf F. namun Ny. Mati juga mendapatkan
socre 0 pada pemeriksaan ini. Selanjutnya adalah pemeriksaan abstraksi dimana Ny. M
diminta untuk menentukan kategori kelompok dari kata-kata yang disebutkan, seperti
kereta dan sepeda termasuk dalam kategori transprotasi, jam dan penggaris termasuk ke
dalam kategori alat ukur. Namun Ny. M juga tidak dapat menjawab dengan tepat
sehingga Ny. M mendapatkan score 0. Pada pemeriksaan delayed recall Ny. M harus
mengingat kembali 5 kata yang sudah di sebutkan pada awal pemeriksaan tadi secara
benar, tepat dan urut. Apabila pada percobaan pertama gagal maka di bantu dengan
memberikan beberapa petunjuk, dan apabila masih gagal maka di bantu dengan member
petunjuk pilihan ganda. Namun score yang dihitung adalah pada saat pemeriksaan adalah
0 dikarenakan Ny. M tidak dapat mengulang tanpa adanya petunjuk. Sedangkan
pemeriksaan terakhir dari pemeriksaan MoCA – Ina adalah pemeriksaan orientasi dimana
Ny. M diminta untuk menyebutkan tanggal berapa sekarang, bulan, tahun, hari tempat
dan kota. Namun Ny. M tidak bisa menyebutkan hari, tempat dan kota. Sehingga score
yang di dapatkan Ny. M adalah 0. Hasil score total dari pemeriksaan MoCA-Ina pada Ny,
W adalah 4

c. Instrumen Pengkajian Aktivitas Hidup Sehari-hari dengan Indeks Barthel

No Aktivitas Kemampuan Skor Skor


Ny. R
1. Mengendalikan rangsang Tidak terkendali / tidak teratur 0
buang air besar (BAB) Kadang kala tidak terkendali 1
Terkendali teratur 2 

2. Mengendalikan rangsang Tidak terkendali 0 


buang air kecil (BAK)
Kadang kala tidak terkendali 1
Terkendali teratur 2
3. Membersihkan diri Membutuhkan bantuan orang 0
(menyikat gigi, lain

49
memasang gigi palsu, Mandiri 1 
menyisir rambut,
bercukur, cuci muka)

4. Penggunaan jamban / Tergantung pertolongan orang 0


toilet, masuk dan keluar lain
wc (melepas, memakai Perlu bantuan pada beberapa 1 
celana, aktivitas
membersihkan/menyeka,
menyiram) Mandiri 2
5. Makan Tidak mampu 0
Perlu dibantu memotong 1
makanan
Mandiri 2 
6. Berpindah posisi dari Tidak mampu 0
tempat tidur ke kursi dan
Perlu banyak bantuan untuk bisa 1
sebaliknya
duduk
Perlu sedikit bantuan saja 2
Mandiri 3 
7. Mobilitas / berjalan Tidak mampu (imobilitas) 0
Bisa pindah / mobilitas dengan 1
kursi roda

Berjalan dengan bantuan 1 orang 2


Mandiri 3 
8. Memakai baju/ Tergantung bantuan orang lain 0
berpakaian
Sebagian dibantu orang lain 1
(misal mengancing baju,
resleting)
Mandiri 2 

9. Naik turun tangga Tidak mampu 0


Butuh bantuan orang lain 1
Mandiri 2 
10. Mandi Tergantung orang lain 0
Mandiri 1 

50
Total Skor 17

Interpretasi: Ketergantungan Ringan


Nilai Aktivitas Hidup Sehari-hari
20 : Mandiri
12– 19 : Ketergantungan Ringan
9– 11 : Ketergantungan Sedang
5– 8 : Ketergantungan Berat
0– 4 : Ketergantungan Total

51
4.1.3 Pasien ketiga
Identitas Pasien
Nama :W
Umur : 69 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. Sukajaya, Palembang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Gangguan Kognitif pada Orang Tua  Keterangan


VII. Gejala Klinis
3) Demensia
 Penurunan daya ingat/ daya
pikir yang mengganggu
aktivitas sehari-hari 
 Penurunan fungsi intelektual
(fungsi bahasa, memori dan
emosional)
 Fungsi emosional (emosi yang
labil, lekas marah, apatis dan
perilaku sosial yang kasar

VIII. Jenis-Jenis Demensia


8) Demensia Tipe Alzheimer
 Kehilangan daya ingat secara 
bertahap
 Lupa cara menggunakan benda 

9) Demensia Vaskular

52
 Biasanya karena adanya riwayat
penyakit stroke

10) Demensia terkait Trauma Kepala


 Sekule trauma kepala

Demensia Terkait HIV


IX. Faktor Resiko
d. Faktor demografi yang meliputi
9. umur tua,
10. ras/etnis (Asia), 
11. jenis kelamin (laki-laki),
12. pendidikan rendah
e. Faktor atherogenik meliputi
11. hipertensi,
12. merokok,
13. penyakit jantung,
14. diabetes mellitus,
15. hiperlipidemia
f. Faktor non atherogenik meliputi
13. genetik,
14. gangguan perdarahan,
15. komsumsi tinggi alkohol,
16. tumor serebral,
17. trauma kepala,
18. infeksi intraserebral
g. Faktor yang berhubungan stroke
meliputi
3. pengurangan volume jaringan
otak, lokasi dan jumlah infark
h. Dukungan Keluarga  Memiliki 5 orang

53
7) Dukungan informasional (keluarga suami, tetapi
sebagai pemberi nasihat, usulan, saran sebagian sudah
dan petunjuk serta pemberian informasi) meninggal dan
8) Dukungan emosional (keluarga sebagai ada yang sudah
tempat yang aman dan nyaman untuk bercerai
istirahat)  Memiliki 7 orang
9) Dukungan instrumental (keluarga anak, tetapi sudah
sebagai sumber pertolongan yang meninggal semua
praktis dan konkret) ketika masih
kecil.
i. Tatalaksana  Tidak pernah
5. Terapi Medikamentosa melakukan
p. Antipsikotik tipikal: haloperidol serangkaian
q. Antipsikotik atipikal: clozapine, terapi, karena Ny.
risperidone, olanzapine, W tidak pernah
quetiapine berkonsultasi ke
r. Anxiolitik: clobazam, dokter
lorazepam, buspirone, trazodone
dan sebagainya.
s. Antidepresan: amitriptilin,
tofranil, asendin, SSRI.
t. Mood stabilizer: carbamazepine,
divalproex, neurontin dan
sebagainya
6. Terapi Non-Medikamentosa
g. Terapi terhadap lingkungan,
h. Terapi psikologis,
i. Terapi kemampuan bahasa

54
a. Mini Mental State Examinaton
Orientasi Max. Score Score
7. Sebutkan : 5 2
p) Tahun berapa sekarang
q) Musim apa sekarang
(hujan/kemarau)
r) Tanggal
s) Bulan
t) Hari

8. Sebutkan dimana kita sekarang : 5 2


p) Negara
q) Provinsi
r) Kota
s) Rumah Sakit (paling dekat
rumah)
t) Bagian rumah (sebutkan)
Registrasi : 3 3
d) Pemeriksa menyebutkan 3 nama
benda dengan antara 1 detik waktu
menyebut nama benda tersebut
(misalnya : buku, mangkok,
payung). Setelah selesai, suruh
penderita menyebutnya. Beri
angka 1 tiap jawaban yang betul.
Bila salah, suruh mengulang
sampai betul semua
Perhatian dan Kalkulasi : 5 0
d) Hitungan kurang 7. Misalnya

55
:100-7, pendapatannya dikurangi
lagi dengan 7, demikian
seterusnya sampai 5 jawaban. Jadi
: ( 100 – 7 = 93 – 7 = 86 – 7 = 79;
72; 65 ). Beri angka 1 bagi tiap
jawaban yang betul. Tes ini dapat
diganti dengan tes mengeja, yaitu
mengeja mundur kata : kartu
(utrak).
Mengingat Kembali : 3 3
d) Tanyakan nama benda yang telah
disebutkan pada pertanyaan nomor
3. beri angka 1 bagi tiap jawaban
yang betul.
Bahasa :
m) Anda tunjuk pada pensil dan 2 2
arloji. Suruh penderita
menyebutkan nama benda yang
anda tunjuk 1 1
n) Suruh penderita mengulangi
kalimat berikut : “tanpa kalau, dan
atau tetapi “
o) Suruh penderita melakukan 3 3
suruhan 3 tingkat yaitu: Ambil
kertas dengan tanganmu, lipat
menjadi setengah, dn letakkan di
lantai
p) Pasien diminta menutup mata, 3 0
tulis sebuah kalimat, dan gambar
gambaran berikut

56
Keterangan : Baik / normal : 25 – 30, Gangguan kognitif ringan : 21 – 24
Gangguan kognitif sedang : 10 – 20, Gangguan kognitif berat : < 10
Total score = 16 (gangguan kognitif sedang)

57
b. Kuesioner MoCA-Ina

58
Pada pemeriksaan MoCA-Ina terdapat berbagi macam aspek penilaian. Penilaian
yang pertama adalah menilai visuospasial/eksekutif. Pada pemeriksaan
visuospasial/eksekutif Ny. W mendapatkan score 0. Penilaian yang kedua adalah
penamaan. Pada pemeriksaan ini pasien mendapatkan score 2. Pemeriksaan ketiga adalah
pemeriksaan memori, pemeriksa akan menyebutkan 5 kata (wajah, sutera, masjid,
anggerek, merah) lalu Ny. W diminta untuk mengulangi secara benar dan berurutan
sebanyak 2 kali, meskipun berakhir pada percobaan yang pertama lakukan recall setelah
5 menit kemudian. Pemeriksaan ketiga adalah pemeriksaan atensi. Ny. W diminta
membaca angka, setiap 1 angka 1 detik. Ny. W harus mengulangi dari awal angka 2, 1, 8,
5, 4 dan mengulangi dari belakang angka 7, 4, 2. Ny. W tidak dapat melakukan hal
tersebut dengan benar sehingga mendapatkan score 0. Pemeriksaan atensi yang
berikutnya adalah Ny. W diminta membaca daftar huruf dan harus mengetuk dengan
tangannya setiap kali huruf A muncul. Pada Ny. W tidak dapat melakukan hal tersebut
dengan benar sehingga NY. W mendapatkan score 0. Ny.W mengalami gangguan pada
proses belajar (learning) yang ditandai dengan kesulitan untuk mengerti pada saat tes
atensi. Hal ini sesuai dengan teori menurut kusumoputro, 2001 salah satu kriteria
diagnosis MCI adalah gangguan pada proses belajar (learning). Pemeriksaan atensi
berikutnya adalah pengurangan angka 7. Ny. W tidak dapat menjawab 1 pun dengan
benar sehingga score Ny. W adalah 0. Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan
bahasa. Pemeriksaan bahasa yang pertama Ny. Wati diminta untuk mengulangi kalimat
wati membantu saya menyapu lantai hari ini dan tikus bersembunyi di bawah dipan
ketika kucing datang. Ny. W mendapatkan score 0. Lalu selanjutnya pemeriksaan bahasa,
dimana Ny, W diminta untuk menyebutkan sebanyak mungkin kata yang berawalan huruf
F. namun Ny. Wati juga mendapatkan socre 0 pada pemeriksaan ini. Selanjutnya adalah
pemeriksaan abstraksi dimana Ny. W juga tidak dapat menjawab dengan tepat sehingga
Ny. W mendapatkan score 0. Pada pemeriksaan delayed recallNy. W harus mengingat
kembali 5 kata yang sudah di sebutkan pada awal pemeriksaan tadi secara benar, tepat
dan urut. Namun score yang dihitung adalah pada saat pemeriksaan adalah 0 dikarenakan
Ny. W tidak dapat mengulang tanpa adanya petunjuk. Ny. W juga sangat kesulitan untuk
mengingat kembali kata-kata yang sudah diucapkan ketika diberi selang waktu 5 menit
kemudian walaupun sudah diberi bantuan. Hal ini sesuai dengan dengan teori menurut

59
Kusumoputro, 2001 yang mengatakan bahwa salah satu kriteria diagnosis MCI adalah
delayed recall atau mengalami kesulitan mengingat kembali sebuah informasi walaupun
telah diberikan bantuan isyarat. Sedangkan pemeriksaan terakhir dari pemeriksaan MoCA
– Ina adalah pemeriksaan orientasi dimana Ny. W diminta untuk menyebutkan tanggal
berapa sekarang, bulan, tahun, hari tempat dan kota. Namun Ny. W hanya bisa
menyebutkan hari, tempat dan kota. Sehingga score yang di daapatkan Ny. W adalah 3.
Hasil score total dari pemeriksaan MoCA-Ina pada Ny, W adalah 5 merupakan abnormal.

c. Instrumen Pengkajian Aktivitas Hidup Sehari-hari dengan Indeks Barthel

No Aktivitas Kemampuan Skor Skor


Ny. R
1. Mengendalikan rangsang Tidak terkendali / tidak teratur 0
buang air besar (BAB) Kadang kala tidak terkendali 1
Terkendali teratur 2 2

2. Mengendalikan rangsang Tidak terkendali 0


buang air kecil (BAK)
Kadang kala tidak terkendali 1
Terkendali teratur 2 2
3. Membersihkan diri Membutuhkan bantuan orang 0
(menyikat gigi, lain
memasang gigi palsu, Mandiri 1 1
menyisir rambut,
bercukur, cuci muka)

4. Penggunaan jamban / Tergantung pertolongan orang 0


toilet, masuk dan keluar lain
wc (melepas, memakai Perlu bantuan pada beberapa 1
celana, aktivitas
membersihkan/menyeka,
menyiram) Mandiri 2 2
5. Makan Tidak mampu 0
Perlu dibantu memotong 1
makanan
Mandiri 2 2
6. Berpindah posisi dari Tidak mampu 0

60
tempat tidur ke kursi dan Perlu banyak bantuan untuk bisa 1
sebaliknya duduk
Perlu sedikit bantuan saja 2
Mandiri 3 3
7. Mobilitas / berjalan Tidak mampu (imobilitas) 0
Bisa pindah / mobilitas dengan 1
kursi roda

Berjalan dengan bantuan 1 orang 2


Mandiri 3 3
8. Memakai baju/ Tergantung bantuan orang lain 0
berpakaian
Sebagian dibantu orang lain 1
(misal mengancing baju,
resleting)
Mandiri 2 2

9. Naik turun tangga Tidak mampu 0


Butuh bantuan orang lain 1
Mandiri 2 2
10. Mandi Tergantung orang lain 0
Mandiri 1 1

Total Skor 20

Interpretasi: mandiri
Nilai Aktivitas Hidup Sehari-hari
20 : Mandiri
12– 19 : Ketergantungan Ringan
9– 11 : Ketergantungan Sedang
5– 8 : Ketergantungan Berat
0– 4 : Ketergantungan Total

61
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pasien pertama

Pada pasien pertama bernama Ny. S berusia 71 tahun. Pendidikan terakhir


Ny. S adalah tidak sekolah. Pada Ny. S tidak mengalami penurunan daya ingat
atau daya pikir yang menganggu aktivitas sehari-hari. Ny. S juga tidak megalami
penurunan fungsi memori dan emosional. Namun pada Ny. S kemungkinan
mengalami penurunan fungsi intelektual, dikarenakan terjadi penurunan bahasa.
Ny. Stidak mengalami kehilangan daya ingat yang secara bertahap
dantidak juga lupa cara menggunakan benda. Menurut Nugroho, 2003 gejala
klasik penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan memori (daya ingat) yang
terjadi secara bertahap, termasuk kesulitan menemukan atau menyebutkan kata
yang tepat, tidak mampu mengenali objek, lupa cara menggunakan benda biasa
dan sederhana, seperti pensil, lupa mematikan kompor, menutup jendela atau
menutup pintu, suasana hati dan kepribadian dapat berubah, agitasi, masalah
dengan daya ingat, dan membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan
perilaku yang tidak biasa. Apabila dikaitkan dengan teori Ny. Stidak termasuk ke
dalam jenis demensia tipe Alzheimer karena Ny. Stidak memiliki gejala-gejala
tersebut. Kemungkinan pasien juga tidak mengalami demensia vascular. Pada
Ny. S juga tidak ditemukan adanya riwayat penyakit stroke. Berdasarkan teori
menurut Kaplan, 2014. Ny. S mengatakan bahwa punya riwayat trauma kepala.
Menurut Kaplan, 2014 Demensia dapat merupakan sekuele trauma kepala,
sebagaimana halnya serangkaian luas sindrom neuropskiatri lain, termasuk
neurosifilis. Jadi apabila dikaitkan dengan teori Ny. S mengalami demensia terkait
trauma kepala. Ny. S juga tidak ada riwayat penyakit HIV dimana berdasarkan
teori menurut Kaplan, 2014 Ny. S tidak mengalami demensia terkait HIV.
Pada Ny. S kemungkinan faktor resiko nya adalah usia tua. Hal ini sesuai
dengan teori menurut National Colaborating Centre for Mental Heatlh, 2007 yang
mengatakan bahwa faktor yang tidak dapat dikendalikan yaitu usia tua, genetik,
jenis kelamin perempuan, gangguan intelektual.
Ny. S memasuki fase lansia Ny. S tidak mendapatkan dukungan keluarga
meliputi dukungan informasional (keluarga sebagai pemberi nasihat, usulan, saran

62
dan petunjuk serta pemberi informasi), dukungan emosional (keluarga sebagai
tempat yang aman dan nyaman sebagai tempat istirahat), dan dukungan
instrumental (keluarga sebagai sumber pertolongan yang praktis dan konkret).
Menurut Friedman, 1998 pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman
dan cinta kasih dari lingkungan termasuk keluarga. Keluarga harus senantiasa
memberikan suasana aman, tidak gaduh, dan membiarkan lansia untuk melakukan
kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
Berdasarkan hasil wawancara Ny. S juga mengatakan bahwa beliau tidak
mengkonsumsi obat-obatan seperti anti psikotik, anxiolitik, anti depresan dll. Ny.
S juga mengatakan tidak pernah menjalankan serangkain terapi seperti terapi
terhadap lingkungan, terapi psikologis, dan terapi kemampuan bahasa.
Berdasarkan teori menurut Kaplan, 2014 terapi obat-obatan diberikan untuk
mengatasi faktor penyebab dan mencegah atau memperlambat perkembangan
demensia. Pada kasus demensia lanjut, terapi obat-obatan tidak untuk mengobati
penyebab melainkan ditujukan untuk meminimalkan gejala psikologis dan
gangguan prilaku yang terjadi. Berdasarkan hasil diskusi kelompok kemungkinan
Ny. S ini belum menderita demensia, dan beliau hanya menganggap semua hal
yang terjadi pada dirinya hanya hal biasa sehingga Ny. S tidak pernah
berkonsultasi dengan dokter dan mendapatkan berbagai macam obat-obatan.
Seharusnya pada pasien demensia harus diberikan serangkaian terapi meliputi
terapi medikamentosa.
Hasil pemeriksaan Mini Mental State Examination terhadap Ny. S pada
orientasi mendapatkan score 5 dimana Ny. Sbisa menjawab ketika ditanyakan
tahun, musim sekarang, tanggal, bulan, dan hari pada saat sekarang. Saat
ditanyakan sedang dimana sekarang Ny. S dapat menjelaskan Negara Indonesia,
Provinsi Sumatera Selatan, di kota Palembang, dekat Rumah sakit mata dan di
ruang tamu (bagian rumah) sehingga mendapatkan nilai 5. Pada pemeriksaan
bagian registrasi ketika Ny. S diminta mengulang 3 kata yang di sebutkan oleh
pemeriksa, Ny. S dapat mengulangi ketiga kata secara benar dan urut. Pada
pemeriksaan perhatian dan kalkulasi hitungan kurang 7, Ny. S hanya menjawab
satu pertanyaan ketika di Tanya 100 dikurang 7. Pada pemeriksaan perhatian dan

63
kalkulasi Ny. S mendapatkan nilai 1. Pada pemerikaan mengingat kembali 3 kata
yang disebut Ny. S tidak dapat mengingat dan mengucapkan kembali 3 kata yang
sudah dikatakan sebelumnya. Pada pemeriksaan bahasa ketika pemeriksa
menunjuk pensil dan arloji Ny. S dapat menjawab dengan baik. Ny. S juga dapat
mengulangi kata tanpa, kalau, dan atau tetapi. Ny. S juga dapat melakukan
suruhan 3 tingkat yaitu: ambil kertas, lipat menjadi setengah dan letakkan di
lantai. Ny. S diminta untuk menggambarkan persegi lima, beliau dapat
menggambarkan kembali dengan baik. Sehingga pada pemeriksaan bahasa Ny. S
mendapatkan score 9. Berdasarkan hasil pemeriksaan mini mental state
examination Ny. S mendapatkan total score 23, yang apabila dikaitkan dengan
teori menurut Lumbantobing, 2001 mengatakan bahwa nilai 21-23 adalah
gangguan kognitif ringan.
Pada pemeriksaan MoCA-Ina terdapat berbagi macam aspek penilaian.
Penilaian yang pertama adalah menilai visuospasial/eksekutif. Pada tes
visuopasial/eksekutif, Ny, S tidak bisa membuat garis berurutan dari angka ke
abjad, tetapi pada saat membuat kubus dan membuat jam Ny. S bisa membuat
dengan sempurna. Berdasarkan hasil tersebut, nilai tes visuopasial/eksekutif Ny.
S adalah 4. Begitu juga dengan tes penamaan, Ny, S bisa mengetahui gambar
hewan yang terdapat pada tes MoCa-Ina. Berdasarkan hasil tersebut, nilai tes
Penamaan Ny. S adalah 3. Pada tes memori, subjek harus mengingat 5 kata yaitu
wajah, sutera, Masjid, anggrek, dan merah. Kata-kata tersebut harus diulangi oleh
pasien selama 2 kali. Tes memori tidak didapatkan nilai karena kata-kata tersebut
akan diulangi kembali setelah tes abstraksi dan dimasukan pada tes delaye recall.
Pada tes atensi, Ny. S mendapatkan nilai 2 dari nilai maksimumnya 6. Pada tes
bahasa, Ny. S bisa mengulangi satu kalimat dari dua kalimat yang harus diingat.
Tetapi Ny. S tidak bisa menyebutkan kata yang berawalan dengan huruf “F”
sebanyak 11 kata. Jadi, Ny. S mendapatkan nilai 1 pada tes bahasa. Ny. S
mendapatkan nilai 2 pada tes abstraksi yang bisa mengetahui kemiripan suatu
benda seperti antara kereta dan sepeda . Pada saat delayed recall, Ny. S tidak bisa
mengingat kata-kata yang terdapat pada tes memori, sehingga tidak mendapatkan
nilai. Ny. S mendapatkan nilai 6 pada tes orientasi . Tes orientasi harus

64
mengetahui tanggal, bulan, tahun, hari, tempat, dan kota yang Ny.S tinggal
sekarang. Hasil score total dari pemeriksaan MoCA-Ina pada Ny, S adalah 20
dimana bila berdasarkan teori menurut Sacktor 2005 merupakan abnormal.
Pada pemeriksaan ADL dengan menggunakan indeks Barthel, Ny. S
masih dapat mengendalikan rangsang buang air besar (BAB), mengendalikan
rangsang buang air kecil (BAK), membershkan diri (menyikat gigi, memasang
gigi palsu, menyisir rambut, bercukur dan cuci muka), bisa menggunakan jamban,
toilet, masuk dan keluar wc (melepas, mamakai celana, membersihkan/ menyeka
atau menyiram), makan, berpindah posisi dari tempat tidur ke kursi dan
sebaliknya, mobilitas/berjalan, memakai baju, naik turun tangga dan mandi. Pada
pemerikaan ADL di dapatkan score 20 dimana bila berdasarkan dengan teori
mengatakan bahwa nilai 20 adalah mandiri. Berdasarkan teori menurut Pratikwo
et al, 2006 mengatakan bahwa penting diketahui bahwa walaupun usia semakin
bertambah sebaiknya lansia tetap mendapatkan quality of life yang tetap baik.
Tetap melakukan aktivitas fungsional dengan mandiri dan selain itu mendapatkan
kehidupan sosial yang juga baik. Bila dikaitakan dengan teori Ny. S tetap
mendapatkan quality of life yang tetp baik, tetap melakukan aktivitas fungsional
dengan mandiri. Berdasarkan teori menurut Putri, 2011 mengatakan bahwa
Kemandirian dalam melakukan ADLpada lansia dapat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan. Hal tersebut berbeda dengan teori dimana pada pasien yang tingkat
pendidikan rendah juga dapat memiliki ADL yang baik (mandiri).

4.2.2 Pasien kedua


Pada pasien pertama bernama Ny. M berusia 70 tahun. Pendidikan terakhir
Ny. M adalah tidak sekolah. Pada Ny. M mengalami penurunan daya ingat atau
daya pikir yang menganggu aktivitas sehari-hari. Ny. M juga megalami
penurunan fungsi memori dan emosional.
Ny. M mengalami kehilangan daya ingat yang secara bertahap, dan juga
lupa cara menggunakan benda. Menurut Nugroho, 2003 gejala klasik penyakit
demensia alzheimer adalah kehilangan memori (daya ingat) yang terjadi secara
bertahap, termasuk kesulitan menemukan atau menyebutkan kata yang tepat, tidak

65
mampu mengenali objek, lupa cara menggunakan benda biasa dan sederhana,
seperti pensil, lupa mematikan kompor, menutup jendela atau menutup pintu,
suasana hati dan kepribadian dapat berubah, agitasi, masalah dengan daya ingat,
dan membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan perilaku yang tidak
biasa. Apabila dikaitkan dengan teori Ny. M termasuk ke dalam jenis demensia
tipe Alzheimer karena Ny. M memiliki gejala-gejala tersebut. Kemungkinan
pasien juga tidak mengalami demensia vascular. Pada Ny. M juga tidak
ditemukan adanya riwayat penyakit stroke. Berdasarkan teori menurut Kaplan,
2014. Ny. M juga tidak mengatakan bahwa punya riwayat trauma kepala.
Menurut Kaplan, 2014 Demensia dapat merupakan sekuele trauma kepala,
sebagaimana halnya serangkaian luas sindrom neuropskiatri lain, termasuk
neurosifilis. Jadi apabila dikaitkan dengan teori Ny. M tidak mengalami demensia
terkait trauma kepala. Ny. M juga tidak ada riwayat penyakit HIV dimana
berdasarkan teori menurut Kaplan, 2014 Ny. M tidak mengalami demensia terkait
HIV.
Pada Ny. M kemungkinan faktor resikonya adalah usia tua. Hal ini sesuai
dengan teori menurut National Colaborating Centre for Mental Heatlh, 2007 yang
mengatakan bahwa faktor yang tidak dapat dikendalikan yaitu usia tua, genetik,
jenis kelamin perempuan, gangguan intelektual.
Ny. M tidak memiliki keluarga lagi. Beliau mengatakan bahwa pernah
menikah, tetapi di antara ke lima suami tersebut beberapa ada yang meninggal
dan juga ada yang cerai. Beliau mengatakan bahwa ia memiliki 7 orang anak,
namun ke tujuh orang anak nya sudah meninggal semua. Sehingga pada saat Ny.
M memasuki fase lansia Ny. M tidak mendapatkan dukungan keluarga meliputi
dukungan informasional (keluarga sebagai pemberi nasihat, usulan, saran dan
petunjuk serta pemberi informasi), dukungan emosional (keluarga sebagai tempat
yang aman dan nyaman sebagai tempat istirahat), dan dukungan instrumental
(keluarga sebagai sumber pertolongan yang praktis dan konkret). Menurut
Friedman, 1998 pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan
cinta kasih dari lingkungan termasuk keluarga. Keluarga harus senantiasa

66
memberikan suasana aman, tidak gaduh, dan membiarkan lansia untuk melakukan
kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
Berdasarkan hasil wawancara Ny. M juga mengatakan bahwa beliau tidak
mengkonsumsi obat-obatan seperti anti psikotik, anxiolitik, anti depresan dll. Ny.
M juga mengatakan tidak pernah menjalankan serangkain terapi seperti terapi
terhadap lingkungan, terapi psikologis, dan terapi kemampuan bahasa.
Berdasarkan teori menurut Kaplan, 2014 terapi obat-obatan diberikan untuk
mengatasi faktor penyebab dan mencegah atau memperlambat perkembangan
demensia. Pada kasus demensia lanjut, terapi obat-obatan tidak untuk mengobati
penyebab melainkan ditujukan untuk meminimalkan gejala psikologis dan
gangguan prilaku yang terjadi. Berdasarkan hasil diskusi kelompok kemungkinan
Ny. M ini belum menderita demensia, dan beliau hanya menganggap semua hal
yang terjadi pada dirinya hanya hal biasa sehingga Ny. M tidak pernah
berkonsultasi dengan dokter dan mendapatkan berbagai macam obat-obatan.
Seharusnya pada pasien demensia harus diberikan serangkaian terapi meliputi
terapi medikamentosa.
Hasil pemeriksaan Mini Mental State Examination terhadap Ny. M pada
orientasi mendapatkan score 0 dimana Ny. M tidak bisa menjawab saat
ditanyakan musim apa sekarang dan hari apa. Saat ditanyakan sedang dimana
sekarang Ny. M tidak dapat menjelaskan dimana. Pada pemeriksaan bagian
registrasi ketika Ny. M diminta mengulang 3 kata yang di sebutkan oleh
pemeriksa, Ny. M dapat mengulangi ketiga kata secara benar dan urut. Pada
pemeriksaan perhatian dan kalkulasi hitungan kurang 7, Ny. M tidak dapat
menjawab ketika di Tanya 100 dikurang 7. Pada pemeriksaan perhatian dan
kalkulasi Ny. M mendapatkan score 0. Pada pemerikaan mengingat kembali 3
kata yang disebut Ny. M tidak dapat mengingat dan mengucapkan kembali 3 kata
yang sudah dikatakan sebelumnya. Pada pemeriksaan bahasa ketika pemeriksa
menunjuk pensil dan arloji Ny. M dapat menjawab dengan baik. Ny. M juga dapat
mengulangi kata tanpa, kalau, dan atau tetapi. Tetapi Ny. M tidak dapat
melakukan suruhan 3 tingkat yaitu: ambil kertas, lipat menjadi setengah dan
letakkan di lantai. Namun ketika Ny. M diminta untuk menggambarkan persegi

67
lima, beliau tidak dapat menggambarkan kembali dengan baik. Sehingga pada
pemeriksaan bahasa Ny. M mendapatkan score 3. Berdasarkan hasil pemeriksaan
mini mental state examination Ny. M mendapatkan total score 16, yang apabila
dikaitkan dengan teori menurut Lumbantobing, 2001 mengatakan bahwa nilai
score 10-20 adalah gangguan kognitif ringan.
Pada pemeriksaan MoCA-Ina terdapat berbagi macam aspek penilaian.
Penilaian yang pertama adalah menilai visuospasial/eksekutif. Pada pemeriksaan
visospasial atau eksekutif terdapat 3 buah gambar, gambar pertama adalah berupa
pola. Ny. M diminta untuk meneruskan pola tersebut. Gambar kedua adalah
gambar kubus, Ny. M diminta untuk menyalin gambar kubus. Sedangkan gambar
ketiga adalah gambar jam yang menunjukkan pukul 11 lebih 10 menit. Pada
gambar pertama Ny. M tidak bisa melanjutkan pola yang ada, pada gambar kedua
Ny. M tidak bisa menggambar kubus dan pada gambar ketiga Ny. M bisa
menggambarkan jam yang menunjukkan pukul 11 lebih 10 menit, namun hanya
dari bentuk, sedangkan angka dan jarum jam tidak bisa. Sehingga pada
pemeriksaan visuospasial/eksekutif pasien mendapatkan score 1. Penilaian yang
kedua adalah penamaan. Pada pemeriksaan penamaan terdapat 3 ekor gambar
hewan, dan Ny. M diminta untuk menyebutkan nama hewan tersebut. Pada
gambar pertama beliau tidak dapat menyebutkan gambar gajah dengan benar,
beliau tidak menyebutkan hewan tersebut apa, pada gambar kedua pasien tidak
dapat menyebut gambar badak dengan benar, beliau menyebutkan hewan tersebut
adalah gajah dan pada gambar ketiga pasien dapat menyebutkan gambar unta
dengan baik. Score yang didapatkan Ny. M adalah 1. Pemeriksaan ketiga adalah
pemeriksaan memori, pemeriksa akan menyebutkan 5 kata (wajah, sutera, masjid,
anggerek, merah) lalu Ny. M diminta untuk mengulangi secara benar dan
berurutan sebanyak 2 kali, meskipun berakhir pada percobaan yang pertama
lakukan recall setelah 5 menit kemudian. Pemeriksaan ketiga adalah pemeriksaan
atensi. Ny. M diminta membaca angka, setiap 1 angka 1 detik. Ny. M harus
mengulangi dari awal angka 2, 1, 8, 5, 4 dan mengulangi dari belakang angka 7,
4, 2. Apabila Ny. M dapat melakukan keduanya dengan benar maka akan di
dapatkan score 2, namun Ny. M tidak dapat melakukan hal tersebut dengan benar

68
sehingga mendapatkan score 0. Pemeriksaan atensi yang berikutnya adalah Ny. M
diminta membaca daftar huruf dan harus mengetuk dengan tangannya setiap kali
huruf A muncul. Poin 0 apabila lebih dari 2 kesalahan. Pada Ny. M tidak dapat
melakukan hal tersebut dengan benar sehingga NY. M mendapatkan score 0.
Pemeriksaan atensi berikutnya adalah pengurangan angka 7. Pengurangan akan
dimulai dari 100 dikurang 7 lalu selanjutnya dilakukan sampai 5 kali
pengurangan. Ny. M tidak dapat menjawab 1 pun dengan benar sehingga score
Ny. M adalah 0. Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan bahasa.
Pemeriksaan bahasa yang pertama Ny. Mati diminta untuk mengulangi kalimat
wati membantu saya menyapu lantai hari ini dan tikus bersembunyi di bawah
dipan ketika kucing datang. Ny. M mendapatkan score 0. Lalu selanjutnya
pemeriksaan bahasa, dimana Ny, W diminta untuk menyebutkan sebanyak
mungkin kata yang berawalan huruf F. namun Ny. Mati juga mendapatkan socre 0
pada pemeriksaan ini. Selanjutnya adalah pemeriksaan abstraksi dimana Ny. M
diminta untuk menentukan kategori kelompok dari kata-kata yang disebutkan,
seperti kereta dan sepeda termasuk dalam kategori transprotasi, jam dan penggaris
termasuk ke dalam kategori alat ukur. Namun Ny. M juga tidak dapat menjawab
dengan tepat sehingga Ny. M mendapatkan score 0. Pada pemeriksaan delayed
recall Ny. M harus mengingat kembali 5 kata yang sudah di sebutkan pada awal
pemeriksaan tadi secara benar, tepat dan urut. Apabila pada percobaan pertama
gagal maka di bantu dengan memberikan beberapa petunjuk, dan apabila masih
gagal maka di bantu dengan member petunjuk pilihan ganda. Namun score yang
dihitung adalah pada saat pemeriksaan adalah 0 dikarenakan Ny. M tidak dapat
mengulang tanpa adanya petunjuk. Sedangkan pemeriksaan terakhir dari
pemeriksaan MoCA – Ina adalah pemeriksaan orientasi dimana Ny. M diminta
untuk menyebutkan tanggal berapa sekarang, bulan, tahun, hari tempat dan kota.
Namun Ny. M tidak bisa menyebutkan hari, tempat dan kota. Sehingga score
yang di dapatkan Ny. M adalah 0. Hasil score total dari pemeriksaan MoCA-Ina
pada Ny, W adalah 4 dimana bila berdasarkan teori menurut Sacktor 2005
merupakan abnormal.

69
Pada pemeriksaan ADL dengan menggunakan indeks Barthel, Ny. M
masih dapat mengendalikan rangsang buang air besar (BAB), mengendalikan
rangsang buang air kecil (BAK), membershkan diri (menyikat gigi, memasang
gigi palsu, menyisir rambut, bercukur dan cuci muka), bisa menggunakan jamban,
toilet, masuk dan keluar wc (melepas, mamakai celana, membersihkan/ menyeka
atau menyiram), makan, berpindah posisi dari tempat tidur ke kursi dan
sebaliknya, mobilitas/berjalan, memakai baju, naik turun tangga dan mandi. Pada
pemerikaan ADL di dapatkan score 17 dimana bila berdasarkan dengan teori
mengatakan bahwa nilai 17 adalah ketergantungan ringan. Berdasarkan teori
menurut Pratikwo et al, 2006 mengatakan bahwa penting diketahui bahwa
walaupun usia semakin bertambah sebaiknya lansia tetap mendapatkan quality of
life yang tetap baik. Tetap melakukan aktivitas fungsional dengan mandiri dan
selain itu mendapatkan kehidupan sosial yang juga baik. Bila dikaitakan dengan
teori Ny. M tetap mendapatkan quality of life yang tetp baik, tetap melakukan
aktivitas fungsional dengan mandiri. Berdasarkan teori menurut Putri, 2011
mengatakan bahwa Kemandirian dalam melakukan ADLpada lansia dapat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Hal tersebut berbeda dengan teori dimana
pada pasien yang tingkat pendidikan rendah juga dapat memiliki ADL yang baik
(mandiri).

4.2.3 Pasien ketiga


Pada pasien ketiga bernama Ny. W berusia 69 tahun. Pendidikan terakhir
Ny. W adalah sekolah dasar (SD). Pada Ny. W tidak mengalami penurunan daya
ingat atau daya pikir yang menganggu aktivitas sehari-hari. Ny. W juga tidak
megalami penurunan fungsi memori dan emosional. Namun pada Ny. W
kemungkinan mengalami penurunan fungsi intelektual, dikarenakan terjadi
penurunan bahasa.
Ny. W tidak mengalami kehilangan daya ingat yang secara bertahap, dan
tidak juga lupa cara menggunakan benda. Menurut Nugroho, 2003 gejala klasik
penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan memori (daya ingat) yang terjadi

70
secara bertahap, termasuk kesulitan menemukan atau menyebutkan kata yang
tepat, tidak mampu mengenali objek, lupa cara menggunakan benda biasa dan
sederhana, seperti pensil, lupa mematikan kompor, menutup jendela atau menutup
pintu, suasana hati dan kepribadian dapat berubah, agitasi, masalah dengan daya
ingat, dan membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan perilaku yang
tidak biasa. Apabila dikaitkan dengan teori Ny. W tidak termasuk ke dalam jenis
demensia tipe Alzheimer karena Ny. W tidak memiliki gejala-gejala tersebut.
Kemungkinan pasien juga tidak mengalami demensia vascular. Pada Ny. W juga
tidak ditemukan adanya riwayat penyakit stroke. Berdasarkan teori menurut
Kaplan, 2014. Ny. W juga tidak mengatakan bahwa punya riwayat trauma kepala.
Menurut Kaplan, 2014 Demensia dapat merupakan sekuele trauma kepala,
sebagaimana halnya serangkaian luas sindrom neuropskiatri lain, termasuk
neurosifilis. Jadi apabila dikaitkan dengan teori Ny. W tidak mengalami demensia
terkait trauma kepala. Ny. W juga tidak ada riwayat penyakit HIV dimana
berdasarkan teori menurut Kaplan, 2014 Ny. W tidak mengalami demensia terkait
HIV.
Pada Ny. W kemungkinan faktor resiko nya adalah usia tua. Hal ini sesuai
dengan teori menurut National Colaborating Centre for Mental Heatlh, 2007 yang
mengatakan bahwa faktor yang tidak dapat dikendalikan yaitu usia tua, genetik,
jenis kelamin perempuan, gangguan intelektual.
Ny. W tidak memiliki keluarga lagi. Beliau mengatakan bahwa pernah
menikah sebanyak 5 kali, tetapi di antara ke lima suami tersebut beberapa ada
yang meninggal dan juga ada yang cerai. Beliau mengatakan bahwa ia memiliki 7
orang anak, namun ke tujuh orang anak nya sudah meninggal semua. Sehingga
pada saat Ny. W memasuki fase lansia Ny. W tidak mendapatkan dukungan
keluarga meliputi dukungan informasional (keluarga sebagai pemberi nasihat,
usulan, saran dan petunjuk serta pemberi informasi), dukungan emosional
(keluarga sebagai tempat yang aman dan nyaman sebagai tempat istirahat), dan
dukungan instrumental (keluarga sebagai sumber pertolongan yang praktis dan
konkret). Menurut Friedman, 1998 pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan
rasa aman dan cinta kasih dari lingkungan termasuk keluarga. Keluarga harus

71
senantiasa memberikan suasana aman, tidak gaduh, dan membiarkan lansia untuk
melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
Berdasarkan hasil wawancara Ny. W juga mengatakan bahwa beliau tidak
mengkonsumsi obat-obatan seperti anti psikotik, anxiolitik, anti depresan dll. Ny.
W juga mengatakan tidak pernah menjalankan serangkain terapi seperti terapi
terhadap lingkungan, terapi psikologis, dan terapi kemampuan bahasa.
Berdasarkan teori menurut Kaplan, 2014 terapi obat-obatan diberikan untuk
mengatasi faktor penyebab dan mencegah atau memperlambat perkembangan
demensia. Pada kasus demensia lanjut, terapi obat-obatan tidak untuk mengobati
penyebab melainkan ditujukan untuk meminimalkan gejala psikologis dan
gangguan prilaku yang terjadi. Berdasarkan hasil diskusi kelompok kemungkinan
Ny. W ini belum menderita demensia, dan beliau hanya menganggap semua hal
yang terjadi pada dirinya hanya hal biasa sehingga Ny. W tidak pernah
berkonsultasi dengan dokter dan mendapatkan berbagai macam obat-obatan.
Seharusnya pada pasien demensia harus diberikan serangkaian terapi meliputi
terapi medikamentosa.
Hasil pemeriksaan Mini Mental State Examination terhadap Ny. W pada
orientasi mendapatkan score 2 dimana Ny. W hanya bisa menjawab saat
ditanyakan musim apa sekarang dan hari apa. Saat ditanyakan sedang dimana
sekarang Ny. W hanya dapat menjelaskan di kota Palembang dan di ruang tamu
(bagian rumah). Pada pemeriksaan bagian registrasi ketika Ny. W diminta
mengulang 3 kata yang di sebutkan oleh pemeriksa, Ny. W dapat mengulangi
ketiga kata secara benar dan urut. Pada pemeriksaan perhatian dan kalkulasi
hitungan kurang 7, Ny. W tidak dapat menjawab ketika di Tanya 100 dikurang 7.
Pada pemeriksaan perhatian dan kalkulasi Ny. W mendapatkan score 0. Pada
pemerikaan mengingat kembali 3 kata yang disebut Ny. W dapat mengingat dan
mengucapkan kembali 3 kata yang sudah dikatakan sebelumnya. Pada
pemeriksaan bahasa ketika pemeriksa menunjuk pensil dan arloji Ny. W dapat
menjawab dengan baik. Ny. W juga dapat mengulangi kata tanpa, kalau, dan atau
tetapi. Ny. W juga dapat melakukan suruhan 3 tingkat yaitu: ambil kertas, lipat
menjadi setengah dan letakkan di lantai. Namun ketika Ny. W diminta untuk

72
menggambarkan persegi lima, beliau tidak dapat menggambarkan kembali dengan
baik. Sehingga pada pemeriksaan bahasa Ny. W mendapatkan score 6.
Berdasarkan hasil pemeriksaan mini mental state examination Ny. W
mendapatkan total score 16, yang apabila dikaitkan dengan teori menurut
Lumbantobing, 2001 mengatakan bahwa nilai score 10-20 adalah gangguan
kognitif ringan.
Pada pemeriksaan MoCA-Ina terdapat berbagi macam aspek penilaian.
Penilaian yang pertama adalah menilai visuospasial/eksekutif. Pada pemeriksaan
visospasial atau eksekutif terdapat 3 buah gambar, gambar pertama adalah berupa
pola. Ny. W diminta untuk meneruskan pola tersebut. Gambar kedua adalah
gambar kubus, Ny. W diminta untuk menyalin gambar kubus. Sedangkan gambar
ketiga adalah gambar jam yang menunjukkan pukul 11 lebih 10 menit. Pada
gambar pertama Ny. W tidak bisa melanjutkan pola yang ada, pada gambar kedua
Ny. W tidak bisa menggambar kubus dan pada gambar ketiga Ny. W tidak bisa
menggambarkan jam yang menunjukkan pukul 11 lebih 10 menit, baik dari
bentuk, angka dan jarum jam. Sehingga pada pemeriksaan visuospasial/eksekutif
pasien mendapatkan score 0. Penilaian yang kedua adalah penamaan. Pada
pemeriksaan penamaan terdapat 3 ekor gambar hewan, dan Ny. W diminta untuk
menyebutkan nama hewan tersebut. Pada gambar pertama beliau dapat
menyebutkan gambar gajah dengan benar, pada gambar kedua pasien tidak dapat
menyebut gambar badak dengan benar, beliau menyebutkan hewan tersebut
adalah belalang dan pada gambar ketiga pasien dapat menyebutkan gambar unta
dengan baik. Score yang didapatkan Ny. W adalah 2. Pemeriksaan ketiga adalah
pemeriksaan memori, pemeriksa akan menyebutkan 5 kata (wajah, sutera, masjid,
anggerek, merah) lalu Ny. W diminta untuk mengulangi secara benar dan
berurutan sebanyak 2 kali, meskipun berakhir pada percobaan yang pertama
lakukan recall setelah 5 menit kemudian. Pemeriksaan ketiga adalah pemeriksaan
atensi. Ny. W diminta membaca angka, setiap 1 angka 1 detik. Ny. W harus
mengulangi dari awal angka 2, 1, 8, 5, 4 dan mengulangi dari belakang angka 7,
4, 2. Apabila Ny. W dapat melakukan keduanya dengan benar makan makan akan
di dapatkan score 2, namun Ny. W tidak dapat melakukan hal tersebut dengan

73
benar sehingga mendapatkan score 0. Pemeriksaan atensi yang berikutnya adalah
Ny. W diminta membaca daftar huruf dan harus mengetuk dengan tangannya
setiap kali huruf A muncul. Poin 0 apabila lebih dari 2 kesalahan. Pada Ny. W
tidak dapat melakukan hal tersebut dengan benar sehingga NY. W mendapatkan
score 0. Pemeriksaan atensi berikutnya adalah pengurangan angka 7. Pengurangan
akan dimulai dari 100 dikurang 7 lalu selanjutnya dilakukan sampai 5 kali
pengurangan. Ny. W tidak dapat menjawab 1 pun dengan benar sehingga score
Ny. W adalah 0. Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan bahasa.
Pemeriksaan bahasa yang pertama Ny. Wati diminta untuk mengulangi kalimat
wati membantu saya menyapu lantai hari ini dan tikus bersembunyi di bawah
dipan ketika kucing datang. Ny. W mendapatkan score 0. Lalu selanjutnya
pemeriksaan bahasa, dimana Ny, W diminta untuk menyebutkan sebanyak
mungkin kata yang berawalan huruf F. namun Ny. Wati juga mendapatkan socre
0 pada pemeriksaan ini. Selanjutnya adalah pemeriksaan abstraksi dimana Ny. W
diminta untuk menentukan kategori kelompok dari kata-kata yang disebutkan,
seperti kereta dan sepeda termasuk dalam kategori transprotasi, jam dan penggaris
termasuk ke dalam kategori alat ukur. Namun Ny. W juga tidak dapat menjawab
dengan tepat sehingga Ny. W mendapatkan score 0. Pada pemeriksaan delayed
recall Ny. W harus mengingat kembali 5 kata yang sudah di sebutkan pada awal
pemeriksaan tadi secara benar, tepat dan urut. Apabila pada percobaan pertama
gagal maka di bantu dengan memberikan beberapa petunjuk, dan apabila masih
gagal maka di bantu dengan member petunjuk pilihan ganda. Namun score yang
dihitung adalah pada saat pemeriksaan adalah 0 dikarenakan Ny. W tidak dapat
mengulang tanpa adanya petunjuk. Sedangkan pemeriksaan terakhir dari
pemeriksaan MoCA – Ina adalah pemeriksaan orientasi dimana Ny. W diminta
untuk menyebutkan tanggal berapa sekarang, bulan, tahun, hari tempat dan kota.
Namun Ny. W hanya bisa menyebutkan hari, tempat dan kota. Sehingga score
yang di daapatkan Ny. W adalah 3. Hasil score total dari pemeriksaan MoCA-Ina
pada Ny, W adalah 5 dimana bila berdasarkan teori menurut Sacktor 2005
merupakan abnormal.

74
Pada pemeriksaan ADL dengan menggunakan indeks Barthel, Ny. W
masih dapat mengendalikan rangsang buang air besar (BAB), mengendalikan
rangsang buang air kecil (BAK), membershkan diri (menyikat gigi, memasang
gigi palsu, menyisir rambut, bercukur dan cuci muka), bisa menggunakan jamban,
toilet, masuk dan keluar wc (melepas, mamakai celana, membersihkan/ menyeka
atau menyiram), makan, berpindah posisi dari tempat tidur ke kursi dan
sebaliknya, mobilitas/berjalan, memakai baju, naik turun tangga dan mandi. Pada
pemerikaan ADL di dapatkan score 20 dimana bila berdasarkan dengan teori
mengatakan bahwa nilai 20 adalah mandiri. Berdasarkan teori menurut Pratikwo
et al, 2006 mengatakan bahwa penting diketahui bahwa walaupun usia semakin
bertambah sebaiknya lansia tetap mendapatkan quality of life yang tetap baik.
Tetap melakukan aktivitas fungsional dengan mandiri dan selain itu mendapatkan
kehidupan sosial yang juga baik. Bila dikaitakan dengan teori Ny. W tetap
mendapatkan quality of life yang tetp baik, tetap melakukan aktivitas fungsional
dengan mandiri. Berdasarkan teori menurut Putri, 2011 mengatakan bahwa
Kemandirian dalam melakukan ADLpada lansia dapat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan. Hal tersebut berbeda dengan teori dimana pada pasien yang tingkat
pendidikan rendah juga dapat memiliki ADL yang baik (mandiri).

75
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi kali ini adalah:
1) Cara mendiagnosis gangguan kognitif pada usia tua adalah dengan cara menggunakan
Mini Mental Examination State dan MoCA-INA.
a) Apabila nilai pada Mini Mental Examination state antara 25-30 berarti termasuk
normal. Ketika nilai 21-24 termasuk gangguan kognitif ringan
a. Pada penilaian Mini Mental Examination State, pasien pertama mendapatkan nilai
23 yang merupakan termasuk gangguan kognitif ringan.
b. Pada penilaian Mini Mental Examination State, pasien kedua mendapatkan nilai 6
yang merupakan termasuk gangguan kognitif berat.
c. Pada penilaian Mini Mental Examination State, pasien ketiga mendapatkan nilai
16 yang merupakan termasuk gangguan kognitif sedang.
b) Apabila nilai pada MoCA-INA antara 26-30 berarti termasuk normal. Ketika nilai
kurang dari 26 maka interpretasinya abnormal.
a. Padaif penilaian MoCA-INA, pasien pertama mendapatkan nilai 20yang
merupakan termasuk abnormal.
b. Pada penilaian MoCA-INA, pasien kedua mendapatkan nilai 4 yang merupakan
termasuk abnormal.
c. Pada penilaian MoCA-INA, pasien ketiga mendapatkan nilai 5 yang merupakan
termasuk abnormal.
2) Faktor resiko pada ketiga tidak diketahui secara jelas, namun kemungkinan di karenakan
usia tua.
3) Ketiga pasien memiliki gejala klinis yang berbeda-beda.
a. Pada pasien pertama ditemukan gangguan memori karena pada saat delayed recall
pasien tidak bisa mengingat kata-kata yang telah disebutkan pada tes memori.
b. Pada pasien kedua ditemukan gangguan pada fungsi visuopatial, penamaan,
atensi. Pasien juga mengalami gangguan memori karena tidak bisa mengingat

76
kata-kata yang telah disebutkan pada tes memori dan gangguan orientasi karena
tidak bisa mengetahui tanggal, bulan, dan tahun yang benar.
c. Pada pasien ketiga ditemukan gangguan pada fungsi visuopatial, penamaan,
atensi. Pasien juga mengalami gangguan memori karena tidak bisa mengingat
kata-kata yang telah disebutkan pada tes memori dan gangguan orientasi karena
tidak bisa mengetahui tanggal, bulan, dan tahun yang benar.
4) Tatalaksana yang dilakukan oleh pasien pertama dan tidak ada karena pasien tidak
merasakan adanya keluhan yang menganggu sehingga tidak berkonsultasi ke dokter dan
tidak pernah menjalani terapi.
5) Penilaian Activity daily life menggunakan indeks barthel. Pada pasien pertama dan ketiga
didapatkan nilai 20 dimana interpretasinya mandiri. Berbeda dengan pasien kedua yang
mendapatkan 17 yang termasuk ketergantungan ringan.
6) Pada ketiga pasien tidak mendapatkan dukungan keluarga. Pasien pertama memiliki anak
tetapi tidak mau mengurusi pasien. Sedangkan pasien ketiga dan kedua tidak memiliki
anak karena anaknya meninggal dunia.

5.2 Saran
Adapun saran pada pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi kali ini adalah:
1) Diharapkan kepada semua anggota kelompok TPP lebih memahami materi sehingga
dapat menggali informasi yang lebih baik lagi pada saat pelaksanaan TPP.
2) Pada pelaksanaan TPP selanjutnya diharapkan peserta TPP dapat meningkatkan kerja
sama baik dari awal pembuatan proposal hingga dilaksanakannya sidang pleno TPP.

77
DAFTAR PUSTAKA

Adam, R.D., & Victor, M., (1993). Principles of neurology, 5th ed. New York: Mc Graw Hill.

Adams, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2001. Principles of Neurology. 7th ed. McGraw-Hill.
New York.

Alagiakrishnan, K. and Blanchette, P. 2005. Delirium.

Bostrom, N., dan Sandberg, A. 2009.Cognitive Enhancements: Methods, Ethics, Regulatory


Challenges, Sci Eng Ethics. 15. pp. 311-341.
Curran S, Wattis JP (2004). Practical Management of Dementia: a Multi-professional Aprroach.
Radcliffe Medical Press, Oxford.

Darmojo BR, Martono HH (2006). Buku Ajar Geriatri. Edisi 3. Balai Penerbit FK UI, Jakarta.
Dikot Y, Lusumoputro S, Sidiarto L, Samino, Nugroho. KonsensusNasional Pengenalan dan
Penatalaksanaan Demensia Alzheimer danDemensia lainnya. Edisi I. Jakarta. Asosiasi
Alzheimer Indonesia, 2003:2

Friedman, M. Marilyn.( 1998). Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik.Jakarta : EGC.

Gleason, O.C. 2003. Delirium. Am Fam Physician. 67:1027-1034.

Guyton, A.C, dan Hall, J.E. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Harold I. Kaplan M, Benjamin J. Sadock, Jack A. Grebb MD. Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta : Binarupa Aksara, 2010 : 544.

Hebert, R., Lindsay, J., Verreault, R., Rockwood, K., Hill, G., Dubois, M. F., 2000. Vascular
Dementia Incidence and Risk Factors in the Canadian Study of Health and Aging, www.
Strokeaha.org.
Katz, D.I. and Giacino, J.T. 2004. Disorders of Consciousness. In : Rizzo, M. and Eslinger, P.J.
(Eds). Principles and Practice of Behavioral Neurology and Neuropsychology. Pp 679-
700. W.B. Saunders Company. Philadelphia.

78
Kusumoputro S. 2001.Gangguan Fungsi Luhur Pada Pasien Post Stroke. Jakarta. Malam Klinik
Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

Kuswardhani R.A, Astika N, Suka Aryana IGP, Yanson YP (2008). Buku Panduan Geriatri
Medik, Pedoman Diagnostik dn Terapi. Divisi Geriati Bag. Ilmu Penyakit Dalam FK
UNUD/RSUP Sanglah, Denpasar.
Lisnaini. 2012.Senam Vitalisasi Otak Dapat Meningkatkan Fungsi Kognitif Usia Dewasa Muda.
Jakarta:Fisioterapi Universitas Kristen Indonesia

Lumbantobing S.M. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2001 : 68.

Manoux, Singh, Archana, dkk. 2005. Effects of Physical Activity on Cognitive Functioning in
Middle Age: Evidence From the Whitehall II Prospective Cohort Study. American Journal
of Public Health.

Mardiati, Ratna . 1996. Susunan Saraf Otak Manusia. Jakarta: CV. Infomedika

Martini S. 2002. Gangguan Kognitif Pasca Stroke dan Faktor Risikonya. J Med Masy;18(4): 24-
7

Maull, K.I., Rodriguez, A. and Wiles III, C.E. 1996. Complications in Trauma and Critical
Care. W.B. Saunders Company. Philadelphia.

Mesulam MM. 2002. Principles of Behavioral and Cognitive Neurology, 2nd ed, Oxford. Oxford
University Press: 7-10
National Colaborating Centre for Mental Heatlh, 2007. Dementia, The British Psychological
Society and Gaskell, pp. 134-143.

Nehlig, A., 2010.Is Caffeine a Cognitive Enhancer?,Journal of Alzheimer Disease 20, pp. S85-
S94.
Pincus, J.H. and Tucker G.J. 2003. Behavioral Neurology. 4th ed. Oxford University Press. New
York.

79
Pratikwo, S, Pietojo, H, Widjanarko, B 2006, “Analisis Pengaruh Faktor Nilai Hidup,
Kemandirian dan Dukungan Keluarga terhadap Perilaku Sehat Lansia di Kelurahan
Medono Kota Pekalongan”, Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, vol. 1, no. 2.
Putri, IH 2011, Hubungan Kemandirian dan Dukungan Sosial dengan Tingkat Stres Lansia,
Skripsi Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sacktor N, Wong M, Nakasujja N, Skolasky R, Selnes O, Musisi S, et al. 2005. The
International HIV Dementia Scale: a new rapid screening test for HIV dementia. AIDS.

Sadock and Kaplan. 2014. Buku Ajar Pskiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC

Sadock, B.J. and Sadock, V.A. 2003. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. 9th ed.
Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

Saladin. 2003. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function, Third Edition,
McGraw−Hill Companies.
Semiun, Y 2006, Kesehatan Mental 1: Pandangan Umum Mengenai Penyesuaian Diri dan
Kesehatan Mental serta Teori-teori yang Terkait, Kanisius, Yogyakarta.
Silver, J.M., Hales, R.E. and Yudofsky, S.C. 2004. Neuropsychiatric Aspects of Traumatic Brain
Injury. In : Yudofsky, S.C. and Hales, R.E. (Eds). Essentials of Neuropsychiatry and
Clinical Neurosciences, pp 241-277. American Psychiatric Publishing Inc. Washington
DC.

Stuart, Gw. and Sundeen S.J (1995). Perbandingan Delirium, Depresi dan Demensia.St.louis:
Mosby year book

Tortora, G.J, dan Dericson, B. 2009. Principle of Anatomy and Phsyology, 12th ed., United State
of America : John Wiley & Sons Inc.
Truman, B. and Ely, E.W. 2003. Monitoring Delirium in Critically Ill Patients Using the
Confusion Assessment Method for the Intensive Care Unit. Critical Care Nurse. 23(2):25-
35.

Yaffe, K., Bames, D., Nevitt, M., Lui, Y. And Covinsky, K. 2001. A Prospective Study Of
Physical Activity And Cognitive Deline In Elderly Women. Acr Intem Med.

80
LAMPIRAN

81
82

Anda mungkin juga menyukai