Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP KLIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

DI RUANG SULAIMAN AS 5

RS ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG

Persiapan Praktek Ruang : Sulaiman AS 5

Tanggal Praktek : 16-21 April 2018

Nama Mahasiswa : Linda Rahma Fitria

NIM : G2A014028

Nama Pembimbing :

Saran Pembimbing :

Tanda Tangan Pembimbing :

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN-FIKKES

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2018
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

A. Pengertian

Penyakit paru obstruktif kronik merupakan istilah yang sering di gunakan


untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh
peningkatan resistensi terhadap airan udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Pola obstruktif penyakit paru mencakup gangguan konduksi
jalan napas atau asianus yang ditandai dengan menurunya kemampuan
menghembuskan udara. Penyebab utama obstruksi aliran udara kronik
adalah emfisema paru dan asma bronkial membentuk kesatuan yang
disebut COPD. Pemakaian istilah penyakit paru obstruksif kronik
menunjukan dua gangguan yang secara umum terjadi bersamaan bronkitis
kronik dan emfisema (Sylvia, 2005). PPOK juga di kenal sebagai penyakit
jalan napas obstruktif kronik (chronic obstruktif airways disease, COPD)
atau penyakit paru obstruksi kronik (chronic obstruktif lung disease,
COLD), penyaki ini merupakan penyakit respirasi dimana aliran udara di
dalam paru-paru secara permanen terbatas akibat penurunan ukuran atau
penyempitan jalan napas (bronki dan bronkiolus) (Caia, 2006).

Penyakit paru obstruksi kronis adalah penyakit obstruksi jalan nafas


karena bronkitis kronis atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya
bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat
reversible. Bronkitis kronis ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap
hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut
dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah
suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara (Mansjoer, 2000).
B. Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit paru obstruksi kronis adalah :

1. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15%
perokok menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan
mengalami penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari
lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan
peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.

2. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama


perokok. Pada kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa
satu antitripsin yang diturunkan yang menyebabkan awitan awal
emfisema.

3. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan


dengan rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan
peningkatan resiko terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas
kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan dalam
terjadinya PPOK.

4. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan


peningkatan resiko morbiditas PPOK.

C. Patofisiologi

Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas dan
mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar
yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi
silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan serta terjadi batuk,
batuk dapat menetap selama kurang lebih 3 bulan berturut-turut. Sebagai
akibatnya bronkhiolus menjadi menyempit, berkelok-kelok dan
berobliterasi serta tersumbat karena metaplasia sel goblet dan
berkurangnya elastisitas paru. Alveoli yang berdekatan dengan
bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis mengakibatkan
fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan
partikel asing termasuk bakteri, pasien kemudian menjadi rentan terkena
infeksi.

Infeksi merusak dinding bronchial menyebabkan kehilangan struktur


pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat
menyumbat bronki. Dinding bronkhial menjadi teregang secara permanen
akibat batuk hebat. Sumbatan pada bronkhi atau obstruksi tersebut
menyebabkan alveoli yang ada di sebelah distal menjadi kolaps. Pada
waktunya pasien mengalami insufisiensi pernafasan dengan penurunan
kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual
terhadap kapasitas total paru sehingga terjadi kerusakan campuran gas
yang diinspirasi atau ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Pertukaran gas
yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari berkurangnya
permukaan alveoli bagi pertukaran udara. Ketidakseimbangan ventilasi–
perfusi ini menyebabkan hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam
darah. Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran
darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi
menurun dan ventilasi tetap sama. Saluran pernafasan yang terhalang
mukus kental atau bronkospasma menyebabkan penurunan ventilasi, akan
tetapi perfusi akan tetap sama atau berkurang sedikit.

Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara menyebabkan


perubahan pada pertukaran oksigen dan karbondioksida. Obstruksi jalan
nafas yang diakibatkan oleh semua perubahan patologis yang
meningkatkan resisten jalan nafas dapat merusak kemampuan paru-paru
untuk melakukan pertukaran oksigen atau karbondioksida. Akibatnya
kadar oksigen menurun dan kadar karbondioksida meningkat.
Metabolisme menjadi terhambat karena kurangnya pasokan oksigen ke
jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme anaerob yang
mengakibatkan produksi ATP menurun dan menyebabkan defisit energi.
Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat menyebabkan
anoreksia.

D. Manifestasi Klinis

Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan


kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien
tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas
rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien
mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu
melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu pada pasien PPOK banyak yang
mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis, sebagai akibat dari
hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah,
penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial)
penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya
oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK
lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan
tenaga dalam melakukan pernafasan.

Gejala gejala umum ppok yaitu:


1. Denyut jantung abnormal
2. Sesak napas
3. Henti napas atau napas tidak teratur dalam aktivitas sehari-hari
4. Kulit bibir atau kuku menjadi biru
5. Batuk menahun (smoker cough) batuk peroko
6. Batuk berdahak (batuk produktif)
E. Penatalaksanaan

Beberapa teknik penatalaksanaan yang berbeda, berkisar dari latihan


olahraga, konseling nutrisi, dan penyuluhan, sampai terapi obat,
penggunaan oksigen, dan pembedahan, dapat efektif dalam terapi PPOK.

1. Terapi Nonfarmakologi
Tujuan utama rehabilitasi paru adalah mengurangi gejala, memperbaiki
kualitas hidup, dan meningkatkan partisipasi fisik dan emosional
dalam aktifitas sehari-hari. Panduan GOLD 2001 untuk diagnosis,
penatalaksanaan, dan pencegahan PPOK merekomendasi program
rehabilitasi paru yang komprehensif.
a. Aktivitas olahraga
Progtram aktifitas olahraga untuk PPOK dapat terdiri atas sepeda
ergometri, latihan treadmill,atau berjalan dengan diatur waktunya,
dan frekuensinya dapat dari setiap hari atau setiap minggu, dengan
durasi 10 sampai 45 menit per sesi, dan intensites latihan dari 50%
konsumsi oksigen puncak sampaimaksimum yang di toleransi.
Banyak dokter manganjurkan paasien untuk melatih diri mereka
sendiri (mis,. Berjalan 20 menit setiap hari) jika mereka tidak
mampu berpartisipasi dalam program latihan terstruktur. Manfaat
rehabilitasi paru poda pasien PPOK meliputi hal-hal berikut ini;
1) Memperbaiki kapasitas aktivitas fisik
2) Mengurangi intensitas sesaknafas (yang dirasakan)
3) Memperbaiki kualitas hidup yang berhubungan dengan
kesehatan
4) Mengurangi jumlah hospitalisasi dan hari rawat dirumah sakit
5) Memperbaiki fungsi lengan dengan latihan kekuatan dan daya
kekuatan ekstremitas atas
6) Mengurangi ansietas dan depresi yang berkaitan dengan PPOK
7) Manfaat yang melebihi periode latihan segera
8) Memperbaiki harapan hidup
b. Konseling nutrisi
Malnutrisi adalah masalah umum pada pasien PPOK dan terjadi
pada lebih dari 50% pasien PPOK yang termasuk rumah sakit.
Insiden mal nutrisi bervariasi sesuai dengan derajat abnormalitas
pertukaran gas. mal nutrisi mengakibatkan penurunan otot
pernafasan dan kelemahan otot pernafasan lebih lanjut .
pengkajian nutrisi yang menyeluruh harus dilakukan untuk
mengidentifikasi strategi guna memeksimalkan status nutrisi
pasien. Tindakan prevesif dapat mencangkup pemberian makanan
yang sedikit dan sering untuk pasien yang mengalami sesak nafas
ketika makan; memperbaiki pertumbuhan gigi yang buruk; dan
mengatasi komorbiditas(mis., sepsis pulmonal, tumor paru) secara
tepat. Memperbaiki staaus nutrisi pasien PPOK yang mengalami
penurunan berat badan dapat menyebabkan peningkatan kekuatan
otot pernafasan.

c. Penyuluhan
Berhenti merokok adalah metode tunggal yang paling efektif dalam
mengurangi resiko terjadinya PPOK dan memperlambat kemajuan
penyakit. Selain itu, metode ini adalah metode yang paling hemat
biaya. Sesi konseling singkat (3 menit) untuk mendorong perokok
berhenti merokok menyebabkan angka berhenti merokok menjadi
5% sampai 10% setiap perokok harus menjalani konseling tersebut
pada setiiap kunjungan ke pemberi keperawatan. Ada banyak
farmakoterapi yang efekti (mis, produk penggantian nikotin) saat
ini untuk berhenti merokok, dan penggunanya di anjurkan jika
konseling tidak berhasil dalam membantu pasien berhenti
merokok. Penting untuuk menekankan pentingnya eliminasi atau
reduksi pajanan terhadap berbagai zat berbahaya di tempat kerja.
Pencegahan sekunder yang di capai melalui survailan dan deteksi
dini juga sangat penting. Akhirnya, tindakan harus
diimplementasikan untuk menghindari atau mengurangi polusi
udara dalam ruangan dari bahan bakar biomassas., yang di bakar
untuk memasak dan memanaskan di tempat yang beventilasi
buruk. Pasien harus dianjurkan untuk memeriksa pengumuman
publik untuk memeriksa pengumuman publik tentang kualitas
udara, dan bergan tung pada keparahan penyakit mereka, mereka
harus menghindari latihan yang keras dan di luar ruangan atau
tinggal di luar ruangan jika mungkin selama beberapa hari ketika
kadang polusi tinggi.
2. Terapi Farmakologi
Menurut panduan GOLD 20001, terapi farmakologi untuk pasien
PPOK yang stabil terutamma adalah bronkodilator dan
glukokortikosteroid. Terapi farmakologis lainya kadang kala di
gunakan.
a. Bronkodilator
Bronkodilator adalah bagian penting penatalaksanaan gejala pada
pasien PPOK dan di resepkan sesuai kebutuhan atau secara teratur
untuk mencegah atau untuk mengurangi gejala.bronkodilator
memperbaiki pengosongan paru, mengurangi hiperinflasi pada saat
istirahat dan selama latihan, dan memperbaiki perfoma latihan.
Bronkodilator memperbaiki FEV dengan memperlebar tonus otot
polos jalan nafas, bukan dengan merubah sifat rekoil elastvis
paru.bronkodilator kerja lama paling sesuai untuk kondisi ini.
Inhalasi merupakan rute pemberian yang lebih dipilih. Agen
bronkodilator utama dalah agnis beta-adrenergik,
antikolinergiaj,dan teofilin; kombinasi obat-obatan ini efektif.
Pilhan bentuk tertentu terapi bronkodilator bergantung pada
ketersediaan dan respons pasien dalam hal pengurangan gejala dan
efek samping. Terapi kombinasi bukan peningkatan dosis agens
tunggal, dapat menyebabkan perbaikan efektivitas dan penurunan
resiko efek samping. Tabel 26-9 meringkas informasi tentang
bronkodilator yang paling sering di gunakan.
b. Glukokortikoid
Terapi inhalasi glukokortikosteroid yang rutin untuk PPOK hanya
sesuai pada pasien dengan penyakit simtomatik dan respons
spiromatrik yang tercatat terhadap glukokortikosteroid,atau pasien
dengan FEV kurang dari50% yang diprediksi dan eksaserbasi
berulang xang memterlukan terapi dengan anti biotik atau
glukokortikosteroid oral. Terapi inhalasi glukokortikosteroid yang
lama dapat mengurangi gejala, namun tidak mengubah penurunan
jangka panjang FEV yang biasanya terlihat pada pasien PPOK.
Hubungan dosis-respons dan keamanan jangka panjang inhalasi
glukokortikosteroid pada PPOK tidak diketahui sepenuhnya, dan
tidak ada rekomendasi terapi. glukokortikosteroid jangka-panjang.
c. Agens farmakologi lain
beberapa obat lain dapat bermanfaat. Tetapi tidak di
rekomendasitkan secara universal. Antibiotik tidak di gunakan
pada PPOK kecuali untuk terapi eksaserbasi infeksh dan infeksi
lainnya. Agens mukolitik memiliki manfaat yang minimal secara
keseluruhan, dan penggunaannya secara luas tidak
direkomendasikan berdasarkan penelitian terkini. Akan tetapi,
pasien dengan sputum kental dapat memperoleh manfaat dari
mukolitik. Terapi augmentasi α1-antitripsin mungkin bermanfaat
pada pasien muda yang mengalami defisiensi α1-antitripsin
herediter berat dan emfisema yang telah di pastikan. Akan tetapi,
terapi augmentasi α1-antitripsin sangat mahal, dan mungkin tidak
tersedia pada sebagian negara. N-asetilsistein, sesuatu anti
oksidan, terbukti mengurangi frekuensi eksaserbasi PPOK dan
dapat berperan untuk terapi pasien yang mengalami eksaserbasi
berulang. Obat ini tidak tersedia saat ini untuk penggunaan rutin;
hasil percobaan yang berkelanjutan mula-mula harus di evaluasi
dengan cermat. Imunostimulator terbukti mengurangi keparahan,
namun tidak mengurangi frekuensi eksaserbasi PPOK.
Penggunaan imunostimulator secara teratur tidak bisa di
rekomendasikan berdasarkan bukti yang terbatas. Antitusif, jika di
gunakan secara teratur, dikotraindikasikan pada pasien PPOK
yang stabil. mekanisme batuk berperan sebagai protektif yang
signifikan pada pasien PPOK. inhalasi nitrogen monoksida, suatu
vasoditor, dievaluasi pada pasien PPOK dan hipoksemia yang
terutama di sebabkan ketidak seimbangan ventilasiperfusi, dan
pertukaran gas memburuk yang berhubungan dengan perubahan
pengaturan hipoksis pada keseimbangan ventilasi-perfusi. Oleh
karena itu, oksiden monoksida dikontra indikasi pada pasien yang
stabil. Akhirnya, almitrin bismesilat,suatu stimulan pernafasan
yang meningkatkan ventilasi pada saat kadar karbon dioksida
dalam kondisi hipoksemia, telah di teliti pada gagal nafas stabil
dan eksaserbasi akut. Akan tetapi, agens ini tidak direkomendasi
untuk penggunaan rutin.

3. Terapi Oksigen
Terapi oksigen adalah salah satu terapi nonfarmakologi utama untuk
pasien yang mengalami PPOK berat (kotak 20-10). Terapi oksigen
dapat diberikan sebagai terapi kontinu jangka panjang, selama olahraga
dan untuk mengurangi dispnea akut.tujuan terapi oksigen jangka
panjang adalah meningkatkan Pao2 dasar pada saat istirahat sampai
minimal 60 mm Hg seetinggi permukaan air laut atau menghasilkan
suturasi oksigen dalam darah arteri (Sao2) minimal 90% ; hal ini untuk
mempertahankan fungsi organ vital dengan memastikan distribusi
oksigen yang adikuat. Terapi oksigen di mulai untuk pasien yang
mengalami PPOK berat ( stadium 3) jika:
 Pao2 berada pada atau di bawah 55 mm Hg atau Sao2 berada
pada atau di bawah 88%, dengan atau tanpa hiperkapnia
 Pao2 antara 55 mm Hg dan 60 mm Hg atau Sao2dibawah 90%,
jika ada tanda-tanda hipertensi pulmonal, gagal jantung
kongesif, atau polisitemia

Pemberian oksigen jangka panjang ( lebih dari 15 jam


perhari ) untuk pasien yang mengalami gagal napas kronis terbukti
meningkatkan harapan hidup. Akan tetapi, kewaspadaan harus
dilakukuan dalam pemberian oksigen tambahan untuk kelompok
pasien pilihan ini. Peningkatan Pao2 yang cepat menyebabkan
peningkatan Paco2, yang dapat menyebabkan pasien berisiko
mengalami henti nafas. Karakteristik yang berhubungan dengan
retensi karbon dioksida adalah peningkatan produksi karbon
dioksida atau peningkatan fentilasi ruang hampa alveolar, yang
meningkatkan pernafasan yang cepat dan dangkal serta penurunan
dorongan hipoksis untuk bernafas. Oleh sebab itu, oksigen
tambahan dititrasi ke kadar yang lebih tinggi dengan sangat hati-
hati, menggunakkan oksigen yang di berikan melalui kanula nasal
aliran rendah atau sungkup venturi. Jika keberhasilan oksigenasi
(Sao2 90% atau lebih) tidak dicapai tampa kemajuan asidosis
respiratorik, intubasi dan ventilasi mekanis biasanya dilakukan
(Morton, 2011).

F. Pengkajian Fokus

a. Aktivitas/Istirahat:
Gejala : keletihan, kelelahan malaise; tidak mampu melakukan
aktivitas sehari- hari; gangguan pola tidur.
Tanda : keletihan, gelisah, insomnia.
b. Sirkulasi
Gejala : pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : peningkatan TD, peningkatatan frekuensi jantung/takikardi
berat,
disritmia, anemia, adanya sianosis pada membran mukosa dan kuku.
c. Integritas ego
Gejala : peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup
Tanda : ansietas, ketakutan
d. Makanan/cairan
Gejala : mual muntah, anoreksia, peningkatan BB karena adanya
edema
Tanda : turgor kulit, edema dependen, berkeringat
e. Hygiene
Gejala : penurunan kemampuan tubuh melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda : kebersihan buruk, bau badan
f. Pernapasan
Gejala : napas pendek, lapar udara, batuk menetap dengan produksi
sputum setiap
hari selama 3 bulan berturut-turut, faktor keturunan
Tanda : pernapasan cepat, bunyi napas krekels, bunyi pekak di daerah
paru,
sianosis pada membran mukosa dan kuku
g. Keamanan
Gejala : kemerahan, berkeringat, infeksi berulang
h. Seksualitas
Gejala : penurunan libido
i. Interaksi sosial
Gejala : kegagalan dukungan dari keluarga/orang terdekat
Tanda : keterbatasan mobilitas fisik
j. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : penggunaan obat pernapasan secara berlebihan, perokok berat
Pemeriksaan Penunjang :
a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
b. Laboratorium : Leukosit > 17.500.
c. Tes fungsi paru: untuk menentukan penyebab dispnea
d. TLC: untu mengetahui peningkatan luasnya bronchitis.
e. Bronkogram: menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi
f. BTA: Menetukan adanya infeksi, beradasarkan warna, bau, banyaknya
sputum
G. Pathway Keperawatan
H. Intervensi dan Rasional

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi

TUJUAN DAN
INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL

Setelah dilakukan NIC Label : Airway NIC Label : Airway


tindakan keperawatan Management Management
selama 3 x 24jam
1. Posisikan pasien semi 1. Untuk
pasien menunjukkan
fowler memaksimalkan
keefektifan pola
2. Auskultasi suara potensial ventilasi
nafas, dengan kriteria
nafas, catat hasil 2. Memonitor
hasil:
penurunan daerah kepatenan jalan
NOC Label : ventilasi atau tidak napas
Respiratory Status: adanya suara adventif 3. Memonitor
Airway patency 3. Monitor pernapasan respirasi dan
dan status oksigen keadekuatan
1. Frekuensi,
yang sesuai oksigen
irama,
kedalaman NIC Label : Oxygen NIC Label : Oxygen
pernapasan Therapy Therapy
dalam batas
1. Mempertahankan 1. Menjaga
normal
jalan napas paten keadekuatan
2. Tidak
2. Kolaborasi dalam ventilasi
menggunakan
pemberian oksigen 2. Meningkatkan
otot-otot bantu
terapi ventilasi dan
pernapasan
3. Monitor aliran asupan oksigen
NOC Label : Vital oksigen 3. Menjaga aliran
Signs oksigen
NIC Label : Respiratory
mencukupi
 Tanda Tanda Monitoring kebutuhan pasien
vital dalam
1. Monitor kecepatan, NIC Label : Respiratory
rentang normal
ritme, kedalaman dan Monitoring
(tekanan darah,
usaha pasien saat
nadi,
1. Monitor
bernafas
pernafasan) (TD
keadekuatan
2. Catat pergerakan
120-90/90-60
pernapasan
dada, simetris atau
mmHg, nadi 80-
2. Melihat apakah
tidak, menggunakan
100 x/menit,
ada obstruksi di
otot bantu pernafasan
RR : 18-24
salah satu bronkus
3. Monitor suara nafas
x/menit, suhu
atau adanya
seperti snoring
36,5 – 37,5 C)
gangguan pada
4. Monitor pola nafas:
ventilasi
bradypnea, tachypnea,
3. Mengetahui
hiperventilasi,
adanya sumbatan
respirasi kussmaul,
pada jalan napas
respirasi cheyne-
4. Memonitor
stokes dll
keadaan
pernapasan klien

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya obstruksi jalan nafas yang
ditandai dengan adanya bronkhokontriksi, akumulasi sekret pada jalan
nafas, dan menurunnya kemampuan bentuk efektif.

UJUAN DAN
INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL

NIC Label >> 1. Mengetahui tingkat


Setelah diberikan askep Respiratory monitoring gangguan yang terjadi
selama 5x 24 jam, dan membantu dalam
diharapkan bersihan menetukan intervensi
1. Pantau rate,
jalan nafas klien yang akan diberikan.
irama, kedalaman,
kembali efektif dengan 2. menunjukkan
dan usaha
kriteria hasil: keparahan dari
respirasi
gangguan respirasi
NOC Label >> 2. Perhatikan
yang terjadi dan
Respiratory status: gerakan dada,
menetukan intervensi
airway patency amati simetris,
yang akan diberikan
penggunaan otot
3. suara napas tambahan
 Frekuensi
aksesori, retraksi
dapat menjadi
pernapasan
otot
indikator gangguan
dalam batas
supraclavicular
kepatenan jalan napas
normal (16-
dan interkostal
yang tentunya akan
20x/mnt)
3. Monitor suara
berpengaruh terhadap
 Irama
napas tambahan
kecukupan pertukaran
pernapasn
4. Monitor pola
udara.
normal
napas : bradypnea,
4. mengetahui
 Kedalaman
tachypnea,
permasalahan jalan
pernapasan
hyperventilasi,
napas yang dialami
normal
napas kussmaul,
dan keefektifan pola
 Klien mampu
napas cheyne-
napas klien untuk
mengeluarkan
stokes, apnea,
memenuhi kebutuhan
sputum secara
napas biot’s dan
oksigen tubuh.
efektif
pola ataxic
5. Adanya bunyi ronchi
 Tidak ada
menandakan terdapat
akumulasi NIC Label >> Airway
penumpukan sekret
sputum Management
atau sekret berlebih di
5. Auskultasi bunyi jalan nafas.
nafas tambahan; 6. posisi memaksimalkan
ronchi, wheezing. ekspansi paru dan
6. Berikan posisi menurunkan upaya
yang nyaman pernapasan. Ventilasi
untuk mengurangi maksimal membuka
dispnea. area atelektasis dan
7. Bersihkan sekret meningkatkan gerakan
dari mulut dan sekret ke jalan nafas
trakea; lakukan besar untuk
penghisapan dikeluarkan.
sesuai keperluan. 7. Mencegah obstruksi
8. Anjurkan asupan atau aspirasi.
cairan adekuat. Penghisapan dapat
9. Ajarkan batuk diperlukan bia klien
efektif tak mampu
10. Kolaborasi mengeluarkan sekret
pemberian sendiri.
oksigen 8. Mengoptimalkan
11. Kolaborasi keseimbangan cairan
pemberian dan membantu
broncodilator mengencerkan sekret
sesuai indikasi. sehingga mudah
dikeluarkan
NIC Label >> Airway
9. Fisioterapi dada/ back
suctioning
massage dapat
membantu
12. Putuskan kapan
menjatuhkan secret
dibutuhkan oral
yang ada dijalan nafas.
dan/atau trakea
10. Meringankan kerja
suction
paru untuk memenuhi
13. Auskultasi sura
kebutuhan oksigen
nafas sebelum dan
serta memenuhi
sesudah suction
14. Informasikan kebutuhan oksigen
kepada keluarga dalam tubuh.
mengenai 11. Broncodilator
tindakan suction meningkatkan ukuran
15. Gunakan lumen percabangan
universal trakeobronkial
precaution, sarung sehingga menurunkan
tangan, goggle, tahanan terhadap
masker sesuai aliran udara.
kebutuhan 12. waktu tindakan suction
16. Gunakan aliran yang tepat membantu
rendah untuk melapangan jalan
menghilangkan nafas pasien
sekret (80-100 13. Mengetahui adanya
mmHg pada suara nafas tambahan
dewasa) dan kefektifan jalan
17. Monitor status nafas untuk memenuhi
oksigen pasien O2 pasien
(SaO2 dan SvO2) 14. memberikan
dan status pemahaman kepada
hemodinamik keluarga mengenai
(MAP dan irama indikasi kenapa
jantung) sebelum, dilakukan tindakan
saat, dan setelah suction
suction 15. untuk melindungai
tenaga kesehatan dan
pasien dari penyebaran
infeksi dan
memberikan pasien
safety
16. aliran tinggi bisa
mencederai jalan nafas
17. Mengetahui adanya
perubahan nilai SaO2
dan satus
hemodinamik, jika
terjadi perburukan
suction bisa
dihentikan.

3. Gangguan pertukaran gas b.d Perubahan membrane alveolar-kapiler

TUJUAN DAN
INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
Setelah diberikan NIC : Airway Airway Management
asuhan keperawatan Management
1×12 jam, diharapkan 1. Melancarkan
kerusakan pertukaran 1. Posisikan pasien pernapasan klien
gas teratasi, dengan untuk 2. Merilekskan dada
kriteria hasil: memaksimalkan untuk memperlancar
ventilasi udara pernapasan klien
NOC : Respiratory 2. Lakukan terapi 3. Mengeluarkan secret
status: Airway patency fisik dada, sesuai yang menghambat
kebutuhan jalan pernapasan
 Klien mampu 3. Keluarkan secret 4. Mengetahui factor
mengeluarkan dengan penyebab batuk dan
secret melakukan batuk gangguan pernapasan
 RR klien efektif atau 5. Memperlancar saluran
normal 16-20 dengan pernapasan
x/menit melakukan 6. Memenuhi kebutuhan
 Irama suctioning oksigen dalam tubuh
pernapasan 4. Catat dan 7. Menyeimbangkan
teratur monitor pelan, cairan dalam tubuh
 Kedalaman dalamnya 8. Mengetahui status
inspirasi normal pernapasan dan respirasi klien lancar
 Oksigenasi batuk ataukah ada gangguan
pasien adekuat 5. Berikan
treatment Respiratory Monitoring
Respiratory Status : aerosol, sesuai
Gas Exchange kebutuhan 1. Untuk mendeteksi
6. Berikan terapi adanya gangguan
 AGD dalam oksigen, sesuai pernapasan
batas normal keebutuhan 2. Untuk mendeteksi
skala 5 (no 7. Regulasi intake adanya gangguan
deviation from cairan untuk pernapasan
normal range). mencapai 3. Memperlancar saluran
 Tanda-tanda keseimbangan pernapasan
sianosis cairan 4. Mengetahui
mencapai skala 8. Monitor status karakteristik batuk
5 (none) respiratory dan untuk dapat
 Klien tidak oksigenasi memberikan intervensi
mengalami yang tepat
somnolen Respiratory Monitoring
mencapai skala Vital Signs Monitoring
5 (none). 1. Monitor
frekuensi, ritme, 1. Mendeteksi adanya
Tissue Perfusion : kedalaman gangguan respirasi dan
Peripheral pernapasan. kardiovaskuler
2. Monitor adanya 2. Mengecek adanya
 Capitary refill suara gangguan pernapasan
pada jari-jari abnormal/noisy 3. Mendeteksi adanya
dalam rentang pada pernapasan keabnormalan suara
normal seperti snoring paru
mencapai skala atau crowing. 4. Mendeteksi adanya
5 (no deviation 3. Kaji keperluan gangguan system tubuh
from normal suctioning 5. Monitor adanya
range) dengan gangguan respirasi dan
melakukan kardiovaskular.
auskultasi untuk
mendeteksi Managemen Asam-Basa
adanya crackles
dan rhonchi di 1. Untuk membuat klien
sepanjang jalan agar bernafas dengan
napas. baik tanpa adanya
4. Catat onset, gangguan.
karakteristik dan 2. Untuk mengetahui
durasi batuk. tekanan gas darah (O2
dan CO2) sehingga
Vital Signs Monitoring kondisi pasien tetap
dapat dipantau.
1. Monitor tekanan 3. Agar klien tidak
darah, nadi, mengalami alkalosis
temperature, dan akibat kekurangan
status respirasi, asam yang berlebihan
sesuai kebutuhan. dari tubuh.
2. Monitor 4. Posisi yang tepat
respiration rate menyebabkan
dan ritme berkurangnya tekanan
(kedalaman dan diafragma ke atas
simetris) sehingga ekspresi paru
3. Monitor suara maksimal sehingga
paru klien dapat bernafas
4. Monitor adanya dengan leluasa.
abnormal status 5. Agar perawat cepat
respirasi (cheyne mengetahui jika
stokes, apnea, terjadinya gagal nafas
kussmaul) sehingga tidak
5. Monitor warna membuat kondisi klien
kulit, temperature menjadi semakin
dan kelembapan. buruk.
6. Monitor adanya 6. Sebagai indikator
sianosis pada adanya gangguannafas
central dan dan indikator dalam
perifer tindakanselanjutnya.
7. Untuk mempelancar
Managemen Asam-Basa pernafasan klien dan
memenuhi kebutuhan
1. Pertahankan oksigen klien.
kepatenan jalan
napas.
2. Pantau gas darah
arteri (AGD),
serum dan
tingkat elektrolit
urine.
3. Monitor
hilangnya asam
(misalnya
muntah, output
nasogastrik, diare
dan diuresis).
4. Berikan posisi
untuk
memfasilitasi
ventilasi yang
memadai
(misalnya
membuka jalan
napas dan
mengangkat
kepala tempat
tidur)
5. Pantau gejala
gagal pernafasan
(misalnya PaO2
rendah, PaCO2
tinggi dan
kelelahan otot
pernafasan).
6. Pantau pola
pernapasan.
7. Berikan terapi
oksigen, jika
perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Davey.Patrick.2006.At a glance medicine. Jakarta : Erlangga

Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th


Edition. Missouri: Mosby Elsevier

Morton, Patricia Gonce, et al. (2011). Keperawatan Kritis:Pendekatan Asuhan


HolistikI. Ed.8. Alih bahasa, Nike Budhi Subekti. Jakarta : EGC.

Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi


2012-2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati,
Dan Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid,
Monica Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta; EGC.

Anda mungkin juga menyukai