Definisi
Stroke (cedera vaskuler serebral atau Cerebral Vaskuler Accident [CVA] atau
serangan otak), adalah kondisi kedaruratan ketika terjadi defisit neurologis akibat dari
penurunan tiba-tiba aliran darah ke area otak yang terlokalisasi. Srtoke dapat iskemik (
ketika suplai darah ke bagian otak tiba-tiba terganggu oleh thrombus, embolus, atau
stenosis pemuluh darah), atau hemoragik (ketika pembuluh darah mengalami rupture,
darah meluber kedalam ruang di sekitar neuron).
Pemeriksaan tambahan rutin dilakukan oleh seorang yang terkena stroke adalah
CT SCAN, MRI dan angiografi pembuluh darah otak. Pemeriksaan ini rutin dan harus
dilakukan oleh dokter untuk memastikan apakah pasien menderita stroke iskemik atau
stroke hemoragik/perdarahan.
1. Angiografi Serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secra spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemik, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
3. Magnetic Imaging Resonance (MRI)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
4. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya implus lisktrik dalam jaringan otak.
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Lumbal pungsi : pemeriksaan likour merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang massif, sedangakan perdarahan yang kecil biasanya
warna likour masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah, pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
D. PENATALAKSANAAN
a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat
lain dalam sistem kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
E. Konsep Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan
a. Pengkajian primer
1. Airway
Pada penderita stroke yang mengalami penurunan kesadaran umumnya
mengalami hambatan jalan napas
2. Breathing
Terdapat retraksi otot pernapasan, pernapasan lebih dari 20 x/menit kesulitan
bernapas, sesak napas atau apnea, kemungkinan pernapasan cheynestokes, Focal
fremitus umumnya tidak seimbang antara kanan dan kiri selama ada penumpukan
sekret, Terdapat suara napas tambahan ronkhi, wheezing jika pasien stroke mengalami
penurunan kesadaran
3. Circulation
Dapat ditemukan tekanan darah tinggi/hipertensi dengan tekanaan darah >200
mmHg, Frekuensi nadi dapat bervariasi, Kapiler refill time > 1-2 detik, Pada pasien
stroke non hemorargik yang mengalami perfusi serebral tidak efektif menyebabkan
kadar PaO2 < 95% sehingga menyebabkan sianosis, Pada pasien stroke non
hemorargik mengalami diaforesis sehingga dapat ditemukan akral dingin,
4. Disability
Pada klien yang mengalami stroke akan mengalami gangguan tingkat
kesadaran
5. Exposure/ kontrol lingkungan
Pada pasien stroke biasanya akan terjadi ketika selama tidur atau segera setelah
bangun tidur sehingga jarang adanya trauma
b. Pengkajian sekunder
1. Keadaan umum : lemah
2. Kesadaran : Terjadi penurunan kesadaran
3. Tanda-tanda vital :
a. MAP
>130 mmHg jika didapatkan infark miokard akut dan gagal jantung kongestif
b. Nadi
Pada stroke iskemik didapatkan nadi mungkin cepat dan halus tergantung dari
c. RR
d. Temperatur
Hipertermia
c. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke otak
2. Pola napas tidak efektif b.d menurunnya reflek batuk dan menelan
3. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromoskular
4. Gangguan menelan b.d penurunan fungsi nerfus vagus
d. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Intervensi utama
Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
Definisi :
Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan tekanan dalam rongga kranial.
Tindakan Observasi :
1. Monitor status neurologis (mil. Konfusi, perubahan mental, pusing, penurunan
kesadaran)
2. Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
3. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure)
4. Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
5. Monitor status pernapasan
6. Monitor intake dan output
Terapeutik
7. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
8. Berikan posisi semi fowler
Intervensi Pendukung
Definisi :
Tindakan observasi :
1. Monitor tekanan darah
2. Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, irama)
3. Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
4. Monitor suhu tubuh
5. Monitor oksimetri nadi
6. Monitor tekanan nadi
7. Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
Intervensi utama
Tindakan
Observasi
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis, gargling, wheezing, dan ronchi kering)
Terapeutik
Intervensi utama
Tindakan observasi
Terapeutik
5. Bantu mengoptimalkan posisi tubuh untuk pergerakan sendi yang aktif dan
pasif
6. Anjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak pasif dan secara sistematis
Intervensi Pendukung
Pemantuan Neurologis
komplikasi neurologis
Tindakan Observasi
1. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktifitas pupil
3. Monitor orientasi
Napas
4. Gangguan Menelan
Pencegahan Aspirasi
Intervensi Utama
Definisi : Mengurangi risiko masuknya partikel makanan dan atau cairan ke dalam
paru – paru.
Tindakan Observasi
6. Pertahankan posisi semi fowler (30-45 derajat) pada pasien tidak sadar
a. Pemasangan NGT
DEFINISI
Melakukan pemasangan selang (tube) dari rongga hidung ke lambung (gaster)
PROSEDUR
1. Mendekatkan alat ke samping klien
2. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuannya
3. Membantu klien pada posisi fowler/semi fowler
4. Mencuci tangan
5. Periksa kepatenan nasal. Minta pasien untuk bernapas melalui satu lubang hidung
saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yang lain, bersihkan
mucus dan sekresi dari hidung dengan kassa/lidi kapas. Periksa adakah infeksi
6. Memasang handuk diatas dada klien
7. Buka kemasan steril NGT dan taruh dalam bak instrumen steril
8. Memakai sarung tangan
9. Mengukur panjang selang yang akan dimasukkan dengan cara menempatkan
ujung
selang dari hidung klien ke ujung telinga atas lalu dilanjutkan sampai processus
xipodeus
10. Beri tanda pada selang yang telah diukur dengan plester
11. Beri jelly pada NGT sepanjang 1 0-20 cm dari ujung selang tersebut
12. Meminta klien untuk rileks dan bernapas normal. Masukkan selang perlahan
sepanjang 5- 10 cm. Meminta klien untuk menundukkan kepala (fleksi) sambil
menelan.
13. Masukkan selang sampai batas yang ditandai
14. Mengecek kepatenan
15. Masukkan ujung pipa sampai dengan terendam dalam mangkok berisi air, klem
dibuka jika ternyata sonde masuk dalam lambung maka ditandai dengan tidak
adanyagelembung udara yang keluar
16. Masukkan udara dengan spuit 2-3 cc ke dalam lambung sambil mendengarkan
dengan stetoskop. Bila terdengar bunyi kemudian udara dikeluarkan kembali
dengan menarik spuit
17. Pasang spuit/corong pada pangkal pipa apabila sudah yakin pipa masuk lambung
18. Memfiksasi selang pada hidung dengan plester
19. Membantu klien mengatur posisi yang nyaman
20. Merapikan dan membereskan alat
21. Melepas sarung tangan
22. Mencuci tangan
23. Mengevaluasi respon klien
24. Pendokumentasian tindakan dan hasil
b. SOP Penilaian GCS
DEFINISI
Pemeriksaan tingkat kesadaran adalah pengukuran yang dilakukan untuk
mengetahui kondisi atau keadaan tingkat kesadaran dan respon klien terhadap
rangsangan dari lingkungan eksternal.
PROSEDUR
1. Tahap Pra intraksi
2. Persiapan diri (perawat)
3. Identifikasi kebutuhan pasien (verifikasi data sebelumnya bila ada)
4. Tahap Orientasi
5. Memberikan salam trapeutik
6. Menjelaskan tujuan & prosedur tindakan pada keluarga atau pasien
7. Menutup sampiran bila perlu, untuk menjaga privasi
8. Tahap Kerja
9. Mencuci tangan
10. Observasi tingkat kesadaran pasien (kualitatif)
11. Memeriksa refleks membuka mata dengan benar
12. Memeriksa refleks verbal dengan benar
13. Memeriksa refleks motorik dengan benar
14. Menilai hasil pemeriksaan
15. Tahap Terminasi
16. Melakukan evaluasi tindakan
17. Terminasi
18. Mencuci tangan
19. Dokumentasi
c. SOP Pemasangan OPA
DEFINISI
Cara yang ideal untuk mengembalikan sebuah kepatenan jalan nafas yang
menjadi terhambat oleh lidah pasien yang tidak sadar atau untuk membantu ventilasi.
PROSEDUR
1. Cuci Tangan
2. Pakai handscoon
3. Membuka mulut pasien, tahan dengan menggunakan tongue spatel
4. Bersihkan mulut dengan kassa steril menggunakan ujung ujung penyedot
faring yang kaku.
5. Pilih;ah ukuran airway yang sesuai dengan pasien. Yaitu dengan
menempatkan OPA disamping wajah, dengan ujung OPA pada sudut mulut,
ujung yang lain pada sudut rahang bawah. Bila OPA diukur dan dimasukkan
dengan tepat, maka OPA akan tepat sejajar dengan pangkal glotis
6. Masukan oropharing tube dengan mengikuti salah satu cara dibawah ini
Balik oropharing tube sehingga bagian atasnya menghadap kemuka atau ke
platum, setelah masuk dinding posterior pharing lalu putas oropharingeal tube
180 derajat sampai posisi ujung mengarah ke oropharing
Gunakan penekan lidah, gerakkan lidah keluar untuk menghindari terdorong
ke belakang masuk faring posterior. Masukkan oropharing tube oral ke dalam
posisi yang seharusmya dengan bagian atas masuk kebawah dan tidak perlu
diputar
7. jika reflek cegukkan pasien terangsang, cabut jalan nafas dengan menutup
lubang oropharing tube.
8. Berikan posisi nyaman
9. Rapikan pasien
10. Rapikan alat
11. Lepas handscoon
12. Cuci tangan
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta : Salemba.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC