DI RUANG SULAIMAN AS 5
NIM : G2A014028
Nama Pembimbing :
Saran Pembimbing :
2018
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
A. Pengertian
1. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15%
perokok menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan
mengalami penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari
lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan
peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.
C. Patofisiologi
Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas dan
mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar
yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi
silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan serta terjadi batuk,
batuk dapat menetap selama kurang lebih 3 bulan berturut-turut. Sebagai
akibatnya bronkhiolus menjadi menyempit, berkelok-kelok dan
berobliterasi serta tersumbat karena metaplasia sel goblet dan
berkurangnya elastisitas paru. Alveoli yang berdekatan dengan
bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis mengakibatkan
fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan
partikel asing termasuk bakteri, pasien kemudian menjadi rentan terkena
infeksi.
D. Manifestasi Klinis
1. Terapi Nonfarmakologi
Tujuan utama rehabilitasi paru adalah mengurangi gejala, memperbaiki
kualitas hidup, dan meningkatkan partisipasi fisik dan emosional
dalam aktifitas sehari-hari. Panduan GOLD 2001 untuk diagnosis,
penatalaksanaan, dan pencegahan PPOK merekomendasi program
rehabilitasi paru yang komprehensif.
a. Aktivitas olahraga
Progtram aktifitas olahraga untuk PPOK dapat terdiri atas sepeda
ergometri, latihan treadmill,atau berjalan dengan diatur waktunya,
dan frekuensinya dapat dari setiap hari atau setiap minggu, dengan
durasi 10 sampai 45 menit per sesi, dan intensites latihan dari 50%
konsumsi oksigen puncak sampaimaksimum yang di toleransi.
Banyak dokter manganjurkan paasien untuk melatih diri mereka
sendiri (mis,. Berjalan 20 menit setiap hari) jika mereka tidak
mampu berpartisipasi dalam program latihan terstruktur. Manfaat
rehabilitasi paru poda pasien PPOK meliputi hal-hal berikut ini;
1) Memperbaiki kapasitas aktivitas fisik
2) Mengurangi intensitas sesaknafas (yang dirasakan)
3) Memperbaiki kualitas hidup yang berhubungan dengan
kesehatan
4) Mengurangi jumlah hospitalisasi dan hari rawat dirumah sakit
5) Memperbaiki fungsi lengan dengan latihan kekuatan dan daya
kekuatan ekstremitas atas
6) Mengurangi ansietas dan depresi yang berkaitan dengan PPOK
7) Manfaat yang melebihi periode latihan segera
8) Memperbaiki harapan hidup
b. Konseling nutrisi
Malnutrisi adalah masalah umum pada pasien PPOK dan terjadi
pada lebih dari 50% pasien PPOK yang termasuk rumah sakit.
Insiden mal nutrisi bervariasi sesuai dengan derajat abnormalitas
pertukaran gas. mal nutrisi mengakibatkan penurunan otot
pernafasan dan kelemahan otot pernafasan lebih lanjut .
pengkajian nutrisi yang menyeluruh harus dilakukan untuk
mengidentifikasi strategi guna memeksimalkan status nutrisi
pasien. Tindakan prevesif dapat mencangkup pemberian makanan
yang sedikit dan sering untuk pasien yang mengalami sesak nafas
ketika makan; memperbaiki pertumbuhan gigi yang buruk; dan
mengatasi komorbiditas(mis., sepsis pulmonal, tumor paru) secara
tepat. Memperbaiki staaus nutrisi pasien PPOK yang mengalami
penurunan berat badan dapat menyebabkan peningkatan kekuatan
otot pernafasan.
c. Penyuluhan
Berhenti merokok adalah metode tunggal yang paling efektif dalam
mengurangi resiko terjadinya PPOK dan memperlambat kemajuan
penyakit. Selain itu, metode ini adalah metode yang paling hemat
biaya. Sesi konseling singkat (3 menit) untuk mendorong perokok
berhenti merokok menyebabkan angka berhenti merokok menjadi
5% sampai 10% setiap perokok harus menjalani konseling tersebut
pada setiiap kunjungan ke pemberi keperawatan. Ada banyak
farmakoterapi yang efekti (mis, produk penggantian nikotin) saat
ini untuk berhenti merokok, dan penggunanya di anjurkan jika
konseling tidak berhasil dalam membantu pasien berhenti
merokok. Penting untuuk menekankan pentingnya eliminasi atau
reduksi pajanan terhadap berbagai zat berbahaya di tempat kerja.
