Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH :
Pajak penghasilan 22
Badan pemungut pajak penghasilan 22
Sesuai dengan PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-15/PJ/2011 tentang pemungutan PPh
22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang
impor/kegiatan usaha di bidang lain, adalah sebagai berikut.
a. Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang.
b. Bendahara pemerintah dan kuasa pengguna anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak
pada pemerintah pusat,pemerintah daerah,instansi/lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang.
c. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP).
d. KPA/ pejabat penerbit surat perintah membayar yang dibeli delegasi oleh KPA, untuk
pembayran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS).
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, kertasmbaja, dan
otomotif yang ditunjuk oleh kepada KPP, atas penjualan hasil produksi di dalam negeri.
f. Produsen atau impoortir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan
bakar minyak,gas dan semen.
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian
dan perikanan yang ditunjuk oleh kepada KPP, atas pembelian bahan bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedaganag pengumpul.
Tarif pajak penghasilan 22
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 tahun 2008 Pasal 22 ayat (3) jo. PMK-
154/PMK.03/2010 besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP
yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang tidak memilik NPWP lebih tinggi 100% daripad atarif
yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.
Tarif ini berlaku hanya untuk pemungutan PPh 22 yang bersifat tidak final.
1. Untuk transaksi impor barang yang dipungut oleh Bank Devisa dan DJBC, kecuali yang
mendapatkan fasilitas pembebasan, mak PPh 22 dikenakan atas:
a. Impor barang dimana importir dengan API
Dikenakan tarif sebesar 2,5% dari nilai impor untuk impor barang selain
kedelai,gandum, dan tepung terigu.
Dikenakan tarif sebesar 0,5% dari nilai impor untuk impor kedelai, gandum dan
tepung terigu.
b. Impor barang dimana importir Non-API dikenakan tarif 7,5% dari nilai impor
Nilai impor dikurskan menggunakan kurs KMK, apabila nilai impor dalam mata
uang asing.
c. Hasil lelang atas barang yang tidak dikuasai dan dilakukan pelelangan oleh Dirjen
Kekayaan dan Lelang Negara dan/atau DJBC. Pemenang lelang yang beli barang
dari hasil lelang DJBC, maka dikenakan 7,5% dari harga jual lelang.
d. Pungutan PPh 22 merupakan pembayaran pendahuluan yang dapat diperhitungkan
dengan pajak terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan (tidak final).
e. PPh 22,PPN dan PPnBM harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
masuk dan dalam hal apabila Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka pajak-
pajak di atas harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan impor
barang (PIB).
f. PPh 22, PPN, PPnBM ini disetor kekas negara melalui kantor pos, bank devisa atau
bank yang ditunjuk oleh menteri keuangan oleh DJBC selambat-lambatnya 1 hari
kerja setelah dilakukan pemungutan pajak tersebut, atau oleh importir yang
bersangkutan dengan menggunakan formulir surat setoran Pabean, Cukai dan
Pajakdalam rangka impor (SSPCP) yang berlaku sebagai Bukti pemungutan pajak.
g. PPh 22, PPN dan PPnBM wajib dilaporkan hasil pemungutannya dengan
menggunakan SPT masa ke KPP dengan batas pelaporan paling lama pada hari
kerja terakhir minggu berikutnya.
4. Untuk transaksi yang berhubungan dengan PT Pertamina serta badan usaha yang
bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas dikenakan
PPh 22 dengan tarif sebagai berikut:
Pemungutan PPh 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada
penyalur atau agen bersifat final. Tetapi, apabila penjualannya bukan kepada penyalur
atau agen maka pemungutan PPh 22 bersifat tidak final.
PPh 22 dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang( delivery
order). Penyetoran PPh tersebut wajib disetorkan ke kas negara melalui kantor pos,
Bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh menteri keuangan dengan menggunakan
SSP.
5. Untuk transaksi yang berhubungan dengan industri dan eksportir yang bergerak dalam
sektor kehutanan, perkebunan,pertanian dan perikanan dikenakan tarif PPh 22 sebesar
0,25% x harga pembelian (tidak termasuk PPN) bahan untuk keperluan industri atau
ekspor dari pedagang pengumpul, PMK-154/PMK.03/2010 (industri plywood, tepung
terigu,eksportir kayu gelondongan, industri ikan kaleng, penghasilan cold storage)
Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
a. Mengumpulkan hasil kehutanan,perkebunan,pertanian, dan perikanan, dan
b. Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan. PPh 22 atas
pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat
pembelian.
Pajak Penghasilan 23
Pemotongan PPh 23 dilakukan pada saat dibayarkan, disediakan untuk dibayar, atau
telah jatuh tempo. Setelah dilakukan pemotongan PPh 23 maka pemotong pajak harus
menerbitkan bukti pemotongan PPh 23, di mana pemotong memiliki kewajiban untuk
menyetorkan dan melaporkan ke KPP. Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
setelah bulan dilakukannya pemotongan. Sedangkan pelaporan menggunakan SPT Masa PPh
23/26 dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan
pemotongan pajak tersebut.
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a), besarnya pungutan
dibedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang
tidak ber-NPWP lebih tinggi 100% daripada WP yang ber-NPWP.
Dividen
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (2c) jo. PP 19 Tahun 2009
jo. SE-01/PIJ.O3/2009, dividen yang dikenakan pajak adalah dividen yang diterima oleh WP
orang pribadi dalam negeri. Atas penghasilan berupa dividen tersebut dikenakan pajak yang
bersifat final dengan tarif 10% dari penghasilan bruto. PPh final atas dividen ini dikenakan
kepada pihak penerima dividen pada saat menerima dividen dan atas pajak tersebut pihak
penerima dividen tidak dapat mengkreditkan pajak yang telah dibayar pada saat menghitung
PPh Kurang/Lebih Bayar pada akhir tahun pajak.
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (3), dividen yang dikecualikan
dari objek PPh 23 adalah dividen yang diterima oleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi,
BUMN/D dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia, dengan syarat: dividen yang dibagikan berasal dari cadangan saldo laba dan
untuk PT, BUMN/D kepemilikan saham paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.
Bunga
Bunga yang dikenakan PPh 23 adalah bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang yang merupakan bunga antar pinjaman dari WP
badan ke WP badan, WP badan ke WP orang pribadi atau sebaliknya, serta bunga
obligasi yang tidak dijual pada bursa efek. Tarif PPh 23 atas bunga tersebut adalah 15% dari
penghasilan bruto. Pihak yang menerima penghasilan berupa bunga tersebut dapat
mengkreditkan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas bunga pada saat menghitung PPh
Kurang/Lebih Bayar pada akhir tahun pajak.
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 royalti dapat berupa berikut ini:
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesustraan, kesenian atau karya
ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang,
atau bentuk hak kekayaan intelektual atau industrial atau hak serupa lainnya.
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan atau perlengkapan industrial, komersial
atau ilmiah.
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial
atau komersial.
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan
peralatan atau perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau
informasi tersebut pada angka 3.
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau
pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau
pemberian hak kekayaan intelektual atau industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana
tersebut di atas.
Atas penghasilan yang berupa royalti tersebut, pihak yang menerima royalti dikenakan
PPh 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto dan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas
royalti tersebut dapat menjadi kredit pajak bagi pihak penerima royalti. Khusus untuk royalti
dari hasil karya sinematografi, perlakuan PPh 23 diatur dalam PER-33/PJ/2009 jo. SE-
58/PJ/2009.
Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya
Hadiah yang objek pajak yaitu hadiah perlombaan, penghargaan dan prestasi tertentu,
dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan atau pemberian jasa. Tarif PPh 23 atas hadiah
adalah sebesar 15% dari jumlah bruto. PPh 23 ini dikenakan kepada pihak yang menerima
hadiah dan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas hadiah ini dapat menjadi kredit pajak
bagi pihak penerima hadiah.
Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun melalui cara undian yang diterima atau
diperoleh orang pribadi dalam negeri dan luar negeri, badan dalam negeri dan luar negeri
dikenakan PPh final sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah undian (UU PPh Nomor 36 Tahun
2008 Pasal 4 ayat (2) huruf b jo. PP 132 Tahun 2000 jo. Kep-395/PJ./2001 jo. SE-
19/PJ.43/2001). Hadiah yang bukan objek pajak yaitu:
Sewa
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) huruf c mulai 1 Januari 2009
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dikenakan PPh 23 sebesar
2% dari jumlah bruto. Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a),
besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP.
Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan
terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.
Imbalan jasa
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1 ) huruf c, imbalan jasa yang
menjadi objek PPh 23 adalah imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak, selain yang telah
dipotong PPh 21.
Pemotong memotong PPh 23 pada saat pembayaran (saat yang terutang). Pemotong
memberikan Bukti Pemotongan PPh 23 kepada pihak yang dipotong. Untuk pihak yang
dipotong PPh 23 merupakan bukti pengkreditan pajak, kecuali PPh 23 tersebut bersifat final.
Kemudian pemotong menyetorkan PPh 23 secara kolektif per bulan pemotongan dan
disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan SSP atas nama
pemotong PPh 23. Setelah itu pemotong melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh 23
Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya dengan menggunakan SPT masa PPh 23.
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (4), pemotongan PPh 23
tidak dilakukan atas:
PPh 24 merupakan pajak yang telah dipotong oleh negara lain tempat WP
memperoleh penghasilan yang boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia.
Karena menganut asa World Wide Income, maka UU PPh menentukan bahwa WP dalam
negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan yang diterimanya, baik di Indonesia maupun
di luar Indonesia. Atas penghasilan tersebut maka WP harus melaporkan dengan cara:
Melaporkan rincian penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dan
perhitungan KPLN dari WP dalam tahun yang bersangkutan.
Untuk dividen penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak pada saat
perolehan dividen tersebut.
Mengajukan permohonan KPLN, sesuai dengan KMK-164/KMK.04/2002.
Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka
WP harus melakukan pembetulan SPT Tahunan dngan melampirkan dokumen-dokumen
yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Apabila akibat pembetulan tersebut terjadi PPh
kurang bayar, maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga sebagaiman
yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) UU KUP Nomor 28 Tahun 2007. Namun, apabila
akibat pembetulan tersebut terjadi PPh lebih bayar, maka atas kelebihan pembayaran tersebut
dapat dikembalikan kepada WP setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 24, pajak yang dibayar atau yang terutang di luar
negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia, tetapi tidak melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. Metode kredit pajak yang demikian
disebut metode pengkreditan terbatas (ordinary credit method).
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:
a. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan
tersebut,
b. Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut.
c. Untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Nomor 36
Tahun 2008 Pasal 18 Ayat (2), dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan
dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan PMK-265/PMK.03/2008,
Kerugian luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung PhKP (Penghasilan
Kena Pajak).
Ketentuan Umum
1. Apabila dalam PhKP terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka PPh
yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan
terhadap PPh yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar
negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
3. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu.
Jumlah tertentu dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri
terhadap PhKP dikalikan dengan pajak yang terutang atas PhKP. Paling tinggi
besarnya sama dengan pajak yang terutang atas PhKP, apabila dalam hal ini PhKP
lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
4. Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan
kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.
5. PhKP tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final
sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak
tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh Nomor 36
Tahun 2008.
6. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah
kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka
kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dngan PPh yang terutang tahun
berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan
tidak dapat dimintakan restitusi.
2. Dalam menghitung PhKP, kerugian yang diderita oleh WP di luar negeri tidak
dapat dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia.
3. Dalam hal WP memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan atau penghasilan yang
dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4)
UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, maka atas penghasilan tersebut bukan merupakan
faktor penambahan penghasilan pada saat menghitung PhKP.
B. Pembetulan SPT Tahunan karena perubahan penghasilan dari luar negeri, dilakukan
sebagai berikut:
1. Dalam hal terjadi koreksi fiscal di luar negeri yang menyebabkan adanya
tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di luar
negeri lebih besar dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan dan pajak di luar
negeri kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan PPh di Indonesia juga kurang
dibayar. Sepanjang koreksi fiskal di luar negeri tersebut dilaporkan sendiri oleh
WP melalui pembetulan SPT, maka bunga yang terutang atas pajak yang kurang
dibayar tersebut tidak ditagih.
2. Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri berupa koreksi yang menyebabkan
penghasilan dan pajak atas penghasilan terutang di luar negeri lebih kecil dari
yang dilaporkan dalam SPT Tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih dibayar.
Koreksi fiscal di luar negeri tersebut akan mengakibatkan PPh terutang di
Indonesia juga menjadi lebih kecil, sehingga PPh menjadi lebih dibayar.
Kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan ke WP setelah diperhitungkan
dengan utang pajak yang lain.
Pajak Penghasilan 25
PPh 25 harus dibayarkan atau disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir. Sedangkan penyampaian SPT masa PPh 25 selambat-
lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Konsep Umum
A. PPh 25 Setiap Bulan
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri
oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT
Tahunan PPh tahun pajak yang lalu, dikurangi dengan:
PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta
PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
B. PPh 25 sebelum penyampaian SPT Tahunan
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk bulan-bulan
sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, sama dengan besarnya
angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
C. Tahun Pajak Berjalan Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu,
maka besarnya angsuran PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan
berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.
Hal-hal Tertentu
Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 25 ayat (6) dan Kep-537/PJ/2000 diatur
mengenai penetapan penghitungan besarnya angsuran pajak dalamtahun pajak berjalan dalam
hal-hal tertentu, yaitu:
1. WP berhak atas kompensasi kerugian
Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan,
SKP, SK Keberatan, atau putusan banding, sesuai dengan pasal 6 ayat (2) atau pasal
31A UU PPh.
Besarnya PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar perhitungan sebagai
berikut.
{Jumlah penghasilan neto SPT PPh tahun lalu−kompensasi rugi}−kredit pajak
PPh 25 = 12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak
Apabila SPT PPh tahun pajak yang lalu menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil) maka
besarnya PPh 25 adalah nihil.