BAB 1. PENDAHULUAN
Pergelangan kaki adalah sendi yang kompleks dimana talus duduk dan
dilindungi oleh malleolus lateralis dan medialis yang diikat oleh ligament (Rasjad,
2007). Pergelangan kaki mampu melakukan berbagai gerakan, yaitu fleksi,
ekstensi, inversi dan eversi serta kombinasi dari gerakan ini. Pergelangan kaki
mengambil seluruh berat tubuh dan sebagai tumpuhan pada kekuatan yang cukup
besar, terutama dalam berlari dan melompat. Hal ini dapat menyebabkan
ketidakseimbangan yang dapat menimbulkan cedera pada pergelangan kaki (Philip
dkk., 2006).
Ankle injury atau cedera pergelangan kaki adalah cedera yang terjadi pada
tulang, otot, persendian, atau ligamen pergelangan kaki dan juga termasuk Kulit
dan jaringan lunak yang terkait (Schmitt Thompson Protocol, 2017). Ankle Sprain
paling banyak terjadi pada cedera pergelangan kaki. Sebanyak 85% dari cedera
pergelangan merupakan kasus Ankle Sprain dan 15% lainnya merupakan kasus
Ankle Fracture (Denise, 2012). Ankle Sprain didefinisikan sebagai robekannya
ligamen yang menghubungkan tulang dengan tulang dan membantu menstabilkan
sendi (Sports Medicine Australia, 2010).
Ankle injury sering terjadi diakibatkan oleh kegiatan olahraga. Di Belanda
520.000 orang setiap tahun mengalami cedera traumatis pada pergelangan kaki,
sekitar 200.000 orang diantaranya diakibatkan oleh olahraga (Hans dkk., 2012).
Olahraga membutuhkan melompat, berputar, dan memutar gerakan seperti bola
basket, bola voli, sepak bola; dan perubahan arah yang eksplosif seperti sepak bola,
tenis, dan hoki sangat rentan terjadi ankle injury (Sports Medicine Australia, 2010).
Dari pasien yang melakukan olahraga, sekitar 60-90% melanjutkan olahraga setelah
12 minggu pada tingkat yang sama seperti sebelumnya trauma (Denise, 2012).
2
2.1 Anatomi
Ankle tersusun oleh tulang, ligamen, tendon, dan jaringan penghubung.
Susunan sendi ankle terdiri atas distal tibia, fibula, dan superior talus. Susunan
ankle seperti gambar 2.1
talokrural adalah artikulasi antara tibia dan fibula secara proksimal dan talus secara
distal. Sendi tibiofibular (syndesmosis) adalah artikulasi distal antara sisi medial
fibula dan sisi lateral tibia. Sendi subtalar (talocalcaneal) adalah artikulasi antara
talus inferior dan calcaneus superior. Mortise terdiri tiga sisi yang dibentuk oleh
tibialis plafond, medial malleolus, dan lateral malleolus.
ATFL dapat mencegah rotasi internal dan adduction dari talus. ATFL relatif lemah
dan memiliki beban terendah di antara ligamen pergelangan kaki lateral lainnya dan
dengan demikian merupakan ligamen pergelangan kaki yang paling sering terluka.
Anterior talofibular ligament (ATFL) menahan inversi ketika plantar fleksi dan
calcaneofibular ligament (CFL) ketika dorsifleksi (Pada saat dorsifleksi anterior
talofibular ligament (ATFL) tegang dan calcaneofibular ligament (CFL) renggang,
sedangkan plantarfleksi terjadi sebaliknya).
CFL adalah ligamentum bundar, seperti kabel, dan ekstrasapsular yang
bersesuaian dengan selubung tendon peroneal. Melewati posteroinferior dari ujung
distal malleolus lateral dan masuk ke calcaneus lateral. Calcaneofibular ligament
(CFL) lebih tebal secara struktur, lebih kuat dibandingkan anterior talofibular
ligament, dan CFL kendur dalam fleksi plantar dan tegang pada dorsofleksi
sehingga berfungsi pula untuk mencegah adduksi pada posisi netral dan posisi
dorsifleksi. Selain itu, karena CFL terbentang dari lateral ankle joint sampai
subtalar joint, ligamen ini berkontribusi terhadap stabilitas untuk sendi ankle dan
subtalar.
PTFL adalah ligamentum kapsuler yang memanjang dari aspek
posteromedial lateral malleolus dan masuk ke posterolateral talus. Posterior
talofibular ligament merupakan ligamen yang paling kuat diantara ketiga ligamen
di lateral. Ligamen ini mengalami tekanan paling kuat ketika dorsifleksi dan
berfungsi membatasi posterior talar displacement dalam mortise dan rotasi eksterna
dari talus. Apabila terdapat disrupsi pada anterior talofibular ligament dan
calcaneofibular ligament, posterior talofibular ligament berfungsi membatasi rotasi
interna dan aduksi pergelangan kaki ketika dorsifleksi (Hoagland, 2015).
5
2.2 Definisi
Ankle injury atau cedera pergelangan kaki adalah cedera yang terjadi pada
tulang, otot, persendian, atau ligamen pergelangan kaki dan juga termasuk Kulit
dan jaringan lunak yang terkait (Schmitt Thompson Protocol, 2017). Ankle Sprain
dan ankle fracture paling banyak terjadi pada cedera pergelangan kaki (Denise,
2012).
2.3 Epidemiologi
Ankle Sprain paling banyak terjadi pada cedera pergelangan kaki. Sebanyak
85% dari cedera pergelangan merupakan kasus Ankle Sprain dan 15% lainnya
merupakan kasus Ankle Fracture (Denise, 2012). Ankle injury sering terjadi
diakibatkan oleh kegiatan olahraga. Di Belanda 520.000 orang setiap tahun
mengalami cedera traumatis pada pergelangan kaki, sekitar 200.000 orang
diantaranya diakibatkan oleh olahraga (Hans dkk., 2012). Olahraga membutuhkan
melompat, berputar, dan memutar gerakan seperti bola basket, bola voli, sepak bola;
dan perubahan arah yang eksplosif seperti sepak bola, tenis, dan hoki sangat rentan
terjadi ankle injury (Sports Medicine Australia, 2010). Dari pasien yang melakukan
olahraga, sekitar 60-90% melanjutkan olahraga setelah 12 minggu pada tingkat
yang sama seperti sebelumnya trauma (Denise, 2012). Cidera pergelangan kaki,
untuk semua jenis, terjadi pada lebih dari 5 juta kunjungan gawat darurat setiap
tahunnya. Pada tahun 2009, diagnosis ekstremitas bawah paling umum untuk
kunjungan gawat darurat di Amerika Serikat adalah ankle sprain, sekitar 36% dari
seluruh cedera ekstremitas bawah yang terjadi.
abnormal antara medial malleolus dan talus (Arheim, 1985; 473, Peterson dan
renstrom, 1990; 342-343).
Cedera pada ligamen syndesmotic distal yang menghubungkan tibia dan
fibula di kaki bagian bawah juga dapat terjadi dan biasa disebut dengan high ankle
injury (syndesmotic injury). Cedera ini dapat terjadi karena adanya pronasi-abduksi,
pronasi-eversi, supinasi-eversi, rotasi eksternal, supinasi-abduksi, dan dorsofleksi.
Mekanisme khas dari cedera adalah hiper-dorsofleksi dan rotasi eksternal kaki
sehubungan dengan tibia. Mereka sering dikaitkan dengan cedera dan fraktur
jaringan lunak lebih lanjut, yang dapat menyebabkan ketidakstabilan pergelangan
kaki yang signifikan. Cidera ini yang stabil ditandai oleh lesi AITFL (dengan atau
tanpa ruptur IOL) dan tanpa keterlibatan ligamentum deltoid. Sedangkan yang tidak
stabil diklasifikasikan sebagai diastasis laten atau terbuka. Diastasis laten
melibatkan ruptur AITFL dengan atau tanpa IOL dan ruptur ligamentum deltoid.
Ini dapat dideteksi pada radiografi stres, MRI, dan / atau penilaian arthroscopic.
teravulsi oleh tulang calcaneo fibula, dan talus melawan medial malleolus untuk
menghasilkan patah yang kedua kalinya. Kejadian ini disebut bimalleolar fracture.
Anterior ligamentum talofibular adalah yang paling mudah terluka. Cidera
pada ligamentum ini dan ligamentum calcaneofibular dapat menyebabkan
ketidakstabilan yang cukup besar. Ligamentum talofibular posterior adalah yang
terkuat dari kompleks lateral dan jarang terluka tetapi lebih sering dikaitkan dengan
fraktur pergelangan kaki dan / atau dislokasi.
Stabilitas pergelangan kaki medial diberikan oleh ligamentum deltoid yang
kuat, ligamentum tibiofibular anterior dan mortise tulang. Karena artikulasi tulang
antara medial malleolus dan talus, ankle sprain pada medial lebih jarang terjadi
daripada lateral ankle sprain. Pada keseleo pergelangan kaki medial, mekanisme
cedera adalah eversi dan dorsofleksi yang berlebihan.
2.4.2 Klasifikasi dan Diagnosis
Deformitas tidak boleh terjadi dengan keseleo pergelangan kaki, meskipun
pembengkakan parah dapat memberikan kesan deformitas. Seluruh panjang tibia
dan fibula harus diraba untuk mendeteksi fraktur fibula proksimal (fraktur
Maisonneuve), yang mungkin berhubungan dengan cedera syndesmosis.
Nyeri di sepanjang dasar metatarsal kelima dapat mengindikasikan avulsi
tendon brevis peroneal. Nyeri dan efusi teraba di sepanjang garis sendi talokural
harus meningkatkan kecurigaan lesi kubah talar osteochondral. Lesi ini hasil dari
trauma langsung antara talus dan fibula (lesi anterolateral) atau antara talus
posteromedial dan tibia (lesi posteromedial). Lesi talar dome mungkin tidak tampak
pada radiografi sampai dua hingga empat minggu setelah cedera.
Untuk menilai stabilitas ligamen pergelangan kaki lateral, dua manuver
provokatif sangat penting. Keduanya harus dilakukan dibandingkan dengan kaki
yang tidak terluka. Jika ada peningkatan kelonggaran, tes dianggap positif. Anterior
drawer test menilai integritas ligamentum talofibulare anterior. (ATFL). Jika ATFL
pecah, dalam 50% kasus dimple sign dapat dilihat pada aspek anterior sendi. Talar
tilt test untuk ATFL dan ligamentum calcaneofibular (CFL) juga dapat dilakukan.
Tes stres positif, selain rasa sakit pada palpasi di lokasi ligamen, dan tanda
10
Tabel 2.1 Tabel Pemeriksaan Fisik yang dilakukan pada Ankle Sprain
Setelah itu, pada lateral ankle injury, setiap ligamen dinilai berdasarkan
tingkat keparahan cedera masing-masing.
12
Meskipun cedera ini hanya sekitar 10 persen dari keseleo pergelangan kaki,
ini merupakan masalah yang lebih melumpuhkan dan membutuhkan perawatan
yang berbeda dari keseleo pergelangan kaki biasa. Mekanisme cedera adalah
dorsofleksi dan eversi yang berlebihan pada sendi pergelangan kaki dengan rotasi
internal tibia. Secara radiografis, keseleo syndesmosis bermanifestasi sebagai
pelebaran "ruang kosong" tibiofibular menjadi lebih besar dari 6 mm15. Jarang,
syndesmosis terus terang terganggu, dan cedera jelas.
2.4.4 Penatalaksanaan
Dokter keluarga dapat berhasil mengelola keseleo pergelangan kaki tanpa
komplikasi. Karena peningkatan pembengkakan berhubungan langsung dengan
hilangnya rentang gerak pada sendi pergelangan kaki, tujuan awalnya adalah untuk
mencegah pembengkakan dan mempertahankan rentang gerak. Manajemen awal
termasuk RICE (istirahat, es, kompresi, dan ketinggian).
Cryotherapy
Harus digunakan segera setelah cedera. Panas tidak boleh diterapkan pada sendi
pergelangan kaki yang cedera akut karena mendorong pembengkakan dan
peradangan melalui hiperemia. Es yang dihancurkan dalam kantong plastik dapat
diaplikasikan pada pergelangan kaki medial dan lateral di atas lapisan tipis
lapisan kain. Atau, kaki dan pergelangan kaki dapat didinginkan dengan
perendaman dalam air pada suhu sekitar 12,7 ° C (55 ° F). Kaki dan pergelangan
kaki harus didinginkan selama sekitar 20 menit setiap dua atau tiga jam selama 48
jam pertama, atau sampai edema dan peradangan telah stabil. Manfaat cryotherapy
termasuk penurunan metabolisme yang membatasi cedera hipoksia sekunder.
Sementara terapi dingin sedang digunakan, latihan harus dimulai untuk
mempertahankan rentang gerak dan membantu drainase limfatik. Untuk
mengeluarkan cairan edema dari jaringan yang cedera, pergelangan kaki harus
dibalut dengan perban elastis. Pembalut harus dimulai tepat ke proksimal jari kaki
dan memperpanjang di atas tingkat lingkar betis maksimal. Sepotong potongan
merasa dalam bentuk "U" dan diaplikasikan di sekitar lateral malleolus
meningkatkan tekanan hidrostatik ke area yang rentan terhadap peningkatan
pembengkakan. Selanjutnya, ekstremitas yang terluka harus ditinggikan 15 hingga
16
X), perlu dipergunakan pembalut dan gips selama 4 sampai 6 minggu. Setelah tahap
penyembuhan selesai dilkaukan program rehabilitasi.
Rehabilitasi Pergelangan Kaki
Program ini dilakukan setelah ligament pergelangan benar-benar sembuh.
Lamanya program ditentukan oleh tingkatan cedera keseleo. Pelaksanaan program
rehabilitasi sebaiknya mulailah dengan latihan pertama dilakukan tanpa merasa
sakit, baru kemudian bisa melanjutkan latihan berikutnya.
1. Latihan jangkauan gerakan dengan tanpa melakukan perlawanan. Dilakukan
sambil duduk, gerakkan kaki ke atas dan kebawah pada daerah pergelangan kaki
30 sampai 40 kali. Kemudian lakukan invert (gerakan kaki memutar kaki ke
dalam) dan evert (gerakan memutar kaki keluar) 30 sampai 40 kali. Latihan ini
sebaiknya diulangi 4 sampai 5 kali setiap hari.
2. Latihan inversi-eversi, dilakukan sambil berdiri. Dengan berdiri tegak dengan
jarak kaki antara 12 sampai 18 inchi, secara bergantian menaikkan bagian dalam
dan bagian luar dari kaki sampai lutut sedikit dibengkokkan. Ulangi 20-30 kali,
3 sampai 4 kali sehari.
3. Latihan menguatkan otot peroneal. Letakkan sebuah gelang karet yang besar,
melingkari kedua kaki yang lurus sambil duduk dilantai dengan kedua kaki
lurus. Dengan gelang kaet tersebut untuk melakukan gerakan berlawanan,
bentangkan kaki. Kedua pergerlangan sebaiknya berjarak 4 sampai 6 inchi.
Perlahan-lahan biarkan kaki membalik (menelungkup). Latihan ini sebaiknya
dilakukan 20-30 kali, tiga kali sehari.
4. Berjalan jinjit dengan mengenakan sepatu. Berdiri pada jari-jari kaki dengan
mengenakan sepatu dan berjalan mengeliling jarak semampunya atau selama 5
menit. Lakukan berulang 2 sampai 3 kali sehari.
5. Berjalan dengan menggunakan tumit kaki dengan menggunakan sepatu.
6. Secara bertahap lakukan kembali aktivitas olahraga, setelah melakukan latihan
peningkatan kekuatan pada pergelangan kaki anda dan rasa sakit berkurang,
dapat melakukan aktivitas fisik/fitness dengan normal. Setelah berjalan terasa
nyaman dapat melakukan jogging, berlari mengelilingi lintasan angka delapan
yang memangjang, perlahan-lahan ikuti lintasan angka delapan, yang
19
kekuatan abduksi dan dapat dikompromikan. Seperti pada SER, bahu lateral kubah
talar dapat dihancurkan pada kontak dengan tibialis plafond, menyebabkan lesi
osteochondral. Fraktur fibular yang terkait dengan cedera B / PAB tipe D-W lebih
sulit untuk dikurangi dan difiksasi karena sifatnya yang hampir melintang. Fragmen
kupu-kupu, jika ada, semakin mempersulit reduksi. Kawat Cerclage mungkin
diperlukan untuk menahan fragmen kupu-kupu pada posisinya, dan fiksasi sekrup
antar-cabang mungkin atau tidak mungkin dilakukan. Entah pelat fibula distal
anatomis atau lempeng tubular sepertiga dapat digunakan untuk mempertahankan
posisi fragmen fraktur. Kadang-kadang, jika reduksi fragmen kominut adalah
mustahil, fraktur fibular harus dijembatani dengan pelat yang lebih panjang, dengan
fiksasi sekrup yang cukup proksimal dan distal ke fraktur untuk memberikan fiksasi
yang kaku. Malleolus medial berkurang dan terfiksasi (seperti dijelaskan
sebelumnya). Fraktur tipe B / PAB D-W jarang menghasilkan fraktur malleolar
posterior.
3. Denis – Weber Tipe C
fraktur atau robekan pada malleolus mediallis. Selanjutnya, AITFL pecah atau
avulses insersinya, memungkinkan rotasi eksternal untuk fraktur fibula dalam pola
fraktur tinggi, spiral, miring ke belakang klasik, dengan garis fraktur berjalan dari
posteriorinferior ke anterior-superior. Terjadi ruptur PITFL atau fraktur malleolar
posterior. Karena mekanisme ini juga dapat menyebabkan fraktur tipe SER atau
Maisonneuve yang tinggi, fraktur malleolar medial atau posterior yang terisolasi
(keduanya jarang terjadi) harus membuat dokter curiga terhadap fraktur fibula
tinggi.
Patah tulang ini cocok untuk penempatan sekrup interfragmentasi dan baik
pelapisan tubulus anatomis atau sepertiga. Jika fraktur panjang dan tidak stabil dan
pelat tunggal tidak memberikan ketahanan yang cukup terhadap tegangan lentur, 2
sepertiga pelat tabung dapat ditumpuk sehingga tumpang tindih oleh beberapa
lubang. Seringkali pada tipe-tipe fraktur inilah pemendekan fragmen fraktur fibula
distal yang signifikan dapat ditemukan. Penjepit tulang pada fragmen distal,
menerapkan gangguan, dapat digunakan untuk mengembalikan panjang fibula.
Restorasi kemudian dapat sementara dipertahankan oleh kabel K atau pin
Steinmann didorong melalui fragmen fibula distal ke tibia atau talus distal. Jika ini
tidak berhasil, pelat yang dipilih dapat diperbaiki ke fragmen fibula distal dengan 2
sekrup dan sekrup bebas (2 mm lebih panjang dari yang diukur) dimasukkan secara
bikortik ke dalam fragmen serat proksimal, proksimal ke pelat.
Penyebar lamina kemudian digunakan di antara sekrup bebas dan ujung
proksimal plat untuk mendorong fraktur secara distal, mengembalikan panjang
fibula, sementara aspek proksimal plat dijepit sementara untuk menangkap reduksi.
Fraktur tipe C / PER D-W juga dapat menyebabkan kegagalan PITFL atau avulsi
dari malleolus posterior.
24
2.5.2 Penatalaksanaan
Ketika patah tulang pergelangan kaki telah didiagnosis, itu pilihan
perawatan yang cocok tidak hanya bergantung pada jenis fraktur dan cedera terkait,
tetapi juga pada kondisi medis pasien lainnya, dan perawatan apa pun hanya dapat
diberikan dengan pasien di - persetujuan terbentuk.
Perawatan konservatif
Pada prinsipnya, setiap fraktur stabil dengan non-displaced atau hanya
fragmen yang sedikit tergeser yang bisa dirawat secara konservatif. Prosedur yang
harus diikuti tertunda terutama pada kepatuhan pasien. Fraktur tipe A tidak perlu
diimobilisasi dalam gips, tetapi bisa melainkan diperlakukan seperti ligamen
eksternal yang pecah dalam menstabilkan orthosis pergelangan kaki untuk fungsi
awal dengan penopangan berat badan penuh yang disesuaikan dengan rasa sakit.
Semua patah tulang yang bukan tipe A harus dirawat di walker atau sepatu vakum.
Gips kaki dibuat dari plester atau bahan sintetis relatif tidak nyaman untuk pasien
dan oleh karena itu, menurut pendapat kami, usang. Selama enam minggu, pasien
harus melakukannya dimobilisasi dalam alat bantu jalan untuk angkat berat penuh
yang disesuaikan dengan rasa sakit Orthosis tetap menyala di malam hari. Jika
pasien tidak dapat membawa beban penuh pada pergelangan kaki karena jenis
fraktur atau karena rasa sakit, itu pemberian obat antitrombotik selama ini
periode harus dipertimbangkan.
Potensi komplikasi dari perawatan konservatif termasuk perpindahan
fragmen dan pelebaran garpu pergelangan kaki selama kursus lebih lanjut. Karena
itu kami menyarankan untuk mendapatkan rontgen lanjutan 4, 7, 11, dan 30 hari
setelah trauma kausatif. Tergantung pada temuan keseluruhan, mungkin saja
sepenuhnya masuk akal untuk mengobati patah tulang secara konservatif dan untuk
menerima kesembuhan dalam posisi yang tidak sempurna dalam suatu pasien lanjut
usia atau multimorbid, jika berisiko operasi dinilai tinggi. Dalam kasus seperti itu
juga, sendi umumnya diimobilisasi dengan alat bantu jalan atau
sepatu vakum.
26
Terapi Operatif
Danis-Weber tipe A
Fraktur tipe A terisolasi malleolus lateral hanya boleh diobati dengan
reduksi terbuka dan fiksasi internal (ORIF) jika ada fragmen dislokasi dan / atau
keterlibatan sendi. Fraktur pengungsian medial malleolus biasanya terletak di sudut
sendi di daerah transisi ke permukaan sendi tibialis. Tanpa perawatan, talus berayun
ke dalam varus malposisi selama perjalanan lebih lanjut pasien. Tergantung pada
temuan, permukaan sendi dapat direkonstruksi dengan reduksi terbuka atau
tertutup. Reduksi dipegang bersama oleh dua sekrup traksi fraksi kecil yang
dianulasi atau konvensional. Atau, kabel tensionband dapat digunakan.
Danis-Weber tipe B
Fraktur Weber tipe B dapat berupa fraktur fibular terisolasi atau fraktur
malleolus lateral yang digabungkan dengan fraktur medial malleolus (fraktur
bimalleolar yang disebut socalled) atau segitiga Volkmann. Fibula berkurang secara
anatomis (dengan perhatian khusus pada panjang yang tepat) melalui insisi
longitudinal standar dengan traksi longitudinal dan, jika perlu, rotasi. Reduksi
diamankan dengan forceps reduksi runcing atau forceps reduksi fraktur. Sekrup
traksi melalui fraktur ditempatkan sedekat mungkin tegak lurus dengan bidang
fraktur untuk memungkinkan kompresi antarfragmentasi. Pengurangan lebih lanjut
diamankan dan distabilkan dengan plat tubular sepertiga (pelat netralisasi), yang
dimodelkan ke tulang dan kemudian diperbaiki di atas dan di bawah fraktur dengan
sekrup. Dalam istilah biomekanik, lempeng ini berfungsi sebagai penyangga atau
penyangga; pelat tipis yang dapat dengan mudah ditekuk dengan tekanan manual
yang memadai. Jika fibula patah dalam beberapa fragmen, tidak ada sekrup traksi
yang digunakan. Implan modern, anatomi, dan sebagian sudut sekarang tersedia
secara komersial yang membuat pengurangan secara teknis lebih sederhana.
Syndesmosis juga harus diuji untuk cedera (lihat juga di bawah "Cidera
syndesmosis"). Malleolus medial dan segitiga Volkmann tetap pada tempatnya
secara analog
27
untuk diperbaiki. Tingkat infeksi pasca operasi hingga 2%. Jika penyembuhan luka
tidak memadai (kadang-kadang dengan paparan sekrup atau piring), bahan
osteosintetik harus dihilangkan. Semua bahan osteosintetik yang terpapar, mis.,
Bahan yang tidak ditutupi oleh jaringan lunak vital, dianggap terinfeksi. Menunggu
penutupan dengan niat kedua dalam kasus seperti itu dikontraindikasikan dan,
memang, lalai.
Pada 2007, SooHoo menerbitkan angka komplikasi untuk berbagai
komplikasi dalam 57000 fraktur kolektif. Frekuensi emboli paru adalah 0,34%,
sedangkan tingkat infeksi luka adalah 1,44% dan revisi bedah adalah 0,82% (ketiga
komplikasi telah ditetapkan sebagai sesekali, umum, dan sesekali, masing-masing,
oleh Institut Federal Jerman untuk Obat dan Alat Kesehatan - Bundesinstitut für
Arzneimittel und Medizinprodukte, BfArM). Tingkat komplikasi meningkat
dengan meningkatnya kompleksitas cedera dan dengan bertambahnya usia.
Komplikasi jangka panjang
Arthrosis pergelangan kaki adalah komplikasi jangka panjang paling serius
dari patah tulang pergelangan kaki (e3). Setelah semua perawatan konservatif,
termasuk sepatu ortopedi, telah dicoba, arthrosis pergelangan kaki mungkin perlu
diobati dengan sendi pergelangan kaki palsu atau arthrodesis pergelangan kaki (e3).
Menurut Horisberger et al., Faktor risiko utama untuk arthrosis pasca-trauma adalah
jenis patah tulang, gangguan penyembuhan, usia pasien pada saat kecelakaan, dan
rekonstruksi permukaan sendi dan garpu pergelangan kaki yang tidak memadai
(termasuk rekonstruksi dalam varus atau valgus malposition). Secara umum,
sebanyak 10% dari semua pasien dengan fraktur pergelangan kaki mengembangkan
artrosis pergelangan kaki simtomatik selama jangka menengah atau panjang (e3-
e5).
29
DAFTAR PUSTAKA
Mandi, Denise M. 2012. Ankle Fractures. Section of Foot & Ankle Surgery,
Department of Surgery, Broadlawns Medical Center. Clin Podiatr Med
Surg 29 (2012) 155–186
Polzer, Hans., et al., 2012. Diagnosis and treatment of acute ankle injuries:
development of an evidence-based algorithm. Orthopedic Reviews 2012;
volume 4:e5
Swart, Eric., et al. 2015. How long should patients be kept non-weight bearing after
ankle fracture fixation? A survey of OTA and AOFAS members. Injury, Int.
J. Care Injured (2015)
Tenforde, Adam S., Yin, Army., Hunt, Kenneth J. 2016. Foot and Ankle Injuries in
Runners. Department of Physical Medicine and Rehabilitation, Spaulding
Rehabilitation Hospital, Harvard University. Phys Med Rehabil Clin N Am
27 (2016) 121–137
30