Anda di halaman 1dari 21

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis dan merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian
bawah.1,2
Tuberkulosis (TB) paru merupakan masalah tidak hanya di negara
berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu
penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang
maupun di negara maju. (1)
Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus
TB anak per tahun adalah 5-6% dari total kasus TB. Pada tahun 1989, WHO
memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus baru TB anak dan
450.000 anak usia < 15 tahun meninggal dunia karena TB. (2)
Penyakit TB dapat terjadi di bagian tubuh manapun, tetapi pada umumnya
terjadi diparu, mulai infiltrasi yang paling ringan hingga bentuk kronik, kavitas,
dan kerusakan paru yang berat. Manifestasi klinis yang berbeda-beda ini
merupakan refleksi keseimbangan antara kuman dan penjamu. (1)
Gambaran klinis tuberkulosis primer lain ialah panas atau demam biasanya
pagi hari, malaise, keringat malam, dispneu ringan, batuk purulen produktif
kadang disertai nyeri dada lebih dari tiga minggu sering dijumpai pada infeksi
aktif, anoreksia dan berat badan yang menurun, kadang-kadang dijumpai panas.
Pada bayi atau anak kecil, harus di pikirkan juga tuberkulosis sebagai penyebab
panas tersebut, selain itu bila didapatkan riwayat kontak erat dengan penderita.(3)
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya Mycobacterium
tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas lambung, CSS, cairan pleura, atau
biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan untuk menegakkan diagnosis pasti
disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya pengambilan
spesimen (sputum). Karena sukar dilakukan diagnosis untuk TB pada anak
sehingga yang biasanya digunakan adalah sistem skoring. (1,2)
Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2 bulan
pertama) dan dilanjutkan dengan fase lanjutan/sterilisasi (4 bulan atau lebih).

1
Panduan OAT pada anak adalah 2RHZ/4RH yaitu pada fase intensif terdiri dari
Isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z) yang diberikan setiap hari
selama 2 bulan (2 RHZ) dan fase lanjutan yang terdiri dari Rifampisin (R) dan
Isoniazid (H) yang diberikan setiap hari selama 4 bulan.(1,2)
TB paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru
dibedakan menjadi dua, yaitu komplikasi dini seperti pleuritis, efusi pleura,
empiema, laryngitis dan komplikasi pada stadium lanjut yaitu hemoptisis masif
(pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik, kolaps lobus akibat sumbatan
duktus, bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru, pnemotoraks spontan,
yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah, penyebaran infeksi ke organ
lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan sebagainya.(6)

2
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : An. N
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir/Umur : 27 Oktober 2002 / 14 tahun
Tanggal masuk : 26 Oktober 2016
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Suku bangsa : Kaili
Nama Ayah : Tn. A Umur : 37 tahun
Nama Ibu : Ny. F Umur : 34 tahun
Pekerjaan ayah : Swasta
Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln. Malonda Kel. Buluri
No. Telp : 082333568194
Dikirim oleh : IGD anutapura
Masuk dengan diagnose : Susp. Demam Tifoid
Tanggal /jam masuk rumah sakit : 26 oktober 2016 / 15.34
Masuk ke ruangan : Nuri Atas bed 10
Diagnosis : TB Paru
Anamnesis : diberikan oleh ibu pasien
Anak : ke 1 dari 1 bersaudara
Tanggal lahir : 26 Oktober 2002
Partus / oleh : Normal / Bidan

3
FAMILY TREE

Ayah Ibu

= Laki- laki
= Perempuan
Anak = Meninggal

Penderita

II. Anamnesis
Keluhan Utama : Panas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Panas pada pasien dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Panas dirasakan naik turun, panas tidak jelas naik turunnya, kadang panasnya
pagi hari, kemudian menurun dan naik lagi pada sore hari, hal sudah berulang
sejak 1 bulan yang lalu sebelum pasien masuk rumah sakit, pasien perna
mengkonsumsi obat penurun panas dan saat itu panas turun tetapi naik
kembali. Keluhan panas disertai batuk berlendir warna putih sejak 3 hari,
batuk pada pasien sudah sering berulang sekitar 1 bulan yang lalu, nyeri saat
menelan, muntah, dan sakit perut, sesak (-), nyeri kepala (-), mimisan (-),
nyeri tulang dan sendi (-), kejang (-), badan terasa lemas (+), nafsu makan
berkurang, BAB dan BAK biasa.

4
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Pasien sering mengalami batuk sejak beberapa bulan yang lalu disertai
demam yang muncul tidak menentu.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien memiliki kakek yang sering mengalami batuk berulang, dan tinggal
dalam satu rumah, untuk pemeriksaan dahak pada kakek pasien tidak pernah
diketahui.

Riwayat Sosial-ekonomi :
Pasien merupakan dari keluarga menengah ke bawah, pembiayaan rumah
sakit menggunakan bpjs. Pasien hanya mendapat uang jajan secukupnya dan
kadang tidak mendapat uang jajan.

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :


Lingkungan rumah pasien merupakan padat penduduk, rumah pasien tidak
mendapat ventilasi yang cukup karena jendela dan ventilasi selalu ditutup,
didalam rumah pasien ditempati 5 orang termasuk pasien yang terdiri dari
ayah, ibu, kakek dan nenek. Pasien memiliki nafsu makan yang kurang. Pasien
biasanya sering bermain bersama-sama teman-teman disekitar rumahnya dan
sering bercengkerama dengan kakek yang sering mengalami batuk berulang.
Tidak ada tentangga atau orang disekitar lingkungan rumahnya yang memiliki
riwayat batuk lama.

Riwayat Kehamilan :
Riwayat ANC lengkap
Riwayat sakit saat awal kehamilan : Tidak ada
Riwayat hipertensi saat kehamilan : Tidak ada
Riwayat konsumsi obat saat awal kehamilan 0 – 3 bulan : Tidak ada
Riwayat konsumsi jamu (-)

5
Riwayat Persalinan :
Anak lahir spontan dirumah bersalin dengan BB lahir 2900 gr dan PB : 48
cm. Saat lahir anak langsung menangis, tidak ada sianosis dan gerak bebas

Kemampuan dan Kepandaian Bayi :


Pasien mulai membalikkan badannya sejak umur 6 bulan, duduk saat
berusia 7 bulan, merangkak saat berusia 8 bulan, berdiri saat berusia 10 bulan,
berjalan saat brusia 11 bulan, dan mulai mengucapkan kata dengan jelas saat
berusia 12 bulan. Anak tidak mengalami keterlambatan perkembangan saat
ini.

Penyakit yang sudah pernah di alami:


Morbili : (-)
Varicella : (+) usia 8 tahun
Pertussis : (-)
Diare : (+)
Cacing : (-)
Batuk / pilek : (+) sering
Lain – lain : (-)

Anamnesis Makanan :
ASI ekslusif diberikan sampai usia 1 tahun, bubur saring diberikan saat
usia 6 bulan sampai 11 bulan, diberikan makanan keluarga saat berusia 1
tahun sampai sekarang. Saat ini pasien lebih sering mengkonsumsi mie instan
dan jajanan sekolahan, kadang – kadang malas makan dan hanya makan
snack.

Riwayat Imunisasi :
BCG : 1 kali pemberian (1 bulan)
POLIO : 4 kali pemberian (lahir - 2 bulan – 4 bulan - 6 bulan)
DTP : 3 kali pemberian (2 bulan - 4 bulan – 6 bulan)

6
HEPATITIS B : 3 kali pemberian (lahir - 1 bulan – 6 bulan)
CAMPAK : 1 kali pemberian (9 bulan)
Imunisasi dasar lengkap.

III. Pemeriksaan Fisik


KEADAAN UMUM : Sakit sedang
Gizi : Kurang (CDC:83%) Suhu : 39,5
Sianosis : (-) Keadaan Mental : Baik
Anemia : (-/-) Ikterus : (-/-)

KEJANG : (-)
Type : (-)
Lamanya : (-)

KULIT : Warna : Sawo matang Turgor : Baik


Efloresensi :- Tonus : Baik
Pigmentasi :- Oedema : (-)
Jaringan parut :-
Lapisan lemak :-
Lain-lain :-

PEMERIKSAAN TANDA VITAL


Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 100 kali/menit
Suhu : 39,5 0C
Respirasi : 24 kali/menit
Berat Badan : 25 kg
Panjang Badan : 135 cm
Status Gizi : Gizi kurang (CDC : 83% )

KEPALA : Bentuk : Normocephal

7
Rambut : Hitam-kecoklatan, tidak mudah dicabut
Mata : Exophtalmus : (-/-)
Tekanan bola mata : Normal
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Kornea refleks : (+/+)
Pupil : Isokor
Lensa : Jernih

Fundus : tidak dilakukan

Visus : tidak dilakukan


Gerakan : baik kesegala arah

Hidung : Tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada sekret dan
epistaksis.
Telinga : otorhe (-)
Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak hiperemis, gusi tidak berdarah.
Lidah : Tidak kotor
Tenggorokan: Pembesaran kelenjar getah bening :-
Faring : Tidak hiperemis
Tonsil : T1/T1

THORAKS :
Bentuk : Normal, simetris Xiposternum :-
bilateral Harrison’s groove : -
Rachilic Rosary :- Pernapasan Paradoxal : -
Ruang Intercostal : Tidak melebar Lain-lain : Tidak ada kelainan
Precordial bulging : - lain
Retraksi : -/-

8
PARU-PARU :
Inspeksi : Bentuk : Simetris
Dispneu : Tidak ada
Palpasi : Vokal fremitus: Simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor paru kiri dan kanan
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler (+/+)
Suara Napas Tambahan : Rhonchi (+/-) Wheezing(-/-)

JANTUNG :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC IV linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan : SIC IV linea parasternal dextra
Batas jantung atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas jantung kiri : SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Suara dasar : Bunyi jantung S1 dan S2 murni,
regular
Bising : Tidak ditemukan

ABDOMEN :
Inspeksi : Bentuk datar
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Bunyi : Timpani
Asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan : (-)
Hati : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba

GENITALIA : Tidak ada kelainan


KELENJAR : Tidak ada pembesaran

9
ANGGOTA GERAK : Akral hangat, edema tidak ada, Rumple leede test (-)
TULANG-BELULANG : Tidak ada kelainan
OTOT-OTOT : Eutrofi, tonus otot normal, kekuatan otot 5
REFLEKS-REFLEKS : Fisiologis (+/+/+/+) , patologis (-/-)

IV. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium Darah Lengkap (Tgl. 26/10/2016) :
WBC :12.1 H x 103/mm3 MCV : 91 g/dl
RBC : 3.78 x 106/mm3 MCH : 27,8 g/dl
HGB : 10,5 L g/dl MCHC : 30,5 g/dl
HCT : 34,4 L % NEU : 70,0 %
PLT : 267 x 103/mm3 LYM : 11,5
RDW : 10,5 % MON : 16,7
MPV : 8,3 mikro m3 EOS : 0,9
PCT : 0,222 % BAS : 0,9
PDW : 13,8 %

LED : 38 mm/jam
V. Resume
Pasien anak laki-laki berusia 14 tahun hari masuk dengan keluhan febris
sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Febris yang dialami naik turun, ada
batuk (+) berlendir warna putih sejak 3 hari, febris dan batuk pada pasien
sudah sering berulang sejak 1 bulan yang lalu, disfagia (+), emesis (+) nyeri
abdomen (+), dispneu (-), cephalgia (-), epistaksis (-), artralgia (-), kejang (-),
malaise (+), anorexia, BAB dan BAK biasa.
Sebelumnya pasien sering mengalami batuk sejak beberapa bulan yang
lalu disertai demam yang muncul tidak menentu. Di dalam keluarga pasien
memiliki seorang kakek yang sering mengalami batuk berulang, dan tinggal
dalam satu rumah, untuk pemeriksaan labolatorium pada kakek pasien tidak
perna dilakukan.

10
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan : sakit sedang, gizi kurang (CDC :
83%), tanda vital : tekanan darah 100/70 mmHg, nadi : 100 kali/menit, suhu :
39,50C, pernapasan : 24 kali/menit. Pada pemeriksaan leher pembesaran
kelenjar getah bening (-), pemeriksaan thoraks pada auskultasi ditemukan
adanya rhonchi +/-, wheezing -/-, ektremitas akral hangat +/+.

VI. Diagnosis :
 Susp. Demam tifoid
 Bronchitis
 Gizi kurang
VII. Diangnosis banding :
 TB paru
VIII. Terapi
 IVFD RL 24 tpm/menit
 Inj. Ceftriaxone 500 mg/ 12 jam/ IV
 Parasetamol syrup 4 x ½ tab
 Ambroxol 12,5 mg
Puyer batuk 3 x 1 pulv
 CTM 2,5 mg

IX. Anjuran Pemeriksaan Penunjang


 Widal,
 Darah rutin / LED
 Foto thorax
 Skor TB paru

11
X. Follow Up
Tanggal Penilaian
27 – 10 – 2016 S : Panas (+), batuk berlendir (+), sesak (-),
beringus (-), nafsu makan dan minum biasa.
O : TD : 100/70 mmHg
N : 90 kali/menit, regular, kuat angkat
S : 37,8 oC
R : 26 kali/menit
Retraksi dada: -/-, Ronkhi +/-
A : Susp. Demam tifoid + Bronchitis + Gizi
Kurang. DD : TB paru
P : IVFD RL 24 tpm/menit
Inj. Ceftriaxone 500 mg/ 12 jam/ IV
Parasetamol 4 x ½ tab
Puyer batuk 3x1 pulv

Labolatorium : WBC : 8,99 x 103/mm3


RBC : 3,98 x 106/mm3
HGB : 11,9 L g/dl
HCT : 34,5 L %
PLT : 261 x 103/mm3

Widal : Salmonella Typhi (O) Negatif


Salmonella Typhi (H) Negatif
Salmonella Paratyphi A (AH) Negatif
Salmonella Paratyphi B (BH) Negatif

Skoring TB:
 Riwayat kontak : 2
 Tes tuberkulin: -
 Status gizi : 1
 Batuk > 3 minggu : 1
 Demam > 2 minggu : 1
 Pembesaran kelenjar : 0 (tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening)
 Pembengkakan sendi : 0
 Rontgen thorax : 0
Total skor : 5

12
28 – 10 – 2016 S : Panas (-), batuk berlendir (+), beringus (-),
nafsu makan dan minum biasa.
O : TD : 100/70 mmHg
N : 84 kali/menit
S : 37,2 oC
R : 34 kali/menit
Retraksi dada: -/-, Ronkhi +/-
A : TB paru + Gizi kurang
P : IVFD RL 24 tpm/menit
Inj. Ceftriaxone 500 mg/ 12 jam/ IV
Parasetamol 4 x ½ tab
Puyer batuk 3x1 pulv

Laboratorium : WBC : 8,23 x 103/mm3


RBC : 3,97 x 106/mm3
HGB : 11,5 L g/dl
HCT : 35,2 L %
PLT : 239 x 103/mm3

Hasil Foto thoraks


Kesan :
- Pneumonia lobalis e.c TB paru aktif
- Besar cor normal
- Sistema tulang intak

Skoring TB :
 Riwayat kontak : 2
 Tes tuberkulin : -
 Status gizi : 1
 Batuk > 3 minggu : 1
 Demam > 2 minggu : 1
 Pembesaran kelenjar : 0
 Pembengkakan sendi : 0
 Rontgen thorax : 1
Total skor: 6

Radiologi (tgl. 28/10/2016)

13
Gambar 1. Gambaran radiologi foto thoraks pada
pasien, dimana ditemukan adanya gambaran
pneumonia lobalis dextra e.c TB paru aktif

29 – 10 – 2016 S : Panas (-), batuk berlendir (+), beringus (-),


nafsu makan dan minum baik.
O : TD : 90/60 mmHg
N : 113 kali/menit
S : 37,2 oC
R : 41 kali/menit
Retraksi dada: -/-, Ronkhi +/-
A : Tuberkulosis paru + Gizi kurang
P : IVFD RL 24 tpm/menit
Inj. Ceftriaxone 500 mg/ 12 jam/ IV
Parasetamol 4 x ½ tab
Puyer batuk 3x1 pulv
OAT :
Obat kombinasi : RHZ 5 x 1
INH 200 mg
Rifampisin 300 mg
Pirazinamid 500 mg

14
DISKUSI

Pada kasus ini diagnosis TB ditegakan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan skoring TB, serta pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan.

Dari hasil anamnesis ditemukan adanya batuk disertai panas yang sudah
berlangsung sejak beberapa bulan yang lalu dan berulang-ulang, adanya
penurunan nafsu makan dan badan terasa lemas, serta adanya riwayat kontak
dengan kakek pasien yang tinggal bersama dalam satu rumah yang sering
mengalami batuk kronis, dan status gizi kurang yang dihitung dengan
menggunakan CDC 83%. Selain itu dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan kelainan yang bermakna, pada hal ini tidak dilakukan tes tuberkulin
karena biasanya bahannya susah didapat dan mahal serta membutuhkan beberapa
orang pasien untuk sekali tes serta tidak dilakukan uji sputum karena pengambilan
sampel sputum sukar dilakukan pada anak karena biasanya tertelan. Untuk hasil
dari foto rontgen didapatkan gambaran “pneumonia lobalis dextra e.c TB paru
aktif.

Gambar 1. Gambaran radiologi foto thoraks pada pasien, dimana ditemukan


adanya gambaran pneumonia lobalis dextra e.c TB paru aktif

15
Total dari skoring TB pada pasien adalah 6. Berikut keterangan skoring
TB yang dapat ditemukan pada pasien :

Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas - Laporan BTA
keluarga (BTA (+)
negatif atau
tidak jelas)
Uji Tuberkulin Negatif - - Positif
Berat badan / - BB/TB <90% Klinis gizi buruk -
keadaan gizi atau BB/U atau BB/TB
<80% <70% atau
BB/U <60%
Demam yang - ≥ 2 minggu - -
tidak diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥ 3 minggu - -
Pembesaran - ≥ 1 cm, jumlah - -
kelenjar limfe > 1, tidak
(kolli, aksila, nyeri
inguinal)
Pembengkakan - Ada - -
tulang / sendi / pembengkakan
panggul / lutut
/ falang
Foto Normal / Gambaran - -
kelainan sugestif TB
tidak jelas

TOTAL SKOR = 6
Berdasarkan teori nilai total skoring diagnosis kerja TB anak dapat
ditegakkan bila jumlah skor ≥6. Gambaran klinis tuberkulosis terbagi atas manifestasi
sistemik (umu/nonspesifik), dan manifestasi spesifik organ/lokal. Manifestasi sistemik
berupa demam lama (>2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas, yang dapat
disertai keringat malam, demam pada umumnya tidak tinggi. Batuk lama > 3 minggu.
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam satu bulan dengan
penanganan gizi. Nafsu makan tidak ada (anorexia). Pembesaran limfe superfisialis yang
tidak sakit dan biasanya multipel. Lalu untuk manifestasi spesifik gejala yang timbul
pada organ yang terkena TB, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang

16
dan kulit. Pada infeksi awal infeksi tuberkulosis kadang-kadang dijumpai panas yang
menyerupai tifus abdominalis atau malaria yang disertai atau tanpa hepatosplenomegali,
oleh karena itu bila dijumpai panas seperti tifus abdominalis pada bayi atau anak kecil,
harus di pikirkan juga tuberkulosis sebagai penyebab panas tersebut. Selain itu bila
didapatkan riwayat kontak erat dengan penderita.(3)
Perkembangan hipersensitivitas tipe lambat pada kebanyakan individu
yang terinfeksi dengan basil tuberculosis membuat uji tuberkulin sangat
dibutuhkan. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik yang penting dalam
menegakan diagnosis tuberkulosis.(3)
Pemeriksaan radiologi dada merupakan cara praktis untuk menentukan
lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibanding
pemeriksaan sputum, tapi dalam beberapa hal pemeriksaan radiologis memberikan
beberapa keuntungan seperti tuberkulosis pada anak-anak dan tuberkulosis
milier.(3,4)
Adapun pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan
darah dan sputum, untuk pemeriksaan darah kurang mendapat perhatian namun
biasanya pada tuberkulosis yang baru (aktif) akan didapatkan sedikit leukosit yang
meningkat. Jumlah limfosit masih normal, laju endap darah mulai meningkat.
Sementara untuk pemeriksaan sputum biasanya penting, karena dengan
ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan tetapi
kadang-kadang tidak mudah untuk menemukan sputum terutama penderita yang
tidak batuk atau pada anak-anak. Adapun untuk kriteria sputum dikatakan positif
apabila sekurang-kurangnya ditemukan tiga batang kuman BTA pada suatu
sediaan. Dengan kata lain ditemukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.(3)

Pada pasien di kasus ini diberikan terapi OAT : INH 1 x 300 mg,
Rifampisin 1 x 300 mg, Pirazinamid 1 x 500 mg. Berdasarkan teori sesuai
dengan skoring TB yang memasukan anak kedalam kategori TB maka anak pada
kasus diberikan penanganan TB dengan memberikan pengobatan OAT (obat anti
tuberkulosis). Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2 bulan
pertama) dan dilanjutkan dengan fase lanjutan/sterilisasi (4 bulan atau lebih).
Pemberian panduan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat

17
dan untuk membunuh kuman intraselular dan ekstraselular, sedangkan pemberian
obat jangka panjang bertujuan selain untuk membunuh kuman juga untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan.(1,2)
Adapun obat-obat tuberkulosis yang penting adalah sebagai berikut :
Obat Sediaan Dosis Dosis Efek samping
Maksimal
INH Tab 100, 5-15 300 mg Hepatotoksik
300 mg mg/kgBB/ Hipersensitivitas
Syr 10 mg hari per oral Nausea
Rifampicin Tab/caps 150, 10-15 600 mg Hepatotoksik
300, 450, mg/kgBB/ Neuritis peirfer
600 mg hari per oral
Syr 20 mg/ml
Pyrazimanid Tab 500 mg 25-35 2g Hiperrurisemia
mg/kg BB/ Hepatotoksik
hari per oral
Streptomisin Vial 1 g 15-30 1g Ketidakseimbang
mg/kg BB/ an pendengaran
hari per oral
Ethambutol Tab 500 mg 15-20 2,5 g Neuritis optika
mg/kg BB/ Skin rash
hari per oral

Dari beberapa obat pada tabel diatas, susunan panduan OAT pada anak
adalah 2RHZ/4RH yaitu pada fase intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin
(R) dan Pirazinamid (Z) yang diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 RHZ) dan
fase lanjutan yang terdiri dari Rifampisin (R) dan Isoniazid (H) yang diberikan
setiap hari selama 4 bulan.(1,2)
Paduan OAT ada 2 bentuk disediakan yaitu bentuk paket kombipak dan
bentuk formulasi kombinasi dosis tetap ( fixed dose combination ) yang mana
dua atau lebih obat anti tuberkulosis berada dalam perbandingan tetap

18
(perbandingan tertentu) dalam formulasi yang sama. Fixed dose combination
pada dasarnya sama dengan kombipak, yaitu regimen dalam bentuk kombinasi,
namun di dalam tablet yang ada sudah berisi 2, 3, atau 4 campuran OAT dalam
satu kesatuan. (5)

Untuk penatalaksanaan gizi pada pasien gizi kurang adalah dengan


penambahan intake kalori, protein dan cairan dalam satu hari yang ditambahkan
15 %. Berikut total kebutuhan kalori, protein dan cairan dalam satu hari : kalori
2.300 kkal, protein : 43,12 gr, dan cairan 2.300 ml.(5)

Untuk prognosis dari tuberkulosis dipengaruhi oleh beberapa faktor


diantara umur anak, luasnya lesi, status gizi, status sosial ekonomi, diagnosa dini,
pengobatan adekuat, kepatuhan minum obat, dan adanya infeksi lain. Pada kasus
ini prognosis yaitu dubia at bonam karena dignosis dapat dilakukan dengan cepat
dan pengobatan dapat dilakukan segera, dengan perbaikan gizi, dan nasehat
untuk melakukan pengobatan secara teratur, karena belum terdapat adanya
komplikasi pada pasien tersebut, sehingga nasehat kepada orang tua untuk
mengontol anak minum obat dan berobat teratur sangat diberlukan untuk
kesembuhan pasien.(3)
Pada pasien ini tidak ditemukan tanda – tanda adanya komplikasi karena
penyakit diketahui lebih awal dan segera mendapat terapi. Namun Tb paru sendiri
apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi-
komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,
laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut:
Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut
adalah:
1. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok
hipovolemik
2. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus

19
3. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
4. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan
sebagainya.(6)

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe, N., Basir D., Makmuri M.S., Kartasasmita C. (2008) Pedoman


Nasional Tuberkulosis Anak. Jakarta : UKK Respirologi PP IDAI.
2. Rahajoe N., Supriyatno B., Setyanto D. (2012) Buku Ajar Respirologi Anak,
Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Sumarmo, S., Soedarmo, P., Hadinegoro, S. R. (2010) Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
4. Sectish, Theodore C, and Charles G, Prober. Pneumonia. Dalam: Behrman
R.E., et.al (editor). Ilmu Kesehatan Anak Nelson’s vol. 2 edisi. 15. Jakarta:
Penerbit Buku kedokteran EGC. 2000. h. 882
5. Setiabudi R. Pengantar Antimikroba. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R,
Nafrialdi, editor. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FK UI; 2008. h. 613-37.
6. Shrestha S., DKK. Clinical Profil of Tuberculosis in Children. Nepal Med
Coll J 2011;13 (2):119-122.

21

Anda mungkin juga menyukai