Gagal Jantung Pada Anak Dan Bayi
Gagal Jantung Pada Anak Dan Bayi
Pengertian
Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi
struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan
yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan
akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal
ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami
tindakan operasi dini pada usia muda.
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang
menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut
menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum
arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten
(Persistent Ductus Arteriosus : PDA).
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang
menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan
mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah.
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235)
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang
menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam
arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375)
B. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada
beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit
jantung bawaan :
1. Faktor Prenatal :
2. Faktor Genetik :
( Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)
C. Patofisiologi
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang
bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi ialah jantung kiri sedangkan yang bertekanan
rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru mempunyai tahanan yang rendah sedangkan
sistem sirkulasi sistemik mempunyai tahanan yang tinggi.
Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan rongga-
rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari rongga jantung yang
bertekanan tinggi ke rongga jantung yang bertekanan rendah. Sebagai contoh adanya defek pada
sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Kejadian ini
disebut pirau (shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek
septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi dari tekanan rongga jantung
kiri sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin akan oksigen mengalir melalui defek
tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan ini disebut dengan pirau (shunt)
kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik. Kadar
oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan sianosis.
Kelainan jantung bawaan pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
2. Curah jantung yang rendah, dengan gejala: gangguan pertumbuhan, intoleransi terhadap
aktivitas.
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang
berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban
ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin
asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung
kongestif (CHF)
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 ; 376)
E. KLASIFIKASI
a. Dengan vaskularisasi paru normal: stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasio aorta,
kardiomiopati.
b. Dengan vaskularisasi paru bertambah: defek septum atrium, defek atrioventrikularis, defek
septum ventrikel, duktus arteriosus persisten, anomaly drainase vena pulmonalis parsial.
a. Dengan vaskularisasi paru bertambah: transposisi arteri besar tanpa stenosis pulmonal,
double outlet right ventricle tanpa stenosis pulmonal, trunkus arteriosus persisten,
ventrikel tunggal tanpa stenosis pulmonal, anomaly total drainase vena pulmonalis.
b. Dengan vaskularisasi paru berkurang: stenosis pulmonal berat pada neonates, tetralogi
Fallot, atresia pulmonal, atresia tricuspid, anomaly Ebstein. (Sastroasmoro & Maldiyono,
1996)
F. Komplikasi
Endokarditis
Obstruksi pembuluh darah pulmonal
CHF
Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
Enterokolitis nekrosis
Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia
bronkkopulmoner)
Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
Aritmia
Gagal tumbuh
(Betz & Sowden, 2002 ; 376-377, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)
G. Pemeriksaan Diagnostik
H. Penatalaksanaan Medis
(Betz & Sowden, 2002 ; 377-378, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Data subyektif :
– Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
– Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium,
mual muntah, penglihatan kabur
– Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi
kronik, DM
– Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
– Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
– Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya
perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
b. Data Obyektif :
– Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks+)
– Pemeriksaan penunjang :
Tanda vital diukur dalam posisi terbaring, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga
0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine
meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
USG ; untuk mengetahui keadaan janin
NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap
vasopasme pembuluh darah.
2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi
kejaringan plasenta sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan
cardiac out put
4. Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan
5. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi
informasi
6. Pola nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru.
C. Rencana Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme
pembuluh darah:
Intervensi:
1. Monitor perubahan atau gangguan mental kontinu ( cemas bingung, letargi, pingsan )
2. Obsevasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/ lembab.
3. Kaji tanda Homan ( nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi ) eritema, edema
5. Pantau pernafasan
6. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, muntah/ mual, distaensi abdomen,
kontipasi
2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi
Tujuan: Gawat janin tidak terjadi, bayi Dapat dipertahankan sampai Umur 37 minggu dan atau
BBL ≥ 2500 g.
Intervensi:
3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan
cardiac out put.
Intervensi:
Intervensi:
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakn termometer berikut : nadi 20/m diatas
frekuensi nadi istirahat, catat peningkatan tekanan darah, Dispenia, nyeri dada, kelelahan berat,
kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsang.
2. Tingakat istirahat, batasi aktifitas pada dasar nyeri atau respon hemodinamik, berikan aktifitas
senggang yang taidak berat.
1. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contao ; penurunan kelemahan dan kelelahan,
tekanan darah stabil, peningkatan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
1. Jelasakn pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh : posisi duduk diatas tempat
tidur bila tidak ada pusing dan nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
Intervensi:
1. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau situasi. Dorong
mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, takut dll.
2. Mempertahankan kepercayaan pasien ( tanpa adanya keyakinan yang salah )
3. Terima tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
4. Orientasikan klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan aktifitas, tingkatkan
partisipasi bila mungkin.
5. Jawab pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi yang konsisten, ulangi bila
perlu.
6. Dorong kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif dalam perawatan.
Intervensi: