Anda di halaman 1dari 30

1

BAB 1. PENDAHULUAN

Pergelangan kaki adalah sendi yang kompleks dimana talus duduk dan
dilindungi oleh malleolus lateralis dan medialis yang diikat oleh ligament (Rasjad,
2007). Pergelangan kaki mampu melakukan berbagai gerakan, yaitu fleksi,
ekstensi, inversi dan eversi serta kombinasi dari gerakan ini. Pergelangan kaki
mengambil seluruh berat tubuh dan sebagai tumpuhan pada kekuatan yang cukup
besar, terutama dalam berlari dan melompat. Hal ini dapat menyebabkan
ketidakseimbangan yang dapat menimbulkan cedera pada pergelangan kaki (Philip
dkk., 2006).
Ankle injury atau cedera pergelangan kaki adalah cedera yang terjadi pada
tulang, otot, persendian, atau ligamen pergelangan kaki dan juga termasuk Kulit
dan jaringan lunak yang terkait (Schmitt Thompson Protocol, 2017). Ankle Sprain
paling banyak terjadi pada cedera pergelangan kaki. Sebanyak 85% dari cedera
pergelangan merupakan kasus Ankle Sprain dan 15% lainnya merupakan kasus
Ankle Fracture (Denise, 2012). Ankle Sprain didefinisikan sebagai robekannya
ligamen yang menghubungkan tulang dengan tulang dan membantu menstabilkan
sendi (Sports Medicine Australia, 2010).
Ankle injury sering terjadi diakibatkan oleh kegiatan olahraga. Di Belanda
520.000 orang setiap tahun mengalami cedera traumatis pada pergelangan kaki,
sekitar 200.000 orang diantaranya diakibatkan oleh olahraga (Hans dkk., 2012).
Olahraga membutuhkan melompat, berputar, dan memutar gerakan seperti bola
basket, bola voli, sepak bola; dan perubahan arah yang eksplosif seperti sepak bola,
tenis, dan hoki sangat rentan terjadi ankle injury (Sports Medicine Australia, 2010).
Dari pasien yang melakukan olahraga, sekitar 60-90% melanjutkan olahraga setelah
12 minggu pada tingkat yang sama seperti sebelumnya trauma (Denise, 2012).
2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Ankle tersusun oleh tulang, ligamen, tendon, dan jaringan penghubung.
Susunan sendi ankle terdiri atas distal tibia, fibula, dan superior talus. Susunan
ankle seperti gambar 2.1

Gambar 2.1 Gambaran Anatomi Ankle

Gambar 2.2 Gambaran Anatomi pada Radiologi


Sendi pergelangan kaki adalah sendi sinovial tipe engsel yang membentuk
artikulasi antara tungkai bawah dan kaki yang terdiri dari tiga artikulasi. Sendi
3

talokrural adalah artikulasi antara tibia dan fibula secara proksimal dan talus secara
distal. Sendi tibiofibular (syndesmosis) adalah artikulasi distal antara sisi medial
fibula dan sisi lateral tibia. Sendi subtalar (talocalcaneal) adalah artikulasi antara
talus inferior dan calcaneus superior. Mortise terdiri tiga sisi yang dibentuk oleh
tibialis plafond, medial malleolus, dan lateral malleolus.

Gambar 2.3 Ligamen pada Ankle

Kompleks ligamen pergelangan kaki merupakan ligamen pergelangan kaki


lateral, deltoid, dan syndesmotic, yang membantu musculotendinous sekitarnya
memberikan stabilitas dinamis untuk sendi pergelangan kaki. Ligamen anterior
talofibular (ATFL) sebagai stabilizer utama untuk bagian lateral mengungkapkan
bahwa sendi ankle disusun oleh tiga ligamen ankle yakni ligamen anterior
talofibular ligamen (ATFL), ligamen calcaneal fibular (CFL) dan ligamen posterior
talofibular (PTFL) (Nugroho, 2016). ATFL adalah pita datar yang memanjang
anteromedially dari anterior malleolulus lateral dan masuk ke leher lateral talus.
4

ATFL dapat mencegah rotasi internal dan adduction dari talus. ATFL relatif lemah
dan memiliki beban terendah di antara ligamen pergelangan kaki lateral lainnya dan
dengan demikian merupakan ligamen pergelangan kaki yang paling sering terluka.
Anterior talofibular ligament (ATFL) menahan inversi ketika plantar fleksi dan
calcaneofibular ligament (CFL) ketika dorsifleksi (Pada saat dorsifleksi anterior
talofibular ligament (ATFL) tegang dan calcaneofibular ligament (CFL) renggang,
sedangkan plantarfleksi terjadi sebaliknya).
CFL adalah ligamentum bundar, seperti kabel, dan ekstrasapsular yang
bersesuaian dengan selubung tendon peroneal. Melewati posteroinferior dari ujung
distal malleolus lateral dan masuk ke calcaneus lateral. Calcaneofibular ligament
(CFL) lebih tebal secara struktur, lebih kuat dibandingkan anterior talofibular
ligament, dan CFL kendur dalam fleksi plantar dan tegang pada dorsofleksi
sehingga berfungsi pula untuk mencegah adduksi pada posisi netral dan posisi
dorsifleksi. Selain itu, karena CFL terbentang dari lateral ankle joint sampai
subtalar joint, ligamen ini berkontribusi terhadap stabilitas untuk sendi ankle dan
subtalar.
PTFL adalah ligamentum kapsuler yang memanjang dari aspek
posteromedial lateral malleolus dan masuk ke posterolateral talus. Posterior
talofibular ligament merupakan ligamen yang paling kuat diantara ketiga ligamen
di lateral. Ligamen ini mengalami tekanan paling kuat ketika dorsifleksi dan
berfungsi membatasi posterior talar displacement dalam mortise dan rotasi eksterna
dari talus. Apabila terdapat disrupsi pada anterior talofibular ligament dan
calcaneofibular ligament, posterior talofibular ligament berfungsi membatasi rotasi
interna dan aduksi pergelangan kaki ketika dorsifleksi (Hoagland, 2015).
5

Gambar 2.4 Ligamentum pada sendi tibiofibular (syndesmosis)

Sendi tibiofibular distal adalah artikulasi syndesmotic berserat yang terdiri


dari permukaan cekung tibia distal dan bentuk cembung dari fibula distal.
Kompleks ligamentum syndesmotic terhubung tibia dan fibula melalui empat
struktur ligamen. Empat struktur ligament tersebut adalah ligamentum interoseus
(IOL) yang memanjang dari fibula notch pada tibia ke permukaan medial dari fibula
distal. Ini berjalan superior dengan selaput interoseus berjalan sepanjang tibia dan
fibula dan membentuk hubungan utama di antara mereka. Ligamen ini diperkuat
oleh anterior-inferior ligamentum tibiofibular (AITFL) dan ligamentum tibiofibular
posterior-inferior (PITFL), yang meluas dari fibula notch pada tibia ke permukaan
anterior dan posterior malleolus lateral. Bagian dalam, inferior dari PITFL disebut
inferior the transverse ligament (ITL) dan berfungsi untuk memperkuat kapsul
posterior sendi pergelangan kaki. Keempat struktur ligamentum syndesmotic yang
dikombinasikan memainkan peran penting dalam memberikan stabilitas mortal
pergelangan kaki dan berfungsi untuk mencegah disosiasi tibia dan fibula, serta
mencegah kebengkokan posterolateral dari fibula selama kegiatan yang
menekankan fibula. Antara 40% dan 45% resistensi terhadap diastasis berasal dari
PITFL dan ITL, 35% dari AITFL, dan 20% -25% dari membran interoseus.
6

2.2 Definisi
Ankle injury atau cedera pergelangan kaki adalah cedera yang terjadi pada
tulang, otot, persendian, atau ligamen pergelangan kaki dan juga termasuk Kulit
dan jaringan lunak yang terkait (Schmitt Thompson Protocol, 2017). Ankle Sprain
dan ankle fracture paling banyak terjadi pada cedera pergelangan kaki (Denise,
2012).

2.3 Epidemiologi
Ankle Sprain paling banyak terjadi pada cedera pergelangan kaki. Sebanyak
85% dari cedera pergelangan merupakan kasus Ankle Sprain dan 15% lainnya
merupakan kasus Ankle Fracture (Denise, 2012). Ankle injury sering terjadi
diakibatkan oleh kegiatan olahraga. Di Belanda 520.000 orang setiap tahun
mengalami cedera traumatis pada pergelangan kaki, sekitar 200.000 orang
diantaranya diakibatkan oleh olahraga (Hans dkk., 2012). Olahraga membutuhkan
melompat, berputar, dan memutar gerakan seperti bola basket, bola voli, sepak bola;
dan perubahan arah yang eksplosif seperti sepak bola, tenis, dan hoki sangat rentan
terjadi ankle injury (Sports Medicine Australia, 2010). Dari pasien yang melakukan
olahraga, sekitar 60-90% melanjutkan olahraga setelah 12 minggu pada tingkat
yang sama seperti sebelumnya trauma (Denise, 2012). Cidera pergelangan kaki,
untuk semua jenis, terjadi pada lebih dari 5 juta kunjungan gawat darurat setiap
tahunnya. Pada tahun 2009, diagnosis ekstremitas bawah paling umum untuk
kunjungan gawat darurat di Amerika Serikat adalah ankle sprain, sekitar 36% dari
seluruh cedera ekstremitas bawah yang terjadi.

2.4 Ankle Sprain


Ankle Sprain didefinisikan sebagai robekannya ligamen yang
menghubungkan tulang dengan tulang dan membantu menstabilkan sendi (Sports
Medicine Australia, 2010).
2.4.1 Mekanisme Cedera
Mekanisme paling umum dari cedera pada keseleo pergelangan kaki adalah
kombinasi dari fleksi plantar dan inversi. Sprain pada pergelangan kaki biasanya
7

disebabkan oleh gerakan ke sisi luar/samping (lateral) atau sisi dalam/tengah


(medial) dari pergelangan kaki yang terjadi secara mendadak. Terkilir secara invesi
yaitu kaki berbelok dan atau membengkok ke dalam dan terbalik. Tipe ini
merupakan cedera yang paling umum terjadi pada pergelangna kaki (Arnheim,
1985; 473 Peterson dan Renstrom, 1990; 345-346). Hal ini disebabkan oleh
banyaknya tulang penstabil pada sisi belah samping yang mengakibatkan tekanan
pada kaki menjadi terbalik. Jika kekuatan tersebut cukup besar, pembengkokan dari
pergelangan kaki tejadi sampai medial malleolus kehilangan stabilitasnya dan
menciptakan titik tumpu untuk lebih membalikkan pergelangan kaki (Arheim,
1985; 473).
Ketika serabut otot ligamentum untuk eversi tidak cukup kuat untuk
menahan atau melawan kekuatan inversi, maka serabut ligamentum sisi sebelah
samping menjadi tertekan atau robek. Biasanya terkilir pada kaki bagian samping
meliputi satu atau dua robekan pada serabut ligamentum. Jika satu ligamentum
robek, biasanya termasuk juga ligamentum calcanae fibular akan robek. Biasanya
terkilir pada kaki bagian samping meliputi satu atau dua robekan pada serabut
ligamentum. Jika satu ligamentum robek, biasanya termasuk juga ligamentum
calcanae fibular akan robek.
Tekanan yang kuat pada tumit menekan kaki menjadi inverse, membuatnya
lebih mungkin untuk terjadi sprain pada sisi sebelah luar/samping. Kebalikannya,
kaki yang pronasi, kelebihan gerakan atau adanya tekanan dari telapak kaki sisi
sebelah dalam/tengah secara longitudinal lebih memungkinkan untuk terjadi eversi
sebagai salah satu pola sprain pada pergelangan kaki (Arnheim, 1985; 473). Cedera
sprain pada pergelangan kaki dengan pola eversi lebih jarang terjadi daripada
cedera sprain dengan pola inverse. Mekanisme yang biasa terjadi adalah
olahragawan yang tiba-tiba menapakkan kakinya pada lubang di lapangan olahraga
menyebabkan kaki tergerak dengan paksa dan menanamkan kaki pada gerakan
yang eksternal. Dengan mekanisme ini ligamentum anterior tibiofibular,
ligamentum interosseus dan ligamentum deltoid menjadi robek. Perobekan pada
ligamentum tersebut menyebabkan talus bergerak secara lateral, terutama
mengakibatkan degenarasi pada persendian, dan juga berakibat adanya ruangan
8

abnormal antara medial malleolus dan talus (Arheim, 1985; 473, Peterson dan
renstrom, 1990; 342-343).
Cedera pada ligamen syndesmotic distal yang menghubungkan tibia dan
fibula di kaki bagian bawah juga dapat terjadi dan biasa disebut dengan high ankle
injury (syndesmotic injury). Cedera ini dapat terjadi karena adanya pronasi-abduksi,
pronasi-eversi, supinasi-eversi, rotasi eksternal, supinasi-abduksi, dan dorsofleksi.
Mekanisme khas dari cedera adalah hiper-dorsofleksi dan rotasi eksternal kaki
sehubungan dengan tibia. Mereka sering dikaitkan dengan cedera dan fraktur
jaringan lunak lebih lanjut, yang dapat menyebabkan ketidakstabilan pergelangan
kaki yang signifikan. Cidera ini yang stabil ditandai oleh lesi AITFL (dengan atau
tanpa ruptur IOL) dan tanpa keterlibatan ligamentum deltoid. Sedangkan yang tidak
stabil diklasifikasikan sebagai diastasis laten atau terbuka. Diastasis laten
melibatkan ruptur AITFL dengan atau tanpa IOL dan ruptur ligamentum deltoid.
Ini dapat dideteksi pada radiografi stres, MRI, dan / atau penilaian arthroscopic.

Gambar 2.5 Mekanisme Cedera dari Syndesmotic Injury.

Kekuatan inversi secara tiba-tiba dapat menyebakan berbagai intensitas


seperti menyebabkan patah pada kaki bagian bawah. Perputaran yang tidak
diharapkan pada ligamentum lateral dapat menyebabkan bagian tulang menjadi
avulsi dari malleolus. Satu situasi yang khusus adalah ketika lateral malleolus
9

teravulsi oleh tulang calcaneo fibula, dan talus melawan medial malleolus untuk
menghasilkan patah yang kedua kalinya. Kejadian ini disebut bimalleolar fracture.
Anterior ligamentum talofibular adalah yang paling mudah terluka. Cidera
pada ligamentum ini dan ligamentum calcaneofibular dapat menyebabkan
ketidakstabilan yang cukup besar. Ligamentum talofibular posterior adalah yang
terkuat dari kompleks lateral dan jarang terluka tetapi lebih sering dikaitkan dengan
fraktur pergelangan kaki dan / atau dislokasi.
Stabilitas pergelangan kaki medial diberikan oleh ligamentum deltoid yang
kuat, ligamentum tibiofibular anterior dan mortise tulang. Karena artikulasi tulang
antara medial malleolus dan talus, ankle sprain pada medial lebih jarang terjadi
daripada lateral ankle sprain. Pada keseleo pergelangan kaki medial, mekanisme
cedera adalah eversi dan dorsofleksi yang berlebihan.
2.4.2 Klasifikasi dan Diagnosis
Deformitas tidak boleh terjadi dengan keseleo pergelangan kaki, meskipun
pembengkakan parah dapat memberikan kesan deformitas. Seluruh panjang tibia
dan fibula harus diraba untuk mendeteksi fraktur fibula proksimal (fraktur
Maisonneuve), yang mungkin berhubungan dengan cedera syndesmosis.
Nyeri di sepanjang dasar metatarsal kelima dapat mengindikasikan avulsi
tendon brevis peroneal. Nyeri dan efusi teraba di sepanjang garis sendi talokural
harus meningkatkan kecurigaan lesi kubah talar osteochondral. Lesi ini hasil dari
trauma langsung antara talus dan fibula (lesi anterolateral) atau antara talus
posteromedial dan tibia (lesi posteromedial). Lesi talar dome mungkin tidak tampak
pada radiografi sampai dua hingga empat minggu setelah cedera.
Untuk menilai stabilitas ligamen pergelangan kaki lateral, dua manuver
provokatif sangat penting. Keduanya harus dilakukan dibandingkan dengan kaki
yang tidak terluka. Jika ada peningkatan kelonggaran, tes dianggap positif. Anterior
drawer test menilai integritas ligamentum talofibulare anterior. (ATFL). Jika ATFL
pecah, dalam 50% kasus dimple sign dapat dilihat pada aspek anterior sendi. Talar
tilt test untuk ATFL dan ligamentum calcaneofibular (CFL) juga dapat dilakukan.
Tes stres positif, selain rasa sakit pada palpasi di lokasi ligamen, dan tanda
10

hematoma telah terbukti memiliki sensitivitas 96% untuk mendiagnosis ligamen


yang pecah.

Gambar 2.6 Drawer Test dan Talar Tilt Test


Cedera syndesmosis membutuhkan waktu pemulihan yang lebih lama dan
menunjukkan lebih banyak gejala melumpuhkan daripada latetral ankle injury.
Pasien yang memiliki cedera syndesmotic akut datang dengan rasa sakit pada aspek
anterolateral sendi pergelangan kaki yang diperburuk oleh fleksi dorsal paksa.
Aspek anterolateral pergelangan kaki nyeri untuk palpasi. Kurangnya
pembengkakan dengan mekanisme cedera eversi atau hyperdorsiflexion, bersama
dengan nyeri pada sendi tibiofibular distal juga dapat mengindikasikan keseleo
syndesmosis. Tes khusus berguna untuk lebih membuktikan keberadaan keseleo
syndesmosis yaitu external rotation test according to Frick, the squeeze test dan
crossed leg test "Squeeze test," dilakukan dengan mengompresi fibula dan tibia di
midcalf, dianggap positif jika rasa sakit ditimbulkan secara distal di atas tibia dan
syndesmosis fibula. Pada "tes rotasi eksternal" juga direkomendasikan untuk
mengidentifikasi keseleo syndesmosis. Tes ini dilakukan dengan lutut pasien
beristirahat di tepi meja. Dokter menstabilkan kaki proksimal ke sendi pergelangan
kaki sambil menggenggam aspek plantar dari kaki dan memutar kaki secara
eksternal relatif terhadap tibia. Jika rasa sakit terjadi dengan manuver ini, tes ini
positif.
11

Gambar 2.7 Beberapa Test untuk Syndesmosis Injury.

Tabel 2.1 Tabel Pemeriksaan Fisik yang dilakukan pada Ankle Sprain

Setelah itu, pada lateral ankle injury, setiap ligamen dinilai berdasarkan
tingkat keparahan cedera masing-masing.
12

Tabel 2.2 Klasifikasi ankle sprain.


 Grade I
Sprain ringan akibat peregangan ligamen tanpa robekan makroskopik.
Bengkak atau kelembutan ringan. Tidak ada ketidakstabilan mekanis. Tidak ada
kehilangan fungsi atau gerak.
 Grade II
Sprain moderat akibat robekan sebagian ligamen secara makroskopis.
Pembengkakan sedang, ekimosis, dan nyeri tekan. Ketidakstabilan ringan
sampai sedang. Sedikit kehilangan gerak. Nyeri sedang dengan bantalan dan
ambulasi.
 Grade III
Sprain parah akibat ruptur ligamen sempurna. Pembengkakan parah,
ekimosis, nyeri tekan, dan nyeri. Ketidakstabilan mekanik yang signifikan.
Hilangnya fungsi dan gerak. Ketidakmampuan menanggung berat.
2.4.3 Pemeriksaan Penunjang
Aturan Ottawa Ankle adalah pedoman yang menunjukkan bahwa studi x-
ray harus diperoleh jika ada Nyeri di zona malleolar dan :
 Kelembutan Tulang Pada Distal 6 Cm Dari Fibula Atau
 Kelembutan Tulang Pada Jarak 6 Cm Tibia Atau
 Ketidakmampuan Untuk Mengambil 4 Langkah Segera Setelah Cedera.
Aturan Kaki Ottawa menunjukkan bahwa x-ray harus diperoleh jika ada
rasa sakit di zona midfoot dan :
13

 Kelembutan tulang di dasar metatarsal kelima atau


 Nyeri tulang pada tibia tulang navicular atau
 Ketidakmampuan untuk mengambil 4 langkah segera setelah cedera.

Gambar 2.8 Ottawa Rules


Penerapan aturan Ottawa telah mengurangi radiografi yang tidak perlu,
mengurangi waktu tunggu untuk pasien dan menurunkan biaya diagnostik. Aturan-
aturan ini telah dilaporkan memiliki sensitivitas 100 persen untuk mendeteksi
fraktur malleolar (interval kepercayaan 95 persen [CI]; kisaran: 82 hingga 100
persen) dan sensitivitas 100 persen untuk mendeteksi patah kaki bagian tengah (95
persen CI ; kisaran: 95 hingga 100 persen). Jika diindikasikan berdasarkan aturan
pergelangan kaki Ottawa, radiografi anteroposterior, lateral dan mortise harus
diperoleh setelah pemeriksaan fisik awal. Proyeksi mortise adalah pandangan
anteroposterior yang diperoleh dengan kaki diputar 15 sampai 20 derajat secara
internal sehingga sinar-x hampir tegak lurus terhadap garis intermalleolar.
Radiografi dari keseleo pergelangan kaki yang tidak rumit harus tampak normal,
atau mereka dapat menunjukkan beberapa kemiringan lateral talus pada proyeksi
anteroposterior atau mortise.
14

Radiografi dapat mengungkapkan fraktur malleolar, fraktur kubah talar atau


gangguan syndesmosis pergelangan kaki. Setiap temuan ini harus segera dirujuk ke
spesialis ortopedi. Lesi kubah talar terjadi pada 6,8 hingga 22,0 persen dari keseleo
pergelangan kaki, tetapi mereka dapat terlewatkan selama penilaian awal. Mungkin
diperlukan waktu berminggu-minggu untuk fraktur transchondral ini untuk
memanifestasikan perubahan tulang osteonekrosis (terlihat berbatasan dengan
lokasi cedera) . Fraktur stres navicular tarsal juga menghadirkan tantangan
diagnostik. Alih-alih nyeri terlokalisasi, pasien dengan fraktur ini mungkin
memiliki nyeri difus, samar-samar di sepanjang lengkung longitudinal medial atau
dorsum kaki. Reaksi stres ini dapat salah didiagnosis sebagai nyeri lengkung
longitudinal medial atau plantar fasciitis.
Untuk keseleo pergelangan kaki yang tetap bergejala selama lebih dari enam
minggu, pemindaian computed tomographic (CT) atau magnetic resonance imaging
(MRI) harus dipertimbangkan untuk menyingkirkan lesi kubah talar. Studi CT atau
MRI juga harus dipertimbangkan untuk cedera pergelangan kaki yang melibatkan
krepitus, penangkapan atau penguncian, karena gejala ini dapat dikaitkan dengan
fragmen osteokondral yang tergeser. Studi MRI dapat membantu dalam
mengidentifikasi keseleo syndesmosis dan keterlibatan tendon peroneal. Cidera
pada ligamen syndesmosis tibiofibular, yang mengikat ujung-ujung distal tibia dan
fibula, biasanya disebut sebagai keseleo pergelangan kaki yang tinggi.

Gambar 2.8 Gambaran radiografi syndesmosis injury


15

Meskipun cedera ini hanya sekitar 10 persen dari keseleo pergelangan kaki,
ini merupakan masalah yang lebih melumpuhkan dan membutuhkan perawatan
yang berbeda dari keseleo pergelangan kaki biasa. Mekanisme cedera adalah
dorsofleksi dan eversi yang berlebihan pada sendi pergelangan kaki dengan rotasi
internal tibia. Secara radiografis, keseleo syndesmosis bermanifestasi sebagai
pelebaran "ruang kosong" tibiofibular menjadi lebih besar dari 6 mm15. Jarang,
syndesmosis terus terang terganggu, dan cedera jelas.
2.4.4 Penatalaksanaan
Dokter keluarga dapat berhasil mengelola keseleo pergelangan kaki tanpa
komplikasi. Karena peningkatan pembengkakan berhubungan langsung dengan
hilangnya rentang gerak pada sendi pergelangan kaki, tujuan awalnya adalah untuk
mencegah pembengkakan dan mempertahankan rentang gerak. Manajemen awal
termasuk RICE (istirahat, es, kompresi, dan ketinggian).
Cryotherapy
Harus digunakan segera setelah cedera. Panas tidak boleh diterapkan pada sendi
pergelangan kaki yang cedera akut karena mendorong pembengkakan dan
peradangan melalui hiperemia. Es yang dihancurkan dalam kantong plastik dapat
diaplikasikan pada pergelangan kaki medial dan lateral di atas lapisan tipis
lapisan kain. Atau, kaki dan pergelangan kaki dapat didinginkan dengan
perendaman dalam air pada suhu sekitar 12,7 ° C (55 ° F). Kaki dan pergelangan
kaki harus didinginkan selama sekitar 20 menit setiap dua atau tiga jam selama 48
jam pertama, atau sampai edema dan peradangan telah stabil. Manfaat cryotherapy
termasuk penurunan metabolisme yang membatasi cedera hipoksia sekunder.
Sementara terapi dingin sedang digunakan, latihan harus dimulai untuk
mempertahankan rentang gerak dan membantu drainase limfatik. Untuk
mengeluarkan cairan edema dari jaringan yang cedera, pergelangan kaki harus
dibalut dengan perban elastis. Pembalut harus dimulai tepat ke proksimal jari kaki
dan memperpanjang di atas tingkat lingkar betis maksimal. Sepotong potongan
merasa dalam bentuk "U" dan diaplikasikan di sekitar lateral malleolus
meningkatkan tekanan hidrostatik ke area yang rentan terhadap peningkatan
pembengkakan. Selanjutnya, ekstremitas yang terluka harus ditinggikan 15 hingga
16

25 cm (6 hingga 10 in) di atas tingkat jantung untuk memfasilitasi drainase vena


dan limfatik sampai pembengkakan mulai membaik.
Obat antiinflamasi nonsteroid lebih disukai daripada narkotika untuk
menghilangkan rasa sakit. pada kebanyakan pasien, penggunaan dua kruk yang
dipasang dengan benar harus dipertimbangkan selama periode awal yang paling
menyakitkan setelah cedera. Penahan berat harus terjadi sesuai toleransi.
Meskipun beberapa keseleo tingkat ringan mungkin akan memperbolehkan
untuk melakukan aktivitas latihan kembali dalam 2 sampai 3 hari, keseriusan dari
keseleo sedang dan tingkat parah tidak boleh untuk diremehkan. Memberikan
perawatan secara tidak tepat dapat menyebabkan pergelangan kaki menjadi tidak
stabil yang kronis, yang dapat menyebabkan suatu saat dapat mengalami cedera
kembali, keterbatasan menekan dalam melakukan aktivitas olahraga,
mengakibatkan arthritis secara dini pada sendi pergelangan kaki, dan kadang-
kadang perlu untuk dilakukan pembedahan. Para atlet yang ingin menghindari
terjadinya komplikasi ini, setiap mengalami cedera keseleo seharusnya dievaluasi
dan dirawat sebagaimana mestinya.
1. Keseleo tingkat ringan
Perawatan yang dilakukan sebaiknya meliputi:
a) Berhenti dari aktivitas
b) Pengompresan dengan es selama 20 sampai 30 menit
c) Kaki yang keseleo harus tetap terangkat (dinaikkan ke atas) sedapat
mungkin
d) Jika terjadi pembengkakan, pengomperasan dengan es harus terus
menerus diulang dalam satu hari. Buatlah popsicle dengan es dengan
jalan membekukan air dalam kantong plastik atau cangkir kertas
kemudian merobek bagian sisinya untuk mengeluarkan es.
Perawatan yang digunakan tersebut dinamakan metode RICE, yaitu rest
(istirahat), ice (pemakain es), compression (pengomperasan), dan elevation
(elevasi). Pemakaian metode RICE untuk mengatasi keseleo ringan, biasanya
berlanjut selama 2 sampai 3 hari, kemudian dapat diikuti dengan melakukan
olahraga lari kembali secara bertahap.
17

2. keseleo tingkat sedang


Cedera ini dapat menimbulkan rasa sakit yang luar biasa pada sekitar pada
bagian luar pergelangan kaki disbanding pada keseleo ringan, seperti timbulnya
pembengkakan dan memar selama 12 sampai 24 jam. Perawatan pada kasus ini:
a) Sama seperti cedera keseleo ringan; yaitu penggunaan metode RICE.
b) Keseleo ini memerlukan perlindungan lebih, contohnya pemakaian pembalut
yang halus untuk menyembuhkan ligament.
c) Seseorang yang menderita keseleo tingkat sedang dengan rasa sakit yang parah
sebaiknya mendapatkan perawatan yang professional, karena kemungkinan
terjadi kerusakan ligament.
d) Sebaiknya dilakukan penyinaran roentgen untuk memastikan kerusakan apa
saja yang telah terjadi pada tulang tersebut.
e) Penghentian aktivitas olahraga selama 2 sampai 3 minggu.
f) Setelah kondisi ligament tersebut sembuh, latihan-latihan olahraga yang
melibatkan pergelangan kaki dapat dilanjutkan program rehabilitasi
3. Keseleo tingkat parah
Merupakan jenis cedera yang serius, ditandai terjadinya suara robekan atau
pecah pada daerah yang mengalami keseleo seringkali kita rasakan atau kita dengar,
akan terjadi rasa sakit secara cepat dan rasa nyeri selama 5 menit. Meskipun
dimungkinkan untuk dapat berjalan secara cepat setelah terjadi keseleo, namun rasa
sakit dan nyeri akan meningkat selama 30 menit, kemudian berlanjut dengan tidak
dapat atau sulit untuk bejalan. Akan terjadi memar pada bagian luar pergelangan
kaki, telapak kaki dan kaki bagian bawah. Berjalan atau berlari sesaat setelah terjadi
keseleo akan lebih memperburuk pembengkakan, memar dan kerusakan yang
terjadi di ligament.
Perawatan awal dapat dilakukan, seperti pada cedera keseleo yang lebih
ringan menggunakan metode RICE. Penggunaan crutch (tongkat ketiak) dapat juga
digunakan untuk mengistirahatkan secara total bagian pergelangan yang kaki yang
keseleo. Bila ligament pergelangan kaki benar-benar putus, dilakukan pembedahan.
Apabila semua ligament telah rusak namun pergelangan kaki tetap stabil (dapat
ditentukan dengan menekan pergelangan kaki sampil menyinarinya dengan sinar
18

X), perlu dipergunakan pembalut dan gips selama 4 sampai 6 minggu. Setelah tahap
penyembuhan selesai dilkaukan program rehabilitasi.
Rehabilitasi Pergelangan Kaki
Program ini dilakukan setelah ligament pergelangan benar-benar sembuh.
Lamanya program ditentukan oleh tingkatan cedera keseleo. Pelaksanaan program
rehabilitasi sebaiknya mulailah dengan latihan pertama dilakukan tanpa merasa
sakit, baru kemudian bisa melanjutkan latihan berikutnya.
1. Latihan jangkauan gerakan dengan tanpa melakukan perlawanan. Dilakukan
sambil duduk, gerakkan kaki ke atas dan kebawah pada daerah pergelangan kaki
30 sampai 40 kali. Kemudian lakukan invert (gerakan kaki memutar kaki ke
dalam) dan evert (gerakan memutar kaki keluar) 30 sampai 40 kali. Latihan ini
sebaiknya diulangi 4 sampai 5 kali setiap hari.
2. Latihan inversi-eversi, dilakukan sambil berdiri. Dengan berdiri tegak dengan
jarak kaki antara 12 sampai 18 inchi, secara bergantian menaikkan bagian dalam
dan bagian luar dari kaki sampai lutut sedikit dibengkokkan. Ulangi 20-30 kali,
3 sampai 4 kali sehari.
3. Latihan menguatkan otot peroneal. Letakkan sebuah gelang karet yang besar,
melingkari kedua kaki yang lurus sambil duduk dilantai dengan kedua kaki
lurus. Dengan gelang kaet tersebut untuk melakukan gerakan berlawanan,
bentangkan kaki. Kedua pergerlangan sebaiknya berjarak 4 sampai 6 inchi.
Perlahan-lahan biarkan kaki membalik (menelungkup). Latihan ini sebaiknya
dilakukan 20-30 kali, tiga kali sehari.
4. Berjalan jinjit dengan mengenakan sepatu. Berdiri pada jari-jari kaki dengan
mengenakan sepatu dan berjalan mengeliling jarak semampunya atau selama 5
menit. Lakukan berulang 2 sampai 3 kali sehari.
5. Berjalan dengan menggunakan tumit kaki dengan menggunakan sepatu.
6. Secara bertahap lakukan kembali aktivitas olahraga, setelah melakukan latihan
peningkatan kekuatan pada pergelangan kaki anda dan rasa sakit berkurang,
dapat melakukan aktivitas fisik/fitness dengan normal. Setelah berjalan terasa
nyaman dapat melakukan jogging, berlari mengelilingi lintasan angka delapan
yang memangjang, perlahan-lahan ikuti lintasan angka delapan, yang
19

panjangnya sekitar 20 sampai 30 yard, dan memendek secara bertahap dan


mempercepat pada saat belokan. Latihan ini akan membantu meningkatkan
daerah gerakan dan menguatkan otot-otot sekitar dan dapat menstabilkan
pegelangan kaki.

2.5 Ankle Fracture


Fraktur adalah patah sebagian atau seluruhnya pada tulang. Di pergelangan
kaki, patah tulang dapat berkisar dari cedera avulsi yang kurang serius (potongan-
potongan kecil tulang yang telah ditarik) hingga patah seperti tulang tibia, fibula,
atau keduanya. Patah tulang pergelangan kaki adalah cedera umum yang paling
sering disebabkan oleh pergelangan kaki yang menggulung ke dalam atau ke luar.
Banyak orang mengira fraktur pergelangan kaki untuk keseleo pergelangan kaki,
tetapi mereka sangat berbeda dan karenanya memerlukan diagnosis yang akurat dan
awal. Kadang-kadang terjadi secara bersamaan (American Collage of Foot and
Ankle Surgeon,
2.5.1 Klasifikasi
Klasifikasi Weber yang biasa digunakan bergantung pada tingkat fraktur
malleolar lateral relatif terhadap garis sendi pergelangan kaki. Berikut merupakan
klasifikasi menurut Danis - Weber :
1. Danis - Weber A

Gambar 2.9 Weber A


Fraktur avulsi dari lateral malleolus pada D-W Tipe A jarang bergeser dan
biasanya stabil. Fraktur ini berhubungan dengan cedera adduksi-aduksi (SAD)
20

Lauge-Hansen. Pada Tipe ini terjadi fraktur malleolus di bawah sindesmosis.


Mekanisme cedera melibatkan inversi, yang menyebabkan pecahnya ligamen
kolateral lateral atau fraktur avulsi transversal dari malleolus lateral. Jika gaya
inversi berlanjut, talus memiringkan medial hingga menyentuh dan mematahkan
malleolus medial dengan memotongnya. Ini menghasilkan fraktur malleolar medial
yang pendek dan vertikal, temuan klasik SAD stadium II, yang sulit untuk difiksasi
secara tepat. Beberapa peneliti percaya bahwa fraktur D-W tipe A terisolasi dapat
menerima pengobatan konservatif dengan imobilisasi tanpa bantalan kaki pendek.
Pakarinen dan rekannya menemukan bahwa fraktur malleolar lateral yang
terisolasi pada mortise yang stabil dapat diobati dengan sukses tanpa pengurangan
bedah dan pemindahan fibula pasca perawatan tidak menyebabkan gangguan
fungsional atau nyeri. Jika pasien ketidakpatuhan atau tanda-tanda keterlambatan
atau nonunion dicatat, koreksi bedah dengan sekrup intramedulla tunggal,
dilakukan dengan teknik terbuka atau perkutan, diperlukan dan biasanya berhasil.
Teknik tersebut mirip dengan teknik yang digunakan pada fraktur Jones
metatarsal kelima. Sekrup idealnya membeli korteks medial fibula proksimal
daripada mengapung di tulang kanselus. Karena sifat melintang fraktur avulsion ini,
fiksasi interfragmentari konvensional biasanya tidak memungkinkan. Jika perlu,
pelat buttress fibula distal dapat digunakan. AcuMed juga menawarkan batang
fibular yang, ditempatkan intramedulla, berguna dalam situasi ini. Setelah fibula
distabilkan, ligamentotaxis akan membantu mengurangi medial malleolus, jika
patah. Penulis secara rutin memperbaiki fraktur malleolar medial ini dengan 2
sekrup cannulated, cancellous, jika ukuran fragmen malleolar medial
memungkinkan, dimasukkan tegak lurus terhadap garis fraktur.
2. Danis - Weber B
Fraktur fibula distal D-W tipe B biasanya berupa fraktur spiral miring atau
miring, sering menunjukkan perpindahan lateral dan / atau pemendekan fragmen
fraktur fibula distal. Fraktur Weber B merupakan fraktur malleolus lateralis yang
bersifat oblik disertai avulsi malleolus medialis dan sering terjadi dengan robekan
ligament tibiofibular bagian depan. Fraktur ini berhubungan dengan cedera rotasi
supinasi-eksternal Lauge-Hansen (SER) dan penculikan pronasi (PAB).
21

Gambar 2.10 Weber B


Kekuatan cedera mengikuti jalur resistensi paling sedikit melalui tulang
fibula. Rotasi lebih lanjut baik memecahkan ligamentum tibiofibular posterior-
inferior (PITFL) atau menyebabkan fraktur avulsi dari tuberkulum lateral posterior
tibia (posterior malleolus atau fraktur Volkmann). Akhirnya, ligamentum deltoid
medial gagal atau medial malleolus avulsi.
Pola fraktur miring spiral cocok dengan baik untuk fiksasi sekrup
interfragmentary. Garis fraktur yang panjang bahkan dapat mengakomodasi banyak
sekrup antar-cabang. Menggunakan sekrup ulir atau teknik lag menghindari ulir
sekrup melintasi fraktur dan mengalihkannya. Ada banyak pelat pengunci anatomi
yang saat ini ada di pasaran yang memberikan kemudahan fiksasi dalam kasus ini.
Favorit di Broadlawns Medical Center
Mekanisme cedera yang terlibat dalam fraktur D-W tipe B / PAB
menyebabkan cedera medial lebih dulu karena posisi pronasi kaki. Terjadi ruptur
ligamentum deltoid medial atau fraktur avulsi dari medial malleolus. Penculikan
kemudian menyebabkan pecahnya fraktur AITFL dan / atau PITFL atau avulsi pada
insersinya. Ketidakstabilan yang dihasilkan dari fragmen fibula distal
memungkinkan fraktur fibula oblik pendek (kadang-kadang melintang). Jika
kekuatan penculikan berlanjut, fragmen fraktur fibula distal berdampak pada fibula
proksimal, menyebabkan fragmen kupu-kupu merek dagang terlihat pada tipe
fraktur ini. Merrill mengamati bahwa membran interoseus (IOM) sensitif terhadap
22

kekuatan abduksi dan dapat dikompromikan. Seperti pada SER, bahu lateral kubah
talar dapat dihancurkan pada kontak dengan tibialis plafond, menyebabkan lesi
osteochondral. Fraktur fibular yang terkait dengan cedera B / PAB tipe D-W lebih
sulit untuk dikurangi dan difiksasi karena sifatnya yang hampir melintang. Fragmen
kupu-kupu, jika ada, semakin mempersulit reduksi. Kawat Cerclage mungkin
diperlukan untuk menahan fragmen kupu-kupu pada posisinya, dan fiksasi sekrup
antar-cabang mungkin atau tidak mungkin dilakukan. Entah pelat fibula distal
anatomis atau lempeng tubular sepertiga dapat digunakan untuk mempertahankan
posisi fragmen fraktur. Kadang-kadang, jika reduksi fragmen kominut adalah
mustahil, fraktur fibular harus dijembatani dengan pelat yang lebih panjang, dengan
fiksasi sekrup yang cukup proksimal dan distal ke fraktur untuk memberikan fiksasi
yang kaku. Malleolus medial berkurang dan terfiksasi (seperti dijelaskan
sebelumnya). Fraktur tipe B / PAB D-W jarang menghasilkan fraktur malleolar
posterior.
3. Denis – Weber Tipe C

Gambar 2.12 Weber C


Fraktur tipe C / PER D-W juga mulai secara medial, dengan pronasi
menyebabkan kegagalan deltoid atau avulsi medial malleolus. Pada tipe C ini
terdapat fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia disertai
23

fraktur atau robekan pada malleolus mediallis. Selanjutnya, AITFL pecah atau
avulses insersinya, memungkinkan rotasi eksternal untuk fraktur fibula dalam pola
fraktur tinggi, spiral, miring ke belakang klasik, dengan garis fraktur berjalan dari
posteriorinferior ke anterior-superior. Terjadi ruptur PITFL atau fraktur malleolar
posterior. Karena mekanisme ini juga dapat menyebabkan fraktur tipe SER atau
Maisonneuve yang tinggi, fraktur malleolar medial atau posterior yang terisolasi
(keduanya jarang terjadi) harus membuat dokter curiga terhadap fraktur fibula
tinggi.
Patah tulang ini cocok untuk penempatan sekrup interfragmentasi dan baik
pelapisan tubulus anatomis atau sepertiga. Jika fraktur panjang dan tidak stabil dan
pelat tunggal tidak memberikan ketahanan yang cukup terhadap tegangan lentur, 2
sepertiga pelat tabung dapat ditumpuk sehingga tumpang tindih oleh beberapa
lubang. Seringkali pada tipe-tipe fraktur inilah pemendekan fragmen fraktur fibula
distal yang signifikan dapat ditemukan. Penjepit tulang pada fragmen distal,
menerapkan gangguan, dapat digunakan untuk mengembalikan panjang fibula.
Restorasi kemudian dapat sementara dipertahankan oleh kabel K atau pin
Steinmann didorong melalui fragmen fibula distal ke tibia atau talus distal. Jika ini
tidak berhasil, pelat yang dipilih dapat diperbaiki ke fragmen fibula distal dengan 2
sekrup dan sekrup bebas (2 mm lebih panjang dari yang diukur) dimasukkan secara
bikortik ke dalam fragmen serat proksimal, proksimal ke pelat.
Penyebar lamina kemudian digunakan di antara sekrup bebas dan ujung
proksimal plat untuk mendorong fraktur secara distal, mengembalikan panjang
fibula, sementara aspek proksimal plat dijepit sementara untuk menangkap reduksi.
Fraktur tipe C / PER D-W juga dapat menyebabkan kegagalan PITFL atau avulsi
dari malleolus posterior.
24

Gambar 2.13 Perbedaan klasifikasi Weber A,B,C


25

2.5.2 Penatalaksanaan
Ketika patah tulang pergelangan kaki telah didiagnosis, itu pilihan
perawatan yang cocok tidak hanya bergantung pada jenis fraktur dan cedera terkait,
tetapi juga pada kondisi medis pasien lainnya, dan perawatan apa pun hanya dapat
diberikan dengan pasien di - persetujuan terbentuk.
Perawatan konservatif
Pada prinsipnya, setiap fraktur stabil dengan non-displaced atau hanya
fragmen yang sedikit tergeser yang bisa dirawat secara konservatif. Prosedur yang
harus diikuti tertunda terutama pada kepatuhan pasien. Fraktur tipe A tidak perlu
diimobilisasi dalam gips, tetapi bisa melainkan diperlakukan seperti ligamen
eksternal yang pecah dalam menstabilkan orthosis pergelangan kaki untuk fungsi
awal dengan penopangan berat badan penuh yang disesuaikan dengan rasa sakit.
Semua patah tulang yang bukan tipe A harus dirawat di walker atau sepatu vakum.
Gips kaki dibuat dari plester atau bahan sintetis relatif tidak nyaman untuk pasien
dan oleh karena itu, menurut pendapat kami, usang. Selama enam minggu, pasien
harus melakukannya dimobilisasi dalam alat bantu jalan untuk angkat berat penuh
yang disesuaikan dengan rasa sakit Orthosis tetap menyala di malam hari. Jika
pasien tidak dapat membawa beban penuh pada pergelangan kaki karena jenis
fraktur atau karena rasa sakit, itu pemberian obat antitrombotik selama ini
periode harus dipertimbangkan.
Potensi komplikasi dari perawatan konservatif termasuk perpindahan
fragmen dan pelebaran garpu pergelangan kaki selama kursus lebih lanjut. Karena
itu kami menyarankan untuk mendapatkan rontgen lanjutan 4, 7, 11, dan 30 hari
setelah trauma kausatif. Tergantung pada temuan keseluruhan, mungkin saja
sepenuhnya masuk akal untuk mengobati patah tulang secara konservatif dan untuk
menerima kesembuhan dalam posisi yang tidak sempurna dalam suatu pasien lanjut
usia atau multimorbid, jika berisiko operasi dinilai tinggi. Dalam kasus seperti itu
juga, sendi umumnya diimobilisasi dengan alat bantu jalan atau
sepatu vakum.
26

Terapi Operatif
 Danis-Weber tipe A
Fraktur tipe A terisolasi malleolus lateral hanya boleh diobati dengan
reduksi terbuka dan fiksasi internal (ORIF) jika ada fragmen dislokasi dan / atau
keterlibatan sendi. Fraktur pengungsian medial malleolus biasanya terletak di sudut
sendi di daerah transisi ke permukaan sendi tibialis. Tanpa perawatan, talus berayun
ke dalam varus malposisi selama perjalanan lebih lanjut pasien. Tergantung pada
temuan, permukaan sendi dapat direkonstruksi dengan reduksi terbuka atau
tertutup. Reduksi dipegang bersama oleh dua sekrup traksi fraksi kecil yang
dianulasi atau konvensional. Atau, kabel tensionband dapat digunakan.
 Danis-Weber tipe B
Fraktur Weber tipe B dapat berupa fraktur fibular terisolasi atau fraktur
malleolus lateral yang digabungkan dengan fraktur medial malleolus (fraktur
bimalleolar yang disebut socalled) atau segitiga Volkmann. Fibula berkurang secara
anatomis (dengan perhatian khusus pada panjang yang tepat) melalui insisi
longitudinal standar dengan traksi longitudinal dan, jika perlu, rotasi. Reduksi
diamankan dengan forceps reduksi runcing atau forceps reduksi fraktur. Sekrup
traksi melalui fraktur ditempatkan sedekat mungkin tegak lurus dengan bidang
fraktur untuk memungkinkan kompresi antarfragmentasi. Pengurangan lebih lanjut
diamankan dan distabilkan dengan plat tubular sepertiga (pelat netralisasi), yang
dimodelkan ke tulang dan kemudian diperbaiki di atas dan di bawah fraktur dengan
sekrup. Dalam istilah biomekanik, lempeng ini berfungsi sebagai penyangga atau
penyangga; pelat tipis yang dapat dengan mudah ditekuk dengan tekanan manual
yang memadai. Jika fibula patah dalam beberapa fragmen, tidak ada sekrup traksi
yang digunakan. Implan modern, anatomi, dan sebagian sudut sekarang tersedia
secara komersial yang membuat pengurangan secara teknis lebih sederhana.
Syndesmosis juga harus diuji untuk cedera (lihat juga di bawah "Cidera
syndesmosis"). Malleolus medial dan segitiga Volkmann tetap pada tempatnya
secara analog
27

 Fraktur Danis-Weber tipe C


Teknik operasi pada dasarnya sama dengan teknik fraktur tipe B. Piring
yang stabil pada pergelangan kaki dapat digunakan sebagai ganti dari plat tubular
sepertiga tergantung pada keterlibatan sendi. Ini sangat berguna jika ada zona
rekahan yang panjang dengan banyak fragmen. Fraktur Maisonneuve, fraktur tipe
C Weber tinggi di bawah kepala fibula, adalah kasus khusus: dalam banyak cedera
seperti itu, syndesmosis dan membran interoseus robek dan garpu pergelangan kaki,
karenanya, tidak stabil. Fibula harus diposisikan ke dalam takik fibula. Namun,
fraktur Maison neuve sendiri biasanya tidak diobati dengan osteosintesis.
 Cidera syndesmosis
Pada fraktur tipe B atau C apa pun, pergelangan kaki harus diposisikan
secara intraoperatif dalam 20 ° rotasi internal dan ditarik secara lateral dengan kait
retractor untuk menguji stabilitas syndesmosis. Lateralisasi talus, yaitu, pelebaran
celah tibiofibular atau ruang sendi talotibial secara medial, menyiratkan pecahnya
syndesmosis yang relevan secara biomekanik yang menyebabkan ketidakstabilan.
Dalam kasus seperti itu, fibula harus diposisikan ke dalam takik fibula; intensifier
gambar 3D dapat digunakan untuk efek yang baik untuk memeriksa keakuratan
reduksi. Biasanya dilakukan dengan forceps reduksi runcing dan setidaknya sekrup
pemosisian tricortical. Sekrup pemosisian bukan sekrup traksi. Tidak ada tekanan
yang bisa ditempatkan pada sambungan. Sekrup biasanya ditempatkan sekitar 2 cm
di atas celah sendi tibialis dalam orientasi 30 °, dari lateral-fibular ke
tibialventromedial. Fragmen tulang avulsed, seperti fragmen Wagstaffe atau
tubercle Chaput, dimasukkan kembali dengan sekrup. Segitiga Volkmann — avulsi
punggung syndesmosis — harus diperbaiki dengan satu atau dua sekrup traksi yang
ditempatkan dari sisi perut jika lebih dari 25% permukaan sambungan terlibat.
2.5.3 Komplikasi
Komplikasi akut
Komplikasi yang paling umum pada periode segera pasca operasi adalah
hematoma luka dan nekrosis luka. Dalam kasus yang meragukan, revisi operasi
harus dilakukan lebih awal dan lebih luas, untuk mencegah infeksi dan
pengembangan cacat yang lebih besar yang, pada akhirnya, perlu operasi plastik
28

untuk diperbaiki. Tingkat infeksi pasca operasi hingga 2%. Jika penyembuhan luka
tidak memadai (kadang-kadang dengan paparan sekrup atau piring), bahan
osteosintetik harus dihilangkan. Semua bahan osteosintetik yang terpapar, mis.,
Bahan yang tidak ditutupi oleh jaringan lunak vital, dianggap terinfeksi. Menunggu
penutupan dengan niat kedua dalam kasus seperti itu dikontraindikasikan dan,
memang, lalai.
Pada 2007, SooHoo menerbitkan angka komplikasi untuk berbagai
komplikasi dalam 57000 fraktur kolektif. Frekuensi emboli paru adalah 0,34%,
sedangkan tingkat infeksi luka adalah 1,44% dan revisi bedah adalah 0,82% (ketiga
komplikasi telah ditetapkan sebagai sesekali, umum, dan sesekali, masing-masing,
oleh Institut Federal Jerman untuk Obat dan Alat Kesehatan - Bundesinstitut für
Arzneimittel und Medizinprodukte, BfArM). Tingkat komplikasi meningkat
dengan meningkatnya kompleksitas cedera dan dengan bertambahnya usia.
Komplikasi jangka panjang
Arthrosis pergelangan kaki adalah komplikasi jangka panjang paling serius
dari patah tulang pergelangan kaki (e3). Setelah semua perawatan konservatif,
termasuk sepatu ortopedi, telah dicoba, arthrosis pergelangan kaki mungkin perlu
diobati dengan sendi pergelangan kaki palsu atau arthrodesis pergelangan kaki (e3).
Menurut Horisberger et al., Faktor risiko utama untuk arthrosis pasca-trauma adalah
jenis patah tulang, gangguan penyembuhan, usia pasien pada saat kecelakaan, dan
rekonstruksi permukaan sendi dan garpu pergelangan kaki yang tidak memadai
(termasuk rekonstruksi dalam varus atau valgus malposition). Secara umum,
sebanyak 10% dari semua pasien dengan fraktur pergelangan kaki mengembangkan
artrosis pergelangan kaki simtomatik selama jangka menengah atau panjang (e3-
e5).
29

DAFTAR PUSTAKA

American College of Foot and Ankle Surgeons. 2006. Ankle Fracture.

Berry, Phil H. 2012. Ankle Fracture Treatment Guidelines. Texas Orthopedic


Surgical Assotiation.

Hubbard, Tricia J., Wikstrom, Erik. 2010. Ankle sprain: pathophysiology,


predisposing factors, and management strategies. Open Access Journal of
Sports Medicine.

Kerkhoffs, Gino M. 2012. Diagnosis, treatment and prevention of ankle sprains: an


evidence-based clinical guideline. Br J Sports Med 2012;46:854–860

Lee, Duron A, et al. 2013. Ankle Sprains. 72:3

Mandi, Denise M. 2012. Ankle Fractures. Section of Foot & Ankle Surgery,
Department of Surgery, Broadlawns Medical Center. Clin Podiatr Med
Surg 29 (2012) 155–186
Polzer, Hans., et al., 2012. Diagnosis and treatment of acute ankle injuries:
development of an evidence-based algorithm. Orthopedic Reviews 2012;
volume 4:e5

Riegger, Cheryl L. 1988. Anatomy of the Ankle and Foot. 68 :12

Swart, Eric., et al. 2015. How long should patients be kept non-weight bearing after
ankle fracture fixation? A survey of OTA and AOFAS members. Injury, Int.
J. Care Injured (2015)

Tenforde, Adam S., Yin, Army., Hunt, Kenneth J. 2016. Foot and Ankle Injuries in
Runners. Department of Physical Medicine and Rehabilitation, Spaulding
Rehabilitation Hospital, Harvard University. Phys Med Rehabil Clin N Am
27 (2016) 121–137
30

Wolfe, Michael W. 2001. Management of Ankle Sprains. American Family


Physician. 63:1

Anda mungkin juga menyukai