Anda di halaman 1dari 147

SKRIPSI

PENGARUH SENAM ERGONOMIS TERHADAP TINGKAT


SENSITIVITAS KAKI PADA DIABETES MILITUS TIPE 2
MENGGUNAKAN MONOFILAMEN 10 GRAM

Studi Pra-eksperimental one grup pre-pos test design di Desa Sumberagung


Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto

INDRA WICAKSONO
NIM: 201401022

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2018
SKRIPSI

PENGARUH SENAM ERGONOMIS TERHADAP TINGKAT


SENSITIVITAS KAKI PADA DIABETES MILITUS TIPE 2
MENGGUNAKAN MONOFILAMEN 10 GRAM

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Sekolah Tinggi


Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI
Kabupaten Mojokerto

Oleh:

INDRA WICAKSONO
NIM: 201401022

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2018

ii
SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa proposal Skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan

belum pernah dikumpulkan orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai

jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi manapun, dan apabila terbukti ada unsur

Plagiatisme saya siap untuk dibatalkan kelulusannya.

Mojokerto, Juli 2018

Yang menyatakan

DiINDRA WICAKSONO
NIM :201401022

iii
iv
LEMBAR PENGESAHAN

Telah Dipertahankan Di Depan Tim Penguji Sidang Skripsi Pada Program


Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI
Kabupaten Mojokerto
Nama : Indra Wicaksono
NIM : 201401022
Judul : Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Tingkat Sensitivitas Kaki

Pada Diabetes Militus Tipe 2 Menggunakan Monofilamen 10

Gram Di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten

Mojokerto.

Pada Tanggal : Juli 2018


Mengesahkan :
Tim Penguji Tanda Tangan

Ketua: Catur Prasastia Lukita D.,S.Kep.,Ns.,M.Kes. (.................................)


NIK. 162 601 097
((

Anggota : Dr. Muhammad Sajidin, S. Kep. M. Kes (.................................)

NIK. 162 60 011

Anggota : Binarti Dwi W,S,Kep.Ns.,M.Kes. (.................................)


NIK. 162 601 070

Mengetahui,
Ka.Prodi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI
Kabupaten Mojokerto

Ana Zakiyah., M. Kep.


NIK. 162 601 036

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat karunia-Nya

penulis telah menyelesaikan proposal skripsi ini dengan judul ” Pengaruh

Senam Ergonomis Terhadap Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Diabetes

Militus Tipe 2 Menggunakan Monofilamen 10 Gram Di Desa Sumberagung

Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.’’. Selesai penulisan Skripsi ini

tidak lepas dari bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagi pihak, maka

penulis mengucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kami berikan kepada: :

1. M. Sugeng Purwanto, SKM selaku Kepala UPT Puskesmas Jatirejo,

Kabupaten Mojokerto yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk

melakukan studi pendahuluan.

2. Bapak Bahrudin selaku Kepala Desa di Sumberagung,Kecamatan Jatirejo,

Kabupaten Mojokerto yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk

melakukan penelitian disitu.

3. Dr.M.Sajidin.,S.Kp.M.Kes selaku ketua STIKes Bina Sehat PPNI

Kabupaten Mojokerto ,dan selaku pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan serta masukan selama penyusunan skripsi ini dan telah

memberikan kesempatan untuk melakukan studi di STIKes Bina Sehat

PPNI.

4. Ana Zakiyah ,M.Kep, Selaku Kaprodi S1 Keperawatan di STIKes Bina

Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto yang telah meluangkan waktunya dan

membantu pelaksanaan penelitian.

vi
5. Catur Prasastia Lukita D.,S.Kep.,Ns.,M.Kes, selaku penguji skripsi di

STIKes Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto yang telah meluangkan

waktunya dan membantu pelaksanaan penelitian.

6. Binarti Dwi W.,S,Kep.Ns.,M.Kes, selaku pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan serta masukan selama penyusunan skripsi ini.

7. Segenap dosen dan staff di lingkungan STIKes Bina Sehat PPNI

Kabupaten Mojokerto yang turut membantu menyediakan fasilitas belajar

serta arahan – arahan yang telah diberikan.

8. Ucapan terima kasih yang tak terhingga atas segala bentuk dukungan

kepada Bapak, Ibu, adik serta semua keluarga yang telah mendukung.

9. Rekan-rekan mahasiswa Prodi S1 Keperawatan STIKes Bina Sehat PPNI

Kabupaten Mojokerto dan sahabat-sahabatku.

Penulis menya dari dalam penulisan skripsi proposal ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

penulis harapkan untuk kesempurnaan dan perbaikan Skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan terutama

bagi penulis dan mahasiswa Prodi S1 Ilmu Keperawatan di lingkungan STIKes

Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto.


Mojokerto, Juli 2018

Penulis

vii
ABSTRAK

ERGONOMIS'S GYMNASTIC INFLUENCE TO INCREASE


SENSITIVITAS FOOT ON MILITUS'S DIABETES TYPE 2 UTILIZES
MONOFILAMEN 10 GRAMS AT SILVAN SUMBERAGUNG JATIREJO'S
DISTRICT
MOJOKERTO'S REGENCY

BY: INDRA WICAKSONO

Neuropati perifer happens to base jeopardy factor amongst those age, type
Decameter complication 2 by neuropati can attack diabetisi of a variety age which
can be caused since degeneratif's factors. ergonomis's gymnastic to down blood
sugar circulation, to prevent nerve damage, increasing sirkulasi blood and fixs
sensitivitas's zoom does splits, haven't a lot of did by militus's diabetes patient
type 2. this observational Aim is subject to be know do ergonomis's gymnastic
influence to ergonomis's gymnastic change to increase sensitivitas foot utilizes
monofilamen 10 grams on type Decameter 2 at Sumberagung's Village Jatirejo's
district Mojokerto's Regency. This research mengunakan methodics pre
experiment with approaching one is pre post's group desaign's test . By use of
proposive is sampling to amount to 20 respondents. Data collecting is done before
and after ergonomis's gymnastic conduct by use of sensitivitas's Physical check
does splits to utilize semmes Weinstem Monofilamen 10 g wield SPSS'S
application version 16.0 quizs wilcoxon signed ranks test is gotten that changed
happening on sensitivitas does splits normal before and after done by ergonomis's
gymnastic conduct. It before done by ergonomis yahitu's gymnastic conduct
experiences sensitivitas normal foot as much 1 respondent (5%). Then after given
by ergonomis's gymnastic conduct experiences sensitivitas normal foot as much
12 respondents (60%). Since gymnastic ergonomis can increase sirkulasi blood
and fixs sensitivitas's zoom does splits if be done routinely appropriate that
movement.

Key word: militus's diabetes, ergonomis's gymnastic, neuropati perifer,


sensitivitas does splits.

viii
ABSTRAK

PENGARUH SENAM ERGONOMIS TERHADAP TINGKAT


SENSITIVITAS KAKI PADA DIABETES MILITUS TIPE 2
MENGGUNAKAN MONOFILAMEN 10 GRAM DI DESA
SUMBERAGUNG KECAMATAN JATIREJO
KABUPATEN MOJOKERTO

INDRA WICAKSONO
NIM:201401022

Neuropati perifer terjadi berdasarkan faktor resiko diantaranya usia,


komplikasi DM tipe 2 dengan neuropati dapat menyerang para diabetisi dari
berbagai usia yang dapat disebabkan karena faktor degeneratif. Senam ergonomis
untuk menurunkan peredaran gula darah, untuk mencegah kerusakan saraf,
meningkatkan sirkulasi darah dan memperbaiki tingkat sensitivitas kaki, belum
banyak dilakukan oleh penderita diabetes militus tipe 2. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui adakah pengaruh senam ergonomis terhadap perubahan
senam ergonomis terhadap tingkat sensitivitas kaki menggunakan monofilamen
10 gram pada DM tipe 2 di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten
Mojokerto. Penelitian ini mengunakan metode pra-eksperimen dengan pendekatan
one grup pre-post test desaign. Dengan menggunakan proposive sampling
sejumlah 20 responden. Pengumpulan data dilakukan sebelum dan sesudah
perlakuan senam ergonomis dengan menggunakan Pemeriksaan Fisik sensitivitas
kaki menggunakan Semmes Weinstem Monofilamen 10 g dan menggunakan
aplikasi SPSS versi 16.0 uji wilcoxon signed ranks test didapatkan bahwa terjadi
perubahan pada sensitivitas kaki normal sebelum dan sesudah dilakukan
perlakuan senam ergonomis. Hal ini sebelum dilakukan perlakuan senam
ergonomis yahitu mengalami sensitivitas kaki normal sebanyak 1 responden
(5%). Kemudian sesudah diberi perlakuan senam ergonomis mengalami
sensitivitas kaki normal sebanyak 12 responden (60%). Karena senam ergonomis
dapat meningkatkan sirkulasi darah dan memperbaiki tingkat sensitivitas kaki
apabila dilakukan secara rutin sesuai gerakan tersebut.

Kata kunci : diabetes militus, senam ergonomis, neuropati perifer,


sensitivitas kaki.

Motto
ix
“ Doa adalah nafas

hidup orang

beriman’’
By: Indra Wicaksono

x
Persembahan

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan

karuniaNya sehingga terselesaikannya proposal skripsi ini, yang

saya persembahkan kepada :

 Ayah, Ibu, dan Adik yang telah memberikan dukungan lewat

doa serta memberikan bantuan baik secara materil maupun non

materil.

 Serta Sahaba

 Para Dosen yang telah dengan sabar mengajar, membimbing

serta memberikan dorongan ke pada saya untuk

menyelesaikan skripsi ini.

 Almamater tempat saya menimba ilmu.

 Kepada para sahabat terimakasih atas dukungan selama ini

sehingga skripsi ini bias terselesaikan. Semoga hubungan

persahabatan kita selalu tetap terjaga

DAFTAR ISI

i..................................................................................................................................
ii.................................................................................................................................
SURAT PERNYATAAN...........................................................................................iii
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................iv

xi
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................v
KATA PENGANTAR...............................................................................................vi
ABSTRAK................................................................................................................vii
MOTTO....................................................................................................................x
PERSEMBAHAN.....................................................................................................xi
DAFTAR ISI.............................................................................................................xii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................xvi
DAFTAR GAMBAR................................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................xviii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian .........................................................................6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................8
2.1 Konsep Dasar Diabetes Militus.......................................................8
2.1.1 Pengertian Diabetes Militus..................................................8
2.1.2 Kalsifikasi Diabetes Militus.................................................9
2.1.3 Etiologi Diabetes Militus....................................................13
2.1.4 Patofiologi Diabetes Militus...............................................17
2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Militus...................................19
2.1.6 Komplikasi Diabetes Militus .............................................19
2.1.7 Pencegahan Diabetes Militus..............................................26
2.2 Neuropati Diabetik........................................................................28
2.2.1 Definisi Neuropati Diabetik................................................28
2.2.2 Epidemiologi Neuropati Diabetik.......................................29
2.2.3 Gejala Klinis Neuropati Diabetik.......................................29
2.2.4 Tipe Neuropati Diabetik.....................................................30
2.2.5 Diagnosis Neuropati Diabetik............................................33
2.2.6 Instrumen Pemeriksaan Neuropati Diabetik.......................37
2.2.7 Cara Pemeriksaan Neuropati Perifer..................................41
2.2.8 Validitas dan Rehabilitas Instrumen...................................49

xii
2.2.9 Penatalaksana Neuropati Diabetik......................................52
2.3 Konsep Senam Ergonomis............................................................56
2.3.1 Pengertian Senam Ergonomis.............................................56
2.3.2 Macam-Macam Latihan Senam Ergonomis.......................57
2.3.3 Indikasi dan Kontra Indikasi Senam Ergonomis................58
2.3.4 Teknik Melakukan dan Manfaat Senam Ergonomis .........58
2.4 Manfaat Senam Ergonomis Bagi Penderita DM...........................71
2.5 Kerangka Teori..............................................................................72
2.6 Kerangka Konseptual....................................................................73
2.7 Hipotesis........................................................................................74
BAB 3 METODE PENELITIAN ...............................................................75
3.1 Desain Penelitian ..........................................................................75
3.2 Populasi, Sampel dan Sampling ...................................................76
3.2.1 Populasi................................................................................76
3.2.2 Sampling..............................................................................76
3.2.3 Sample..................................................................................77
3.2.4 Kriteria Sample....................................................................77
3.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional.............................78
3.3.1 Variabel Indipenden (Bebas)................................................79
3.3.2 Variabel Dependen (Tergantung).........................................79
3.3.3 Definisi Oprasional..............................................................79
3.3.4 Tempat Penelitian Dan Waktu Penelitian.............................81
3.4 Prosedur Penelitian .......................................................................81
3.5 Kerangka Kerja ...........................................................................84
3.6 Pengumpulan Data........................................................................85
3.6.1 Pengumpulan Data...............................................................85
3.6.2 Instrumen Penelitian.............................................................85
3.7 Pengelolahan Data.........................................................................86
3.7.1 Editing.................................................................................86
3.7.2 Coding.................................................................................86
3.7.3 Scoring................................................................................87

xiii
3.7.4 Tabulating.............................................................................88
3.8 Analisa Data..................................................................................88
3.9 Etika Penelitian.............................................................................88
3.10 Keterbatasan penelitian...............................................................89

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................90


4.1 Hasil Penelitian ............................................................................90
4.1.1 Data Umum..........................................................................90
4.1.2 Data Khusus.........................................................................91
4.2 Pembahasan ..................................................................................93
4.2.1 Pemeriksaan Tingkat Sensitivitas Kaki Sebelum Melakukan
Senam Ergonomis Pada DM Tipe 2...................................93
4.2.2 Pemeriksaan Tingkat Sensitivitas Kaki Sesudah Melakukan
Senam Ergonomis Pada DM Tipe 2...................................94
4.2.3 Pengaruh Senam Ergonomis Pada DM Tipe 2 Terhadap
Tingkat Sensitivitas Kaki Menggunakan Monofilamen 10
Gram .................................................................................96
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................98
5.1 Kesimpulan ..................................................................................98
5.2 Saran .............................................................................................98
5.3.1 Bagi Responden..................................................................98
5.3.2 Bagi Penelitian Selanjutnya................................................98
5.3.3 Bagi Pelayanan Kesehatan..................................................99
5.3.4 Bagi Institusi Pendidikan....................................................99
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 100
LAMPIRAN..................................................................................................102

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Diabetes Tipe 1 dan Tipe 2.......................................12

Tabel 2.2 Tabel Gejala Kliniks Neuropati Diabetik.......................................30

Tabel 2.3 Pemeriksaan Neuropati Pada Diabetesi..........................................41

Tabel 3.1 Desain Penelitian............................................................................75

Tabel 3.2 Definisi Operasional Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap


Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Diabetes Militus Tipe 2
Menggunakan Monofilamen 10 Gram Di Desa Sumberagung
Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto....................................80

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Penderita Diabetes


Militus Tipe 2 Di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo
Kabupaten Mojokerto Bulan April 2018........................................90

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita


Diabetes Militus Tipe 2 Di Desa Sumberagung Kecamatan
Jatirejo Kabupaten Mojokerto Bulan April 2018...........................91

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Fisik


Sensitivitas Kaki Menggunakan Monofilamen 10g Pada
Penderita DM Tipe 2 Sebelum Senam Ergonomis Di Desa
Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto Bulan
April 2018.......................................................................................91

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Fisik


Sensitivitas Kaki Menggunakan Monofilamen 10g Pada
Penderita DM Tipe 2 Sesudah Senam Ergonomis Di Desa
Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto Bulan
Mei 2018.........................................................................................92

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tabulasi Menggunakan Uji Wilcoxom


Singned Ranks Test Perbedaan Pemeriksaan Fisik Sensitivitas
Kaki Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Senam Ergonomis Di
Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto
Bulan April-Mei 2018.....................................................................92

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Cara Penggunaan Monofilamen.................................................43

Gambar 2.2 Titik Lokasi Tes Monofilamen...................................................44

Gambar 2.3 Titik Pengkajian IpTT................................................................45

Gambar 2.4 Pemeriksaan Reflek Pada Tendon Achilles................................48

Gambar 2.5 Gerakan Pembuka, Berdiri Sempurna ......................................59

Gambar 2.6 Gerakan Lapang Dada...............................................................61

Gambar 2.7 Gerakan Tunduk Syukur............................................................63

Gambar 2.8 Gerakan Duduk Perkasa.............................................................65

Gambar 2.9 Gerakan Duduk Pembakaran.....................................................67

Gambar 2.10 Gerakan Berbaring Pasrah.........................................................69

Gambar 2.11 Kerangka Teori Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap


Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Diabetes Militus Tipe 2
Menggunakan Monofilamen 10 Gram Di Desa Sumberagung
Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto...............................72

Gambar 2.12 Kerangka Konsep Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap


Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Diabetes Militus Tipe 2
Menggunakan Monofilamen 10 Gram Di Desa Sumberagung
Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto...............................73

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian Pengaruh Senam Ergonomis


Terhadap Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Diabetes Militus
Tipe 2 Menggunakan Monofilamen 10 Gram Di Desa
Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto........84

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Pengatar Studi Pendahuluan ..................................102


Lampiran 2 : Surat Balasan Studi Pendahuluan ..................................103
Lampiran 3 : Lembar Permohonan Menjadi Responden.....................108
Lampiran 4 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden.......................109
Lampiran 5: Data Responden ..............................................................110
Lampiran 6 : Lembar Pemeriksaan Fisik............................................111
Lampiran 7 : Tabulasi Data.................................................................122
Lampiran 8: Hasil Uji..........................................................................127
Lampiran 9 : Lembar Bimbingan Proposal.........................................130
Lampiran 10 : Dokumentasi Penelitian...............................................138

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komplikasi yang sering terjadi pada penedrita diabetes adalah

terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak bawah yang disebut

kaki diabetik foot. Dalam kondisi tersebut keadaan kaki diabetik yang

terjadi adalah perubahan structural, tonjolan kulit, perubahan kulit dan

kuku, luka pada kaki, infeksi, kelainan pada pembuluh darah, dan kelainan

persararafan neuropatik yang dapat menyebabkan pasien diabetes

mengalami penurunan sensitivitas, hilang sensai merupakan salah satu

faktor utama terjadinya ulkus diabetikum (Subiyanto,2010).


Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit

metabolisme yang pervelensinya terus mengalami peningkatan di dunia,

baik di negara maju atau pun Negara berkembang. Menurut data World

Helath Organisation (WHO,2015) 415 juta orang dewasa dengan diabetes,

kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta di 1980an. Pada tahun 2040

diperkirakan jumlahnya akan menjadi 642 juta (IDF Atlas 2015). Hampir

80% orang diabetes ada di Negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Pada tahun 2015 persentase orang dewasa dengan diabetes adalah 8,5% (1

diantara 11 orang dewasa menyandang Diabetes). Pada tahun 2013, salah

satu beban pengeluaran kesehatan terbesar didunia adalah diabetes yang

sekitar 612 miliar dolar, diestimasikan sekitar 11% dari total pembelanjaan

untuk langsung kesehatan dunia. Prevalensi neuropati pada DM yang

1
2

tinggi bisa ditemukan di negara-negara Timur Tengah seperti Mesir

(61.3%), Yordania (57.5%), dan Lebanon (53.9%).4 Di Arab Saudi,

prevalensi neuropati perifer dan penyakit pembuluh darah perifer sebesar

47,5% dan 15%.5 Sedangkan Di Amerika Serikat, 60-70% pasien DM

terkena komplikasi neuropati diabetik. 6 Neuropati diabetik di Indonesia

sebanyak 60%.7 Menurut Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah

Sakit Indonesia (PERSI), menyatakan bahwa prevalensi neuropati tahun

2011 pada pasien DM lebih dari 50%.8 Pernyataan ini diperkuat dengan

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 yang menunjukkan

bahwa komplikasi DM terbanyak adalah neuropati dan dialami sekitar

54% pasien yang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

(Dewi, 2017).
Berdasarkakan peneliti Tri Susilowati dkk, tahun 2016 yang

berjudul senam ergonomik meningkatkan sensitivitas kaki pada penderita

diabetes militus di kelurahan purwosari kecamatan Laweyan kota

Surakarta yakni data yakni dari 40 responden : kelompok A berjumlah 20

dan kelompok B berjumlah 20. Berdasarkan hasil uji statistic

menggunakan Uji Mann Whitey U-test yang digunakan untuk mengetahui

adanya perbedaan anatar kelompok A dan kelompok B sebesar 2,035>Z

tabel 1,96 dan p value 0,042 < 0,05 sehingga ada perbedaan yang

bermkana pada kelompok A yang dilakukan senam ergomonis 2x

seminggu dalam 3 minggu.


Pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ke tujuh dunia di

dunia untuk pervelensi penderita diabetes tertinggi didunia bersama


3

dengan China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko dengan

jumlah estimasi orang dengan 10 Juta (IDF Atlas 2015). Diabetes dengan

komplikasi merupakan. Penyebab kematian tertinggi kedua setelah

Srilangka. Prevelensi orang dengan diabtes di Indonesia menunjukkan

kecenderungan meningkat yahitu dari 5,7% (2007) menjadi 6,9 (2013). 2/3

orang dengan diabetes di Indonesia tidak mengetahui dirinya memiliki

diabetes, dan berpotensi untuk mengakses layanan kesehatan dalam

kondisi terlambat (sudah dengan komplikasi). Prevelensi berat badan

berlebih atau overwight (13,5% Riskes 2013) dan obesitas (15,4% Rinkes

2013) yang merupakan salah satu faktor resiko terbesar diabetes

meningkatkan terus dibandingkan Rinkes 2007 dan 2010.(Dewi, 2017)


Menurut studi pendahuluan di Puskesmas Jatirejo, Kecamatan Jatirejo,

Kabupaten Mojokerto,pada bulan Desember 2017 sampai Januari 2018

diperoleh penderita Diabetes Militus sebanyak 86 kunjungan di Puskesmas

Jatirejo, dan hasil wawancara tgl 28 Desember 2017, orang dari Desa

Sumberagung 10 penderita diabetes militus kebanyakan saat ditanya

penderita datang ke puskesmas hanya sebatas memeriksa kadar gula darah

saja, selanjutnya minum obat saja, mereka mengatakan belum pernah

mendapatkan latihan fisik seperti senam ergonomis terhadap pencegahan

neuropati di Desa Sumberagung, Kecamatan Jatirejo, Kota Mojokerto.

Komplikasi neuropati yang terjadi pada penyandang DM dapat mengalami

penurunan sensitivitas dan intoleransi terhadap dingin di kaki. Neuropati

terjadi ketika suplai darah ke ujung saraf kecil di kaki dan tangan berhenti
4

atau berkurang. Hilangnya sensasi (penurunan sensibilitas) merupakan

salah satu faktor utama resiko terjadinya ulkus.(Dewi, 2017)


Neuropati perifer terjadi berdasarkan faktor resiko diantaranya usia,

komplikasi DM dengan neuropati dapat menyerang para diabetisi dari

berbagai usia yang dapat disebabkan karena faktor degeneratif, yaitu

semakin menurunnya fungsi tubuh manusia, khususnya kemampuan dari

sel β pankreas dalam memproduksi insulin. Jenis kelamin seorang

perempuan memiliki risiko lebih besar untuk mengalami komplikasi

sensitivitas menurun dan kemudian menyebabkan neuropati perifer dan

lebih rutin dalam melakukan perawatan. Semakin lama seseorang

menyandang DM, semakin besar angka kejadian neuropati diabetik yang

ditemukan (Nelly, 2017).


Senam ergonomis gerakan yang sangat efektif, efesien dan logis

karena rangkaian geraknya merupakan rangkaian gerak yang dilakukan

manusia sejak dulu sampai saat ini. Belum ada gerakan yang sempurna ,

gerakan ergonomis karena gerak-geraknya disesuaikan dengan kaidah-

kaidah penciptaan tubuh manusia dilhami dari gerakan shalat. Artinya

senam yang dapat langsung membuka, mempersiapakan, dan

mengaktifkan seluruh seluruh sistem-sistem tubuh seperti kardiovaskuler,

kandung kemih dan sistem reproduksi, mengembalikan atau membetulkan

posisi dan kelenturan sistem saraf dan membetulkan kelenturan sistem

saraf dan aliran darah pada kaki diabetes. Sehingga dapat bermanfaat bagi

penderita diabetes militus, mengatur kerja pankreas sehingga gula darah

menurun dan untuk mencegah komplikasi. Sampai saat ini penggunaan


5

senam ergonomis untuk menurunkan peredaran gula darah dan untuk

mencegah kerusakan saraf belum banyak dilakukan oleh penderita diabetes

militus, menurut fenomena yang ada mereka hanya untuk menurunkan

peredaran gula darah dan untuk mencegah kerusakan system saraf ,

(Sagiran 2012).
Apabila senam ergonomis dilakukan secara rutin dapat menurunkan

kadar gula darah. Penurunan kadar gula darah tersebut terjadi akibat

gerakan-gerakan senam ergonomis yang mengakibatkan kerja otot

meningkatkan dan mengahasilkan energi panas sehingga metabolisme

tubuh meningkat dalam proses pembakaran lemak dan penghantaran

glukosa dalam sel menjadi lancar sehingga kadar gula darah dapat

menurun (Prasetyo dkk, 2015).


Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai “ pengaruh senam ergonomis terhadap

respon sensitifitas kaki menggunakan monofilamen 10 gram pada DM

tipe 2 di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto”.


1.2 Rumusan Masalah
Adakah pengaruh senam ergonomis terhadap respon sensitifitas kaki

menggunakan monofilamen 10 gram pada DM tipe 2 di Desa

Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto


1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Berdasarkan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui adakah pengaruh senam ergonomis terhadap perubahan

senam ergonomis terhadap respon sensitiVitas kaki menggunakan

monofilamen 10 gram pada DM tipe 2 di Desa Sumberagung

Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.


6

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasi perubahan senam ergonomis terhadap respon

sensitifitas kaki menggunakan monofilamen 10 gram pada DM

tipe 2 di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten

Mojokerto sebelum dan sesudah dilakuakan senam ergonomis.


2. Menganalis perubahan senam ergonomis terhadap tingkat

sensitifitas kaki menggunakan monofilamen 10 gram pada DM

tipe 2 di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten

Mojokerto.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Penderita Diabetes Militus Tipe 2
Sebagai tambahan wawasan dan informasi kepada penderita diabetes

militus tipe 2 tentang ada pengaruh senam ergomonis terhadap

perubahan senam ergonomis terhadap tingkat sensitifitas kaki

menggunakan monofilamen 10 gram pada DM tipe 2 di Desa

Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.


1.4.2 Bagi Peneliti Selanjutnya
Informasi tentang perubahan senam ergonomis terhadap tingkat

sensitifitas kaki menggunakan monofilamen 10 gram pada DM tipe 2

di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.

Dijadikan data awal untuk penelitian lanjutan terkait dampak yang

menimbulkan dari gangguan saraf neuropati, misalnya yang tidak

melakukan aktivitas ataupun dengan kajian lebih mendalam atau

variable yang berbeda.


7
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Diabetes Militus


2.1.1 Pengertian Diabetes Militus
DM termasuk kelompok penyakit metabolic yang

dikarakteristikkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah

(hiperglikemia) karena defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau

kombinasi keduanya. (Damayanti, 2016)


DM adalah suatu gangguan metabolism karbohidarat, protein

dan lemak akibat dari ketidak seimbangan antara ketersedian insulin

dengan kebutuhan insulin. Ganggun tersebut dapat berupa defisiensi

insulit absolute, gangguan pengeluaran insulin oleh sel beta pancreas,

ketidakadekuatan atau kerusakan pada reseptor insulin, produksi

insulin yang tidak aktif dan kerusakan insulin sebelum bekerja.


DM merupakan penyakit kronik, progresif yang

dikarakteristikan dengan ketidak mampuan tubuh untuk melakukan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein awal terjadinya

hyperglikemia (kadar gula yang tinggi dalam darah). (Damayanti,

2016)
Dalam kondisi normal sejumlah glukosa dari makanan akan

bersirkulasi di dalam darah, kadar glukosa dalam darah diatur oleh

insulin, yahitu hormone yang diproduksi oleh pankreas, berfungsi

mengontrol kadar glukosa dalam darah dengan cara mengatur

pembentukan dan penyimpanan glukosa. Pada pasien DM, sel-sel

dalam tubuh berhenti berespon terhadap insulin atau pankreas berhenti

8
9

memproduksi insulin, hal ini mengakibatkan hiperglikemia sehingga

dalm waktu tertentu dapat menyebabkan komlikasi metabolik akut,

selain itu dalam jangka panjang hiperglikemia menyebabkan

komplikasi makrovaskular , komplikasi mikrovaskular dan komplikasi

neuropatik (Smeltzer et al., 2008).


Kondisi kronik hiperglikemia pada pasien diabetes

berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan

kegagalan organ terutama mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah

(Damayanti, 2016).
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Militus
World Health Organization (WHO) pada tahun 1997 dalam

Porth (2007) mengklasifikasikan diabetes menjadi empat jenis, antara

lain: DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain serta diabetes kehamilan.


1. DM Tipe I
DM tipe 1 ditandai oleh destruksi sel beta pankreas,

terbagi dalam du sub tipe yaitu tipe 1A yahitu diabetes yang

mengakibatkan proses imunologi (immune-mediated diabetes)

dan tipe 1 B yahitu diabetes idiopatik yang tidak diketahui

penyebabnya. Diabetes 1A ditandai oleh destruksi autoimun sel

beta. Sebelumnya disebut dengan diabetes juvenile, terjadi lebih

sering pada orang muda tetapi dapat terjadi pada semua usia.
2. DM Tipe II
DM atau juga dikenal sebagai Non-Insulin Dependent

Diabetes (NIDDM).Dalam DM tipe 2, jumlah insulin yang

diproduksi oleh pankreas biasanya cukup untuk mencegah

ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh

total. (Damayanti, 2016)


10

Jumlahnya mencapai 90-95% dari seluruh pasien dengan

diabetes , dan banyak dialami oleh orang dewasa tua lebih dari 40

tahun serta lebih sering terjadi pada individu obesitas (CDC,

2005). Kasus DM tipe 2 umumnya mempunyai latar belakang

kelainan yang diawali dengan terjadinnya resistensi

insulin.Resistensi insulin awalnya belum menyebabkan DM

secara klinis. Sel beta pankreas masih dapat melakukan

kompensasi bahkan sampai overkompensasi, insulin disekresi

secara berlebihan sehingga terjadi kondisi hiperinsulinemia

dengantujuan normalisasri kadar glukosa darah. Mekanisme

kompensasi yang terus menerus menyebabkan kelelhan sel beta

pankreas (exhaustion) yang disebut dekomensasi, mengakibatkan

produksi insulin yang menurun secara absolute. Kondisi

resistensi insulin diperberat oleh produksi insulin yang menurun

akibatnya kadar glukosa darah semakin meningkat sehingga

memnuhi criteria diagnosis DM. (Damayanti, 2016)


Resistensi insulin utamanya dihasilkan dari kerusakan

genetik dan selanjutnya oleh faktor lingkungan . Ketika dlukosa

intra meningkat , maka asam lemak bebas (Free Fatty Acid-FFAs)

disimpan, namun ketika glukosa menurun maka FFAs masuk ke

sirkulasi sebagai substrat dari produksi glukosa. Pada kondisi

normal, insulin memicu sintensia trigliserdia dan menghambat

lipolisis postprandial. Glukosa diserap ke dalam jaringan adipose

dan sirkulasi FFAs mempunyai efek yang bahaya pada produksi


11

glukosa dan sensitifitas insulin , peningkatan glukosa darahpun

ikut perperan. Pada tipe ini terjadi kehilangan sel beta pankreas

lebih dari 50%. Efek abnormalitas ini kan menyebabkan

meningkatnya kadar gula darah secara terus menerus, hal ini

disebabkan karena gangguan pemanfaatan glukosa , menurunnya

penyimpanan glukosa sebagai glikogen, gangguan produksi

glukosa hepar, meningkatnya glukosa puasa hepar, meningkatnya

dlukosa puasa dan menurunnya pemanfaatan glukosa

postprandial (Damayanti, 2016).


Individu yang beresiko terkena diabetes tipe 2 ini adalah

1) mempunyai sindroma resisten insulin, 2)kelebihan berat badan

(obesitas, peningkatan BMI, peningkatan lingkar pinggang>1.0

inci pada pria dan > 0.7 inci pada wanita), 3) terjadi pada usia>40

tahun, 4)keturunan, 5)wanita dengan gestasional diabetes atau

mempunyai bayi berukuran besar (Damayanti, 2016).

Tabel 2.1 Karakteristik Diabetes Tipe 1 dan Tipe 2

Tipe 1 Tipe 2
Usia
Biasanya < 30 Biasanya > 40Tahun

Kecepatan Biasanya cepat


Biasanya bertahap
Berat badan Biasanya cepat
Normal atau kurus Bisanya bertahap 80%
(kurang gizi): selalu overweight
Mengalami kehilangan
berat badan

Hereditas  Berhubungan dengan


 Tidak berhubungan
12

Specific Human
Leukocyte Antigen dengan Specific Human
(HLA) Leukocyte
 Penyakit autoimun Antigen (HLA)
 Kemungkin dipicu  Tidak ada bukti picuan
oleh infeksi virus infeksi virus

Insulin Skresi pada awal


Gangguan muncul Terjadi difisiensi atau
kemudian atau tidak resistensi insulin
ada sama sekali

Ketosis Umum terjadi Langka/jarang terjadi

Frekuensi 15% dari kejadian


85% dari kejadian
Komplikasi Umum terjadi
Umumnya muncul saat
terdiagnosis
Treatment Insulin, diet, olahraga
Diet, OHA, olahraga,
insulin

Sumber: (Damayanti, 2016)

3. Diabetes pada kehamilan (Getational Diabetes)


Diabetes kehamilan terjadi pada intoleransi glukosayang

diketahui selama pertama.Jumlahnya sekitar 2-4% kehamilan.

Wanita dengan diabetes kehamilan akan mengalami peningkatan

resiko terhadap diabetes stelah 5-10 tahun melahirkan

(Damayanti, 2016).
4. DM Tipe Lain (Other specific Types)
Merupakan gangguan endokrin yang menimbulkan

hiperglikemia akibat peningkatan produksi glukosa hati atau

penurunan penggunaan glukosa oleh sel (Porth, 20007).

Sebelumnya dikenal dengan istilah diabetes sekunder, diabetes tipe

ini menggambarkan diabtes yang dihubungkan dengan keadaan dan


13

sindrom tertentu, misalnya diabetes yang terjadi dengan penyakit

pankreas atau pengangktan jaringan pankreas dan penyakit

endokrin seperti akromegali atau syndrome chusing, karena zat

kimia atau obat, infeksi dan endokrinopati (Damayanti, 2016).


2.1.3 Etiologi Diabetes Militus
Menurut Lukman Waris Marewa (2015) secara umum,

berdasarkan hasil dari banyak penelitian, maka terjadinya diabetes

militus disebabkan :
1. Keturunan (Genetik)
Faktor keturunan banyak dijumpai pada penderita

kencing manis tipe-1. Namun faktor keturunan bukan satu-

satunya penyebab, tetapi lebih karena adanya keterkaitan anatar

faktor keturunan dan faktor lingkungan. Artinya bahwa sesorang

yang mendrita diabetes militus tipe-1 dasarannya sudah

mempunyai potensi secara keturunan menderita diabetes mellitus,

kemudian didukung oleh faktor limgkungan berupa gaya hidup

yang tidak sehat, sehingga tercetuslah penyakit diabtes militus.


2. Kebiasaan Hidup Sehari-Hari (Gaya Hidup)
Kebiasan hidup sehari-hari yang tidak sehat merupakan

penyebab utama pencetus terjadinya penyakit diabetes mellitus.

Dalam sebuah penelitian yang dilalkukan oleh Knower (2002), 8

dari 10 kasus diabtes militus yang terjadi pada penderita

disebabkan 4 faktor kebiasaan hidup yang tidak sehat, yahitu

kurang aktifias fisik, mengkonsumsi makanan yang berisiko,

merokok, dan mengkonsumsi alkohol.


Sebenarnya penyakit diabetes mlitus dapat dicegah

sebanyak 8 dari 10 kasus baru diabetes mellitus, bila dapat


14

memperhatikan keempat faktor kebiasaan hidup sehari-hari,

demikian kesimpulan dari hasil penelitian tersebut. Kebiasaan

hidup sehari-hari yang bermaksud adalah:


a. Kebiasaan Mengkonsumsi Makanan
Makanan yang berpotensi menghasilkan lemak dan

mengkonsumsi makanan Makanan yang berpotensi

menghasilkan lemak dan meningkatkan resiko menderita

diabetes melitus adalah makanan yang kaya kandungan

karbohidrat makanan rendah serat makanan beresiko

( makanan/minuman asin, makanan berlemak/

kolesterol/gorengan, makanan yang dibakar, daging/ayam,

olahan dengan bahan pengawet, bumbu penyedap

minuman bersoda, makanan tersebut dari tepung).

Makanan tersebut tidak dilarang untuk dikonsumsi

melainkan dikonsumsi dengan tidak berlebihan, karena

pada dasarnya makanan tersebut adalah sebagai sumber

energi. Mengkonsumsi secara berlebihan menyebabkan

obesitas sehingga memicu terjadinya diabetes melitus, b.

Kurang melakukan aktifitas fisik Kurang melakukan

aktifitas fisik dalam bahasa sehari-hari adalah malas

bergerak. Misalnya, dalam keseharian lebih banyak wakni

hanya untuk bersantai. Aktifitas fisik sangat perlu untuk

mencogah terjadinya diabetes melitis, karena kurangnya


15

aktiftas lisik menpakan penyebah utama terjadinya

diabetes militus.
b. Kurang Melakukan Aktivitas Fisik
Kurang melakukan aktivitas fisik dalam bahas

sehari-hari adalah malas bergerak. Misalnya, dalam

keseharian lebih banyak waktu hanya untuk bersantai.


Aktivitas fisik sangat perlu untuk mencegah

terjadinya diabetes militus, karena kurangnya aktifitas fisik

merupakan penyebab utama terjadinya diabtes militus


c. Kegemukan
Kegemukan atau obesitas merupakan faktor resiko

utama yang menyebabkan terjadinya peningkatan kasus

diabetes militus.Sekitar 80% peningkatan diabetes melitus

di dunia, dikaitkan dengan peningktan kegemukan yang

san drastis di seluruh dunia, baik pada anak-anak maupun

pada orang dewasa. Kegemukan meleiputi kegemukan

umum, apabila 120% berat badan ideal atau massa tubuh,

rasio lingkar pinggang pinggul (WHR), kegemukan pada

bagian perut atau obesitas sentral yang ditandai dengan

kelebihan lingkar perut dan indeks masa tubuh (MT).


3. Usia
Faktor usia yang beresiko menderita DM tipe 2 adalah

usia diatas 30 tahun, hal ini karena adanya perubahan anatoms,

fisiologs dan biokimia. Perubahan anatomis, fisiologis dan

biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, kemudian berlanjut

pada tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat

mempengaruhi hemeotasis. Setelah seseorang mencapai umur 30


16

tahun , maka kadar glukosa darah naik 1-2 mg % tiap tahun saat

puasa dan akan naik 6-13% pada 2 jam setelah makan,

berdasarkan hal tersebut bahwa umur merupakan faktor utama

terjadinya kenaikan relevansi diabetes serta gangguan toleransi

gukosa (Damayanti, 2016)


Menurut hasil penelitian dari Mihardia pada tahun 2000

disebabkan karena semakin lanjut usia produksi insulin oleh

pancreas juga akan semakin berkurang (Mihardja, 2009)


2.1.4 Patofiologi Diabetes Militus
Patosiologi diabetes melitus dalam buku (Smeltzer, 2008).

Diabetes melius tipe I. Pada diabetes melitus tipe 1 terdapat

ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta

pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Jika konsentrasi

glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap

kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa

tersebut muncul dalan urin (glukosuria). Ketika glukosa yang

berlebihan dieksresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan yang

berlebihan. Keadaan engeluaran cairan dan elektroit dinamakan

diunesis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan ran yang berlebihan

pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan

rasa haus (polidipsia).


Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein

dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan.Pasien dapat

mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya

simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.


17

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan likogenolisis

(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogenesis (pembentukan

glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada

penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan

lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan

terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan

produksibadan keton yang merupakan produk samping pemecehan

lemak. Badan Keton merupakan asam yang mengganggu

keseimbangan asam basa tubuh dapat meyebabkan tanda-tanda dan

gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas

berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan

kesadaran. koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan

cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat

kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta

ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar glukosa darah

yang sering merupakan komponen terapi yang penting.