Pencegahan sekunder yang di capai melalui survailan dan deteksi
dini juga sangat penting. Akhirnya, tindakan harus
diimplementasikan untuk menghindari atau mengurangi polusi
udara dalam ruangan dari bahan bakar biomassas., yang di bakar
untuk memasak dan memanaskan di tempat yang beventilasi
buruk. Pasien harus dianjurkan untuk memeriksa pengumuman
publik untuk memeriksa pengumuman publik tentang kualitas
udara, dan bergan tung pada keparahan penyakit mereka, mereka
harus menghindari latihan yang keras dan di luar ruangan atau
tinggal di luar ruangan jika mungkin selama beberapa hari ketika
kadang polusi tinggi.
2. Terapi Farmakologi
Menurut panduan GOLD 20001, terapi farmakologi untuk pasien
PPOK yang stabil terutamma adalah bronkodilator dan
glukokortikosteroid. Terapi farmakologis lainya kadang kala di
gunakan.
a. Bronkodilator
Bronkodilator adalah bagian penting penatalaksanaan gejala pada
pasien PPOK dan di resepkan sesuai kebutuhan atau secara teratur
untuk mencegah atau untuk mengurangi gejala.bronkodilator
memperbaiki pengosongan paru, mengurangi hiperinflasi pada saat
istirahat dan selama latihan, dan memperbaiki perfoma latihan.
Bronkodilator memperbaiki FEV dengan memperlebar tonus otot
polos jalan nafas, bukan dengan merubah sifat rekoil elastvis
paru.bronkodilator kerja lama paling sesuai untuk kondisi ini.
Inhalasi merupakan rute pemberian yang lebih dipilih. Agen
bronkodilator utama dalah agnis beta-adrenergik,
antikolinergiaj,dan teofilin; kombinasi obat-obatan ini efektif.
Pilhan bentuk tertentu terapi bronkodilator bergantung pada
ketersediaan dan respons pasien dalam hal pengurangan gejala dan
efek samping. Terapi kombinasi bukan peningkatan dosis agens
tunggal, dapat menyebabkan perbaikan efektivitas dan penurunan
resiko efek samping. Tabel 26-9 meringkas informasi tentang
bronkodilator yang paling sering di gunakan.
b. Glukokortikoid
Terapi inhalasi glukokortikosteroid yang rutin untuk PPOK hanya
sesuai pada pasien dengan penyakit simtomatik dan respons
spiromatrik yang tercatat terhadap glukokortikosteroid,atau pasien
dengan FEV kurang dari50% yang diprediksi dan eksaserbasi
berulang xang memterlukan terapi dengan anti biotik atau
glukokortikosteroid oral. Terapi inhalasi glukokortikosteroid yang
lama dapat mengurangi gejala, namun tidak mengubah penurunan
jangka panjang FEV yang biasanya terlihat pada pasien PPOK.
Hubungan dosis-respons dan keamanan jangka panjang inhalasi
glukokortikosteroid pada PPOK tidak diketahui sepenuhnya, dan
tidak ada rekomendasi terapi. glukokortikosteroid jangka-panjang.
c. Agens farmakologi lain
beberapa obat lain dapat bermanfaat. Tetapi tidak di
rekomendasitkan secara universal. Antibiotik tidak di gunakan
pada PPOK kecuali untuk terapi eksaserbasi infeksh dan infeksi
lainnya. Agens mukolitik memiliki manfaat yang minimal secara
keseluruhan, dan penggunaannya secara luas tidak
direkomendasikan berdasarkan penelitian terkini. Akan tetapi,
pasien dengan sputum kental dapat memperoleh manfaat dari
mukolitik. Terapi augmentasi α1-antitripsin mungkin bermanfaat
pada pasien muda yang mengalami defisiensi α1-antitripsin
herediter berat dan emfisema yang telah di pastikan. Akan tetapi,
terapi augmentasi α1-antitripsin sangat mahal, dan mungkin tidak
tersedia pada sebagian negara. N-asetilsistein, sesuatu anti
oksidan, terbukti mengurangi frekuensi eksaserbasi PPOK dan
dapat berperan untuk terapi pasien yang mengalami eksaserbasi
berulang. Obat ini tidak tersedia saat ini untuk penggunaan rutin;
hasil percobaan yang berkelanjutan mula-mula harus di evaluasi
dengan cermat. Imunostimulator terbukti mengurangi keparahan,
namun tidak mengurangi frekuensi eksaserbasi PPOK.
Penggunaan imunostimulator secara teratur tidak bisa di
rekomendasikan berdasarkan bukti yang terbatas. Antitusif, jika di
gunakan secara teratur, dikotraindikasikan pada pasien PPOK
yang stabil. mekanisme batuk berperan sebagai protektif yang
signifikan pada pasien PPOK. inhalasi nitrogen monoksida, suatu
vasoditor, dievaluasi pada pasien PPOK dan hipoksemia yang
terutama di sebabkan ketidak seimbangan ventilasiperfusi, dan
pertukaran gas memburuk yang berhubungan dengan perubahan
pengaturan hipoksis pada keseimbangan ventilasi-perfusi. Oleh
karena itu, oksiden monoksida dikontra indikasi pada pasien yang
stabil. Akhirnya, almitrin bismesilat,suatu stimulan pernafasan
yang meningkatkan ventilasi pada saat kadar karbon dioksida
dalam kondisi hipoksemia, telah di teliti pada gagal nafas stabil
dan eksaserbasi akut. Akan tetapi, agens ini tidak direkomendasi
untuk penggunaan rutin.
3. Terapi Oksigen
Terapi oksigen adalah salah satu terapi nonfarmakologi utama untuk
pasien yang mengalami PPOK berat (kotak 20-10). Terapi oksigen
dapat diberikan sebagai terapi kontinu jangka panjang, selama olahraga
dan untuk mengurangi dispnea akut.tujuan terapi oksigen jangka
panjang adalah meningkatkan Pao2 dasar pada saat istirahat sampai
minimal 60 mm Hg seetinggi permukaan air laut atau menghasilkan
suturasi oksigen dalam darah arteri (Sao2) minimal 90% ; hal ini untuk
mempertahankan fungsi organ vital dengan memastikan distribusi
oksigen yang adikuat. Terapi oksigen di mulai untuk pasien yang
mengalami PPOK berat ( stadium 3) jika:
Pao2 berada pada atau di bawah 55 mm Hg atau Sao2 berada
pada atau di bawah 88%, dengan atau tanpa hiperkapnia
Pao2 antara 55 mm Hg dan 60 mm Hg atau Sao2dibawah 90%,
jika ada tanda-tanda hipertensi pulmonal, gagal jantung
kongesif, atau polisitemia
F. Pengkajian Fokus
a. Aktivitas/Istirahat:
Gejala : keletihan, kelelahan malaise; tidak mampu melakukan
aktivitas sehari- hari; gangguan pola tidur.
Tanda : keletihan, gelisah, insomnia.
b. Sirkulasi
Gejala : pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : peningkatan TD, peningkatatan frekuensi jantung/takikardi
berat,
disritmia, anemia, adanya sianosis pada membran mukosa dan kuku.
c. Integritas ego
Gejala : peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup
Tanda : ansietas, ketakutan
d. Makanan/cairan
Gejala : mual muntah, anoreksia, peningkatan BB karena adanya
edema
Tanda : turgor kulit, edema dependen, berkeringat
e. Hygiene
Gejala : penurunan kemampuan tubuh melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda : kebersihan buruk, bau badan
f. Pernapasan
Gejala : napas pendek, lapar udara, batuk menetap dengan produksi
sputum setiap
hari selama 3 bulan berturut-turut, faktor keturunan
Tanda : pernapasan cepat, bunyi napas krekels, bunyi pekak di daerah
paru,
sianosis pada membran mukosa dan kuku
g. Keamanan
Gejala : kemerahan, berkeringat, infeksi berulang
h. Seksualitas
Gejala : penurunan libido
i. Interaksi sosial
Gejala : kegagalan dukungan dari keluarga/orang terdekat
Tanda : keterbatasan mobilitas fisik
j. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : penggunaan obat pernapasan secara berlebihan, perokok berat
Pemeriksaan Penunjang :
a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
b. Laboratorium : Leukosit > 17.500.
c. Tes fungsi paru: untuk menentukan penyebab dispnea
d. TLC: untu mengetahui peningkatan luasnya bronchitis.
e. Bronkogram: menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi
f. BTA: Menetukan adanya infeksi, beradasarkan warna, bau, banyaknya
sputum
G. Pathway Keperawatan
H. Intervensi dan Rasional
TUJUAN DAN
INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya obstruksi jalan nafas yang
ditandai dengan adanya bronkhokontriksi, akumulasi sekret pada jalan
nafas, dan menurunnya kemampuan bentuk efektif.
UJUAN DAN
INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
TUJUAN DAN
INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
Setelah diberikan NIC : Airway Airway Management
asuhan keperawatan Management
1×12 jam, diharapkan 1. Melancarkan
kerusakan pertukaran 1. Posisikan pasien pernapasan klien
gas teratasi, dengan untuk 2. Merilekskan dada
kriteria hasil: memaksimalkan untuk memperlancar
ventilasi udara pernapasan klien
NOC : Respiratory 2. Lakukan terapi 3. Mengeluarkan secret
status: Airway patency fisik dada, sesuai yang menghambat
kebutuhan jalan pernapasan
Klien mampu 3. Keluarkan secret 4. Mengetahui factor
mengeluarkan dengan penyebab batuk dan
secret melakukan batuk gangguan pernapasan
RR klien efektif atau 5. Memperlancar saluran
normal 16-20 dengan pernapasan
x/menit melakukan 6. Memenuhi kebutuhan
Irama suctioning oksigen dalam tubuh
pernapasan 4. Catat dan 7. Menyeimbangkan
teratur monitor pelan, cairan dalam tubuh
Kedalaman dalamnya 8. Mengetahui status
inspirasi normal pernapasan dan respirasi klien lancar
Oksigenasi batuk ataukah ada gangguan
pasien adekuat 5. Berikan
treatment Respiratory Monitoring
Respiratory Status : aerosol, sesuai
Gas Exchange kebutuhan 1. Untuk mendeteksi
6. Berikan terapi adanya gangguan
AGD dalam oksigen, sesuai pernapasan
batas normal keebutuhan 2. Untuk mendeteksi
skala 5 (no 7. Regulasi intake adanya gangguan
deviation from cairan untuk pernapasan
normal range). mencapai 3. Memperlancar saluran
Tanda-tanda keseimbangan pernapasan
sianosis cairan 4. Mengetahui
mencapai skala 8. Monitor status karakteristik batuk
5 (none) respiratory dan untuk dapat
Klien tidak oksigenasi memberikan intervensi
mengalami yang tepat
somnolen Respiratory Monitoring
mencapai skala Vital Signs Monitoring
5 (none). 1. Monitor
frekuensi, ritme, 1. Mendeteksi adanya
Tissue Perfusion : kedalaman gangguan respirasi dan
Peripheral pernapasan. kardiovaskuler
2. Monitor adanya 2. Mengecek adanya
Capitary refill suara gangguan pernapasan
pada jari-jari abnormal/noisy 3. Mendeteksi adanya
dalam rentang pada pernapasan keabnormalan suara
normal seperti snoring paru
mencapai skala atau crowing. 4. Mendeteksi adanya
5 (no deviation 3. Kaji keperluan gangguan system tubuh
from normal suctioning 5. Monitor adanya
range) dengan gangguan respirasi dan
melakukan kardiovaskular.
auskultasi untuk
mendeteksi Managemen Asam-Basa
adanya crackles
dan rhonchi di 1. Untuk membuat klien
sepanjang jalan agar bernafas dengan
napas. baik tanpa adanya
4. Catat onset, gangguan.
karakteristik dan 2. Untuk mengetahui
durasi batuk. tekanan gas darah (O2
dan CO2) sehingga
Vital Signs Monitoring kondisi pasien tetap
dapat dipantau.
1. Monitor tekanan 3. Agar klien tidak
darah, nadi, mengalami alkalosis
temperature, dan akibat kekurangan
status respirasi, asam yang berlebihan
sesuai kebutuhan. dari tubuh.
2. Monitor 4. Posisi yang tepat
respiration rate menyebabkan
dan ritme berkurangnya tekanan
(kedalaman dan diafragma ke atas
simetris) sehingga ekspresi paru
3. Monitor suara maksimal sehingga
paru klien dapat bernafas
4. Monitor adanya dengan leluasa.
abnormal status 5. Agar perawat cepat
respirasi (cheyne mengetahui jika
stokes, apnea, terjadinya gagal nafas
kussmaul) sehingga tidak
5. Monitor warna membuat kondisi klien
kulit, temperature menjadi semakin
dan kelembapan. buruk.
6. Monitor adanya 6. Sebagai indikator
sianosis pada adanya gangguannafas
central dan dan indikator dalam
perifer tindakanselanjutnya.
7. Untuk mempelancar
Managemen Asam-Basa pernafasan klien dan
memenuhi kebutuhan
1. Pertahankan oksigen klien.
kepatenan jalan
napas.
2. Pantau gas darah
arteri (AGD),
serum dan
tingkat elektrolit
urine.
3. Monitor
hilangnya asam
(misalnya
muntah, output
nasogastrik, diare
dan diuresis).
4. Berikan posisi
untuk
memfasilitasi
ventilasi yang
memadai
(misalnya
membuka jalan
napas dan
mengangkat
kepala tempat
tidur)
5. Pantau gejala
gagal pernafasan
(misalnya PaO2
rendah, PaCO2
tinggi dan
kelelahan otot
pernafasan).
6. Pantau pola
pernapasan.
7. Berikan terapi
oksigen, jika
perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier