Anda di halaman 1dari 13

JURNAL PSIKOLOGI

VOLUME 42, NO. 2, AGUSTUS 2015: 173 – 185

Psychological Distance terhadap Wise Reasoning


pada Mahasiswa
Wawan Kurniawan1, Lukman, Nurfitriani Fakhri
Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar

Abstract. Wisdom in an individual indicates a quality appearing naturally from


integrated relationship of his existing traits. One of theories used in valuating wisdom is
wise reasoning. It has six aspects that are analysis based on participants’ responses to social
dilemma. These aspects are perspective, change, flexibility, uncertainty or knowledge
limit, compromise and conflict resolution. Wise reasoning can be affected by psychological
distance (immersed and distance). The formulations of subject of this research are as follows;
(1) Are there different wise reasoning in an individual doing self-immersion and one
using self-distance? (2) Are there differences in wise reasoning between an individual
having experienced a certain case and one having not experienced the same case? and (3)
Are there differences in wise reasoning in an individual with a certain case and without
the same case by using self-immersed and self-distance? The subjects of this research were
60 students from the State University of Makassar. The design used in this research was
true experimental and randomized posttest only control group design. The results proved that
psychological distance (immersed and distance) do not significantly contribute to wise
reasoning.
Keywords: wise reasoning, psychological distance, students, experience

Abstrak. Keberadaan kebijaksanaan pada individu merupakan kualitas individu yang


secara khas muncul dari hubungan integratif antara sejumlah karakter yang ada. Salah
satu teori yang digunakan dalam menilai kebijaksanaan adalah wise reasoning. Wise
Reasoning memiliki enam aspek yang dianalisis dari respon partisipan terhadap dilema
sosial. Komponen-komponen tersebut adalah, perspektif, perubahan, fleksibel, ketidak-
pastian atau batas-batas pengetahuan, kompromi dan resolusi konflik. Wise reasoning
dapat dipengaruhi oleh psychological distance (immersed and distance) Rumusan masalah
penelitian ini adalah; (1) Apakah terdapat perbedaan wise reasoning pada individu yang
melakukan self immersed dan individu yang menggunakan self distance? (2) Apakah
terdapat perbedaan wise reasoning pada individu yang pernah mengalami kasus atau yang
belum pernah mengalami kasus yang sama? dan (3) Apakah terdapat perbedaan wise
reasoning pada individu dengan kasus yang dialami dan belum pernah dialami dengan
menggunakan self immersed dan self distance? Subjek penelitian ini sebanyak 60 mahasiswa
Universitas Negeri Makassar. Rancangan penelitian yang digunakan adalah true
experimental (eksperimen murni) dengan desain penelitian randomized posttest only control
group design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa psychological distance (immersed and
distance) tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap wise reasoning.
Kata kunci: wise reasoning, psychological distance, mahasiswa, pengalaman

1) Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilakukan melalui: wawan.kurniawan1992@gmail.com

JURNAL PSIKOLOGI 173


KURNIAWAN DKK.

Semua orang dapat menjadi bijaksana. memengaruhi “penilaian baik” seseorang


Individu mampu menganalisis kehidupan adalah pernah atau tidaknya seseorang
yang pernah dialami dari pengalaman mengalami masalah tersebut.
tersebut kemudian mengambil pelajaran Pendapat lain dari Staudinger (1994)
penting untuk digunakan di masa depan. menyatakan bahwa, kebijaksanaan dapat
Dengan cara ini mereka bisa bertindak diartikan sebagai kemampuan dasar dari
lebih baik. Apalagi jika pengalaman yang proses berpikir individu. Ini berarti bahwa
pernah dialami tersebut memiliki konse- orang yang bijaksana adalah mereka yang
kuensi penting bagi individu (Staudinger menggunakan dan mengkaitkan pengeta-
& Bluck, 2004). Sebaliknya, individu yang huan serta wawasan hidup (termasuk
belum pernah mengalami suatu kejadian perkembangan yang terjadi pada diri
hanya bisa memprediksi apa yang akan sendiri), penilaian atas tanggapan orang
terjadi dan belum dapat mengambil pela- lain terhadap perilakunya, penilainnya
jaran dari pengalaman prediktif tersebut. terhadap kualitas hubungan sosialnya,
Selain kemampuan menganalisis antar individu maupun antar generasi,
pengalaman, penjelasan lain tentang kebi- tugas dan tujuan kehidupan, serta variasi
jaksanaan menyebutkan bahwa, kebijaksa- budaya dalam kehidupannya. Selain pen-
naan adalah sebuah penilaian yang baik dapat tersebut, masih ada pendapat lain
dari sebuah perilaku. Penilaian baik yang dari Baltes, dkk (1992); Sternberg (2005)
dimaksud adalah pertimbangan menye- yang menyatakan bahwa kebijaksanaan
luruh dari sejumlah aspek pada situasi pada individu merupakan kualitas indivi-
tertentu ketika individu mengalami masa- du yang secara khas muncul ketika mere-
lah. Sebagai contoh, individu akan menilai ka berhubungan dengan individu lain
kelebihan dan kekurangan dari penilai- dengan karakter yang berbeda. Baltes dan
annya, bagaimana emosinya ketika Smith (1990) juga menyatakan bahwa,
mengambil suatu keputusan, serta mem- “kebijaksanaan adalah penilaian yang baik
pertimbangan situasi sosial dan budaya dan nasihat-nasihat penting pada kondisi
(Lerner, Easterbrooks & Mistry, 2003). yang tidak pasti dalam kehidupan.
Tentu saja, penilaian yang baik ini akan Dari beragam pendapat ini, meskipun
muncul ketika individu sudah pernah terdapat banyak penjelasan untuk mende-
mengalami masalah, atau belajar dari finisikan kebijaksanaan (Staudinger &
pengalaman orang lain. Misalnya, ketika Glück, 2011), pendapat yang paling kuat
individu mengambil suatu keputusan, dan menyatakan bahwa kebijaksanaan adalah
keputusan tersebut keliru, di masa depan, pengetahuan awal yang dijadikan alasan
ia dapat lebih berhati-hati dan lebih mem- oleh seseorang untuk merespons sesuatu
pertimbangkan faktor di masa lalu yang ia (alasan pragmatis). Alasan tersebut mem-
peroleh. Penelitian Grossmann dkk (2010) bantu individu untuk mengarahkan
menemukan bahwa, orangtua dibanding- tindakannya ketika menghadapi masalah
kan dengan remaja dan dewasa awal sosial, contohnya, bagaimana seseorang
ternyata lebih bijaksana, karena mereka bertindak ketika mengalami konflik antar
telah memiliki beragam pengalaman. Dan individu atau antar grup (Grossmann
karena pengalaman tersebut, membuat dkk., 2010). Hanya saja, menurut
mereka lebih bijak ketika menghadapi Grossmann dkk., ruang lingkup kebijak-
masalah yang sama dikemudian hari. Oleh sanaan atau perilaku yang dapat ditampil-
karena itu, salah satu faktor yang dapat kan sulit untuk ditentukan. Dari beragam

174 JURNAL PSIKOLOGI


PSYCHOLOGICAL DISTANCE, WISE REASONING, MAHASISWA

pendapat tersebut, terlihat bahwa ada jaksanaan sudah pernah dilakukan namun
banyak cara untuk dapat menjelaskan karena belum sepakatnya ahli mengenai
kebijaksanaan. Namun, salah satu konsep kebijaksanaan dalam psikologi,
gambaran sederhana untuk menjelaskan maka penelitian tersebut mungkin meng-
konsep kebijaksanaan yang beragam gunakan nama konstruk yang berbeda.
tersebut menurut Aldert (Sternberg, 2005) Hasil focus group discussion (FGD) peneliti
adalah kembali membaca cerita dari yang dilakukan pada lima mahasiswa
Buddha. Kisah “orang buta dan gajah”, Universitas Negeri Makassar (UNM) me-
menceritakan bahwa, pada zaman dahulu nunjukkan bahwa kebijaksanaan dapat
terdapat raja yang mengundang sejumlah diartikan sebagai kemampuan untuk
orang yang mengalami kebutaan sejak memutuskan dan menimbang sesuatu
lahir untuk menjelaskan arti gajah. Setelah dengan tepat. Jika konsep ini digunakan,
terkumpul, orang buta diminta untuk kebijakasanaan berkaitan dengan kemam-
menjelaskan gajah yang diletakkan di puan menalar (reasoning) dan mengambil
depan mereka. Setiap dari orang buta keputusan (decision making). Pendapat ini
memberikan pengertian yang berbeda, ternyata sejalan dengan pendapat Baltes
tergantung dari bagian yang mereka sen- dan Smith (1990) yang menyatakan
tuh. Dengan analogi orang buta dan gajah bahwa, kebijaksanaan adalah “penilaian
ini, kebijaksanaan dapat dijelaskan menu- yang baik” yang telah dijelaskan se-
rut teori yang berbeda-beda. belumnya.
Salah satu teori yang digunakan Lebih lanjut peneliti menemukan bah-
untuk menilai kebijaksanaan adalah wise wa, pada FGD tersebut, terdapat pula
reasoning. Wise reasoning adalah kemam- sejumlah perilaku bijaksana dan tidak
puan bernalar seseorang yang diukur dari bijaksana mahasiswa di kampus yang
enam aspek ketika individu menghadapi dikemukakan partisipan. Yang termasuk
suatu dilema sosial (Basseches, 1980; perilaku bijaksana diantaranya, mampu
Kramer, 1986; Staudinger & Glück, 2011). menjaga kebersihan kampus, belajar de-
Keenam aspek tersebut adalah: (1) mem- ngan sungguh-sungguh, mampu mem-
pertimbangkan perspektif orang yang bantu teman atau orang lain, dan dapat
terlibat dalam konflik (perspective); (2) mempertimbangkan setiap langkah yang
mengakui kemungkinan terjadinya peru- ditempuh. Sedangkan perilaku yang men-
bahan (change); (3) mengakui beberapa cerminkan ketidakbijaksanaan, diantara-
cara mengatasi atau menemukan solusi nya melakukan plagiat, mementingkan diri
atas suatu konflik (flexible) (4) mengakui sendiri, hedonisme-memetingkan kesenang-
ketidakpastian dan batas-batas penge- an dan mengabaikan waktu untuk belajar.
tahuan (limit of knowledge) (5) mengakui Hasil ini secara umum sesuai dengan teori
pentingnya/mencari kompromi antara perilaku bijaksana yang disebutkan oleh
sudut pandang yang bertentangan Sternberg (2005). Menurut Sternberg,
(compromise); dan (6) mengakui penting- orang–orang yang bijak adalah mereka
nya/memprediksi resolusi konflik (reso- yang membuat keputusan dengan
lution). “benar”, namun untuk mengetahui kepu-
Penelitian yang berkaitan dengan ke- tusan yang benar, dilihat dari perilaku
bijaksanaan menurut pengetahuan peneliti mereka yang lebih baik.
tidak pernah dilakukan di Makassar. Bisa Terlepas dari ketidaksepakatan ten-
saja penelitian yang terkait dengan kebi- tang konstruk kebijaksanaan, para ahli

JURNAL PSIKOLOGI 175


KURNIAWAN DKK.

sepakat, bahwa kebijaksanaan dibutuhkan Kross dan Grossmann hanya mengguna-


individu. Mahasiswa perlu bijak dalam kan dua aspek saja, yaitu change dan limit.
menjalani kehidupan kampus, ataupun Menurut Kross dan Grossmann, peng-
kehidupan sehari-harinya. Untuk menge- ukuran wise reasoning disesuaikan dengan
tahui tingkat kebijaksanaan mahasiswa, kasus yang dialami oleh individu.
peneliti melakukan studi kecil pada Ketika individu mencerminkan pe-
sampel terbatas untuk mengukur tingkat ngalaman saat marah, dengan self-distance,
kebijaksanaan mahasiswa. Dari 10 maha- individu dapat melihat diri (self) dari jarak
siswa dengan angkatan berbeda (2010- yang jauh. Pada kondisi ini, mereka mam-
2014), hanya satu orang yang memiliki pu melihat situasi lebih luas dibandingkan
tingkat kebijak-sanaan yang tergolong berada pada pandangan sebagai “pelaku”
dalam kategori sedang, dan 9 orang (Kross & Ayduck, 2011). Alford dan Beck
lainnya berada pada kategori rendah. (Kross & Ayduck, 2011) menjelaskan
Studi ini menggunakan teori wise reasoning bahwa, “distancing” berhubungan dengan
dari Grossman (2011). Hasil studi ini kemampuan untuk melihat pemikiran sen-
membuat peneliti tertarik untuk meneliti diri atau keyakinan diri sebagai konstruk
lebih lanjut kebijaksanaan (wise reasoning) realitas dan bukan sebagai realitas itu
mahasiswa UNM. sendiri.
Penelitian sebelumnya yang menggu- Self-distance juga dapat mengatasi
nakan konstruk wise reasoning dilakukan permasalahan atau pengalaman negatif
oleh Kross dan Grossman (2011) pada 57 individu. Kross, dkk. (2005) menyatakan
mahasiswa Universitas Michigan (35 bahwa upaya orang untuk menganalisis
perempuan dan 22 laki–laki). Penelitian ini pengalaman negatif sering gagal karena
bertujuan untuk mengetahui bagaimana individu fokus atau tenggelam pada pera-
cara untuk menjadi bijaksana. Penelitian saan mereka sendiri (memvisualisasikan
tersebut menyatakan bahwa, individu pengalaman masa lalu melalui diri mereka
dapat gagal menjadi bijaksana jika alasan sendiri) daripada perspektif self-distance
atas masalah yang dimilikinya memiliki (memvisualisasikan pengalaman masa lalu
kaitan pribadi (immersed). Dengan kata dari perspektif pengamat atau observer).
lain, untuk menjadi bijaksana individu
Penelitian ini menguji wise reasoning
perlu mengambil jarak dengan masalah
dengan membandingkan mahasiswa yang
yang sedang ia alami (distance). Penelitian
sudah pernah atau belum pernah
mereka membuktikan bahwa self-distance
mengalami kasus ketidakadilan di kampus
secara signifikan dapat membuat individu
dengan menggunakan pendekatan self-
lebih bijaksana. Pada kondisi immersed
distance dan self-immersed. Peneliti ber-
individu menempatkan dirinya pada
asumsi bahwa individu akan memiliki
“pandangan diri sendiri”, sedangkan pada
kebijaksanaan yang lebih baik ketika
kondisi distance atau “fly in the wall pers-
berada pada situasi ketidakadilan jika
pective”, individu menganalisis perasaan
menggunakan self-distance, atau melihat
dan masalah yang dialami bukan menurut
kondisi atau masalah dari posisi penga-
pandangan sendiri tetapi dengan meman-
mat. Pada posisi tersebut, individu akan
dang dari sudut pandang orang lain.
lebih mudah memahami masalah dan
Walaupun ada enam aspek untuk meng-
bernalar untuk mengatasi permasalahan
ukur tingkat kebijakasanaan (wise
yang terjadi pada dirinya sendiri. Individu
reasoning) individu. Namun, penelitian
dengan self-distance secara umum dengan

176 JURNAL PSIKOLOGI


PSYCHOLOGICAL DISTANCE, WISE REASONING, MAHASISWA

mempertimbangkan sejumlah kemungkin- Subjek


an yang terjadi tanpa ada tekanan dan
Partisipan adalah 60 orang mahasiswa
dapat berpikir secara objektif. Selain itu,
UNM yang terdiri dari 13 laki–laki dan 47
mereka akan lebih bijaksana jika sudah
perempuan. Penentuan partisipan dilaku-
pernah mengalami kasus tersebut karena
kan dengan memberikan pengumuman
akan bertindak dengan lebih baik dari
pada tiap kordinator kelas. Koodinator
pada mereka yang belum pernah menga-
kemudian memberikan nama-nama
lami. Proposisi tersebut dibangun dari
mahasiswa yang bersedia untuk menjadi
teori psychological distance dari Kross dan
partisipan.
Ayduk (2010).
Pada penelitian ini terdapat tiga hipo- Desain
tesis. Hipotesis pertama yang diajukan Rancangan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah terdapat adalah true experimental dengan randomized
perbedaan wise reasoning pada individu posttest only control group design. Desain
yang melakukan self-immersed dan indi- tersebut membuat dua kondisi yang
vidu yang menggunakan self-distance. berbeda pada dua kelompok penelitian
Individu yang menggunakan self-distance, (Seniati, Yulianto & Setiadi, 2005). Kelom-
akan memiliki wise reasoning yang lebih pok eksperimen akan diberi perlakuan
tinggi dibandingkan jika menggunakan sedangkan kelompok kontrol tidak diberi-
self-immerse. Hipotesis kedua, terdapat kan perlakuan. Dua kelompok ini kemu-
perbedaan wise reasoning pada individu dian dibandingkan.
yang pernah mengalami kasus atau yang
Manipulasi
belum pernah mengalami kasus yang
sama. Individu yang sudah pernah meng- Untuk menguji hipotesis pertama,
alami kasus akan memiliki wise reasoning kedua, dan ketiga partisipan dibagi dalam
lebih tinggi dibandingkan yang belum dua kelompok yang terdiri dari kelompok
pernah mengalaminya. Hipotesis ketiga, immersed dan distance secara random. Pada
terdapat perbedaan wise reasoning pada saat partisipan terkumpul, peneliti mem-
individu dengan kasus yang dialami dan baginya dalam dua kelompok, dengan
belum pernah dialami dengan menggu- cara berhitung “1” dan “2”. Bagi peserta
nakan self-immersed dan self-distance. Indi- yang mendapatkan angka 1 akan diberi-
vidu yang pernah mengalami dan meng- kan posisi immersed (n=30) dan 2 (n=30)
gunakan self distance akan memiliki wise akan diberikan posisi distance. Setelah
reasoning yang lebih tinggi dari pada terbagi dalam dua kelompok, partisipan
kondisi yang lain. akan diberikan sebuah kasus untuk
melihat wise reasoning yang dimiliki. Kasus
tersebut diperoleh setelah peneliti menye-
Metode
barkan angket kepada 90 mahasiswa
UNM. Pada angket tersebut, terdapat
Variabel
pilihan tentang sejumlah hal penting yang
Penelitin ini menggunakan dua varia- ada di lingkungan kampus. Hasil yang
bel bebas, yaitu psychologycal distance diperoleh menunjukkan bahwa “hubungan
(immersed dan distance), dan pengalaman dengan teman” menjadi jawaban paling
(belum dan pernah) dan variabel terikat tinggi. Sehingga peneliti merancang kasus
yaitu wise reasoning. tentang kondisi dalam sebuah kelompok
tugas. Pada kasus tersebut, diceritakan

JURNAL PSIKOLOGI 177


KURNIAWAN DKK.

bahwa terdapat seorang mahasiswa yang reasoning dapat ditentukan berdasarkan


rajin, bergabung dengan teman yang kasus yang telah didapatkan (Grossman,
kurang aktif dalam proses pengerjaan 2015). Kasus dalam penelitian ini, terkait
tugas. Namun, pada saat nilai final terjadi dengan topik hubungan dengan teman
hal yang sebaliknya. Nilai mahasiswa rajin dapat dikategorikan sebagai interpersonal
lebih rendah di-bandingkan dengan nilai konflik. Sehingga, peneliti memutuskan
temannya, mahasiswa yang kurang aktif. untuk mengukur change dan limit of know-
Sebelum mengerjakan kasus tersebut, ledge. Dua aspek tersebut digunakan Igor
partisipan diminta untuk memahami Grossman pada saat penelitian psycholo-
dengan baik kasus tersebut, dan kemudian gical distance dalam memengaruhi wise
diberikan beberapa pertanyaan. Pada reasoning.
pertanyaan awal, partisipan diminta untuk
Pengumpulan Data
kembali mengingat apakah kasus tersebut
pernah atau belum dialami. Pertanyaan Data diperoleh dari analisis terhadap
tersebut untuk menjawab hipotesis kedua. sejumlah jawaban partisipan dari kasus-
Selanjutnya terdapat empat pertanyaan kasus yang dibagikan. Ada dua rater yang
untuk menilai wise reasoning dari peserta. akan memberikan penilaian terhadap
Pertanyaan tersebut adalah sebagai jawaban partisipan. Penilaian tersebut
berikut: (1) Apa penyebab dari kasus akan mengikuti model penilaian dari
tersebut? (2) Bagaimana hasil akhir dari Grossman (2011). Jawaban partisipan yang
kasus tersebut? (3) Apa yang akan terjadi diperoleh dari kasus yang telah disusun
selanjutnya atau akan berkembang dari oleh peneliti untuk direspons akan menen-
kondisi tersebut? dan (4) Solusi apa yang tukan bagaimana tingkat kebijaksanaan
dapat anda berikan untuk kasus tersebut? individu. Rater dilatih selama lima ming-
gu untuk mengukur keakuratan dan
Kasus diberikan dalam lembaran soal
tingkat reliabilitasnya dalam mengukur
yang telah disesuaikan berdasarkan ke-
wise reasoning. Pelatihan penilaian wise
lompok yang ada, yakni immersed dan
reasoning menggunakan buku manual wise
distance. Perbedaan kelompok akan dibe-
reasoning dari Grossman. Kasus yang
dakan berdasarkan instruksi yang diberi-
dinilai diperoleh dari angket yang disebar-
kan kepada partisipan. Kelompok
kan kepada mahasiswa. Data yang diper-
immersed, diberikan instruksi, untuk
oleh kemudian digunakan sebagai topik
berada pada posisi diri mereka. Kelompok
kasus yang akan didiskusikan oleh parti-
distance, diberikan instruksi, untuk mem-
sipan. Reliabilitas jawaban dari dua orang
bayangkan diri mereka pada kasus yang
rater diuji dengan menggunakan Uji Cohen
sama, namun mereka diminta untuk
Kappa.
mengamati kasus tersebut dengan cara
“distancing”, seperti tidak sedang terlibat Prosedur
didalamnya.
Tahap-tahap dalam penelitian ini
Pada penelitian ini, peneliti juga yaitu: (1) peneliti memberikan kasus yang
melakukan korespondensi dengan Igor telah disusun (2) membagi subjek dalam
Grossman melalui email. Hal tersebut dua kelompok, dan (3) setelah terdapat
dilakukan untuk menentukan aspek yang kelompok, peneliti memberikan pertanya-
dapat diteliti pada wise reasoning. Penje- an untuk menguji wise reasoning dari para
lasan yang didapatkan bahwa untuk peserta.
melakukan pengukuran terhadap wise

178 JURNAL PSIKOLOGI


PSYCHOLOGICAL DISTANCE, WISE REASONING, MAHASISWA

Hasil untuk aspek change menunjukkan nilai


F=1.372 p=0,261 (p>0.05), maka data dalam
Statistika Deskriptif penelitian ini dinyatakan bersifat
homogen. Hasil Levene test untuk aspek
Berdasarkan penelitian yang dilaku-
limit menunjukkan nilai F=15.755 p=0,00
kan, maka diperoleh hasil statistik des-
(p<0.05), maka data dalam penelitian ini
kriptif yang disajikan dalam Tabel 1.
dinyatakan tidak homogen.
Uji Homogenitas
Uji homogenitas menunjukkan bahwa
variabel change homogen hasil Levene test

Tabel 1
Deskripsi wise reasoning pada aspek change dan limit

Wise Reasoning
Change hipotetik Max Min SD Mean
3 1 0,33 2
Change empiric Max Min SD Mean
3 1 0,3 2,07
Kategorisasi change n %
Tinggi 6 10,0
Sedang 52 86,7
Rendah 2 3,3
Limit hipotetik Max Min SD Mean
3 1 0,33 2
Limit empirik Max Min SD Mean
2 1 0,181 1,03
Kategorisasi Limit N %
Tinggi 0 0
Sedang 2 3,3
Rendah 58 96,7

JURNAL PSIKOLOGI 179


KURNIAWAN DKK.

Tabel 2
Deskripsi psychological distance
Psychological distance
Immersed hipotetik Max Min SD Mean
3 1 0,33 2
Immersed empirik Max Min SD Mean
3 1 0,371 2
Kategorisasi Immersed n %
Tinggi 2 3,3
Sedang 26 43,3
Rendah 2 3,3
Distance hipotetik Max Min SD Mean
3 1 0,33 2
Distance empirik Max Min SD Mean
3 2 0,346 2,13
Kategorisasi Distance N %
Tinggi 4 6,7
Sedang 26 43,3
Rendah 0 0

Tabel 3
Deskripsi pengalaman

Pengalaman kasus
Belum pernah mengalami N %
18 30
Sudah pernah Mengalami N %
42 70

Uji Normalitas
Tabel 4.
Psychological Distance

Psychological Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk


distance Statistic df p Statistic df p
Immersed 0,256 30 0,000 0,875 30 0,002
Wise
Distance 0,240 30 0,000 0,855 30 0,001

Tabel 5. Pengalaman
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Pengalaman
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Pernah 0,192 18 0,079 0,934 18 0,225
Wise
Belum 0,229 42 0,000 0,843 42 0,000

180 JURNAL PSIKOLOGI


PSYCHOLOGICAL DISTANCE, WISE REASONING, MAHASISWA

Uji Hipotesis Tabel 8


Uji U-Mann Whitney Psychological Distance
Karena tidak memenuhi asumsi
normalitas, maka uji hipotesis kemudian Wise
menggunakan statistik non-parametrik. Mann-Whitney U 350,500
Wilcoxon W 815,500
Hipotesis Pertama Z -1,531
Asymp. Sig. (2-tailed) ,126
Tabel 6
Deskripsi Psychological Distance Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa
rata-rata nilai wise reasoning pada self-
Std.
N Mean Min. Max. distance (33.82) lebih besar dibandingkan
Dev.
rata-rata wise reasoning pada self-immersed
Wise 60 9,12 1,316 7 13
(27.18). Nilai ini meunjukkan terdapat
psi_distance 60 1,50 ,504 1 2
perbedaan mean wise reasoning pada self-
Tabel 7 immersed dan self-distance. Hanya saja,
Mean Rank Psychological Distance perbedaan mean tersebut tidak signifikan
Mean Sum of karena p=0.126 (p>0.05). Dengan demikian,
psi_distance N
Rank Ranks hipotesis H0 diterima dan H1 ditolak. Hal
Wise immersed 30 27,18 815,50 ini berarti bahwa tidak ada perbedaan wise
distance 30 33,82 1014,50
reasoning antara self-immersed dan self-
Total 60
distance.

Hipotesis Kedua

Tabel 9
Deskripsi Pengalaman
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Wise 60 9,12 1,316 7 13
Pengalaman 60 1,70 ,462 1 2

Tabel 10
Mean Rank Pengalaman
Pengalaman N Mean Rank Sum of Ranks
Wise Pernah 18 32,97 593,50
Belum 42 29,44 1236,50
Total 60

Tabel 11
Uji U-Mann Whitney Pengalaman

Wise
Mann-Whitney U 333,500
Wilcoxon W 1236,500
Z -,747
Asymp. Sig. (2-tailed) ,455

JURNAL PSIKOLOGI 181


KURNIAWAN DKK.

Berdasarkan Tabel 10, terlihat bahwa Tabel 14


mean rank wise reasoning untuk kelompok Uji Kruskal Wallis Test
yang pernah mengalami sebesar 32.97, Wise
sedangkan untuk yang belum pernah Chi-Square 5,789
mengalami sebesar 29.44. Perbedaan nilai Df 3
rank tersebut menunjukkan bahwa terda- Asymp. Sig. ,122
pat perbedaan mean wise reasoning antara
kelompok yang pernah dan belum pernah
Terdapat perbedaan rata-rata nilai
mengalami.
wise reasoning pada kelompok immersed
Namun perbedaan tersebut tidak maupun distance. Di mana rata-rata wise
signifikan pada taraf kepercayaan 95%. reasoning pada kelompok immersed pernah
Hal ini dilihat pada nilai signifikansi nilai sebesar 32.87, pada kelompok immersed
Z yang diperoleh, sebesar 0.455 (sig. 0.455 belum sebesar 21.50. Sedangkan rata-rata
pada wise reasoning kelompok distance
>0.05). Oleh karena itu, hipotesis kedua pernah sebesar 33.50, dan yang distance
ditolak. Dengan demikian, hipotesis H0 belum sebesar 33.85. Terdapat perbedaan
diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti nilai rata wise reasoning pada keempat hal
bahwa tidak ada perbedaan antara kelom- tersebut. Kendati terdapat perbedaan, na-
pok yang pernah mengalami dan kelom- mun perbedaan tersebut tidak signifikan.
pok yang belum pernah mengalami. Hal ini dilihat dari nilai chi square yang
dinilainya 5,789 dimana nilai ini tidak
signifikan pada taraf signifikansi 95% (sig.
Hipotesis Ketiga
0.122>0.05). Dengan demikian, hipotesis
Tabel 12 H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti
Deskripsi antara immersed pernah, immersed bahwa tidak ada perbedaan antara kelom-
belum, distance pernah, dan distance belum. pok immersed pernah, immersed belum,
Std. distance pernah, dan distance belum.
N Mean Min. Max.
Deviation
Wise 60 9,12 1,316 7 13
Diskusi
imm_dis 60 2,70 1,280 1 4
Hasil analisis data menunjukkan
Tabel 13 bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata
Mean Rank antara immersed pernah, immersed wise reasoning pada keempat hal tersebut,
belum, distance pernah, dan distance belum. yakni immersed pernah, immersed belum,
distance pernah, dan distance belum.
imm_dis N Mean Rank
Kendati terdapat perbedaan, namun per-
Wise imm_pernah 15 32,87
bedaan tersebut tidak signifikan. Hal ini
imm_belum 15 21,50
dilihat dari nilai chi square yang dinilainya
dis_pernah 3 33,50
5,789 dimana nilai ini tidak signifikan pa-
dis_belum 27 33,85 da taraf signifikansi 95% (sig. 0.122 > 0.05).
Total 60 Hasil tersebut diperoleh melalui uji
nonparametric.

182 JURNAL PSIKOLOGI


PSYCHOLOGICAL DISTANCE, WISE REASONING, MAHASISWA

Hal tersebut dalam pengamatan Hal tersebut mendukung penelitian


peneliti dapat diakibatkan beberapa hal. yang membuktikan bahwa Setiap individu
Pertama, tidak adanya manipulation check. dapat menjadi bijaksana jika memiliki
Untuk melihat apakah pada kelompok kemampuan mengingat dan mengaitkan
distance terjadi hal yang semestinya. pengalaman yang pernah dimiliki, terlebih
Kondisi tersebut disebabkan karena pada dalam pengalaman yang menuntut kebi-
penelitian sebelumnya, tidak dilakukan jaksanaan. Gagasan bahwa setiap individu
hal yang dapat memberikan informasi dapat menjadi bijaksana (Randall &
tambahan tentang menguji kondisi Kenyon, 2000), muncul dari proses meng-
distance. Kedua, pada lembar jawaban para ingat pengetahuan yang benar, atau
pesertadisediakan pertanyaan yang meng- menggunakan pengetahuan dengan cara
uji pengalaman peserta. Sebagian besar (27 yang benar (McKee & Barber,1999), atau
subjek dari dalam kelompok distance) dipengaruhi dari individu serta lingkung-
pernah mengalami kasus yang diberikan. an yang tepat (Sternberg, 2005), menun-
Sehingga subjek yang harusnya berada jukkan bahwa individu harus (seperti
pada kondisi distance dapat menjadi yang kita minta untuk pendekatan ini)
immersed. Berdasarkan penelitian yang dapat mengingat dan menceritakan situasi
dilakukan oleh Bluck, Gluck dan setidaknya satu kehidupan di mana
McAdams (2005) bahwa pengalaman yang mereka merasa bahwa mereka bertindak
terjadi dapat membantu individu dalam bijaksana.
meningkatkan kemampuannya dalam Maka dari itu, setiap individu yang
menghubung informasi. Sehingga indivi- pernah maupun belum mengalami kondisi
du yang pernah mengalami, cenderung dalam penelitian ini tergantung dari
bijaksana dibandingkan yang belum. kemampuan dalam mengingat penga-
Penelitian Kross dan Grossman (2011) laman yang pernah dialami. Akhirnya,
yang menjelaskan bahwa individu dapat individu harus mengingat jenis situasi
gagal menjadi bijaksana bila berada pada (misalnya, membuat keputusan hidup)
kondisi immersed dan akan lebih bijaksana yang konsisten dengan model lain kebi-
dengan kondisi distance mendapatkan jaksanaan. Yang lebih dikenal dengan
hasil yang berbeda dengan adanya penga- istilah wisdom experience (Bluck & Gluck,
laman atau proses mengingat yang 2004).
dilakukan oleh subjek penelitian. Proses
mengingat pengalaman kebijaksanaan
Kesimpulan
yang penting bagi kisah hidup karena dua
alasan. Pertama, kebijaksanaan dapat Setiap individu yang pernah maupun
digunakan dalam menangani pengalaman yang belum memiliki kekuatan pengala-
signifikan yang berperan sebagai titik man seperti dalam penelitian ini, tergan-
balik dalam kehidupan. Kedua, penga- tung dari kemampuannya dalam meng-
laman ini adalah yang dapat bermanfaat ingat pengalaman yang pernah dialami.
(Bandura, 1977) dalam menghadapi Pada akhirnya, individu harus mengingat
perubahan atau ketidakpastian, sehingga jenis situasi (misalnya, membuat keputus-
dalam mengingat pengalaman tersebut an hidup) yang konsisten dengan model
dan mengintegrasikannya dalam kisah lain kebijaksanaan. Yang lebih dikenal
hidup mungkin dapat meningkatan kuali- dengan istilah wisdom experience (Bluck &
tas diri (Wilson & Ross, 2000). Gluck, 2004). Pengaruh psychological

JURNAL PSIKOLOGI 183


KURNIAWAN DKK.

distance bila dirumuskan bersama dengan Basseches, M. (1980). Dialectical schemata:


pengalaman dapat memberikan pema- A framework for the empirical study
haman baru untuk dapat kita kaji lebih of the development of dialectical
dalam. Tentu saja, individu dapat menjadi thinking. Human Development, 23, 404
bijaksana jika mampu belajar dari 421. http://dx.doi.org/10.1111/10.1159/
pengalaman dan berdiri dengan posisi 000272600.
distance demi mendapatkan objektivitas Glück, J., Bluck, S., Baron, J., & McAdams,
dalam memandang suatu masalah yang D. P. (2005).The wisdom of experience:
ada. Autobiographical narrativesacross
adulthood. International Journal of
Kepustakaan Behavioral Development, 29(3), 197–208.
http://dx.doi.org/10.1177/016502504440
Ayduk, Ö., & Kross, E. (2010). From a 00504
distance: Implications of spontaneous
Bluck, S., & Glück, J. (2004) Making Things
self-distancing for adaptive self-
Better and Learning a Lesson:
reflection. Journal of Personality and
Experiencing Wisdom Across the
Social Psychology, 98, 809–829.
Lifespan. Journal of Personality 72(3).
Ayduk, O., Mischel, W., & Downey, G.
Grossmann, I. (January 13, 2015). Personal
(2002). Attentional mechanismslinking
communication by email.
rejection to hostile reactivity: The role
of “hot” versus “cool”focus. Psycholo- Grossmann, I., Na, J., Varnum, M. E. W.,
gical Science, 13, 443–448. Park, D. C., Kitayama, S., & Nisbett, R.
http://dx.doi.org/10.1111/1467-9280.00- E. (2010). Reasoning about social
478. conflicts improves into old age.
Proceedingsof the National Academy of
Baltes, P. B., & Smith, J. (1990). Toward a
Sciences, USA, 107, 7246–7250.
psychology of wisdom and its
http://dx.doi.org/10.1073/pnas.1001715
ontogenesis. In R. J. Sternberg (Ed.),
107.
Wisdom: Its nature, origins, and
development. Cambridge: Cambridge Grossmann, I., Na, J., Varnum, M. E. W.,
University Press. Kitayama, S., & Nisbett, R. E. (2013). A
route to well-being: Intelligence versus
Baltes, P. B., Smith, J., & Staudinger, U. M.
wise reasoning. Journal of Experimental
(1992). Wisdom as successful aging. In
Psychology: General, 142, 944–953.
T. B. Sonderegger (Ed.), Nebraska
http://dx.doi.org/10.1037/a0029560
Symposium on Motivation (Vol. 39, pp.
123–167). Lincoln: University of Kramer, D., & Woodruff, D. S. (1986).
Nebraska Press. Relativistic and dialectical thoughtin
three adult age-groups. Human
Baltes, P. B., & Staudinger, U. M. (2000).
Development, 29, 280–290.
Wisdom: A metaheuristic (pragmatic)
http://dx.doi.org/10.1111/10.1159/00027
to orchestrate mind and virtue toward
3064
excellence. American Psychologist, 55,
122–136. Kross, E., Ayduk, O., & Mischel, W. (2005).
When asking “why” does not hurt:
Bandura, A. (1977). Social learning theory
Distinguishing rumination from
(2nd ed.). Englewood Cliffs, NJ:
reflective processing of negative
Prentice-Hall.

184 JURNAL PSIKOLOGI


PSYCHOLOGICAL DISTANCE, WISE REASONING, MAHASISWA

emotions. Psychological Science, 16, wisdom-related knowledge (Materialien


709–715. aus der Bildungsforschung No. 46).
Kross, E., & Grossmann, I. (2011). Boosting Berlin: Max Planck Institute for
wisdom: Distance from the self Human Development and Education.
enhances wise reasoning, attitudes, Staudinger, U. M., Lopez, D., & Baltes, P.
and behavior. Journal of Experimental B. (1997). The psyhometric location of
Psychology: General, 141, 43–48. wisdom-related performance: Intelli-
http://dx.doi.org/10.1111/10.1037/a0024 gence, personality, and more? Perso-
158. nality and Social Psychology Bulletin, 23,
Lerner, R. M., Easterbrooks, M. A., & 1200–1214.
Mistry, J. (2003). Handbook of psycho- Sternberg, R., & Jordan, J. (2005). A
logy. Vol. 6 Developmental Psychology. Handbook of wisdom: Psychological
USA: John Wiley & Sons, Inc. perspectives. New York: Cambridge
McKee, P., & Barber, C. (1999). On University Press.
defining wisdom. International Journal Trope, Y., & Liberman, N. (2010).
of Human Development, 49, 149–164. Construal-level theory of psychologi-
Randall, W. L., & Kenyon, G. M. (2000). cal distance. Psychological Review, 117,
Ordinary wisdom: Biographical aging and 440–463. http://dx.doi.org/10.1111/10.
the journey of life. Westport, CT: 1037/a0018963
Praeger. Verduyn, P., Van Mechelen, I., Kross, E.,
Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B. N. Chezzi, C., & Van Bever, F. (2012, May
(2005). Psikologi eksperimen. Jakarta: PT 28). The Relationship Between Self-
Indeks. Distancing and the Duration of Negative
and Positive Emotional Experiences in
Snyder, C., & Lopez, S. (2002). Handbook of
Daily Life. Emotion Advance online
positive psychology. NewYork: Oxford
publication. http://dx.doi.org/10.1037/
University Press.
a0028289.
Staudinger, U. M., & Glück, J. (2011).
Wilson, A. E., & Ross, M. (2000). The
Psychological wisdom research.
frequency of temporal-self and social
Annual Review of Psychology, 62, 215–
comparisons in people’s personal
241.
appraisals. Journal of Personality and
Staudinger, U. M., Smith, J., & Baltes, P. B. Social Psychology, 78, 928–942.
(1994). Manual for the assessment of

JURNAL PSIKOLOGI 185

Anda mungkin juga menyukai