Diabetes Melitus Tipe Il. Pada Diabetes Melitus tipe u terdapat

dua masalah utama berhubungan dengan insulin dan sekresi insulin,

yaitu resistensi insulin dan gangguan gangguan sekresi insulin,

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada

permukaan sel. Sebagai akibaunya terikatnya insulin dengan reseptor

tersebut, teriadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di

dalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe Il disertai


18

dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi

tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Militus

Manifestasi kliniks DM tergantung pada tingkat hiperglikemia

yang dialami oleh pasen. Manifestasi klinik khas yang dapat muncul

pada seluruh tipe diabtes meliputi trias poli, yahitu poliurua, polidipsi

dan poliphagi. Poliuri dan polidipsi terjadi sebagai akibat kehilangan

cairan berlebihan yang dihubungkan dengan diuresis osmotic. Pasen

juga mangalami poliphiagi akibat dari kondisi metabolik yang

diinduksi oleh adanya defensi insulin pemecahan lemak dan protenin.

Gejala-gejala lain yahitu kelemahan, kelelahan, perubahan

pengelihatan yang mendadak, perasaan gatal atau kebiasaan

padatangan atau kaki, kulit kering, adanya lesi luka yang

penyembuhannya lamabat dan infesksi berulang (Damayanti, 2016)

2.1.6 Komplikasi Diabetes Militus

Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi

metabolik akut maupun komplikasi vaskuler kronik, baik

mikroangiopati maupun makroangiopati. Di Amerika Serikat, DM

merupakan penyebab utama dari end-stage renal disease (ESRD),

nontraumatic lowering amputation, dan adult blindness. Sejak

ditemukan banyak obat untuk menurunkan glukosa darah, terutama

setelah ditemukannya insulin, angka kematian penderita diabetes

akibat komplikasi akut bisa menurun drastis. Kelangsungan hidup


19

penderita diabetes lebih panjang dan diabetes dapat dikontrol lebih

lama. Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat diabetes yang tidak

terkendali adalah:
1. Kerusakan Saraf (Neuropati)
Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan sarafpusat, yaitu

otak dan sumsum tulang belakang,susunan saraf perifer di otot,

kulit, dan organlain, serta susunan saraf otonom yang

mengaturotot polos di jantung dan saluran cerna. Halini biasanya

terjadi setelah glukosa darah terustinggi, tidak terkontrol dengan

baik, dan berlangsungsampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa

darah berhasil diturunkan menjadi normal,terkadang perbaikan

saraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka yang lama glukosa

darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan

melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang

memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang

disebut neuropati diabetik (diabetic neuropathy). Neuropati

diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau

menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim

atau terlambatkirim. Tergantung dari berat ringannyakerusakan

saraf dan saraf mana yang terkena.Prevalensi Neuropati pada

pasien DM tipe 1 pada populasi klinik berkisar 3% s/d 65.8% dan

dalampenelitian pada populasi berkisar 12.8% s/d 54%.Sedangkan

pada pasien DM tipe 2 prevalensineuropati pada populasi klinik


20

berkisar 7.6% s/d68.0% dan dalam penelitian pada populasi

berkisar13.1% s/d 45.0%.


2. Kerusakan Ginjal (Nefropati)
Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta

pembuluh darah kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi

sebagai saringan darah. Bahan yang tidak berguna bagi tubuh

akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja selama 24 jam

sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan

yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan

ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang

seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke luar. Semakin lama

seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena tekanan darah

tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal.

Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan

neuropathy atau kerusakan saraf. Prevalensi mikroalbuminuria

dengan penyakit. DM tipe 1 berkisar 4.3% s/d 37.6% pada

populasi klinis dan 12.3% s/d 27.2% dalam penelitian pada

populasi. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi

mikroalbuminuria pada populasi klinik berkisar 2.5% s/d 57.0%

dan dalam penelitian pada populasi berkisar 18.9% s/d 42.1%.

Prevalensi overt nephropathy dengan penyakit. DM tipe 1

berkisar 0.7% s/d 27% pada populasi klinis dan 0.3% s/d 24%

dalam penelitian pada populasi. Sedangkan pada pasien DM tipe 2

prevalensi overt nephropathy pada populasi klinik berkisar 5.4%


21

s/d 20.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 9.2% s/d

32.9%.
3. Kerusakan Mata (Retinopati)
Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan

menjadi penyebab utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada

mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu: 1) retinopati, retina

mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang

sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh

darah retina; 2) katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan

transparan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar

dan makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi;

dan 3) glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata

sehingga merusak saraf mata. Prevalensi retinopati dengan

penyakit DM tipe 1 berkisar 10.8% s/d 60.0% pada polpulasi

klinik dan 14.5% s/d 79.0% dalam penelitian pada populasi.

Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi retinopati pada

populasi klinik berkisar 10.6% s/d 47.3% dan dalam penelitian

pada populasi berkisar 10.1% s/d 55.0%.


4. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang

menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan

menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot

jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga

kematian mendadak bisa terjadi. Prevalensi Penyakit jantung

koroner dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d


22

25.2% pada polpulasi klinik dan 1.8% s/d 43.4% dalam penelitian

pada populasi. Lima puluh persen dari prevalensi penyakit

jantung koroner berkisar 0.5% s/d 8.7% dengan Diabetes tipe 1

dan berkisar 9.8% s/d 22.3% dengan Diabetes tipe 2.


5. Stroke
Prevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2)

berkisar 1.0% s/d 11.3% pada populasi klinik dan 2.8% s/d 12.5%

dalam penelitian pada populasi. Lima puluh persen dari prevalensi

stroke berkisar 0.5% and 4.3% dengan Diabetes tipe 1 dan

berkisar 4.1% and 6.7% dengan Diabetes tipe 2.


6. Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan

keluhanyang dramatis seperti kerusakan mata atau kerusakan

ginjal. Namun,harus diingat hipertensi dapat memicu terjadinya

serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Risiko

serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat apabila

penderita diabetes juga terkena hipertensi.


7. Penyakit Pembuluh Darah Perifer
Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki,

yang dinamakan Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi

lebih dini dan prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes

daripada orang yang tidak mendertita diabetes. Denyut pembuluh

darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila

diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan

wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan

PVD disamping diikuti gangguan saraf atau neuropati dan infeksi


23

atau luka. yang sukar sembuh, pasien biasanya sudah mengalami

penyempitan pada pembuluh darah jantung.


8. Gangguan Pada Hati
Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes

tidak makan gula bisa bisa mengalami kerusakan hati (liver).

Anggapan ini keliru. Hati bisa terganggu akibat penyakit diabetes

itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes,

penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B

atau hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus

menjauhi orang yang sakit hepatitis karena mudah tertular dan

memerlukan vaksinasi untuk pencegahan hepatitis. Hepatitis

kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah terjadi karena

infeksi atau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati

yang sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan

hati atau fatty liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita

diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan karena

bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan

tubuh lainnya.
9. Penyakit Paru
Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberkulosis

paru dibandingkan orang biasa, sekali pun penderita bergizi baik

dan secara sosio ekonomi cukup. Diabetes memperberat

infeksiparu, demikian pula sakit paru akan menaikkan glukosa

darah.
10. Gangguan Saluran Cerna
24

Gangguan saluran cerna pada penderita diabetes disebabkan

karena kontrol glukosa darah yang tidak baik, serta gangguan

saraf otonom yang mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini

dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan

rasa pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan, sampai pada

akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah

tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual,

bahkan muntah dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari

gangguan saraf otonom pada lambung dan usus. Keluhan

gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat pemakaian obat-

obatan yang diminum.


11. Infeksi
Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan

tubuh dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga

penderita diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah

mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru-paru, kulit, kaki,

kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi

juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan

penderita terhadap adanya infeksi. (Ndraha, 2014)


2.1.7 Pencegahan Diabetes Militus
Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat

bagian yaitu :
1. Pencegahan Premordial
Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan

kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak

mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor


25

risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan dengan

multimitra.Pencegahan premodial pada penyakit DM

misalnyaadalah menciptakan prakondisi sehingga masyarakat

merasa bahwa konsumsi makan kebarat-baratan adalah suatu

polamakan yang kurang baik, pola hidup santai atau kurang

aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan.


2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada

orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu

mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk

menderita DM diantaranya :
a. Kelompok usia tua (>45tahun)
b. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman atau IMT>27

(kglm2)
c. Tekanan darah tinggi (>140/90mmHg)
d. Riwayat keiuarga DM
e. Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.
f. Disiipidemia (HvL<35mg/dl dan atau

Trigliserida>250mg/dl). Pernah TGT atau glukosa darah

puasa tergangu (GDPT). Untuk pencegahan primer harus

dikenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-

faktor tersebut. Oleh karena sangat penting dalam

pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah ditanamkan

pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur,

pola danjenis makanan yang sehat menjaga badan agar

tidak terlalu gemuk:, dan risiko merokok bagi kesehatan.


3. Pencegahan Sekunder
26

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau

menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini

dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Dalam

pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai

dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit

menahun. Pilar utama pengelolaan DM meliputi:


a. Penyuluhan
b. Perencanaan makanan
c. Latihan jasmani
d. Obat berkhasiat hipoglikemik.
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya

kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedinimungkin,

sebelum kecacatan tersebut menetap. Pelayanan kesehatan

yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait

sangatdiperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya

para ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung,

mata,rehabilitasimedis, gizi dan lain-lain. (Fatimah, 2015).


2.2 Neuropati Diabetik
2.2.1 Definisi Neuropati Diabetik
Neuropati diabetik adalah adanya gejala dan atau tanda dari

disfungsi saraf penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain

Diabetes Melitus (DM) (setelah dilakukan eksklusi penyebab lainnya)

(Sjahrir, 2006).
Apabila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil

diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak

dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf

sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetic


27

(Tandra, 2007).
2.2.2 Epidemiologi Neuropati Diabetik
Data epidemiologi menyatakan bahwa kira-kira 30% sampai

40% pasien dewasa dengan DM tipe 2 menderita Distal Peripheral

Neuropathy (DPN). DPN berkaitan dengan berbagai faktor resiko

yang mencakup derajat hiperglikemia, indeks lipid, indeks tekanan

darah, durasi menderita diabetes dan tingkat keparahan diabetes.

Studi epidemiologik menunjukkan bahwa kadar glukosa darah yang

tidak terkontrol beresiko lebih besar untuk terjadi neuropati. Setiap

kenaikan kadar HbA1c 2% beresiko komplikasi neuropati sebesar 1,6

kali lipat dalam waktu 4 tahun (Sjahrir, 2006).


2.2.3 Gejala Klinis Neuropati Diabetik
Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat.

Gejala bisa tidak dijumpai pada beberapa orang. Kesemutan, tingling

atau nyeri pada kaki sering merupakan gejala pertama. Gejala bisa

melibatkan sistem saraf sensoris, motorik atau otonom. (Dyck, 2002).

Tabel 2.2 Gejala Klinis


Nonpainful Painful
Thick Tingling

Stiff Knife-like

Electric shock-like
A sleep
Prickling Squeezing
28

1) Constricting
Tingling 2) Hurting
3) Burning
4) Freezing
5) Throbbing
Allodynia,
6) Hyperalgesia

Dikutip dari : Boulton AJM. Management of Diabetic

Peripheral Neuropathy. 2005. Clinical Diabetes; 23:9-15.


2.2.4 Tipe Neuropati Diabetik

National Diabetes Information Clearinghouse tahun 2013

mengelompokkan neuropati diabetik berdasar letak serabut saraf yang

terkena lesi menjadi:

1. Neuropati Perifer

Neuropati Perifer merupakan kerusakan saraf pada lengan

dan tungkai. Biasanya terjadi terlebih dahulu pada kaki dan

tungkai dibandingkan pada tangan dan lengan. Gejala neuropati

perifer meliputi:

a. Mati rasa atau tidak sensitif terhadap nyeri atau suhu

b. Perasaan kesemutan, terbakar, atau tertusuk-tusuk

c. Nyeri yang tajam atau kram

d. Terlalu sensitif terhadap tekanan bahkan tekanan ringan

e. Kehilangan keseimbangan serta koordinasi

Gejala-gejala tersebut sering bertambah parah pada malam

hari. Neuropati perifer dapat menyebabkan kelemahan otot dan

hilangnya refleks, terutama pada pergelangan kaki. Hal itu


29

mengakibatkan perubahan cara berjalan dan perubahan bentuk

kaki, seperti hammertoes. Akibat adanya penekanan atau luka

pada daerah yang mengalami mati rasa, sering timbul ulkus pada

kaki penderita neuropati diabetik perifer. Jika tidak ditangani

secara tepat, maka dapat terjadi infeksi yang menyebar hingga ke

tulang sehingga harus diamputasi.

2. Neuropati Autonom

Neuropati autonom adalah kerusakan pada saraf yang

mengendalikan fungsi jantung, mengatur tekanan darah dan

kadargula darah. Selain itu, neuropati autonom juga terjadi pada

organdalam lain sehingga menyebabkan masalah pencernaan,

fungsipernapasan, berkemih, respon seksual, dan penglihatan.

3. Neuropati Proksimal

Neuropati proksimal dapat menyebabkan rasa nyeri di

paha,pinggul, pantat dan dapat menimbulkan kelemahan pada

tungkai.

4. Neuropati Fokal

Neuropati fokal dapat menyebabkan kelemahan mendadak

pada satu atau sekelompok saraf, sehingga akan terjadi kelemahan

pada otot atau dapat pula menyebabkan rasa nyeri. Saraf manapun

pada bagian tubuh dapat terkena, contohnya pada mata, otot-otot

wajah, telinga, panggul dan pinggang bawah, paha, tungkai, dan

kaki. (Karimah, 2016)


30

Subekti (2009) mengelompokkan neuropati diabetik

menurutperjalanan penyakitnya menjadi:

1. Neuropati Fungsional

Neuropati ini ditandai dengan gejala yang merupakan

manifestasi perubahan kimiawi. Pada fase ini belum

ditemukan kelainan patologik sehingga masih bersifat

reversible.

2. Neuropati Struktural/ Klinis

Pada fase ini gejala timbul akibat kerusakan structural

serabut saraf dan masih ada komponen yang reversible.

3. Kematian Neuron/ Tingkat Lanjut

Kematian neuron akan menyebabkan penurunan

kepadatan serabut saraf. Kerusakan serabut saraf biasanya

dimulai dari bagian distal menuju ke proksimal, sebaliknya

pada proses perbaikandimulai dari bagian proksimal ke

distal. Sehingga lesi paling banyak ditemukan pada bagian

distal, seperti pada polineuropati simetris distal.Pada fase ini

sudah bersifat ireversibel.

2.2.5 Diagnosis Neuropati Diabetik

1. Konsensus San Antonio

Penegakan neuropati diabetik dapat ditegakkan berdasarkan

Konsensus San Antonio. Pada consensus tersebut telah

direkomendasikan bahwa paling sedikit 1 dari 5 kriteria dibawah


31

ini dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis neuropati diabetika,

yakni:

a. Symptom Scoring;

b. Physical Examination Scoring;

c. Quantitative Sensory Testing (QST)

d. Cardiovascular Autonomic Function Testing (CAFT)

e. Electro-diagnostic Studies (EDS).

Pemeriksaan symptom scoring dan physical examination

scoring telah terbukti memiliki sensitifitas dan spesifitas

tinggi.Instrumen yang digunakan adalah Diabetic Neuropathy

Symptom (DNS) dan skor Diabetic Neuropathy Examination

(DNE).

2. Diabetic Neuropathy Examination (DNE)

Alat ini Mempunyai sensitivitas sebesar 96% dan

spesifisitas sebesar 51%. Skor Diabetic Neuropathy Examination

(DNE) adalah sebuah sistem skor untuk mendiagnosa polineuropati

distal pada diabetes melitus. DNE adalah sistem skor yang

sensitive dan telah divalidasi dengan baik dan dapat dilakukan

secara cepat dan mudah di praktek klinik. Skor DNE terdiri dari 8

item, yaitu:A)Kekuatan otot: (1) quadrisep femoris (ekstensi sendi

lutut); (2) tibialis anterior (dorsofleksi kaki). B) Relfeks: (3) trisep

surae/ tendo achiles. C) Sensibilitas jari telunjuk: (4) sensitivitas

terhadap tusukan jarum. D) Sensibilitas ibujari kaki: (5) sensitivitas


32

terhadap tusukan jarum; (6) sensitivitas terhadap sentuhan; (7)

persepsi getar ; dan (8) sensitivitas terhadap posisi sendi.

Skor 0 adalah normal; skor 1: defisit ringan atau sedang

(kekuatan otot 3-4, refleks dan sensitivitas menurun); skor 2:

deficit berat (kekuatan otot 0-2, refleks dari sensitivitas negatif/

tidak ada). Nilai maksimal dari 4 macam pemeriksaan tersebut

diatas adalah 16.Sedangkan kriteria diagnostik untuk neuropati bila

nilai > 3 dari 16 nilai tersebut.

3. Skor Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS)

Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) merupakan 4 poin

yang bernilai untuk skor gejala dengan prediksi nilai yang tinggi

untuk menyaring polineuropati pada diabetes. Gejala jalan tidak

stabil, nyeri neuropatik, parastesi atau rasa tebal. Satu gejala dinilai

skor 1, maksimum skor 4.Skor 1 atau lebih diterjemahkan sebagai

positif polineuropati diabetik.Asad dkk tahun 2010, dalam uji

reabilitas neurologikal skor untuk penilaian neuropati

sensorimotor pada pasien DM tipe 2 mendapatkan skor DNS

mempunyai sensitivitas 64,41% dan spesifitas 80,95 % dan

menyimpulkan bahwa dalam semua skor, DNE yang paling sensitif

dan DNS adalah paling spesifik. Kesimpulan perbandingan studi

konduksi saraf dengan skor DNE dan DNS pada neuropati diabetes

tipe-2 adalah Skor DNE dan Skor DNS dapat di gunakan untuk

deteksi neuropati diabetika.


33

4. Pemeriksaan Elektrodiagnostik

Elektromiografi (EMG) adalah pemeriksaan

elektrodiagnosis untuk memeriksa saraf perifer dan otot.

Pemeriksaan EMG adalah obyektif, tak tergantung input penderita

dan tak ada bias. EMG dapat memberi informasi kuantitatif funsi

saraf yang dapat dipercaya.EMG dapat mengetahui denervasi

parsial pada otot kaki sebagai tanda dini neuropati diabetik.EMG

ini dapat menunjukkan kelaianan dini pada neuropati diabetik yang

asimptomatik. Kecepatan Hantar Saraf (KHS) mengukur serat saraf

sensorik bermyelin besar dan serat saraf motorik sehingga tidak

dapat mengetahui kelainan pada neuropati selektif serat bermielin

kecil. Pemeriksaan KHS sensorik mengakses integritas sel-sel

ganglion radiks dorsalis dan akson perifernya. KHS sensorik

berkurang pada demielinisasi serabut saraf sensorik.KHS motorik

biasanya lambat dibagian distal lambat, terutama bagian

distal.Respon motorik mungkin amplitudonya normal atau

berkurang bila penyakitnya bertambah parah.Penyelidikan

kecepatan hantar saraf sensorik biasanya lebih jelas daripada

perubahan KHS motorik. EMG jarang menimbulkan aktivitas

spontan abnormal dan amplitude motor unit bertambah, keduanya

menunjukkan hilangnya akson dengan dengan reinervasi

kompensatoris. Bila kerusakan saraf kecil memberi keluhan nyeri

neuropatik, kecepatan hantar sarafnya normal dan diagnosis


34

memerlukan biopsi saraf. Hasil-hasil EMG saja tidak pernah

patognomonik untuk suatu penyakit, walau ia dapat membantu

atau menyangkal suatu diagnosis klinis. Oleh karena itu,

pemeriksaan klinis dan neurologic serta amamnesis penting sekali

untuk membantu diagnosis pasti suatu penyakit.

5. Visual Analoque Scale (VAS)

Banyak metode yang lazim diperkenalkan untuk

menentukan derajat nyeri , salah satunya adalah Visual Analoque

Scale (VAS). Skala ini hanya mengukur intensitas nyeri seseorang.

VAS yang merupakan garis lurus dengan ujung sebelah kiri diberi

tanda 0 = untuk tidak nyeri dan ujung sebelah kanan diberi tanda

dengan angka 10 untuk nyeri terberat yang terbayangkan. Cara

pemeriksaan VAS adalah penderita diminta untukmemproyeksikan

rasa nyeri yang dirasakan dengan cara memberikan tanda berupa

titik pada garis lurus Visual Analoque Scale antara 0-10 sehingga

penderita dapat mengetahui intensitas nyeri. VAS dapat diukur

secara kategorikal.Melialamengemukakan nyeri ringan dinilai

dengan VAS :0-<4,sedang nilai VAS : >4-7, berat dengan nilai VAS

>7-10. (Karimah, 2016)

2.2.6 Instrumen Pemeriksaan Neuropati

A. Michigan Neuropathy Screening Instrument (MNSI)

Michigan Neuropathy Screening Instrument (MNSI). MNSI

merupakan parameter klinis untuk deteksi dini kejadian neuropati.


35

Kuesioner ini terdiri dua bentuk pengkajian yaitu riwayat kesehatan

dan pemeriksaan fisik. Bentuk pengkajian berupa riwayat

kesehatan terdiri dari 15 item pertanyaan, di mana 13 pertanyaan

terkait neuropati, 1 pertanyaan untuk menilai gangguan vaskular

perifer, dan 1 pertanyaan untuk menilai asthenia. Sedangkan

pemeriksaan fisik terdiri dari beberapa penilaian, yaitu:

a) Inspeksi kaki untuk melihat adanya kulit kering (bersisik), kulit

kaki pecah-pecah, callus, dan deformitas. Setiap ditemukan

abnormalitas diberikan skor 1. Apabila ada ulserasi juga

diberikan nilai 1.

b) Pemeriksaan sensasi vibrasi dengan menggunakan garpu tala

128 Hz. Pemeriksaan ini dilakukan secara bilateral dan

ditempatkan pada penonjolan interphalang. Pasien ditutup

matanya kemudian diminta untuk merasakan getaran dari garpu

tala tersebut. Pasien diberikan skor 0 jika dapat merasakan

getaran < 10 detik, skor 0.5 jika pasien merasakan getaran > 10

detik, dan skor 1 jika pasien tidak merasakan getaran

samasekali.

c) Pemeriksaan reflek ankle dengan menggunakan palu reflek.

Pasien diminta untuk duduk dengan kaki tergantung dan keadaan

rileks. Kaki sedikit di dorsofleksikan untuk mendapatkan

kekuatan optimal. Jika pasien ada reflek diberikan skor 0, jika

pasien merasakan reflek yang kurang diberikan skor 0.5, dan


36

jika tidak ada reflek pasien diberikan skor 1. (Herman WH,

2012)

B. Michigan Diabetic Neuropathy Score (MDNS)

MDNS merupakan parameter pemeriksaan untuk menilai

derajat dari neuropati. MDNS terdiri dari dua bagian yaitu

pemeriksaan fungsi neurologis dan pemeriksaan hantaran saraf.

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan fungsi neurologis antara

lain SWM 10 g (monofilamen), garpu tala 128 Hz, pin prick, dan

palu reflek:

a) Pemeriksaan menggunakan monofilamen dilakukan pada

dorsum manus jari kaki pertama, di antara nail fold dan

interphalang distal. Penekanan monofilamen dilakukan secara

19 tegak lurus hingga monofilamen melengkung. Menanyakan

respon pasien ya atau tidak dengan mata tertutup. Jika pasien

bisa merespon baik 8 dari 10 titik pengkajian dikatakan normal

(skor 0), tetapi jika pasien hanya merespon 1 hingga 7 pasien

dikatakan mengalami penurunan sensasi (skor 1), dan jika tidak

mampu merespon sama sekali pasien dikatakan mengalami

gangguan sensasi (skor 2).

b) Pemeriksaan menggunakan garpu tala 128 Hz digunakan untuk

menilai sensasi vibrasi atau getaran. Pemeriksaan ini dilakukan

di penonjolan tulang interphalang distal dorsum jari kaki

pertama. Apabila pasien bisa merasakan vibrasi < 10 detik,


37

dikatakan normal (skor 0), menurun apabila pasien merasakan

vibrasi > 10 detik (skor 1), dan jika pasien tidak merasakan

vibrasi diberikan skor 2.

c) Pemeriksaan menggunakan pin prick digunakan untuk menilai

ada tidaknya sensasi nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan di

dorsum ibu jari kaki pertama. Pasien di tutup matanya,

kemudian ditanya respon pasien apakah merasakan nyeri atau

tidak. Jika merespon ya (skor 0) dan jika merespon tidak (skor

2).

d) Pemeriksaan reflek fisiologis.Pemeriksaan menggunakan palu

reflek dan dilakukan pada tendon achilles. Apabila pasien

merespon dengan adanya kontraksi otot dan ada gerakan sendi

(skor 0), bila reflek menurun atau hanya ada kontraksi otot

(skor 1), dan jika tidak ada reflek (skor 2). 5) Pemeriksaan

kekuatan otot Kekuatan otot dinilai dari kemampuan pasien

melakukan abduksi jari kaki, ekstensi jari kaki, dan dorsofleksi

angkle. Dikatakan normal apabila pasien memiliki kekuatan

otot normal dan mampu melawan tahanan maksimal pemeriksa

(skor 0), mampu melawan tahanan ringan dan dan sedang

pemeriksa (skor 1), tidak mampu melawan gaya berat dan

tahanan ringan pemeriksa (skor 2), dan tidak ada kontraksi otot

maupun gerakan sendi (skor 3).

e) Pemeriksaan kekuatan otot


38

Kekuatan otot dinilai dari kemampuan pasen melakukan

abduksi jari kaki, ekstensi jari kaki, dan dorsofleksi angkle.

Dikatakakan normal apabila pasen memiliki kekuatan otot

normal dan mampu apabila pasen memiliki kekuatan otot

normal dan mampu melawan tahanan maksimal pemeriksa

(skor 1), tidak mampu melawan gaya berat dan tahanan ringan

pemeriksaan (skor 2), dan tidak ada kontraksi otot maupun

gerakan sendi (skor 3). (Dewi, 2017)

Tabel 2.3 Pemeriksaan Neuropati pada Diabetisi


39

2.2.7 Cara Pemeriksaan Neuropati Perifer

Pemeriksaan neuropati perifer meliputi tiga penilaian fungsi

neurologis, yaitu penilaian fungsi otonom dengan melakukan inspeksi

kaki secara menyeluruh dan penilaian fungsi sensorik serta motorik.

Alat yang dapat digunakan untuk memeriksa fungsi sensorik dan fungsi

motorik antara lain adalah Semmes-Weinstem Monofilament 10 g

(monofilamen), garpu tala 128 Hz, pin prick, palu reflek, dan Ipswich

Touch Test (IpTT).

A. Pemeriksaan Fungsi Saraf Otonom

Pemeriksaan saraf otonom dilakukan dengan melakukan

inspeksi kaki secara menyeluruh untuk melihat tanda dan gejala

yang disebabkan karena gangguan hidrasi kulit, penurunan turgor

kulit, dan adanya atrofi kulit dan bantalan vasomotor. Secara

berurutan penyebab di atas akan menimbulkan kulit kering, kaki

pecah-pecah, dan terbentuk callus.


40

B. Pemeriksaan Fungsi Saraf Sensorik

a) Pemeriksaan Sensitivitas Kaki

Alat untuk memeriksa sensitivitas kaki adalah Semmes-

Weinstem Monofilament 10 g (monofilamen). Monofilamen

merupakan salah satu alat deteksi neuropati diabetik. Alat ini

dipublikasikan sebagai alat yang praktis dan mudah digunakan

untuk deteksi hilangnya sensasi proteksi. Alat ini terdiri atas

sebuah ganggang plastik yang dihubungkan dengan sebuah

nilon monofilamen, sehingga dapat mendeteksi kelainan

sensorik yang mengenai serabut saraf. Cara penggunaan

monofilamen berdasarkan prosedur yang telah dipublikasikan

oleh British Columbia Provincial Nursing Skin and Wound

Commite pada tahun 2011, yaitu :

1. Menggunakan monofilamen 10 g

2. Meminta pasien untuk membuka kaos kaki dan sepatunya

3. Menjelaskan kepada pasien tentang prosedur

dan menunjukkan monofilamen sebelum melakukan

pemeriksaan pada kaki pasien, monofilamen diuji

cobakan pada sternum atau tangan dengan tujuan agar

pasien dapat mengenal sensasi rasa dari sentuhan

monofilament

4. Melakukan pemeriksaan pada salah satu tungkai

dengan kedua mata pasien ditutup.


41

5. Monofilamen diletakkan tegak lurus pada kulit

yang diperiksa, penekanan dilakukan sejauh

monofilamen bisa ditekuk dan dilakukan selama 2-3 detik.

Figure 1 : Monofilamen tegak lurus pada kulit pasien,


Figure 2 : Monofilamen ditekan hingga bisa ditekuk,
Figure 3 : Monofilamen kembali dalam keadaan semula.
Gambar 2.1 Cara Penggunaan Monofilamen

f. Gunakan monofilamen pada 10 titik lokasi di kaki kiri dan

kanan seperti pada gambar di bawah ini

g. Pada masing-masing titik lokasi dilakukan tiga kali

pemeriksaan, jika pasien terindikasi tidak merasakan

monofilamen.

Gambar 2.2 Titik Lokasi Tes Monofilamen


42

Penilaian hasil pemeriksaan: positif, jika dapat merasakan

tekanan monofilamen dan dapat menunjukkan lokasi dengan

tepat setelah monofilamen diangkat pada 2-3 kali pemeriksaan dan

negatif jika tidak dapat merasakan tekanan atau tidak dapat

menunjukkan lokasi dengan tepat, pada 2-3 kali pemeriksaan.

Hasil positif skor = 1, hasil negatif skor=0. Sehingga, skor total

pada satu kaki bervariasi antara 0-10. Selain monofilamen,

pemeriksaan yang digunakan untuk menilai sensitivitas kaki adalah

Ipswich Touch Test (IpTT). IpTT merupakan salah satu metode

untuk untuk deteksi dini Diabetic Foot Ulcer (DFU) yang mudah

dilakukan, efektif, tidak membutuhkan biaya, sensitif, dan

spesifik. Meskipun pada penelitian sebelumnya, IpTT digunakan

untuk deteksi dini DFU, tetapi IpTT juga bisa diaplikasikan untuk

DPN karena dianggap sebagai gold standard untuk menguji

sensitivitas kaki. Cara penggunaan IpTT yaitu ujung jari

kaki pasien disentuhkan dengan jari pemeriksa. Sentuhan selama

1-2 detik diberikan pada keenam titik ujung jari kaki pasien yang

telah diminta untuk menutup mata selama pemeriksaan. Jika

dilakukan sensasi sentuhan terganggu, kemungkinan adanya

kerusakan pada neurosensori perifer.Metode IpTT dipilih karena

penggunaannya yang mudah, cepat, tidak membutuhkan biaya, dan

tidak membutuhkan instrumen lain


43

Gambar 2.3 Titik Pengkajian IpTT

Komplikasi yang sering terjadi pada penedrita diabetes adalah

terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak bawah yang disebut

kaki diabetik foot. Dalam kondisi tersebut keadaan kaki diabetik yang

terjadi adalah perubahan structural, tonjolan kulit, perubhan kulit dan

kuku, luka pada kaki, infeksi, kelainan pada pembuluh darah, dan kelainan

persararafan neuropatik yang dapat menyebabkan pasien diabetes

mengalami penurunan sensitivitas, hilang sensai merupakan salah satu

faktor utama terjadinya ulkus diabetikum (Subiyanto,2010).


44

b) Pemeriksaan Sensasi Vibrasi

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan sensasi vibrasi

atau sensasi getar adalah garpu tala 128 Hz. Pemeriksa

memegang garpu tala dengan telunjuk dan ibu jari tangan.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara menempatkan garpu tala di

atas penonjolan tulang interphalang distal dorsum jari kaki

pertama secara bilateral dengan mata tertutup.Pasien diminta untuk

melaporkan adanya getaran. Garpu tala kemudian diletakkan pada

dorsal distal phalang ibu jari pemeriksa untuk memastikan apakah

getaran masih ada atau tidak. Penilaian hasil pemeriksaan yaitu:

normal (skor 0) bila pasien merasakan vibrasi 10 detik, menurun

(skor 1) bila pasien merasakan vibrasi 10 detik, dan tidak ada

(skor 2) bila pasien tidak merasakan adanya vibrasi.

c) Pemeriksaan Sensasi Nyeri

Alat yang digunakan untuk memeriksa sensasi nyeri

adalah pin prick yang dilakukan di dorsum ibu jari kaki pertama.

Pasien ditutup matanya kemudian diberikan sentuhan dengan

jarum pentul. Pasien ditanya apakah merasakan nyeri atau

tidak merasakan nyeri. Jika merasa nyeri diberikan skor 0 dan

jika tidak merasa nyeri diberikan skor 1.


45

C. Pemeriksaan Fungsi Saraf Motorik

a) Pemeriksaan Deformitas

Pemeriksaan deformitas dilakukan dengan melakukan

inspeksi kaki untuk melihat perubahan bentuk kaki.

Deformitas yang muncul bisa berbagai macam bentuk bahkan bisa

muncul gabungan dari berbagai deformitas. Deformitas yang

muncul di antaranya adalah flat feet, hammer toes, claw toes,

mallet toes, overlapping toes, bunion, prominent metatarsal heads,

dan charcot foot. Jika tidak terdapat deformitas diberi skor 0, jika

terdapat satu deformitas yang muncul maka diberi skor 1, dan jika

terdapat lebih dari satu deformitas diber skor 2.

b)Pemeriksaan Kekuatan Otot

Pemeriksaan kekuatan otot dilakukan pasien sendiri. Pasien

diberikan perintah untuk melakukan abduksi dan ekstensi jari kaki

serta mem dorsofleksikan angkle. Pasien kemudian akan

dinilai apakah pasien dapat melakukannya secara mandiri atau

memerlukan bantuan pemeriksa. Jika pasien bisa menunjukkan

kekuatan otot normal (melakukan secara mandiri) diberikan skor

0, jika kekuatan otot sedang (membutuhkan bantuan pemeriksa)

diberikan skor 1, kekuatan otot berat (jika tidak mampu

melakukan baik secara mandiri maupun dengan bantuan

pemeriksa) diberikan skor 2.


46

c) Pemeriksaan Reflek Fisiologis

Pemeriksaan reflek dilakukan dengan menggunakan palu

reflek pada tendon bisep brakii, trisep brakii, quadrisep femoralis,

dan achilles kanan kiri. Pasien diminta untuk duduk. Pemeriksa

memfleksikan tungkai bawah dari pasien, kemudian memegang

ujung kaki untuk memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki

pasien. Penilaian hasil pemeriksaan yaitu: skor 0 jika terdapat

kontraksi otot disertai adanya gerakan sendi, skor 1 jika reflek

menurun atau hanya ada kontraksi otot, dan skor 2 jika tidak ada

reflek. (Rosyida, 2016).

Gambar 2.4 Pemeriksaan Reflek pada Tendon Achilles


49

2.2.8 Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan

alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Instrumen

disebut berkualitas dan dapat dipertanggung jawabkan

pemakaiannya apabila sudah terbukti validitas reabilitasnya.

Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah tingkat

neuropati pada diabetisi yang akan dibedakan menjadi empat

kategori yaitu tidak ada neuropati, neuropati ringan, neuropati

sedang, dan neuropati berat. Dalam pemakaian kuesioner MNSI

dan MDNS, sudah tersedia versi bahasa Indonesia dan sudah

dipakai di Indonesia oleh peneliti sebelumnya namun tidak

dicantumkan nilai validitas dan reliabilitasnya. Nilai masing-

masing sensitivitas dan spesifisitas dari MNSI dan MDNS

(80.6% ; 70.9% dan91.1% ; 76.2%).Pada penelitian sebelumnya

hanya menggunakan salah satu dari MNSI atau MDNS. Dalam

penelitian ini, konsep pemeriksaan neuropati diambil dari

keduanya sehingga membutuhkan uji validitas dan

reliabilitas.Pengujian validitas dilakukan dalam dua cara, yaitu

dengan content validity dan construct validity. Content validity

merupakan suatu keputusan tentang bagaimana instrumen dapat

mewakili karakteristik yang dikaji. Instrumen dengan content

validity yang baik akan sangat mewakili semua butir soal yang

dimasukkan untuk mengukur konsep dalam sebuah studi.Uji

content validity ini dilakukan oleh tiga panel expert yaitu Saldy
50

Yusuf,MHS.,ETN selaku dosen KMB di Universitas Hasanuddin

Makassar dan mendalami DM yang lulus dari Kanazawa

University Japan, Ns. Hadi Setiardjo, S.Kep.,ETN selaku perawat

ahli perawatan luka DM tersertifikasi di RSUP Dr. Kariadi

Semarang dan Ns. Ismonah, S.Kep.,M.Kep.,Sp.KMB selaku dosen

keperawatan di Stikes Telogorejo Semarang dengan background

Sp.KMB sistem endokrin.Uji content validity meliputi 4 skala

yaitu skala 1 (tidak relevan), skala 2 (tidak dapat dikaji relevansi

tanpa merevisi item yang bersangkutan), skala 3 (relevan,

dibutuhkan sedikit revisi), dan skala 4 (sangat relevan) untuk

menilai content lembar pemeriksaan. Jika content dalam

lembar pemeriksaan telah sesuai dengan kondisi yang ada, dapat

diterapkan kepada masyarakat. Hasil uji content validity dari

ketiga panel expert secara keseluruhan sudah sesuai dengan teori

yang ada namun ada beberapa content yang dirubah yaitu amputasi

yang awalnya menjadi content dalam penilaian kerusakan otonom

dimasukkan ke dalam karakteristik demografi dan kemudian

ditambahkan adanya riwayat DFU. Kemudian, pemeriksaan

deformitas yang awalnya masuk dalam penilaian kerusakan

otonom dimasukkan ke dalam penilaian kerusakan motorik.

Selanjutnya, untuk sistem skoring pada kerusakan motorik

diperjelas lagi agar pembaca bisa lebih mudah untuk membedakan

setiap gangguan yang muncul. Uji construct validity dilakukan


51

melalui pilot study kepada 30 diabetisi di wilayah kerja

Puskesmas Padangsari Semarang yang tidak diikutsertakan dalam

penelitian sebenarnya. Pemilihan uji construct validity yang

dilakukan di Puskesmas Padangsari Semarang karena diabetisi di

wilayah Puskesmas Padangsari mempunyai karakteristik yang

hampir sama dengan diabetisi di Puskesmas Kedungmundu salah

satunya adalah jumlah kasus DM di Puskesmas Padangsari

termasuk tinggi. Uji construct validity yang telah dilakukan kepada

30 diabetisi selanjutnya akan dihitung menggunakan uji Pearson

Product Moment. Hasilnya, didapatkan 38 item pemeriksaan

neuropati perifer dan didapatkan 21 item pemeriksaan valid

dengan nilai r hitung 0.371-0.765 (r tabel 0.361) sedangkan 17

item yang tidak valid tidak dihapus dari item pemeriksaan

neuropati perifer karena akan mempengaruhi pengkategorian

tingkatan neuropati perifer yang sesuai dengan teori sehingga item

tersebut tetap digunakan.Setelah dilakukan pengujian validitas

kemudian diuji reliabilitasnya menggunakan Alpha Cronbach.

Reliabilitas instrumen menunjukkan sejauh mana hasil

pengukuran tetap konsisten atau tepat asas bila dilakukan dua

kali pengukuran terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan

alat ukur yang sama. Analisis kuesioner penelitian ini

menunjukkan hasil konsistensi internal yang dilihat dari nilai

Alpha Cronbach. Instrumen dikatakan reliabel apabila memiliki


52

r hitung > 0.6. Hasil uji reliabilitas terhadap item pemeriksaan

neuropati perifer yang dilakukan kepada 30 diabetisi di wilayah

kerja Puskesmas Padangsari Semarang didapatkan hasil nilai

Alpha Cronbach sebesar 0,703. Hasil tersebut menyatakan bahwa

lembar pemeriksaan neuropati perifer reliabel digunakan dalam

penelitian ini (Rosyida, 2016).


2.2.9 Penatalaksanaan Neuropati Diabetik
Penatalaksanaan diabetes militus dikelompokan menjadi 5 menurut

Santi Damayanti, (2016) yaitu:


a. Manajemen Diet
Tujuan umum penatalaksanaan diet pasien DM antara lain:

mencapai dan memepertahankan kadar glukosa darah lipid

mendekati normal, mencapai dan memepertahankan berat badan

dalam batas-batas normal mencapai dan memepertahankan berat

badan dalam batas-batas normal atau + 10% dari berat badan

idaman, mencegah komplikasi akut dan kronik, serta

meningkatkan kualitas hidup (Damayanti, 2016)


Bagi pasien obesitas, penurunan berat badan , merupakan

kunci dalam penanganan DM. Penurunan berat badan ringan atau

sedang (5-10% dari total berat badan) telah menunjukan perbaikan

dalam mengontrol DM tipe 2 (Damayanti, 2016).

Penatalaksanaan nutrisi di mulai dari menilai kondisi

pasien, salah satunya menilai status gizi. Penilaian status gizi

dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT)= BB

(kilogram)/TB2 (meter) untuk melihat apakah penderita DM

mengalami kegemukan atau obesitas, normal atau kurang gizi.


53

IMT normal pada orang dewasa antara 18,5-25 (Sunyoto, 2009)


Standar komposisi makanan untuk pasien DM yang

dianjurkan oleh consensus Perkeni (2006) adalah karbohidrat 45-

65%, protein 10-20%, lemak 20-25%, kolesterol <300mg/hr, serat

25g/hr, gram dan pemanis dapat digunakan secukupnya.

Hiperkolesterolemia dapat menimbulkan aterosklerosis oleh

karena itu konsumsi makanan yang berkolestrol (Damayanti,

2016).
b. Latihan Fisik (Olahraga)
Olahraga menagktifasi ikatan insulin dan reseptor insulin di

membrane plasma sehingga dapat menurunkn kadar glukosa

darah. Latihan fisik yang rutin memlihara berat badan normal

dengan indeks massa tubuh (BMI) < 25(Adisa , Alutundu &

Fakeye, 2009; Casey, de Civita & Dasgupta, 2010). Manfaat

latihan fisik adalah menurunkan kadar glukosa oleh otot dan

memperbaiki pemaikan insulin , memperbaiki pemaikan insulin

tondus otot, mengubah kadar lemak darah yahitu meningkatkan

kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total

serta trigliserida (Damayanti, 2016)


Semua manfaat ini penting bagi pasien DM mengingat

adanya peningkatan rasio untuk terkena penyakit kardiovaskuler

pada diabtes (Smeltzer, et al. 2008). Pada studi yang lain

dikatakan bahwa pada pasien DM tipe II terjadi penurunan

kapasitas mitokondria pada otot skleletal yang menyebabkan

peningkatan risko gangguan fisik dan aktivitas fisik atau olahraga


54

dapat memperbaiki kondisi tersebut (Damayanti, 2016)


Prinsip latihan fisik pasien DM pada prinsipnya sama saja

dengan prinsip latihan jasmani pada umumnya, yahitu mengikuti:

F,I,D,J yang dapat dijelaskan sebagai berikut F: Frekuensi 3-

5x/minggu secara teratur: I: Intensitas ringan dengan sedang (60-

70% Maximum Heart Rate; D:Durasi 30-60 menit setiap

melakukan latihan jasmani latihan fisik yang dianjurkan adalah

aerobic yang bertujuan untuk meningkatakn stamina seperti jalan,

joging, bernenang, senam berkelompok atau aerobic dan besepeda

(Damayanti, 2016)
c. Pemantuan (Monitoring) kadar gula darah
Pemantuan kadar glukosa darah secara mandiri atau self-

monitoring blood glucose (SMBG) memungkinkan untuk deteksi

dan mencegah hipergilikemia atau hipoglikemia, pada akhirnya

akan mengurangi komplikasi diabetic jangka panjang.

Pemeriksaan ini sangat dianjurkan bagi pasien dengan penyakit

DM yang tidak stabil, kencendrungan untuk mengalami ketosis

berat, hiperglikemia dan hipoglikemia tanpa gejala ringan.

Kaitannya dengan pemberian insulin, dosis insulin yang

diperlukan pasien ditentukan oleh kadar glukosa darah yang

akurat. SMBG telah menjadi dasar dalam memberikan terapi

insulin (Smeltzer et al. 2008).


Beberapa hal yang harus dimonitor secara berkala adalah

glukosa darah, glukosa urine, keton darag, keton urin. Selain itu

juga, pengkajian tambahan seperti cek berat badan secara reguler;


55

pemeriksaan fisik teratur, dan pendidikan tentang diit,

kemampuan monitoring diri, injeksi, pengetahuan umum tentang

diabetes dan perubahan-perubhan dalam diabetes (Damayanti,

2016).
d. Terapi Farmakologi
Tujuan terapi insulin adalah menjaga kadar ula darah

normal atau mendekati normal. Pada DM tipe 2, insulin terkadang

diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan

kadar glukosa darah jika diet, latihan fisik dan Obat Hipoglikemia

Oral (OHO) tidak dapat mejaga gula darah dalam t=rentang

normal. DM tipe II dakang membutuhkan insulin temporer selam

mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa

kejadian stress lainnya (Damayanti, 2016).

e. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan pada pasien DM diperlukan karena

penatalaksanaan DM memerlukan perilaku penanganan yang

khusus seumur hidup. Pasien tidak hanya belajar keterampilan

untuk merawat diri sendiri guna menghindari fluktuasi kadar

glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku

preventif dalam gaya hidup untuk mnghindari komplikasi diabetic

jangka panjang. Pasien harus mengerti mengenai nutrisi , manfaat

dan efek samping terapi, latihan, perkembangan penyakit, strategi

pencegahan, teknik pengontrolan gula darah dan penyesuaian

terhadap terapi (Smltzer, et al. 2008). Seperti yang dikemukakan

Thiebaud, et all (2008) bahwa penatalaksanaan DM tipe 2 adalah


56

selama hidupnya pasien harus rutin melakukan kunjungan ke

dokter untuk melakukan pemeriksaan laboratorium serial,

pemeriksaan fisik, perawatan kaki, melakukan diet DM olah raga

dan mendapatkan pendidikan kesehatan dalam upaya merawat

DM secara mandiri. (Damayanti, 2016)


2.3 Konsep Senam Ergonomis
2.3.1 Pengertian Senam Ergonomis
Senam ergonomis atau senam inti raga adalah teknik senam

untuk mengembalikan atau membetulkan posisi dan kelenturan sistem

saraf dan aliran darah pada kaki diabetes, memaksimalkan supplay

oksigen ke otak, membuka sistem kecerdasan, sistem keringat , sistem

pemanas tubuh, sistem pembakaran asam urat, kolestero, gula darah,

asam urat, kolesterol, gula darah , asam laktrat, chrisal oxalate, sistem

konversi karbohidrat, sistem pembuatan elektrolit atau ozon dalam

darah, sistem kebugaran dan sistem kebugaran dan system kekebalan

tubuh dari energi negatif dari dalam tubuh (Sagiran, 2010).


2.3.2 Macam-Macam Latihan Senam Ergonomis
Berikut ini akan kami uraikan secara detail masing-masing

gerakan mengenai cara, pernafasan, dosisi dan manfaatnya. Pejelasaan

ini mengikuti apa yang secara hipotetik disampaikan oleh narasumber

Bp A.M Isran kepada penulis dan ditambahdengan pengembangan

medis serta hasil penelitian. Terdapat satu gerakan pembuka dan lima

gerakan fundamental dalam gerakan senam Ergonomis, yahitu


1. Gerakan Pembuka, Berdiri Sempurna
2. Gerakan Pertama, Lapang Dada
3. Gerakan Kedua, Tunduk Syukur
4. Gerakan Ketiga, Duduk Perkasa
5. Gerakan Keempat, Duduk Pembakaran
6. Gerakan Kelima, Berbaring Pasrah
57

Gerakan-gerkan tersebut dilakukan secara berangkai sebagai

latihan senam rutin setiap hari, atau sekurang-kurangnya 2-3 kali

seminggu. Masing-masing gerakan dilakukan secara terpisah ,

disela kegitan atau bekerja sehari-hari (Sagiran, 2010).

2.3.3 Indikasi dan KontraIndikasi Senam Ergonomis


A. Indikasi
Senam ergonomis ini dapat diberikan kepada diabetes

militus tipe 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien sudah

terdiagnosa diabetes militus tipe 2 selama satu bulan dengan

KGD lebih dari 70 mg/dL dan tidak melebihi 300mg/dL dan

tanda-tanda vital dalam keadaan normal..


B. KontraIndikasi
Klien yang mengalami infeksi, adanya ulkus pada diabetes

militus tipe 2, gangguan metabolik berat, KGD kurang dari 70

mg/dL atau lebih dari 300 mg/dL. (Prasetyorini, 2015)


2.3.4 Teknik Melakukan Senam Ergonomis dan Manfaat Senam

Ergonomis
Gerakan-gerakan tersebut dilakukan secara berangkai sebagai

latihan senam rutin setiap hari, atau sekurang-sekurangnya 2-3 kali

seminggu. Masing-masing gerakan juga dapat dilakukan secara

terpisah, di sela-sela kegiatan atau bekerja sehari-hari. Berikut adalah

manfaat melakukan senam ergonomis (Sagiran, 2010).:


1. Gerakan Pembuka, Berdiri Sempurna
(Prasetyorini, 2015)Caranya: berdiri tegak, pandangan lurus ke

depan, tubuh rileks, tangan didepan dada, dengan jari-jari sedikit


58

meregang. Posisi kaki meregang sehingga mengangkang kira-kira

selbar bahu, telapak dan jari-jari kaki mengarah lurus kedepan .

Pernafasannya: Diatur serileks mungkin sehingga tidak terlalu

dalam dan cepat. Bila baru selesai dari suatu kegiatan atau

pekerjaan, maka dengan posisi ini nafas diatur sampai betul-betul

rileks, Gambar
jantung 2.5
juga tidak Pembuka,
Gerakan berdegup Berdiri
kencang,Sempurna
baru kemudian

memulai senam dengan gerakan-gerakan berikutnya.


Dosis: Bagi pemula mungkin agak lama sekitar 2-3 menit. Akan

tetapi kalau sudah terbiasa mengkin cukup 30-60 detik. Gerakan ini

yang penting sudah bisa mengantarkan ke kondisi rileks, maka ini

dikatakan cukup.Jadi misalnya baru dating berpergian, atau naik

tangga cukup tinggi, nafas masih terengah-engah, jantung masih

berdegup kencang, harus ditunggu sampai benar-benar rileks.


Manfaatnya: Dengan gerakan pembuka berdiri sempurna,

seluruh syaraf menjadi satu titik pada pengendaliannya di otak.

Pusat kendali diseluruh belahan otak bagian kanan kiri, depan

belakang, luar dalam dan atas bawah dipadukan saat itu pada satu

tujuan. Saat itu pikiran dikendalikan oleh kesadaran akal untuk

sehat dan bugar, tubuh dibebaskan dari beban pekerjaan, berat


59

tubuh ditumpukan dengan pembagian beban yang sama pada kedua

kakinya.
Pada waktu berdiri sempurna kedua kaki tegak sehingga telapak

kaki menekan seluruh titik saraf telapak kaki yang sangat

bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Posisi demikian akan membuat

punggung lurus, sehingga akan memperbaiki bentuk tubuh, jantung

bekerja normal begitu juga dengan paru-paru, punggung dan tulang

punggung lurus dan seluruh organ dalam keadaan normal. Postur

tang salah akibat aktivitas sehari-hari diperbaiki pada saat ini.


2. Gerakan Lapang Dada
Caranya: dari posisi berdiri sempurna, kedua tangan menjutal

ke bawah, kemudian dimulai gerakan memutar lengan. Tangan

diangkat lurus kedepan, lalu keatas, terus kebelakang, dan kembali

menjutai kebawah. Satu putaran, sambung dengan putaran

berikutnya sehingga seperti baling-baling. Posisi kaki dijinjitkan-

diturunkan, mengikuti irama gerakan tangan.

Gambar 2.6 Gerakan Lapang Dada


60

Pernafasannya: Pola nafas dengan sendirinya akan mengikuti

gerakan putaran lengan. Pada saat tangan diatas, tulang-tulang

rusuk saling meregang , ikut terangkat bagaian depannya sehingga

rongga dada akan berada dalam ukuran paling lebar, tekanan udara

nafas didalam menjadi negatif, udara segar dari luar mengalir

masuk. Sedang pada saat tangan bergerak kebelakang dan turun,

rongga dada kembali mengecil, udara akan keluar.


Dosisnya: Untuk senam, gerakan ini dilakukan 40 kali putran.

Satu gerakan memutar butuh waktu kira-kira 4 detik, sebagai

gerakan aerobik. Keseluruhan 40 kali putaran akan selesai dalam

waktu 4 menit . Akan tetapi, bisa juga gerakan putaran dipercepat,

berikutnya bahkan bisa dilakukan dengan dangat cepat seperti

gerakan bilang-bilang. Keseluruhan gerakan selesai dalam 35 detik,

namun Anda membutuhkan istirahat kira-kira 3 menit sebelum

melanjutkan serakan kedua, yakni sampai nafas kembali tertata.


Manfaat: Gerakan pertama, lapang dada, akan mengaktifkan

fungsi oragan, karena seluruh sistem saraf menarik tombol-tombol

kesehatan yang tersebar diseluruh tubuh. Putaran lengan adalah

sebagaimana putaran generator listrik sehingga gerakan memutar

lengan ke belakang adalah gerakan membangkitkan BIOLISTRIK


61

didalam tubuh sekaligus terjadi sirkulasi oksigen yang cukup,

sehingga tubuh akan terasa segar dan adanya tambahan energy.


3. Gerakan Tunduk Syukur
Caranya: dimulai dengan mengangkat tangan lurus ke atas,

kemudian badan membungkuk, tangan kemudian meraih mata kaki,

dipegang kuat, tarik, cengkram sekan-akan kita mau mengangkat

tubuh kita. Posisi kaki tetap seperti semula. Pada saat itu kepala

mendongak dan pandangan diarahkanke depan. Setelah itu kembali

ke posisi berdiri dengan lengan menjuntai.

Pernafasannya: Saat memulai menggerakan tanganhingga

tangan sampai keatas, tarik nafas dalam-dalam. Saat memulai

membungkukkan badan , buang nafas. Pada posisi terakhir ini

nafas ditahan didada , sampai sekuatnya. Nafas dibuang saat

kembali ke posisi berdiri. Segera ambil nafas baru 3-4 kali sebelum

melanjutkan gerakan.

Gambar 2.7 Gerakan Tunduk Syukur


62

Dosisinya: gerakan kedua ini dilakukan 5 kali. Umumnya 1 kali

gerkan selesai dalam 35 detik ditambah 10 detik untuk jeda nafas .

Keseluruhan 5 kali gerakan akan selesai dalam 4 menit.


Manfaatnya: gerakan ketiga, tunduk syukur, adalah gerakan

memasok oksigen ke kepala dan mengmbalikan posisi tulang

punggung supya tegak. Gerakan ini akan melonggarkan otot-otot

punggung bagian bawah, paha, dan betis. Gerakan ini juga

mempermudah untuk persalinan bagi ibu-ibu hamil melakukan

secara rutin. Juga dapat membantu menyembuhkan berbagi macam

penyakit yang menyerang tulang belakang yang meliputi ruas

tulang punggung, ruas tulang leher, ruas tulang pinggang dan

tulang tungging. Bagi mereka yang terkena penyakit sinusitis dan

asma sesat sesudah melakukan gerakan ini bisa langsung dirasakan

manfaatnya.
4. Gerakan Duduk Perkasa
Caranya: Dari posisi sebelumnya, jatuhkan kedua lutut kelantai,

posisi kedua telapak kaki tegak berdiri, jari-jari kaki tertekuk

mengarah ke depan. Tangan mencengkeram pergelangan kaki.

Mulai gerakan seperti mau sujud tetapi kepala mendongak,

pandangan ke depan, jadi dagu hampir menyentuh lantai. Setelah

beberapa saat (satu tahan nafas) kemudian kembali ke posisi duduk

perkasa.
63

Pernafasannya: Sesaat sebelum memulai gerakan sujud, ambil

nafas dalam-dalam. Saat mulai membungkukan badan, buang nafas

sedikit-sedikit, hingga saat dagu hamper menyentuh lantai, kita

masih menyimpan kira-kira separuh nafas.Pada posisinterakhir ini

napas ditahan didada, selama mengkin. Jangan mencoba bernapas


Gambar 2.8 Duduk Perkasa
normal pada posisi ini, karena aka nada rasa nyeri disekat rongga

badan. Nafas dibuang saat kembali ke posisi duduk. Segera ambil

nafas baru 3-4 kali sebelum melakukan gerakan


Dosisinya Gerakan keempat ini dilakukan 5 kali.Umunya kali

gerakan selesai dalam 35 detik ditambah 10 detik untuk nafas jeda.

Kesluruhan 5 kali gerakan akan selsai dalam 4 ment.


Manfaatnya: gerakan keempat duduk perkasa, adalah gerakan

untuk menungkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan

keperkasaan. Sujud dengan posisi jari-jari di tekuk. Gerakan sujud


64

ini akan membuat otot dada dan sela iga menjadi kuat, sehingga

rongga dada menjadi lebih besar dan paru-paru akan berkembang

dengan baik dan dapat menghisap oksigen lebih banyak. Lutut yang

membentuk sudut yang tepat memungkinkan otot perut

berkembang dan mecegah kegombyoran dibagaian tengah.

Menambah aliran darah ke bagian atas tubuh, terutama kepala,

mata, telinga, dan hidung serta paru-paru. Memungkinkan toksin-

toksin dibersihkan oleh darah, bermanfaat mempertahankan posisi

“benar” pada janin (bagi ibu hamil), mengontrol tekanan darah

tinggi, serta menambah elastisitas tulang itu sendiri.


Sujud dengan posisi duduk perkasa jari-jari kaki ditekuk akan

membantu mereka yang mendrita migrant, vertigo, pusing, mual,

dan lain-lain. Saat jari-jari ditekuk seluruh tombol kesehtan aktif

membung sampak biolistrik. Bagi yang menderita seperti sakit

diatas, akan terasa sakit sekali awalnya tapi lama-kelaman akan

hilang. Biasanya saat duduk perkasaada ada angin yang berputar

diperut dan langsung keluar atau buang angin. Gerakan ini

membantu juga bagi yang sulit buang air besar karena pencernaan

akan terbantu. Selanjutnya, bagi yang ingin perkasa saat

berhubungan seks, gerakan ini dapat dilakukan sambil membaca

kurang lebih 15-20 menit setiap hari dalam kurun waktu minggu.

Lebih baik apabila dipadukan dengan pemijatan khusus untuk

melancarkan aliran darah ke daerah selangkangan.


5. Gerakan Duduk Pembakaran
65

Caranya : dari posisi sebelumnya, kedua telapak kaki

dihamparkan ke belakang, sehingga kita duduk beralaskan telapak

kaki (bersimpuh: duduk sinden). Tangan berkecak pinggang. Mulai

gerakan seperti akan sujud tetapi kepala mendongak, pandangan ke

depan, dan dagu hamper menyentuh lantai. Setelah beberapa saat

(satu tahan nafas) kemudian kembali ke posisi duduk pembakaran.

Pernafasannya: Saat sebelum memulai gerakan akan sujud

ambil nafas dalam-dalam. Saat mulai membungkukkan badan,

buang nafas sedikit-sedikit, hingga saat dagu hambir menyentuh

lantai kita masih menyimpan


Gambar nafas Duduk
2.9 Gerakan ditahan Pembakaran
di dada sekuatnya.Nafas

dibuang saat kemabli ke posisi duduk. Segera ambil nafas baru 3-4

kali sebelum melanjutkan gerakan.


Dosisinya: Gerakan kelima ini dilakukan 5 kali .Umum 1 kali

gerkan selesai dalam 35 detik ditambah 10 detik untuk nafas jeda.

Keluruhan 5 kali gerakan akan selesai dalam 4 menit.


Manfaat: Gerakan keempat, duduk pembakaran, adalah gerakan

untuk memperkuat otot pinggang dan memperkuat ginjak, sujud

dengan posisi duduk pembakaran atau dengan alas punggung kaki


66

diaktifkan . Bagi mereka yang menderita asam urat, keracunan

obat, keracunan makanan atau kondisi badan yang sedang lemah

akan merasakan seperti terbakar. Gerakan ini sebaiknya dilakukan

setiap saat misalnya, sambil menonton TV, menggosok baju atau

setrika bagi ibu-ibu, sambil belajar bagi anak karena akan

mencerdaskan dan meningkatkan daya tahan tubuh , bagi yang

asam urat dan bengkak kakinya, atau penderita radang persendian

agar dilakukan lebih lama , beberapa saat kemudian bengkaknya

berkurang. Gerakan ini akan memperkuat pinggang bagian bawah

dan memperlancar aliran darah di tungkai dalam arti fungsi

kolateralnya akan meningkat.


6. Gerakan Kelima, Berbaring Pasrah
Caranya : Dari posisi duduk pembakaran, kita rebahkan tubuh

belakang. Gerakan ini paling berat meskipun kelihatan sepele.

Baring dengan tungkai pada posisi menekuku dilutut. Ini harus

hati-hati, mungkin harus dengan cara bertahap, kalau perlu pada

awalnya dengan bantuan alas punggung. Bila sudah rabah, tangan

diluruskan keatas kepala, kesamping kanan-kiri maupun kebawah

menempel badan.Pada saat itu tangan memegang betis, tarik seperti

mau bangun, dengan rileks, kepala bisa didongakkan dan gerak-

gerak ke kanan-kiri. Posisi dan gerakan ini dilakukan berulang-

ulang sampai akan bangun. Gerakan ini cukup satu kali tetapi

dipertahankan beberapa menit sekuatnya . Hati-hati juga pada saat

akan bangun, pada pemulanya biasanya mengalami kesulitan


67

sehingga harus dibantu teman latihannya . Atau dengan cara lain,

bukan bangun dari posisi itu, tetapi meluruskan lutut kanan-kiri

sehingga menjadi posisi berbaring lurus biasa, baru kemudian

bangun.

Pernafasannya : napas dibiarkan mengalir dengan sendirinya,

karena ini gerakan relaksasi terakhir, sekaligus memaksimalkan

kelenturan tubuh.
Dosisinya: Gerakan keenam ini sebaiknya dilakukan minimal 5

menit . Sesudah termasuk varidasi gerakan kepala dan leher serta


Gambar 2.10 Gerakan Berbaring Pasrah
ayunan tangan keatas, samping maupun bawah. Sekali lagi: jangan

terlalu memaksakan diri, baik rebahnya maupun bangunnya.


Manfaat: Gerakan keenam, berbaring pasrah, adalah gerakan

yang terakhir, gerakan yang bermanfaat untuk memperkuat otot-

otot bagian bawah dan bermanfaat untuk dieat. Tidur terlentang

dengan posisi kaki dilipat, lengan diatas kepala dan bertumpu pada

punggung atas. Gerakan ini adalahgrakan yang sangat sukar

dilakukan tetapi apabila dapat dilakukan dengan sempurna maka

manfaat yang diperoleh sangat banyak , antara lain melapangkan

dada,sehingga bagi yang menderita asma, akan merasa lega,

melenturkan tulang punggung sehingga seluruh saraf akan bekerja

secara optimal terutama aliran biolistrik sangatcepat. Gerakan

ini,juga bermanfaat untuk memperkuat otot betis, otot paha, otot


68

perut, otot dadadan bagi wanita juga aan mengurangi rasa sakit saat

menstruasi dan saat melahirkan , karena didalam gerakan ini juga

memperkuat gerakan otot pinggang dan merelaksasikan pinggang

bawah. Bahkan dengan senam rutin, gerakan senam terakhir ini

harus menjadi puncak relaksasi tubuh kita dari seluruh ketegangan

fisik dan mental. Kesulitan (akibat rasa sakit) melakukan grakan ini

sering disebabkan karena kurang tercapainya kondisi rileks dari

tubuh dan pikiran kita (Sagiran, 2010).


2.4 Manfaat Senam Ergonomis Bagi Penderita Diabetes Militus
Senam ergonomis merupakan jenis terapi untuk penderita

diabetes militus tipe 2. Karena senam ini dapat mampu melancarkan

peredaran darah, dan menstimulasi saraf, mengembalikan posisi dan

kelenturan sistem saraf dan aliran darah. Aktivitas fisik mampu

meningkatkan sesivitas kaki seperti senam ergonomis, karena dapat

memperbanyak sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil,

mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan

otot betis dan paha, mengatasi keterbatasan gerak sendi,

meningkatkan kebugaran klien DM. Oleh karena itu melakukan

senam ergonomis efektif untuk membantu meningkatkan sensitivitas

kaki dan melenturkan system saraf perifer pada penderita diabetes

militus. Jika sesorang semakin rutin melakukan aktivitas fisik salah

satunya senam yang proposinya minimal 3X seminggu dengan waktu

kurang dari 30 menit selama satu bulan, dapat meningkatkan sirkulasi

darah dan memperbaiki sensivitas terhadap insulin , sehingga dapat


69

memperbaiki kadar gula darah sesorang dan menurunkan resiko

adanya ulkus diabetes. (Sagiran, 2012)


Kriteria Terjadi Sensitivitas Kaki:
2.5 Kerangka Teori Perubahan struktural, tonjolan kulit,
Penderita Diabetes
perubahan kulit dan kuku, luka pada kaki, infeksi,
Militus Tipe 2
Faktor yang mempengaruhi diabetes kelainan pada pembuluh darah, dan kelainan
Militus : persararafan neuropatik yang dapat menyebabkan
1. Keturunan (Genetik) pasien diabetes mengalami penurunan sensitivitas,
Kerusakan Sensorik hilang sensai merupakan salah satu faktor utama
2. Kebiasaan hidup sehari-hari (gaya a.Sensitivitas Kaki
hidup) terjadinya ulkus diabetikum (Subiyanto,2010).
a. Mengkonsumsi makanan Indikasi
b. Kurang melakukan aktivitas fisik Senam ergonomis ini dapat diberikan
c. Kegemukan kepada diabetes militus tipe 2. Namun
Manifestasi Kliniks
3. Usia sebaiknya diberikan sejak pasien sudah
1. Poliuria
terdiagnosa diabetes militus tipe 2 selama
2. Polidipsi
satu bulan dengan KGD lebih dari 70
Manfaat Senam Ergonomis 3. Poliphagi
mg/dL dan tidak melebihi 300mg/dL dan
1. Mengembalikan atau tanda-tanda vital dalam keadaan normal..
membetulkan posisi Namusebaiknya diberikan sejak pasien
Penatalaksanaan DM:
kelenturan sisitem saraf 1. Manajement Diet
dan aliran darah pada Senam Ergonomis
2. Latihan Fisik
kaki diabetes militus. (Olahraga)
2. Memkasimalakan 3. Pemantuan
Kontraindikasi
supplay oksigen ke otak
Klien yang mengalami infeksi, adanya (Monitoring) Kadar
ulkus pada diabetes militus tipe 2, Gula Darah
gangguan metabolik berat, KGD kurang 4. Terapi
dari 70 mg/dL atau lebih dari 300 mg/dL. .\ Farmakologi(Obat)
5. Pedidikan
Gambar 2.11 Kerangka Teori Kerangka Konseptual Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Tingkat Sensitivitas Kaki Pada
Diabetes Militus Tipe 2 Menggunakan Monofilamen 10 Gram Di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo
Kabupaten Mojokerto.

72
73

2.6 Kerangka Konseptual

Faktor yang
mempengaruhi :
1. Keturunan Pasien Diabetes
(Genetik)
Militus Tipe 2
2. Kebiasaan
hidup sehari-hari
(gaya hidup)
a.Mengkonsumsi Terjadi Neuropati Perifer
makanan a. Kerusakan Sensorik
b. Kurang
melakukan Senam
aktivitas fisik Sensitivitas Kaki Ergonomis
c.Kegemukan
3. Usia

Pemeriksaan Fisik Sensitivitas Kaki dengan Semmes


Weinstem Monofilamen 10 g
Penilaian Sebelum dan Sesudah Senam Ergonomis

Normal Penurunan Tidak ada


Jika sensitivitas sensitivitas
merepon 8 kaki jika jika tidak
titik lokasi tidak ada merespon
sensasi 1-7 semua titik
titik lokasi
Skor=0 Skor=1 Skor=2

Ket : Diteliti Penghubung

Tidak diteliti
Gambar 2.12 Kerangka Konseptual Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap
Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Diabetes Militus Tipe 2
Menggunakan Monofilamen 10 Gram Di Desa Sumberagung
Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.
74

2.7 Hipotesis

Hipotesis adalah kesimpulan teoritis yang masih harus dibuktikan

kebenarannya melalui analisis terhadap bukti-bukti empiris. Setelah

melaui pembuktian dari hasil penelitian, maka hipotesis ini dapat benar atau

salah, dapat diterima atau ditolak (Hidayat, 2010).

Ho = Tidak ada Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Tingkat Sensitivitas

Kaki Pada Diabetes Militus Tipe 2 Menggunakan Monofilamen 10

Gram Di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten

Mojokerto.

H1 : Ada Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Tingkat Sensitivitas Kaki

Pada Diabetes Militus Tipe 2 Menggunakan Monofilamen 10 Gram

Di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.


BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara memecahkan masalah menurut kelilmuan atau

ilimiah (Azwar, 2016). Pada bab ini disajikan: (1) Desain Penelitian , (2)

Populasi, Sampling, Sampel, (3) Variabel Penelitian Dan Defenisiopresional, (4)

Prosedur Penelitian (5) Kerangka Kerja, (6) Pengumpulan Data, (7) Pengolahan

Data, (8) Analisa Data, (9) Etika Penelitian, (10) Keterbatasan.

3.1 Desain Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan

penelitian pra-eksperimental dengan menggunakan rancangan One-Group

Pra-Post test Design yaitu kelompok subjek di observasi sebelum dilakukan

intervensi, kemudian di observasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2013).

Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti mengukur tingkat

sensitivitas kaki pada responden sebanyak 3x setiap satu minggu selama 1

bulan, yakni sebelum dilakukan senam ergonomis dan setelah dilakukan

senam ergonomis, kemudian peneliti membandingkan antara apakah ada

gejala tingkat sensitivitas kaki sebelum (pra) senam ergonomis dan (post)

sesudah perlakuan senam ergonomis. Desain penelitian ini digambarkan

dalam tabel dibawah ini:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes


K O I O1
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3

75
76

Keterangan :

K : Subjek (Penderita Diabetes Militus)

O : Obsevasi gejala sensitivitas kaki diabetes militus sebelum senam ergonomis

O1 : Observasi gejala sensitivitas kaki sesudah senam ergonomis

I : Intervensi (Senam Ergomonis)

3.2 Populasi, Sampel, Sampling

3.2.1. Populasi

Populasi adalah seluruh subyek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti (Azwar, 2016)

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita diabetes

militus sebanyak 86 di Puskesmas Jatirejo Kabupaten Mojokerto.

3.2.2. Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel, agar diperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan subjek penelitian (Azwar, 2016).


Teknik sampling, yang digunakan dalam penelitian ini adalah non

probability sampling dengan metode purposive sampling yaitu memilih

sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti,

sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah

dikenal sebelumnya (Azwar, 2016).

3.2.3 Sampel

Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh poulasi. Dalam pengambilan sampel penelitian ini digunakan cara


77

atau teknik- teknik tertentu sehingga sampel tersebut sedapat mungkin

mewakili populasinya. Teknik ini biasanya disebut metode sampling atau

teknik sampling. Didalam penelitian survei teknik sampling ini sangat

penting dan perlu diperhitungkan matang. Sebab tenik pengambilan

sampel yang tidak baik akan mempengaruhi validitas hasil penelitian

tersebut (Azwar, 2016).

Dengan besar populasi di Desa Sumberagung, Kecamatan Jatirejo

Kabupaten Mojokerto dan berdasarkan observasi maka minimal sampel

yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 20 penderita diabetes militus

sesuai dengan kriteria.


3.2.4 Kriteria Sample
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian

dari suatu populasi target terjangkau yang akan diteliti (Nursalam,

2014).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Bersedia sebagai responden.


2) Dapat berkomunikasi dengan baik.
3) Dapat mengikuti prosedur senam dari awal sampai selesai senam

ergonomis penelitian.
4) Diberikan sejak pasien sudah terdiagnosa diabetes militus tipe 2

selama ≤ satu bulan.


5) KGD lebih dari 70 mg/dL dan tidak melebihi 300mg/dL
6) Tanda-tanda vital dalam keadaan normal..
7) Penderita diabetes militus yang bisa melakukan gerakan senam

ergonomis.
b. Kriteria Eksklusi
78

Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan atau menghilangkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai

sebab (Nursalam, 2013).

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:


1) Responden sudah pernah melakukan senam ergomonis

sebelumnya.
2) Dementia
3) Penderita diabetes militus tipe 2 yang aktif memakai insulin dan

memiliki penyakit komplikasi.


4) Tidak Kooperatif
3.3 Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai

beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2013).

Dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu :

3.3.1 Variabel Independen (Bebas)


Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah “Senam

Ergonomis”. Variabel Independent (bebas) adalah variabel yang

mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2013).


3.3.2 Variabel Dependen (Tergantung)
Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah “Tingkat

Sensitivitas Kaki Pada Diabetes Militus Tipe 2” variabel lain. Variabel

terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada

tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2013).


3.3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat

diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat

diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau


79

pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Nursalam,

2014).

Tabel 3.2Definisi Operasional Pengaruh Senam Ergonomis TerhadapTingkat


Sensitivitas Kaki Pada Diabetes Militus Tipe 2 Menggunakan
Monofilamen 10 Gram Di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo
Kabupaten Mojokerto.
Definisi Alat
Variabel Parameter Skala Skor
Operasional Ukur
Independe Program 1. Atur posisi Observasi - -
nt : latihan yang nyaman SOP
Senam dengan 2. Durasi senam
Ergomonis kecepatan ergonomis 30
yang rendah menit.
(low velocity) 3. Frekuensi
dan aman senam
bagi penderita ergomonis
diabetes 3X dalam 1
militus tipe 2 minggu.
dengan Dilakukan
menghubung selama 3
kan minggu
pernafasan, 4. Melakukan
relaksasi, dan gerakan
struktur senam
gerakan yang ergonomis
pelan dan sebanyak 5
lembut. gerakan.
Dependent Suatu usaha Pemeriksaan Lembar Ordinal Normal
: atau tindakan Sensitivitas Pemeriksa Jika
Perubahan secara dini Kaki dengan an Fisik merepon 8
Tingkatan atau Monofilamen Semmes titik lokasi
Sensitivita mengurangi, 10 g Weinstem Skor=0
s Kaki menghentika Monofila
n segala yang men 10 g Penurunan
timbul dalam sensitivitas
terjadinya kaki jika
kerusakan tidak ada
80

Definisi Alat
Variabel Parameter Skala Skor
Operasional Ukur
neuropati. sensasi 1-7
titik
Skor=1

Tidak ada
sensitivitas
jika tidak
merespon
semua titik
lokasi
Skor=2
3.3.4 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian yang digunakan oleh peneliti bertempat

di Desa Sumber Agung, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan April 2018

3.4 Prosedur Penelitian

1. Pengajuan Judul, setelah judul disetujui oleh pembimbing, Peneliti

meminta surat studi pendahuluan dan penelitian dari pihak program studi

S1 Keperawatan Bina Sehat PPNI Mojokerto

2. Kemudian diserahkan kepada pihak Bupati Mojokerto dan

BANGKESBANGPOL. Dari BANGKESBANGPOL kemudian diberi

surat pengantar untuk ke Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto dan

Camat Jatirejo. Setelah itu, diberi surat balasan dan pengantar untuk ke

UPT. Puskesmas Jatirejo.


3. Kemudian meminta izin Kepala Puskesmas Jatirejo. Setelah mendapat

persetujuan pemakaian lahan penelitian di Puskesmas Jatirejo Kabupaten

Mojokerto dengan dikirimnya surat balasan pada tanggal 30 November


81

2017, yang berisi perizinan pelaksanaan penelitian dari Kepala Desa

Sumberagung, Kecamatan Jatirejo. Kabupaten Mojokerto, maka

penelitian bisa dilaksanakan. Kegiatan penelitian dimulai dengan

pelaksanaan studi pendahuluan pada tanggal 28 Desember 2017..


4. Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang penelitian dan

bersedia mentaati peraturan yang diberikan peneliti, bila bersedia

menjadi responden dipersilahkan untuk menandatangani inform consent.


5. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yaitu

memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki

peneliti. Dalam penelitian ini terdapat 20 Sampel.


6. Melakukan pengukuran dengan melihat lembar observasi sebelum (pre

test) melakukan senam ergonomis. Pada lembar pemeriksaan fisik tingkat

sensitivitas kaki menggunakan Semmes Weinstem Monofilamen 10 g.


7. Senam ergonomis dilakukan selama kurang lebih 30 menit per hari,

proses senam dibimbing langsung oleh peneliti dan pelatih selama 3x

setiap satu minggu (hari senin, rabu,minggu), senam dilakukan dirumah

responden, selama satu bulan. Gerakan meliputi : gerakan pembuka,

berdiri sempurna, gerakan pertama, lapang dada, gerakan kedua, tunduk

syukur, gerakan ketiga, duduk perkasa , gerakan keempat, duduk

pembakaran, gerakan kelima, berbaring pasrah. Pemeriksaan Fisik

Sensitivitas kaki menggunakan Semmes Weinstem Monofilamen 10 g.


8. Melakukan pengukuran dengan melihat lembar observasi sesudah (post

test) melakukan senam ergonomis. Pemeriksaan fisik tingkat sensitivitas

kaki menggunakan Semmes Weinstem Monofilamen 10 gram. Setelah

itu baru diukur lagi menggunakan lembar pemeriksaan fisik tingkat


82

sensitivitas kaki menggunakan Semmes Weinstem Monofilamen 10

gram.
9. Penyusunan laporan hasil penelitian, Setelah semua data terkumpul

maka peneliti mendistribusikan data dan mengolah data.


10. Mengumpulkan hasil penelitian..
83

3.5 Kerangka Kerja

Kerangka kerja adalah langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah, mulai

dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya, yaitu kegiatan sejak awal

dilaksanakannya penelitian (Nursalam, 2013).


Desain Penelitian
Pre-Eksperiment dengan menggunakan rancangan
One Group Pre- Post test Design

Populasi
Semua Penderita Diabetes Militus di Desa Sumber Agung Kecamatan Jatirejo
Kabupaten Mojokerto Berjumlah 40 orang

Sampling
Teknik yang digunakan adalah purposive sampling

Sampel
Sebagian pasien diabetes militus di Desa Sumber Agung, Kecamatan Jatirejo
Kabupaten Mojokerto Berjumlah 20 orang

Pengumpulan Data Awal (Pre)


Pemeriksaan fisik sensitivitas kaki pada tanggal 29 April 2018 menggunakan
semmes weinstem monofilamen 10 gram sebelum dilakukan senam ergonomis

Penelitian
Memberikan perlakuan senam ergonomis setiap 3x/ minggu selama 1 bulan
waktu yang dimulai 29 April- 29 Mei 2018

Pengumpulan Data Awal (Post)


Pemeriksaan fisik sensitivitas kaki pada 29 Mei 2018 menggunakan semmes
weinstem monofilamen 10 gram setelah diberikan intervensi.
Pengolahan Data
Setelah data terkumpul dilakukan editing, coding, scoring, tabulating dan
Analisa data Wilcoxon Signed Rank test dengan p= value 0,00< α =0,05

Analisa Data
Wilcoxon Signed Rank test dengan α =0,05

Hasil dan Kesimpulan


Ada pengaruh senam ergonomis terhadap tingkat sensitivitas kaki Pada
Diabetes Militus Tipe 2 Menggunakan Monofilamen 10 Gram
Gambar 3.1 Kerangka Kerja Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap
Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Diabetes Militus Tipe 2
Menggunakan Monofilamen 10 Gram Di Desa
Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.
84

3.6 Pengumpulan Data


3.6.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2013). Pengumpulan data pada penelitian ini

menggunakan data primer yang didapatkan langsung dari responden

melalui instrumen peneitian berupa lembar observasi SOP dan skala

neuropati.
3.6.2 Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

mengumpulkan data. Instrumen penelitian ini dapat berupa: kuesioner

(daftar pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang

berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya. Apabila data yang akan

dikumpulkan itu adalah data yang bersangkutan dengan pemeriksaan fisik

maka instrumen penelitian ini dapat berupa: stetoskop air raksa, tensimeter,

timbangan, meteran atau alat antroponetrik yang lain untuk mengukur status

gizi, dan sebagainya (Hidayat, 2010).


Instrument yang digunakan pada penelitian ini meliputi :
a. Instrumen Senam Ergonomis

Instrumen yang digunakan dalam melakukan senam ergonomis

adalah lembar SOP (Standar Operasional Proscedure).

b. Instrumen Pengukuran Sensitivitas Kaki


85

Pengukuran sensitivitas kaki menggunakan lembar pemeriksaan

pemeriksaan fisik sensitivitas kaki dengan Semmes Weinstem

Monofilamen 10 g

3.7 Pengolahan Data

Sebelum melakukan analisa data, ada 4 hal yang harus dilakukan

terhadap data penelitian yang sudah terkumpul, sebagai berikut: tahap

editing, coding, dan tabulating.

3.7.1 Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada

tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Hidayat, 2011)

3.7.2 Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik

(angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori (Hidayat,

2010). Peneliti memberikan kode berupa angka yaitu:


1. Data Umum

1) Usia

a. Umur 25-40 Tahun : Kode 1

b. Umur 41-56 tahun : Kode 2

c. Umur 57-71 tahun : Kode 3

2) Jenis Kelamin

a. Laki-laki : Kode 1
86

b. Perempuan : Kode 2

2. Data Khusus

1) Tingkatan Sensitivitas Kaki

a. Normal : Kode 1

b. Penurunan Sensitivitas : Kode 2

c. Tidak Ada Sensitivitas : Kode 3

3.7.3 Scoring

Memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu diberi

penilaian atau skor pada kuisioner/lembar pemeriksaan fisik pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sedangkan untuk mengukur gerakan senam ergomonis

menggunakan SOP.

2. Pengukuran tingkat sensitivitas kaki menggunakan lembar

pemeriksaan pemeriksaan fisik tingkat sensitivitas kaki yahitu

Lembar Pemeriksaan Fisik Semmes Weinstem Monofilamen

10 g dengan skala Ordinal (Hidayat, 2010).

Sebagai berikut :

3. Tingkatan Sensitivitas Kaki

a. Normal : Kode 1

b. Penurunan Sensitivitas : Kode 2

c. Tidak Ada Sensitivitas : Kode 3

3.7.4 Tabulating
Tabulating atau entry data adalah kegiatan memasukkan data

yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau database


87

komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa

juga dengan membuat tabel kontigensi (Hidayat, 2010).


3.8 Analisa Data
Pada penelitian ini menggunakan Uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon adalah

uji non parametik untuk melihat adanya perbedaan antara 2 variabel yang

berpasangan. Uji ini digunakan sebagai uji wilcoxon sign rank test jika

data tidak normal. Inerpretasi data dilihat dari hasil signifikan <0,05

berarti ada perbedaan yang bermakna sebelum dan sesudah diberikan

perlakuan dan sebaliknya. Pengaruh senam ergonomis terhadap tingkat

sensitivitas kaki pada diabetes militus tipe 2 menggunakan monofilamen

10 gram di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto.


3.9 Etika Penelitian

Pada penelitian ini peneliti mengajukan permohonan kepada pihak

yang terkait, setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian

dengan menekankan masalah etika yang meliputi :

a. Lembar Persetujuan (Informed consent)


Peneliti terlebih dahulu memberikan responden lembar

persetujuan untuk menjadi subyek penelitian. Jika calon responden

bersedia menjadi responden selanjutnya responden diminta

menandatangani lembar persetujuan agar responden dapat mengetahui

maksud dan tujuan diadakannya penelitian serta dampak selama dalam

penelitian.
b. Tanpa Nama (Anonimity)
Responden tidak perlu mencantumkan identitas pada lembar

responden. Untuk mengetahui keikut sertaan peserta, peneliti bisa

memberikan tanda pada lembar persetujuan tersebut dengan


88

memberikan nomor kode/inisial nama responden pada masing-masing

lembar tersebut.
c. Kerahasiaaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi penelitian ini dijamin oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan sebagai

hasil riset (Hidayat, 2010).

3.10 Keterbatasan Penelitian


3.10.1 Peneliti memiliki hambatan dalam eksperimen yang harus setiap hari

kerumah responden, karena kegiatan mengumpulkan warga didesa

sudah ditutup berhubungan dengan awal puasa.


BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan tentang

pengaruh senam ergonomis terhadap tingkat sensitivitas kaki pada diabetes militus

tipe 2 menggunakan monofilamen 10 gram di Desa Sumberagung Kecamatan

Jatirejo, Kabupaten Mojokerto. Penelitian dilakukan dengan menggunakan lembar

permohonan responden, lembar observasi , dan lembar pemeriksaan fisik tingkat

sensitivitas kaki yang disi oleh peneliti pada tanggal 29 April 2018 sampai 29 Mei

2018.

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Data Umum
A. Karakteristik Berdasarkan Umur
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Penderita
Diabetes Militus Tipe 2 di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo,
Kabupaten Mojokerto bulan April 2018.

No. Umur Frekuensi Prosententase


1 Umur 25-40 tahun 1 5%
2 Umur 41-56 tahun 7 35%
3 Umur 52-71 tahun 12 60%
Total 20 100%

Sumber:data primer, 2018


Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa responden terbanyak

direntan umur 52-71 tahun dan 41-56 tahun yang masing-masing

terdapat 20 responden (95%).

B. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

89
90

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Penderita Diabetes Militus Tipe 2 di Desa Sumberagung
Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto bulan April 2018.

No. Umur Frekuensi Prosententase


1 Perempuan 19 95%
2 Laki-Laki 1 5%
Total 20 100%

Sumber: data primer,2018


Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa sebgian responden

berjenis kelamin prempuan, sebanyak 19 reponden (95%).


4.1.2 Data Khusus
A. Pemeriksaan fisik sensitivitas kaki menggunakan monofilamen 10g pada

penderita DM Tipe 2 sebelum senam ergonomis.


Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemeriksaan fisik
sensitivitas kaki menggunakan monofilamen 10g pada penderita DM Tipe
2 sebelum senam ergonomis Di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo
Kabupaten Mojokerto bulan April 2018.

No. Tingkat Sensitivitas Kaki Frekuensi Prosententase


1 Normal 1 5%
2 Penurunan Sensitivitas Kaki 6 30%
3 Tidak Ada Sensitivitas Kaki 13 65%
Total 20 100%

Sumber:data primer 2018


Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa berdasarkan pemeriksan

fisik sensitivitas kaki menggunakan monofilamen 10 g tergolong normal

yahitu sebanyak 1 responden (5%).


B. Pemeriksaan fisik sensitivitas kaki menggunakan monofilamen 10g pada

penderita DM Tipe 2 sesudah senam ergonomis.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemeriksaan fisik


sensitivitas kaki menggunakan monofilamen 10g pada penderita DM Tipe
2 sesudah senam ergonomis Di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo
Kabupaten Mojokerto bulan Mei 2018.

No. Tingkat Sensitivitas Kaki Frekuensi Prosententase


1 Normal 12 60%
2 Penurunan Sensitivitas Kaki 6 30%
91

3 Tidak Ada Sensitivitas Kaki 2 10%


Total 20 100%

Sumber: data primer,2018


Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa berdasarkan pemeriksan

fisik sensitivitas kaki menggunakan monofilamen 10 g tergolong normal

yahitu sebanyak 12 responden (60%).


C. Analisa tabulasi menggunakan uji wilcoxom singned ranks test perbedaan

pemeriksaan fisik sensitivitas kaki sebelum dan sesudah dilakukan senam

ergonomis.
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi tabulasi menggunakan uji wilcoxom
singned ranks test perbedaan pemeriksaan fisik sensitivitas kaki sebelum
dan sesudah dilakukan senam ergonomis Di Desa Sumberagung
Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto bulan April-Mei 2018.

Test Statisticsb
Sesudah Perlakuan – Sebelum Perlakuan
Z -3.874a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Berdasarkan tabel 4.7 hasil berdasarkan uji

wilcoxon signed ranks test sebelum dan sesudah didapatkan P value 0,00

< α 0,05 . Hal ini menunjukkan bahwa ρ < α maka hipotesis H0 ditolak

menunjukan adanya pengaruh senam ergonomis terhadap tingkat

senstivitas kaki menggunakan monofilamen 10 gram.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pemeriksaan Tingkat Sensitivitas Kaki Sebelum Melakukan

Senam Ergonomis Pada Diabetes Militus Tipe 2 di Desa

Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto


Ini dibuktikan juga dengan hasil pemeriksaan yang

didapatkan pada data khusus, pada tabel 4.3 diatas diperoleh data

bahwa dari 20 responden saat dilakukan pemeriksaan fisik sensitivitas


92

kaki sebelum melakukan senam yahitu mengalami sensitivitas kaki

normal sebanyak 1 responden (5%), mengalami sensitivitas kaki

sebanyak 6 responden (30%), mengalami tidak ada sensitivitas kaki 13

responden (65%). Dari Hal tersebut pasen saat ditanya jarang

melakukan olahraga apapun hanya memeriksakan KGD saja saat pergi

ke PONKESDES dan PUSKESMAS, setelah diberi obat lalu kembali

pulang ke rumah.
Faktor tersebut kurangnya melalukan aktivitas fisik dalam

penelitian ini responden jarang melakukan seperti olahraga. Menurut

Damayanti (2016). Aktivitas fisik sangat perlu untuk mencegah

terjadinya diabetes militus, dan karena kurangnya aktifitas fisik

merupakan penyebab utama terjadinya diabetes militus. Menurut

Sangiran (2012) Aktivitas fisik mampu meningkatkan sensivitas kaki

seperti senam ergonomis, karena dapat memperbanyak sirkulasi darah,

memperkuat otot-otot kecil, mencegah terjadinya kelainan bentuk

kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, mengatasi

keterbatasan gerak sendi, meningkatkan kebugaran klien DM..


Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa responden dapat

mengetahui tentang pentingnya aktivitas fisik seperti olahrga senam

ergonomis dan mengerti pengaruh dari senam ergonomis terhadap

pengaruh senam ergonomis terhadap tingkat sensitivitas kaki pada

penderita diabetes militus tipe 2.


4.2.2 Pemeriksaan Tingkat Sensitivitas Kaki Sesudah Melakukan

Senam Ergonomis Pada Diabetes Militus Tipe 2 di Desa

Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto


93

Ini dibuktikan juga dengan hasil pemeriksaan yang

didapatkan pada data khusus, pada tabel 4.4 diatas diperoleh data

bahwa dari 20 responden saat dilakukan pemeriksaan fisik sensitivitas

kaki sesudah melakukan senam yahitu mengalami sensitivitas kaki

normal sebanyak 12 responden (60%),mengalami penurunan

sensitivitas kaki sebanyak 6 responden (30%), mengalami tidak ada

sensitivitas kaki sebanyak 2 responden (10%). Dari Hal tersebut 12

responden tersebut keluarga sangat mendukung dalam membantu

melatih senam tersebut sehingga keluarga senang,karena keluarga

bercerita bahwa senam tersebut bisa mencegah kerusakan sensitivitas

kaki dan bisa menurunkan KGD.


Oleh karena itu aktivitas fisik seperti olah raga sangatlah

berbengaruh. Menurut Sagiran (2012) melakukan senam ergonomis

efektif untuk membantu meningkatkan sensitivitas kaki dan

melenturkan system saraf perifer pada penderita diabetes militus. Jika

sesorang semakin rutin melakukan aktivitas fisik salah satunya senam

yang proposinya minimal 3X seminggu dengan waktu kurang dari 30

menit selama satu bulan, dapat meningkatkan sirkulasi darah dan

memperbaiki sensivitas terhadap insulin , sehingga dapat memperbaiki

kadar gula darah sesorang dan menurunkan resiko adanya ulkus

diabetes. 12 responden tersebut keluarga sangat membantu melatih

senam tersebut, sehingga keluarga senang,karena keluarga bercerita

bahwa senam tersebut bisa mencegah tingkat kerusakan sensitivitas

kaki, sehingga responden begitu aktif melakukan senam tersebut.


94

Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa senam ergonomis

diperlakukan dengan penuh sabar dan dorongan orang sekitar untuk

berlatih dan sangat membutuhkan tenaga karena perlakuan senam

ergonomis selama 3 kali/minggu selamat satu bulan bisa merubah

tingkat sensitivitas kaki yang siknifikan pada responden Diabetes

Militus Tipe 2.

4.2.3 Pengaruh Senam Ergonomis Pada Diabetes Militus Tipe 2

Terhadap Tingkat Sensitivitas Kaki Menggunakan Monofilamen

10 Gram Di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo


Berdasarkan hasil dari aplikasi SPPS versi 16.0 uji

wilcoxon signed ranks test didapatkan P value 0,00 < α 0,05 ini. Hal

ini menunjukkan bahwa ρ < α maka hipotesis H 0 ditolak menunjukan

adanya pengaruh senam ergonomis terhadap tingkat senstivitas kaki

menggunakan monofilamen 10 g. Ini dibuktikan juga dengan hasil

pemeriksaan yang didapatkan pada data khusus, dimana dari 20

responden saat dilakukan pemeriksaan fisik sensitivitas kaki sesudah

melakukan senam ergonomis yahitu mengalami kondisi normal

sebanyak 12 responden (60%).


Menurut Sangiran (2012) bahwa senam ergonomis

merupakan jenis terapi untuk penderita diabetes militus tipe 2. Karena

senam ini dapat mampu melancarkan peredaran darah, dan

menstimulasi saraf, mengembalikan posisi dan kelenturan sistem

saraf dan aliran darah. Aktivitas fisik mampu meningkatkan sesivitas


95

kaki seperti senam ergonomis, karena dapat memperbanyak sirkulasi

darah, memperkuat otot-otot kecil, mencegah terjadinya kelainan

bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, mengatasi

keterbatasan gerak sendi, meningkatkan kebugaran klien DM. Oleh

karena itu melakukan senam ergonomis efektif untuk membantu

meningkatkan sensitivitas kaki dan melenturkan system saraf perifer

pada penderita diabetes militus. Jika sesorang semakin rutin

melakukan aktivitas fisik salah satunya senam yang proposinya

minimal 3X seminggu dengan waktu kurang dari 30 menit selama

satu bulan, senam ergonomis bagian dari senam bagi penderita

diabetes militus karena dapat meningkatkan sirkulasi darah dan

memperbaiki tingkat sensitivitas kaki, menurunkan insulin, sehingga

dapat memperbaiki kadar gula darah sesorang dan menurunkan resiko

adanya ulkus diabetes militus. Pada rentan saat setelah dilakukan

senam ergonomis begitu kooperatif tingkat sensitivitas kaki normal

sebanyak 12 responden pasen diabetes militus tipe 2, karena dilakukan

secara door to door oleh peneliti dan melatih senam setiap 3 kali/satu

minggu selama satu bulan sehingga dapat meningkatkan sirkulasi

darah dan memperbaiki tingkat sensitivitas kaki, namun 2 responden

pasen diabetes militus tipe 2 tidak ada tingkat sensitivitas kaki , karena

setelah dilakukan senam ergonomis 2 responden mengeluhkan seperti

gangguan seperti tidak ada tingkat sensitivitas kaki seperti rasa


96

kesemutan,terbakar,terasa panas dan dingin,sampai ketidak mampuan

merasakan nyeri dan tidak bisa membedakan panas dan dingin.


Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Tri Sulistiowati, Fitri Windawati (2016) tentang Senam

ergonomik meningkatkan sensitivitas kaki pada penderita diabetes

militus Menurut asumsi peneliti, masih terdapat sebagian besar

responden yang memiliki sebelum dilakukan senam mengalami

tingkat sensitivitas sedang,dan setelah dilakukan senam sebagian besar

mengalami peningkatan sensitivitas kaki dan mengalami baik.


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini disajikan simpulan dari pembahasan untuk menjawab

pertanyaan penelitian serta saran-saran yang sesuai dengan simpulan.


5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil

terdapat pengaruh senam ergonomis terhadap tingkat sensitivitas kaki pada

diabetes militus tipe 2. Pengukuran menggunakan monofilamen 10 gram

di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto dengan

hasil berdasarkan uji wilcoxon signed ranks test didapatkan P value 0,00 <

α 0,05 . Hal ini menunjukkan bahwa ρ < α maka hipotesis H 0 ditolak

menunjukan adanya pengaruh senam ergonomis terhadap tingkat

senstivitas kaki menggunakan monofilamen 10 gram.


5.2 Saran
5.2.1 Bagi Responden
1. Diharapkan responden rutin melakukan senam ergonomis agar

mengurangi komplikasi diabetikum terutama tingkat sensitivitas

kaki, pada penderita diabetes militus tipe 2.


2. Diharapkan responden lebih belajar dan berlatih lagi saat melakukan

senam ergonomis
5.2.2 Bagi Penelitian Selanjutnya
Disarankan agar dilakukan penelitian yang lain untuk menambah

variabel dan penelitian ini yang dilakukan masih terbatas pada suatu

tempat,dan membutuhkan biaya lebih, karena dilakukan secara door

to door, disarankan agar peneliti selanjutnya supaya mengumpulkan

responden disuatu tempat, baik untuk variabel yang sama maupun

berbeda.
5.2.3 Bagi Pelayanan Kesehatan

97
98

Disarankan kepada petugas kesehatan bisa mensosialisasikan tentang

senam ergonomis sebagai suatu cara mencegah komplikasi tingkat

sensitivitas kaki diabetes militus tipe 2.


5.2.4 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan refrensi tentang senam ergonomis untuk mencegah

komplikasi diabetes militus tipe 2 yaitu meningkatkan sirkulasi darah

dan memperbaiki tingkat sensitivitas kaki.


DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2016). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Damayanti, S. (2016). Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Dewi, N. K. (2017, 4 4). Hubungan Antara Foot Self-Care dan Neruropati Perifer
Pada Diabetes. Semarang: Jawa Tengah.

Dyck, W. &. (2002). Diabetic And Nondiabetic Lumbosacral New Insights Into
Pathophysiology And Treatment. 477-491.

Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. Medical Faculty, Lampung


University .

Herman WH, P.-B. R. (2012, 07 29). Use Of The Michigan Neuropathy Screening
Instrument As A Measusre Of Distal Symmetrical Peripheral Neuropaty
In Type 1 Diabetes. Retrieved Desember Jumat , 2017, from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3641573.

Hidayat, A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data.


Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. A. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Surabaya: Salemba Medika.

Karimah, S. (2016). Kualitas Hidup Pasen Neuropati Diabetik. Universitas


Muhammadiyah Yogyakarta .

Kawano. (2014). A Current Overview of Diabetic Neuropathy – Mechanisms.


InTech .

Mihardja, L. (2009). Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengendalaian Gula


Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Di Perkotaan Indonesia .
Majalah kedokteran Indonesia .
Ndraha, S. (2014). Diabetes Melitus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini. Jakarta:
Dapertemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Krida
Wacana.

Notoatmodjo. (2012). Metode Penelitian Kesehatan . Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam. (2013). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.


Jakarta : Salemba Medika.

99
100

Prasetyo, M. (2011). Pengaruh Penambahan Alpha Lipoic Acid terhadap


Perbaikan Klinis Penderita Polineuropati Diabetika. Tesis Universitas
Diponegoro.

http://eprints.undip.ac.id/30687/6/Bab_5.pdf.Diunduh tanggal 12
Desember 2017.

Prasetyorini, D. A. (2015). Pengaruh Latihan Senam Diabetes Militus Terhadap


Resiko Terjadinya Ulkus Diabetik Pada Pasien Diabetes Militus Tipe 2
di Desa Rambipuji Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember.
Universitas Jember.

Rosyida, K. (2016). Universitas Diponegoro. Gambaran Neuropati Perifer Pada


Diabetisi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang .

Sagiran. (2010). Mujizat Gerakan Sholat. Jakarta: Qultum Media.

Sjahrir, H. (2006). Diabetic Neuropathy: The Pathoneurobiology & Treatment. .


Medan: USU Press.

Smeltzer, S. b. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Subekti, I. (2009). Neuropati Diabetik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit. Jakarta:
FKUI.

Subiyanto. (2010). Self Hypnosis Bagi Diabetes. Jakarta : Gos Publihing.

Tandra. (2007). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tri Susilowat, F. W. (2016). Senam Ergonomis Meningkatkan Sesivitas Kaki Pada


Penderita Diabetes Militus di Kelurahan Porwosar Kecamatan
Laweyan Surakarta. STIKES Aisyah Surakarta .
WHO. (2015). Diabetes Fakta dan Angka. Retrieved 12 28, 2017, from
http//:www.searo.who.intindonesiatopics8-whd2016-diabetes-facts-and-
numbers-indonesian.pdf. Diunduh tanggal 10 Desember 2017.
101

Lampiran 1
102

Lampiran 2
103
104
105
106
107

Lampiran 3

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada
Yth.Calon Responden Penelitian
Di Tempat

Denganhormat,

Yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Program Studi S1


Keperawatan STIKes Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto.

Nama :Indra Wicaksono

NIM :201401022

Akan Mendakan penelitian dengan judul “Pengaruh Senam Ergonomis


Terhadap Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Diabetes Militus Tipe 2 Menggunakan
Monofilamen 10 g Di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten
Mojokerto”.

Untuk kepentingan diatas, maka saya mohon kesediaan saudara untuk


menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon saudara untuk
memberikan jawaban secara jujur. Jawaban yang saudara berikan dijamin
kerahasiannya dan tidak perlu mencantumkan nama pada lembar pemeriksaan.

Dengan permohonan saya, atas kesediaan dan kerja samanya, saya


sampaikan terimakasih.
Hormatsaya,
Peneliti

INDRA WICAKSONO

Lampiran 4
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
108

(INFORMED CONCET)

Yang bertanda tangan dibawah ini


Kode responden :
Usia :
Pendidikan :
Jenis Kelamin :
Setelah mendapat penejelasan tentang persetujuan dan manfaat penelitian
yang akan diselenggarakan oleh mahasiswa STIKes Bina Sehat PPNI Kabupaten
Mojokerto, maka saya
( Bersedia/ TidakBersedia*)
Untuk berperan serta sebagai responden.
Apabila sesuatu hal yang merugikan diri saya akibat penelitian ini, maka
saya akan bertanggung jawab atas pilihan saya sendiri dan tidak akan menuntut di
kemudian hari.

*) Coret yang tidak dipilih

Mojokerto,29 April 2018


Responden

Lampiran 5

DATA RESPONDEN

Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Diabetes

Militus Tipe 2 Menggunakan Monofilamen 10 g di Desa Sumberagung Kecamatan

Jatirejo

Kabupaten Mojokerto
A. Data Umum

1. Usia

Usia 25-40 Tahun


109

Usia 41-56 Tahun

Usia 57-71 Tahun

2. Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

B. Data Khusus

1. Tingkat Sensitivitas Kaki

Normal

Penurunan Sensitivitas Kaki


Tidak ada Senstitivitas Kaki

Lampiran 6
LEMBAR PEMERIKSAAN FISIK

Lembar Pemeriksaan Fisik Semmes Weinstem Monofilamen 10 g

Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Diabetes


Militus Tipe 2 Menggunakan Monofilamen 10 g Di Desa Sumberagung
Kecamatan Jatirejo
Kabupaten Mojokerto
No.Responden :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Hari/Tanggal :
Pemeriksaan Sensorik
110

Jenis Pemeriksaan Kaki kanan Kaki kiri


Pemeriksaan Sensitifitas Kaki dengan Monofilamen 10 g
- Plantar jari 1(Telapak jari 1)  Ya  Tidak  Ya  Tidak
- Plantar jari 3(Telapak jari 3)  Ya  Tidak  Ya  Tidak
- Plantar jari 5 (Telapak jari5)  Ya  Tidak  Ya  Tidak
- Metatarsal head jari 1(Tulang bawah jari 1)  Ya  Tidak  Ya  Tidak
- Metatarsal head jari 3(Tulang bawah jari 3)  Ya  Tidak  Ya  Tidak
- Metatarsal head jari 5(Tulang telapak kaki jari)  Ya  Tidak  Ya  Tidak
- Medial arches ( bagian tengah kiri telapak)  Ya  Tidak  Ya  Tidak
- Lateral arches (bagian tengah kanan telapak)  Ya  Tidak  Ya  Tidak
- Tumit (Telapak tumit)  Ya  Tidak  Ya  Tidak
- Dorsum kaki (bagian atas kaki)  Ya  Tidak  Ya  Tidak
Jumlah Hasil
Hasil penilaian  Nilai 0 : Jika merespon 8 titik
lokasi

 Nilai 1 : Jika merespon 1-7 titik

lokasi
 Nilai 2 : Tidak ada respon
111

Petunjuk !
1. Beri tanda centang (√) pada tempat yang sudah disiapkan dengan hasil
pemeriksaan
a. Menggunakan monofilamen 10 g

b. Meminta pasien untuk membuka kaos kaki dan sepatunya

c. Menjelaskan kepada pasien tentang prosedur dan

menunjukkan monofilamen sebelum melakukan pemeriksaan

pada kaki pasien, monofilamen diuji cobakan pada sternum atau

tangan dengan tujuan agar pasien dapat mengenal sensasi rasa

dari sentuhan monofilament

d. Melakukan pemeriksaan pada salah satu tungkai dengan

kedua mata pasien ditutup.

e. Monofilamen diletakkan tegak lurus pada kulit yang

diperiksa, penekanan dilakukan sejauh monofilamen bisa

ditekuk dan dilakukan selama 2-3 detik.

Figure 1 : Monofilamen tegak lurus pada kulit


pasien,
Figure 2 : Monofilamen ditekan hingga bisa ditekuk,
Figure 3 : Monofilamen kembali dalam keadaan semula.
h. Gunakan monofilamen pada 10 titik lokasi di kaki kiri dan

kanan seperti pada gambar di bawah ini


112

i. Pada masing-masing titik lokasi dilakukan tiga kali

pemeriksaan, jika pasien terindikasi tidak merasakan

monofilamen.

Keterangan:
Penilaian hasil pemeriksaan: positif, jika dapat merasakan tekanan
monofilamen dan dapat menunjukkan lokasi dengan tepat setelah
monofilamen diangkat pada 2-3 kali pemeriksaan dan negatif jika tidak dapat
merasakan tekanan atau tidak dapat menunjukkan lokasi dengan tepat, pada 2-3
kali pemeriksaan. Hasil positif skor = 1, hasil negatif skor=0. Sehingga, skor
total pada satu kaki bervariasi antara 0-10. Normal Jika merepon 8 titik lokasi.
Jadi :
 Normal
Jika merepon 8 titik lokasi
Skor=0
 Penurunan sensitivitas kaki
jika tidak ada sensasi 1-7 titik
Skor=1
 Tidak ada sensitivitas
jika tidak merespon semua titik lokasi
Skor=2

Gambar Monofilamen 10 Gram


LEMBAR OBSERVASI
PELAKSANAN SENAM ERGONOMIS SELAMA SATU BULAN
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Diabetes Militus Tipe 2
Menggunakan Monofilamen 10 g Di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo
Kabupaten Mojokerto
No. Responden :
Alamat :
Minggu 1 Minggu 2
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
Keterangan
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Tepat Tepat Tepat Tepat Tepat Tepat
Tepat Tepat Tepat Tepat Tepat Tepat
Ketetapan
Gerakan
Waktu: pagi
dan sore
Frekuensi : 30
Menit

Keterangan :
 Beri tanda (√) pada kolom yang tersedia setelah melaksanakan senam Ergonomis
 Beri tanda (√) pada kolom sesuai dengan ketepatan gerakan, waktunya, danfrekuensinya.
 Tenik Senam Ergonomis dilkasanakan setiap 3 hari dalam seminggu selama satu bulan

LEMBAR OBSERVASI
PELAKSANAN SENAM ERGONOMIS SELAMA SATU BULAN

116
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Diabetes Militus Tipe 2
Menggunakan Monofilamen 10 g Di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo
Kabupaten Mojokerto
No. Responden :
Alamat :
Minggu 3 Minggu 4
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
Keterangan
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Tepat Tepat Tepat Tepat Tepat Tepat
Tepat Tepat Tepat Tepat Tepat Tepat
Ketetapan
Gerakan
Waktu: pagi
dan sore
Frekuensi : 30
Menit

Keterangan :
 Beri tanda (√) pada kolom yang tersedia setelah melaksanakan senam Ergonomis
 Beri tanda (√) pada kolom sesuai dengan ketepatan gerakan, waktunya, danfrekuensinya.
 Tenik Senam Ergonomis dilkasanakan setiap 3 hari dalam seminggu selama sat

116
115

STANDAR OPERASIONAL PROSCEDURE

STANDAR OPERASIONAL

PROSCEDURE (SOP) SENAM

ERGONOMIS
STIKES BINA SEHAT
PPNI MOJOKERTO

1. Pengertian Senam ergonomis atau senam inti raga


adalah teknik senam untuk mengembalikan
. atau membetulkan posisi dan kelenturan
system saraf dan aliran darah pada kaki
diabetes (Sangiran, 2012).
2. Tujuan 3. Mengembalikan atau membetulkan posisi
dan kelenturan system saraf dan aliran
. darah pada kaki diabetes.
4. Memaksimalkan supplay oksigen ke otak.
5. Menurunkan kadar gula darah. (Sangiran,
2012).
3. Indikasi Senam ergonomis ini dapat diberikan kepada
diabetes militus tipe 2. Namun sebaiknya
. diberikan sejak pasien sudah terdiagnosa
diabetes militus tipe 2 selama satu bulan
dengan KGD lebih dari 70 mg/dL dan tidak
melebihi 300mg/dL dan tanda-tanda vital
dalam keadaan normal. (Prasetyorini, 2015)
4. Kontra indikasi Klien yang mengalami infeksi, adanya ulkus
pada diabetes militus tipe 2, gangguan
metabolik berat, KGD kurang dari 70 mg/dL
atau lebih dari 300 mg/dL. (Prasetyorini,
2015)
5. Persiapan Pasien 1. Berikan salam, perkenalkan diri dan
identifikasi pasien dengan memeriksa
identitas pasien dengan cermat.
2. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang
akan dilakukan, berikan kesempatan
kepada klien untuk bertanya dan jawab
seluruh pertanyaan klien untuk bertanya
dan jawab seluruh pertanyaan klien.
3. Siapkan peralatan yang diperlukan
4. Atur posisi klien sehingga merasa aman
116

dan nyaman
6. PersiapanAlat 1. Baju Olahraga/Baju biasa
2. Karpet/Lemek Kaki
3. Video Senam Ergonomis
4. Monofilamen 10 g
7. Cara Bekerja a. Mengukur tingkat sensitivitas kaki
Sesudah dilakukan Senam Ergonomis.
Menggunakan pemeriksaan fisik Semmes
Weinstem Monofilamen 10 g.
b. Latihan senam ergonomis gerakan
pembuka berdiri sempurna, gerakan
pertama lapang dada, gerakan kedua,
tunduk syukur gerakan ketiga, duduk
perkasa, gerakan keempat duduk
pembakaran, gerakan kelima, berbaring
pasrah.
c. Senam Ergonomis dilakukan 2 kali per
minggu selama 1 bulan .
d. Mengukur tingkat sensitivitas kaki
Sesudah dilakukan Senam Ergonomis.
Menggunakan pemeriksaan fisik Semmes
Weinstem Monofilamen 10 g

8. Durasi Waktu Senam dilakukan selama 30 Menit


3X/minggu selama 1 Bulan
a. GerakanPembuka, BerdiriSempurna

Caranya: berdiri tegak, pandangan


lurus kedepan, tubuh rileks, tangan
didepan dada, dengan jari-jari sedikit
meregang. Posisi kaki meregang sehingga
mengangkang kira-kira selebar bahu,
telapak dan jari-jari kaki mengarah lurus
kedepan.
117

a. GerakanPertama, Lapang Dada

Caranya: dari posisi berdiri sempurna,


kedua tangan menjutal kebawah,
kemudian dimulai gerakan memutar
lengan. Tangan diangkat lurus kedepan,
lalu keatas, terus kebelakang, dan kembali
menjutai kebawah. Satu putaran, sambung
dengan putran berikutnya sehingga seperti
baling-baling. Posisi kaki dijinjitkan-
diturunkan, mengikuti irama gerakan
tangan.

b. GerakanKedua, TundukSyukur
118

Caranya: dimulai dengan mengangkat


tangan lurus keatas, kemudian band
membungkuk, tangan kemudian meraih
mata kaki, dipegang kuat, tarik, cengkram
sekan-akan kita mau mengangkat tubuh
kita. Posisi kaki tetap seperti semula. Pada
saat itu kepala mendongak dan pandangan
diarahkan kedepan. Setelah itu kembali
keposisi berdiri dengan lengan menjuntai.

c.GerakanKetiga, Duduk Perkasa

Caranya: dimulai dengan mengangkat


tangan lurus keatas, kemudian band
membungkuk, tangan kemudian meraih
mata kaki, dipegang kuat, tarik, cengkram
sekan-akan kita mau mengangkat tubuh
kita. Posisi kaki tetap seperti semula. Pada
saat itu kepala mendongak dan pandangan
diarahkan ke depan. Setelah itu kembali
keposisi berdiri dengan lengan menjuntai.

d. GerakanKeempat, DudukPembakaran
119

Caranya: dari posisi sebelumnya, kedua


telapak kaki dihamparkan kebelakang,
sehingga kita duduk beralaskan telapak
kaki (bersimpuh: duduksinden). Tangan
berkecak pinggang. Mulai gerakan
sepertiakan sujud tetapi kepala
mendongak, pandangan kedepan, dan
dagu hamper menyentuh lantai. Setelah
beberapasaat (satutahannafas) kemudian
kembali keposisi duduk pembakaran.

e. GerakanKelima, BerbaringPasrah

Caranya: Dari posisi duduk pembakaran,


kita rebahkan tubuh belakang. Gerakan ini
paling berat meskipun kelihatan sepele.
Baring dengantung kaki pada posisi
menekuk dilutut. Ini harus hati-hati,
mungkin harus dengan cara bertahap,
kalau perlu pada awalnya dengan bantuan
alas punggung. Bila sudah rabah, tangan
diluruskan keatas kepala, kesamping
kanan kiri maupun kebawah menempel
badan. Pada saat itu tangan memegang
betis, tarik seperti mau bangun, dengan
rileks, kepala bias didongakkan dan gerak-
gerak ke kanan-kiri. Posisi dan gerakan ini
dilakukan berulang ulang sampai akan
bangun. Gerakan ini cukup satu kali tetapi
dipertahankan beberapa menit
120

sekuatnya .Hati-hati juga pada saat akan


bangun, pada pemulanya biasanya
mengalami kesulitan sehingga harus
dibantu teman latihannya .Atau dengan
cara lain, bukan bangun dari posisi itu,
tetapi meluruskan lutut kanan-kiri
sehingga menjadi posisi berbaring lurus
biasa, baru kemudian bangun.
9. Evaluasi
a. Evaluasi Hasil yang dicapai
b. Beri inforcement positif pada klien
c. Kontrak pertemuan selanjutnya
d. Mengakhiri pertemuan dengan baik
10. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Kenyamanan dan kekuatan kondisi fisik pasien harus selalu di kaji.
Untuk mengetahui keadaan pasien selama prosedur.
Lampiran 7

TABULASI DATA
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Diabetes Militus Tipe 2 Menggunakan Monofilamen 10 g Di
Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto
Data Umum Data Khusus

Tingkat Sensitivitas Tingkat Sensitivitas Kaki


Kaki Sesudah Perlakuan Senam
Sebelum Perlakuan Ergonomis
No. Responden Jenis Senam Ergonomis
Umur
Kelamin Kapasitas Nilai Kapasitas Nilai
Gerakan Gerakan
Senam Senam
Ergonomis Ergonomis

01 1 2 1 2 1 1

02 2 2 1 3 1 3

03 2 2 1 3 1 1

04 2 3 1 3 1 1

05 2 3 1 2 1 1

06 2 3 1 2 1 1

123
07 2 2 1 3 1 2
08 2 3 1 3 1 2

09 2 3 1 1 1 1

10 2 2 1 2 1 1

11 2 2 1 3 1 1

12 2 2 1 2 1 1

13 2 3 1 3 1 3

14 2 1 1 2 1 1

15 2 3 1 3 1 2

16 2 2 1 3 1 1

17 2 2 1 3 1 2

18 2 2 1 3 1 2

19 2 2 1 3 1 2

20 2 2 1 3 1 1

Keterangan

123
Usia Jenis Kelamin Nilai Tingkat Sensitivitas Kaki Kapasitas Gerakan
o Usia 25-40 Tahun : Kode 1 o Laki-laki : Kode 1 o Normal : Kode 1 o Tepat : Kode 1
o Usia 41-56 Tahun : Kode 2 o Perempuan : Kode 2 o Penurunan Sensitivitas : Kode 2 o Tidak Tepat : Kode 2
o Usia 57-71 Tahun : Kode 3 o Tidak Ada Sensitivitas : Kode 3
TABULASI DATA
Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Tingkat Sensitivitas Kaki Pada Diabetes Militus Tipe 2 Menggunakan Monofilamen 10 g Di
Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto
Data Umum Data Khusus
Sensitivitas Kaki Sensitivitas Kaki
No. Sebelum Perlakuan Senam Ergonomis Sesudah Perlakuan Senam Ergonomid
Respo Kapasitas Nilai Kategori Kapasitas Nilai Kategori
Jenis Umur
nden Gerakan Gerakan
Kelamin Senam Senam
Ergonomis
Ergonomis

01 L 52 Tepat 1 Penurunan Sensitivitas Tepat 0 Normal


02 P 45 Tepat 2 Tidak Ada Sensitivitas Tepat 2 Tidak Ada Sensitivitas
03 P 56 Tepat 2 Tidak Ada Sensitivitas Tepat 0 Normal
04 P 58 Tepat 2 Tidak Ada Sensitivitas Tepat 0 Normal
05 P 70 Tepat 1 Penurunan Sensitivitas Tepat 0 Normal
06 P 57 Tepat 1 Penurunan Sensitivitas Tepat 0 Normal
07 P 56 Tepat 2 Tidak Ada Sensitivitas Tepat 1 Penurunan Sensitivitas
08 P 71 Tepat 2 Tidak Ada Sensitivitas Tepat 0 Penurunan Sensitivitas
09 P 58 Tepat 0 Normal Tepat 2 Normal
10 P 51 Tepat 1 Penurunan Sensitivitas Tepat 0 Normal
11 P 54 Tepat 0 Tidak Ada Sensitivitas Tepat 0 Normal
12 P 56 Tepat 1 Penurunan Sensitivitas Tepat 0 Normal
13 P 71 Tepat 2 Tidak Ada Sensitivitas Tepat 2 Tidak Ada Sensitivitas
14 P 37 Tepat 1 Penurunan Sensitivitas Tepat 0 Normal
15 P 59 Tepat 2 Tidak Ada Sensitivitas Tepat 1 Penurunan Sensitivitas
16 P 52 Tepat 2 Tidak Ada Sensitivitas Tepat 0 Normal

126
17 P 52 Tepat 2 Tidak Ada Sensitivitas Tepat 1 Penurunan Sensitivitas
18 P 50 Tepat 2 Tidak Ada Sensitivitas Tepat 1 Penurunan Sensitivitas
19 P 49 Tepat 2 Tidak Ada Sensitivitas Tepat 1 Penurunan Sensitivitas
20 P 42 Tepat 2 Tidak Ada Sensitivitas Tepat 0 Normal

Keterangan:

Jenis Kelamin: Nilai


P: Perempuan Normal :0
L: Laki-Laki Penurunan Sensitivitas : 1
Tidak Ada Sensitivitas : 2

126
125

Lampiran 8
HASIL UJI STATISTIK CROSSTABS

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Umur * Sebelum
20 100.0% 0 .0% 20 100.0%
Perlakuan
Umur * Sesudah
20 100.0% 0 .0% 20 100.0%
perlakuan
Jenis kelamin *
20 100.0% 0 .0% 20 100.0%
Sebelum perlakuan
Jenis kelamin *
20 100.0% 0 .0% 20 100.0%
Sesudah perlakuan

Umur * Sebelum Perlakuan Crosstabulation


Count
Sebelum Perlakuan
Tidak Ada
Penurunan Sensitivitas
Normal Sensitivitas Kaki Kaki Total
Umur Umur 25-40 tahun 0 1 0 1
Umur 41-56 tahun 0 3 9 12
Umur 52-71 tahun 1 2 4 7
Total 1 6 13 20
126

Umur * Sesudah Perlakuan Crosstabulation

Count
Sesudahperlakuan
Penurunan Tidak Ada
Sensitivitas Sensitivitas
Normal Kaki Kaki Total
Umur Umur 25-40 tahun 1 0 0 1
Umur 41-56 tahun 7 4 1 12
Umur 52-71 tahun 5 2 0 7
Total 13 6 1 20

Jenis Kelamin * Sebelum Perlakuan Crosstabulation

Count
Sebelumperlakuan
Penurunan Tidak Ada
Sensitivitas Sensitivitas
Normal Kaki Kaki Total
Jeniskelamin Laki Laki 0 1 0 1
Perempuan 1 5 13 19
Total 1 6 13 20

Jeniskelamin * Sesudah Perlakuan Crosstabulation

Count
Sesudahperlakuan
Penurunan Tidak Ada
Sensitivitas Sensitivitas
Normal Kaki Kaki Total
Jeniskelamin Laki Laki 1 0 0 1
Perempuan 12 6 1 19
Total 13 6 1 20
127

HASIL UJI STATISTIK WILCOXON SIGNED RANKS TEST

Wilcoxon Signed Ranks Test


Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Sesudah perlakuan – Negative Ranks 18a 9.50 171.00
Sebelum perlakuan Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 2c
Total 20
a. Sesudah perlakuan < Sebelum perlakuan
b. Sesudah perlakuan > Sebelum perlakuan
c. Sesudah perlakuan = Sebelum perlakuan

Test Statisticsb
Sesudahperlakuan -
Sebelumperlakuan
Z -3.874a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
128

Lampiran 9
129
130
131
132
133
134

Lampiran 10
DOKUMENTASI PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai