Anda di halaman 1dari 15

Kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih mengenai hal

tertentu yang disetujui oleh mereka. Ketentuan umum mengenai kontrak diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

Syarat kontrakSunting

Untuk dapat dianggap sah secara hukum, ada 4 syarat yang harus dipenuhi sebagaimana
diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia:

Kesepakatan para pihak

Kecakapan para pihak

Mengenai hal tertentu yang dapat ditentukan secara jelas

Sebab/causa yang diperbolehkan secara hukum.

Kesepakatan berarti adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat
perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada pakasaan,
kekhilapan dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog).
Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian maksudnya bahwa para
pihak yang melakukan perjanjian harus telah dewasa, sehat mentalnya serta
diperkenankan oleh undang-undang.
Menurut Pasal 1330 BW juncto Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan seseorang dikatakan dewasa yaitu telah berusia 18 tahun atau telah
menikah. Apabila orang yang belum dewasa hendak melakukan sebuah perjanjian, maka
dapat diwakili oleh orang tua atau walinya.
Sementara itu seseorang dikatakan sehat mentalnya berarti orang tersebut tidak
berada dibawah pengampuan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1330 juncto Pasal 433
BW. Orang yang cacat mental dapat diwakili oleh pengampu atau kuratornya. Sedangkan
orang yang tidak dilarang oleh undang-undang maksudnya orang tersebut tidak dalam
keadaan pailit sesuai isi Pasal 1330 BW juncto Undang-Undang Kepailitan. Suatu hal
tertentu berhubungan dengan objek perjanjian, maksudnya bahwa objek perjanjian itu
harus jelas, dapat ditentukan dan diperhitungkan jenis dan jumlahnya, diperkenankan
oleh undang-undang serta mungkin untuk dilakukan para pihak.
Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus dilakukan berdasarkan
itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 BW, suatu perjanjian tanpa sebab tidak
mempunyai kekuatan.
Sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian. Kesepakatan para
pihak dan kecakapan para pihak merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat
subjektif. Apabila tidak tepenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan artinya selama
dan sepanjang para pihak tidak membatalkan perjanjian, maka perjanjian masih tetap
berlaku. Sedangkan suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal merupakan syarat
sahnya perjanjian yang bersifat objektif. Apabila tidak terpenuhi, maka perjanjian
batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian.
Pada kenyataannya, banyak perjanjian yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian
secara keseluruhan, misalnya unsur kesepakatan sebagai persesuaian kehendak dari
para pihak yang membuat perjanjian pada saat ini telah mengalami pergeseran dalam
pelaksanaannya.
Pada saat ini muncul perjanjian-perjanjian yang dibuat dimana isinya hanya
merupakan kehendak dari salah satu pihak saja. Perjanjian seperti itu dikenal
dengan sebutan Perjanjian Baku (standard of contract).
Dalam suatu perjanjian harus diperhatikan pula beberapa macam azas yang dapat
diterapkan antara lain :
1. Azas Konsensualisme, yaitu azas kesepakatan, dimana suatu perjanjian dianggap
ada seketika setelah ada kata sepakat
2. Azas Kepercayaan, yang harus ditanamkan diantara para pihak yang membuat
perjanjian
3. Azas kekuatan mengikat, maksudnya bahwa para pihak yang membuat perjanjian
terikat pada seluruh isi perjanjian dan kepatutan yang berlaku
4. Azas Persamaan Hukum, yaitu bahwa setiap orang dalam hal ini para pihak
mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum
5. Azas Keseimbangan, maksudnya bahwa dalam melaksanakan perjanjian harus ada
keseimbangan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan apa yang
diperjanjikan
6. Azas Moral adalah sikap moral yang baik harus menjadi motivasi para pihak yang
membuat dan melaksanakan perjanjian
7. Azas Kepastian Hukum yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku
sebagai undang-undang bagi para pembuatnya
8. Azas Kepatutan maksudnya bahwa isi perjanjian tidak hanya harus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi juga harus sesuai dengan
kepatutan, sebagaimana ketentuan Pasal 1339 BW yang menyatakan bahwa suatu
perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan
didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.
9. Azas Kebiasaan, maksudnya bahwa perjanjian harus mengikuti kebiasaan yang lazim
dilakukan, sesuai dengan isi pasal 1347 BW yang berbunyi hal-hal yang menurut
kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan ke dalam
perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. Hal ini merupakan perwujudan
dari unsur naturalia dalam perjanjian.
HUKUM PERIKATAN “
Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih di dalam lapangan harta
kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban
atas suatu prestasi. Perikatan dapat lahir dari suatu perjanjian dan Undang-undang.
Sedangkan perjanjian adalah perbuatan hukum.
Unsur-unsur perikatan:
1. Hubungan hukum.
2. Harta kekayaan.
3. Pihak yang berkewajiban dan pihak yang berhak.
4. Prestasi.
● Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-
undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang
melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan
manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai
berikut :

Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )

Perikatan yang timbul dari undang-undang

Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming ) .

Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :

Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata )

Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan


ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu.

Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata )

Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan
diri terhadap satu orang lain atau lebih.

Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata )

Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari
undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
● Azas-azas Dalam Hukum Perikatan
1. Asas Kebebasan Berkontrak : Ps. 1338: 1 KUHPerdata.
2. Asas Konsensualisme : 1320 KUHPerdata.
3. Asas Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHPerdata.

Pengecualian : 1792 KUHPerdata


1317 KUHPerdata

Perluasannya yaitu Ps. 1318 KUHPerdata.


Asas Pacta Suntservanda® asas kepastian hukum: 1338: 1 KUHPerdata.

● Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381
KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai
berikut :
1. Pembaharuan utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada
saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti
perikatan semula.
2. Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan,
dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya.
Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan
mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang
ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan
menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
3. Pembebasan Utang
pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan
haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai
bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan
utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut
ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau
Cuma- Cuma.
4. Musnahnya barang yang terutang
5. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan
dapat dibatalkan.
6. Kedaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk
memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu
waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dari
ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam lampau waktu, yaitu :

Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang

Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan
Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana seorang atau satu pihak
berjanji kepada seorang atau pihak lain atau di mana dua orang atau dua pihak itu
saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata Indonesia).

Hukum dagang adalah hukum yang mengatur hubungan antara suatu pihak dengan pihak
lain yang berkaitan dengan urusan-urusan dagang.

Definisi lain menyatakan bahwa hukum dagang merupakan serangkaian norma yang timbul
khusus dalam dunia usaha atau kegiatan perusahaan.

Hukum dagang masuk dalam kategori hukum perdata, tepatnya hukum perikatan.

Alasannya karena hukum dagang berkaitan dengan tindakan manusia dalam urusan
dagang.

Oleh karena itu hukum dagang tidak masuk dalam hukum kebendaan.

Kemudian hukum dagang juga berkaitan dengan hak dan kewajiban antarpihak yang
bersangkutan dalam urusan dagang.

Hukum perikatan mengatur hal ini. Itulah sebabnya hukum dagang dikategorikan ke
dalam hukum perikatan.

Hukum perikatan adalah hukum yang secara spesifik mengatur perikatan-perikatan


dalam urusan dagang.

Hukum Bisnis adalah sekumpulan perangkat hukum yang mengatur tata cara dan
pelaksanaan sebuah urusan maupun kegiatan perdagangan, industri, maupun keuangan
yang mempunyai hubungan dengan pertukaran barang dan juga jasa, kegiatan produksi
maupun kegiatan menempatkan uang yang dilakukan oleh para pelaku usaha dengan usaha
dan motif tertentu dengan mempertimbangkan segala jenis risiko yang mungkin saja
akan dihadapi.

Latar Belakang Hukum Bisnis

Hukum Bisnis muncul karena ritme perekonomian yang sehat dapat lahir melalui
kegiatan bisnis, perdagangan, maupun usaha yang beriklim sehat. Kegiatan ekonomi
yang sehat tentu saja mempunyai aturan yang menjamin terselenggaranya sebuah
bisnis, perdagangan, maupun usaha yang sehat.

Aturan dalam hukum bisnis diperlukan karena para pihak yang terlibat membutuhkan
sebuah alat resmi, bukan hanya itikad baik ataupun janji semata. Hukum bisnis juga
diperlukan sebagai upaya menanggulangi manakala salah satu pihak melakukan
wanprestasi atau tidak memenuhi kewajiban ataupun melanggar kewajibannya.

Tujuan Hukum Bisnis

Hukum bisnis mempunyai tujuan sebagai :

Penjamin berfungsinya keamanan mekanisme pasar yang efektif dan efisien.

Pelindung berbagai jenis usaha, khususnya Usaha Kecil Menengah (UKM).


Pembantu perbaikan sistem keuangan dan juga sistem perbankan di Indonesia.

Pemberi perlindungan bagi para pelaku ekonomi dan pelaku bisnis.

Perwujudan dari sebuah bisnis yang aman dan juga adil untuk seluruh pelaku usaha.

Sumber Hukum Bisnis

Sumber hukum bisnis berkaitan dengan dasar terbentuknya hukum bisnis. Sumber hukum
bisnis sendiri meliputi :

Asas kontrak perjanjian yang dilakukan oleh para pihak, sehingga masing-masing
pihak patuh pada kesepakatan.

Asas kebebasan berkontrak dimana para pelaku usaha dapat membuat dan menentukan
sendiri isi perjanjian yang disepakati.

Sedangkan menurut perundang-undangan, sumber hukum bisnis meliputi :

Hukum Perdata yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Hukum Publik yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau
Pidana Ekonomi.

Hukum Dagang yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), dan

Peraturan lainnya diluar KUHPerdata, KUHP, dan KUHD.

Pengertian ekonomi dan hukum ekonomi

Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan
kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan
manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas.
Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity). Hukum
ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang
saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam
masyarakat.

Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:


a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai
cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan
dan hukum penanaman modal)
b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai
cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan
hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).
Contoh hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain
biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar
dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil
yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya
berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik
buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan
menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.
Demikianlah penjelasan tentang hukum ekonomi secara keseluruhan semoga kita semua
mengerti dan dapat megimplementasikan ke dalam kehidupan nyata

2.Tujuan Hukum dan Sumbr-sumber hukum


Hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakatdan hukum itu
harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.

sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.

Hukum ditinjau dari segi material dan formal


• Sumber-sumber hukum material

Dalam sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari
sudut ekonomi, sejarah sosiolagi, filsafat, dsb
Contoh :
1. Seorang ahli ekonomi mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam
masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
2. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber
hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.

• Sumber hukum formal


1. Undang – Undang (Statute)
Ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat diadakan
dan dipelihara oleh penguasa Negara.
2. Kebiasaan (Costum)
Ialah suatu perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama .
Apabila suatu kebiasaan tersebut diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu
berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan
kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian
timbul suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.

3. Keputusan Hakim (Jurisprudentie)


Dari ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk
membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian,
apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang dapat
dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat peraturan
sendiri.
1. Traktat (Treaty)
2. Pendapat sarjana hukum (Doktrin)

3.Kodifikasi hukum
Adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara
sistematis dan lengkap.

Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas :


o Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan pelbagai
peraturan-peraturan, dan

o Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup
dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti
suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).

Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :


o Kodifikasi terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar
induk kondifikasi.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi
disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai
peraturan”.
o Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau
buku kumpulan peraturan.

4.Kaidah/Norma
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu,
misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk
dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri.
Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara,
hukuman mati).

Perdagangan berasal zaman prasejarah, ketika orang-orang mulai menukar barang dan
jasa satu sama lain ketika pada masa itu belum tercipta uang. Sejarah perdagangan
jarak-jauh dimulai pada sekitar 150.000 tahun yang lalu.
Semua bahan yang digunakan untuk pembuatan perhiasan diperdagangkan dengan Mesir
sejak ~ 3000 SM. Perdagangan rute jarak jauh pertama sekali terkjadi pada milenium
ke-3 SM, oleh bangsa Sumeria yang diperdagangkan dengan Peradaban Harappan. Selama
periode antara awal peradaban Yunani kaya hingga akhir Kekaisaran Romawi yang
berkuasa pada abad kelima, perdagangan secara finansial membawa rempah-rempah yang
berharga ke Eropa dari Timur Jauh, termasuk China.
Rute perdagangan ternama yang disebut dengan Jalur Sutra digunakan oleh bangsa
Sogdians untuk perdagangan Timur ke Barat dari akhir abad keempat hingga abad ke-8.
Bangsa varangia (dari Bangsa Skandinavia) dan Viking juga melakukan perdagangan
antara abad ke-8 hingga abad ke-11 dengan berlayar dari dan ke Skandinavia. Bangsa
Viking berlayar ke Eropa Barat, dan varangia melakukan perdagangan dengan Rusia.
Pusat perdagangan bebas di abad ke-16 terletak di Belanda, memaksakan tidak adanya
kontrol devisa, dan mengadvokasi pergerakan berbagai jenis barang secara bebas.
Antara periode tahun 1929 sampai akhir 1930-an dikenal sebagai Depresi Besar -
keruntuhan ekonomi utama yang memicu kemunduran besar dalam perdagangan dan
indikator lain dari ekonomi global.

Barter dan sejarah alat tukar dalam perdagangan

Barter adalah kegiatan tukar-menukar barangyang terjadi tanpa perantaraan uang.


Tahap selanjutnya menghadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi
sendiri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang
yang tidak dapat dihasilkan sendiri mereka mencari dari orang yang mau menukarkan
barang yang dimilikinya dengan barang lain yang dibutuhkannya. Akibatnya barter,
yaitu barang ditukar dengan barang. Pada masa ini timbul benda-benda yang selalu
dipakai dalam pertukaran. Kesulitan yang dialami oleh manusia dalam barter adalah
kesulitan mempertemukan orang-orang yang saling membutuhkan dalam waktu bersamaan.
Kesulitan itu telah mendorong manusia untuk menciptakan kemudahan dalam hal
pertukaran, dengan menetapkan benda-benda tertentu sebagai alat tukar. Sampai
sekarang barter masih dipergunakaan pada saat terjadi krisis ekonomi di mana
nilai mata uangmengalami devaluasi akibat hiperinflasi.

Sejarah

Barter merupakan salah satu bentuk awal perdagangan. Sistem ini memfasilitasi
pertukaran barang dan jasa saat manusia belum menemukan uang. Sejarah barter dapat
ditelusuri kembali hingga tahun 6000 SM. Diyakini bahwa sistem barter diperkenalkan
oleh suku-suku Mesopotamia. Sistem ini kemudian diadopsi oleh orang Fenisia yang
menukarkan barang-barang mereka kepada orang-orang di kota-kota lain yang terletak
di seberang lautan. Sebuah sistem yang lebih baik dari barter dikembangkan
di Babilonia. Berbagai barang pernah digunakan sebagai standar barter semisal
tengkorak manusia. Item lain yang populer digunakan untuk pertukaran adalah garam.

Perkembangan Alat Tukar

Sebelum muncul teknologi penempaan logam, manusia melakukan transaksi ekonomi


melalui benda-benda alami. Barter antar barang adalah langkah paling awal yang
dilakukan manusia untuk memperoleh kebutuhan hidupnya. Di Tana Toraja kini masih
terdapat sistem barter saat diadakan upacara kematian.
Begitu kebutuhan hidup makin kompleks dan jumlah manusia makin bertambah, manusia
mulai memikirkan cara yang lebih efesien. Penemuan akan logam mulia, emas,
mendorong tumbuhnya transaksi yang lebih elegan dan mudah. Nilai barang
dipertukarkan dengan nilai emas. Namun, perputaran emas sebagai Alat Tukar dan
Pembayaran Kuno tak serentak terjadi di semua belahan dunia. Di bagian bumi di mana
emas jarang ditemukan, otomatis alat tukar pun masih berupa benda alam, seperti
kerang kauri; atau benda olahan manusia yang nilainya lebih rendah dari emas,
seperti keramik atau perunggu.

Dari semua jenis Alat Tukar dan Pembayaran Kuno ada yang menentukan kegunaan mereka
sebagai alat pembayaran: mahal. Mahal di sini bisa mengacu pula pada keindahan
estetika seperti yang terdapat pada benda perunggu, motif keramik, atau keunikan
pada kerang kauri.

Alat Tukar dan Pembayaran Kuno; Kerang, Perunggu, dan Keramik Cina

Asia Tenggara—yang sejak abad belasan menjadi lintasan kapal-kapal dagang—merupakan


jalur persimpangan Alat Tukar dan Pembayaran Kuno dari berbagai jenis. Lombard
mencatat (2008: 158), kerang kauri, yang kebanyakan berasal dari Maladewa dan dari
Borneo, terutama diedarkan oleh pelabuhan-pelabuhan Bengali (India) yang
meneruskannya ke wilayah Arakan, Pegu, hingga Yunnan, yang diteruskan ke Siam.
Marcopolo pada abad ke-13 mencatat adanya kerang sebagai alat pembayaran di Yunnan.
Di timur Asia Tenggara, persebaran benda keramik asal Cina telah menggeser
pemakaian benda dari perunggu.
Mengenai pemakaian benda perunggu sebagai Alat Tukar dan Pembayaran Kuno, di Pulau
Alor masih terdapat transaksi yang menggunakan genderang perunggu (sejenis moko).
Ini mengingatkan kita pada jenis budaya Dongsong, yang merupakan jejaring sosial-
budaya yang sangat kuno.

Namun, lambat-laun pemakaian benda perunggu dilibas oleh kehadiran keramik. Keramik
tersebut tentu bernilai tinggi, seperti tenpayan, pinggan seladon, dan mangkuk biru
putih, baik yang tersebar di Filipina, Kalimantan, Sulawesi, maupun timur
Indonesia. Di titik-titik tertentu di Kalimantan, kerimik Cina masih dipergunakan
sebagai “mata uang”, sementara di wilayah pantainya, terutama di Kuching dan
Pontianak, orang-orangnya masih membuat guci yang lalu dikumpulkan oleh orang Dayak
pedalaman. Di “Pulau Dewata” Bali, pada awal abad ke-20 kepeng Cina masih dipakai
sebagai mata uang dan selalu ditawarkan kepada para wisatawan untuk ditukarkan
dengan uang rupiah.
Hingga kini, para kolektor benda seni, terutama dari Barat dan Jepang, begitu
semangat berburu koleksi keramik dengan harga yang begitu tinggi; dan ini
membuktikan bahwa nilai keramik tetap tak bergeser meski fungsinya bukan tidak lagi
sebagai alat pembayaran nominal.

Alat Tukar dan Pembayaran Kuno; Kepeng Cina “Caixa” dan “Uang Perak”

Setelah “periode” benda perunggu dan keramik, selanjutnya giliran kepeng Cina
mendominasi persebaran alat pembayaran. Kepeng Cina merupakan uang dari tembaga
yang ditempa agar diperoleh bentuk khusus dengan lubang kecil di tengah-tengah
diameternya. Lubang tersebut berfungsi untuk mengikat rangkaian kepeng. Idiom
“setali tiga uang” memperlihatkan pada kita tentang fungsi lubang pada uang itu.
Kepeng logam Cina mulai menyebar ke Asia Tenggara bersamaan dengan majunya
perniagaan Dinasti Sung (960-1279). Salah satu tempat yang banyak dibanjiri kepeng
jenis ini adalah Jawa, di mana para pedagangnya berperan besar dalam jaringan
perniagaan regional. Mata uang Cina ini beredar terutama di pesisir Jawa. Kendati
begitu, kehadiran kepeng Cina ini tak serta merta merata dan langsung tersebar.
Orang ketika itu melihatnya sebagai suatu cara untuk memperoleh komoditas yang
sangat digemari, yakni tembaga (Lombard, 2008: 159).

Persebaran kepeng Cina di Nusantara berlaku terutama di daerah pesisir sebagai


gerbang perniagaan. Para penjelajah Eropa dan teks Cina banyak mencatat keberadaan
kepeng Cina sebagai alat pembayaran, terutama di Jawa. Kepeng Cina rupanya telah
berlaku di Jawa pada abad ke-12 dan ke-13.
Dari sinilah kemungkinan besar dibuatnya mata uang pertama hasil “cetakan” orang
Jawa, yang mengambil model dari kepeng Cina. Teks-teks dari Cina berulang kali
menyebutkan adanya mata uang dari logam campuran yang dibuat di Jawa. Kronik Cina
pertama yang menyebutkan hal itu adalah Lingwai Daida pada abad ke-12, dan Zhufan
Zhi karya Zhao Rugua berkali-kali mengutip kalimat-kalimant dalam Lingwai Daida.
Pada tahun 1349 kronik Cina lain yang berjudul Daoyi Zhileu memberitakan:
“Kebiasaan orang negeri itu (Jawa) adalah membuat uang logam dengan campuran perak,
timah, timbel, dan tembaga yang dilebur menjadi satu …. Uang itu dinamakan ‘uang
perak’.”
Pada abad ke-13, Zhao Rugua dalam karyanya, Zhufan Zhi, memberitakan bahwa para
penyelundup mengekspor kepeng dari Cina secara rahasia, karena besarnya permintaan
mata uang tersebut di Jawa. Pada 1433, Ma Huan, sekretaris Zheng He, menulis bahwa
“mata uang tembaga Cina dengan cap dari pelbagai wangsa lazim dipakai di sana”.
Tome Pires pada awal abad ke-16 memberitakan bahwa caixa Cina adalah mata uang yang
lazim berlaku baik di Pasundan maupun di Jawa. Penulis Portugis itu menambahkan
bahwa “di Jawa tak ada uang emas dan perak”. Antonio Nunez (1544) menulis bahwa di
Sunda 120 caixa “sama dengan satu tanga perak; caixa adalah mata uang dari tembaga
yang berlobang di tengah-tengah, yang dikatakan sudah bertahun-tahun lamanya
diimpor dari Cina.

Di negeri itu (Sunda) caixa berlimpah-limpah.” Uang kepeng atau “caixa” mungkin
dipergunakan sebagai alat pembayaran dalam lalu lintas perniagaan internasional dan
perpajakan pada abad ke-14 di sekitar Jawa.
Mengenai “uang perak” dalam kronik Daoyi Zhileu, Indonesian Heritagemenyebutkan
bahwa pada masa Majapahit terdapat mata uang yang disebut gobog. Inilah yang oleh
Lombard (2008: 160) disebut “mata uang takhayul”. Mata uang ini merupakan tiruan
kasar dari kepeng Cina, dibuat dari campuran tembaga dengan lubang persegi di
tengah-tengah tetapi dengan garis tengah yang lebih besar (kira-kira 4 cm) dari
kepeng Cina.
Bentuk lubangnya pun bervariasi: bulat, segi empat, dan segi enam. Pada sisi depan
dan belakang, terdapat pelbagai motif—menggantikan aksara Cina—paling sering
karakter wayang, dan tak pernah ada cetakan angka nilainya. Tak ada kepastian yang
bisa menyatakan di mana uang-uang Jawa itu dicetak.
Juga tak ada bukti atas kekuasaan pemerintah siapa dan kapan uang tersebut dibuat.
Mata uang ini sudah berhenti dicetak sebelum awal abad ke-16, dan kini digunakan
sebagai zimat oleh orang Jawa karena dianggap pembawa rezeki.
Raffles memerikan dalam bukunya yang mahatebal The Histo

PENGERTIAN HUKUM
A. Pengertian Hukum
Pertanyaan yang paling mendasar bagi orang yang mempelajari hukum adalah apakah
hukum itu? Kata “hukum” sesungguhnya berasal dari bahasa arab, orang yang menghukum
disebut hakim. Dalam bahasa latin, hukum disebut dengan “rect” yang berasal dari
kata rechtum yang berarti tuntutan, bimbingan. Dari kata ini, muncul
kata gerechtigdheid (bahasa Belanda) atau gerechtigkeit (bahasa Jerman) yang
berarti keadilan. Berbicara hukum berarti berbicara keadilan. Disamping itu, kata
hukum juga disebut “ius”[1] yang berasal dari kata “lubere” yang berarti mengatur
atau memerintah. Selain itu, lex yang berasal dari kata “lesere” berarti
mengumpulkan yakni mengumpulkan orang untuk diberi perintah.
Berbicara pengertian hukum tidak akan mencapai kata putus dan final, sebab masing-
masing pakar dan doktrin akan berpendapat secara berbeda. Perbedaan pendapat dalam
persoalan pengertian hukum disebabkan tiga hal yakni, pandangan filosifis, landasan
konseptual pengalaman serta sejarah sistem hukum masing-masing. Karenanya,
pengertian hukum sangatlah variatif, saking variatifnya, Apeldorn seorang ahli
hukum mengatakan tidak sanggup menggambarkan apa hukum itu sebenarnya. Immanuel
Kant mencatat ada 200 pendapat yang bervariasi tentang apa hukum tersebut. Berikut
kami cantumkan beberapa pengertian hukum menurut kepentingannya.

Hukum dipandang dari ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang tersusun secara
sistematis berdasarkan pemikiran.

Hukum dari segi kedisplinan berarti suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau
gejala yang dihadapi.

Hukum dari segi kaidah adalah pedoman atau patokan sikap tindak atau prilaku yang
pantas atau diharapkan.

Hukum dari tata hukum berarti struktur atau proses perangkat kaidah-kaidah hukum
yang berlaku pada suatu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis.

Hukum dari segi petugas berarti pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang
berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer).

Hukum dari segi keputusan penguasa yakni hasil proses diskresi yang menyangkut
pembuatan keputusan yang tidak semata-mata diperintahkan oleh aturan-aturan hukum,
tetapi keputusan yang dibuat atas pertimbangan yang bersifat personal.

Hukum dari segi proses pemerintah berarti proses hubungan timbal balik antara unsur
unsur pokok dari sistem kenegaraan. Artinya hukum dianggap sebagai suatu perintah
atau larangan yang berasal dari badan negara yang berwenang dan didukung dengan
kemampuan serta kewenangan untuk menggunakan paksaan.

Hukum dari segi sikap tindak yang ajeg atau prilaku yang teratur yakni prilaku yang
diulang-ulang dengan cara yang sama yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

Hukum sebagai jalinan nilai-nilai yakni jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak


tentang apa yang dianggap baik dan buruk.

b. Pengertian Hukum Bisnis


Pengertian hukum bisnis selalu saja disamakan dengan hukum ekonomi. Pengertian
keduanya tidaklah jauh berbeda, namun terdapat sisi-sisi yang membedakannya. Hukum
ekonomi selalu diartikan seperangkat peraturan yang mengatur kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh pelaku ekonomi.[2]Hukum ekonomi meliputi bidang hukum privat (hukum
yang mengatur kepentingan antar-pribadi yang biasa disebut dengan hukum perdata)
dan juga hukum publik (hukum yang mengatur kepentingan umum). Secara lebih tegas
bahwa hukum ekonomi mengatur hukum ekonomi dalam artian sistem ekonomi secara luas
(baik perdata maupun publik). Sedangkan hukum bisnis hanya mengatur kepentingan
pribadi atau keperdataan saja. Dengan kata lain, hukum bisnis adalah bagian dari
hukum privat.
Dalam sistem hukum Indonesia, persoalan yang berkaitan dengan usaha diatur dalam
kitab UU Hukum Dagang (KUHD) dan kitab UU Hukum Perdata (KUHPerdata). KUHD adalah
ketentuan yang bersifat khusus (lex spesialis) dan KUHPerdata adalah ketentuan yang
bersifat (lex generalis).
Istilah hukum bisnis diambil dari terjemahan “business law” yang terkadang
disamakan dengan hukum dagang (trade law) dan hukum perniagaan (commercial law).
Namun, ketiga istilah itu (hukum bisnis, dagang dan perniagaan) tidaklah sama.
Hukum dagang dan perniagaan hanya mencakum hukum yang terdapat dalam kitab hukum
dagang (KUHD). Sedangkan hukum bisnis mencakup hukum dagang “yang diperluas” dari
mulai perseroan terbatas, kontrak bisnis, pasar modal, merger, akuisis,
konsolidasi, kredit, HAKI, pajak dan sebagainya.[3] Pada hukum ekonomi, cakupannya
lebih luas yakni menyangkut ekonomi secara makro, mikro, ekonomi pembangunan,
sosial, manajemen, akutansi dan seterusnya.
Dengan demikian, hukum bisnis berarti sekumpulan norma dan asas-asas yang
berkenaaan dengan suatu bisnis (Munir Fuady, 1996: 2). Dengan kata lain, hukum
bisnis diartikan suatu perangkat kaidah hukum yang mengatur tata cara pelaksanaan
urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan
produksi atau pertukaran barang dan jasa dengan tujuan memperoleh keuntungan.
C. Ruang Lingkup Hukum Bisnis
Secara umum hukum bisnis meliputi :
1. Pelaku bisnis
Pelaku bisnis dapat berupa orang perorang atau dan badan hukum usaha baik yang
berbentuk badan hukum maupun yang bukan. Berdasarkan pelaku bisnis mencakup
berbagai bidang hukum yakni:

Hukum Perseroan Terbatas

Hukum Tentang BUMD, BUMN

Hukum Tentang Yayasan

Hukum Tentang Koperasi

Hukum Tentang Firma, CV, Perseroan Perdata

2. Perbuatan Pelaku Bisnis


Dari segi pelaku bisnis meliputi:
a. Hukum Kontrak ‘
b. Hukum Ekspor-Import
c. Hukum Lingkungan
d. Hukum Tentang Perizinan
e. Hukum Tentang Perpajakan
f. Hukum Tenaga Kerja
g. Hukum Persaingan Usaha (Anti Monopoli)
h. Hukum Penanaman Modal
i. Hukum Perlindungan Konsumen
j. Hukum Pasar Modal
3. Aset (Harta Kekayaan) Pelaku Bisnis
Aspek ini meliputi bidang hukum:
a. Hukum Benda
b. Hukum Agraria
c. Hak Kekayaan Intelektual (HaKI)
d. Hukum Jaminan
4. Permodalan (Pembiyaan)
Aspek permodalan atau pembiyaan meliputi bidang hukum:
a. Hukum Perbankan
b. Hukum pembiayaan non-perbankan
a. Hukum Leasing-sewa-beli
b. Hukum Tentang modal ventura
c. Hukum Tentang factoring
Bab II
Sumber Hukum Bisnis
Sumber hukum adalah tempat ditemukannya aturan-aturan yang dapat dijadikan hukum.
Sumber hukum terbagi atas:
1. Sumber Hukum Materil
Sumber hukum yang berdasarkan materi yang menjadi hukum. Berbicara sumber hukum
sesungguhnya sangatlah luas, sebab segala sesuatu yang menjadi materi atau bahan
baku hukum dapat disebut dengan sumber hukum. Pakar ekonomi mengatakan upaya
manusia memenuhi kebutuhan hidupnya adalah sumber hukum secara materil. Peristiwa
sehari-hari sebagai hasil interaksi manusia satu dengan lainnya adalah sumber hukum
materil.
2. Sumber Hukum Formil
Sumber hukum yang dilihat dari cara pembentukannya yang terdiri atas:

Undang-undang

UU dalam artian materil adalah semua peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah
yang bersifat mengikat

UU dalam artian formil adalah UU yang dibuat oleh pemerintah (eksekutif) yang
bekerjasama dengan DPR (legislatif).

Selain itu, beberapa sumber hukum yang tidak disahkan oleh DPR yakni Kitab UU Hukum
Dagang (KUHD) yang berasal dari Wetboek van Koophandel (WuK) Belanda. Kitab UU
Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berasal dari Burgerlijk Wetboek (BW)Belanda.
Beberapa UU yang telah dibuat oleh DPR yang menjadi sebagian KUHD dan KUHPerdata
tidak berlaku lagi, seperti:

i. UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria


ii. UU No. 4 Tentang Hak Tanggungan
iii. UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
iv. UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Asuransi

Kebiasaan.

Hukum kebiasaan merupakan sumber hukum tertua. Namun tidak semua kebiasaan dapat
dijadikan hukum kebiasaan. Suatu kebiasaan dapat menjadi hukum apabila suatu
perbuatan yang berulang-ulang dilakukan dalam waktu yang lama terhenti (longa-
constituedo)

Traktat

Traktat adalah perjanjian internasional yang bersifat bilateral, regional maupun


yang bersifat multilateral.

Yuriprudensi

Memutuskan satu perkara hukum dengan merujuk kepada putusan hakim terdahulu pada
kasus yang sama.

Doktrin

Pendapat para ahli tentang satu kasus hukum yang diakui kepakarannya secara
academik maupun scientifik. Dalam hukum bisnis misalnya pendapat Richard Postner,
Thomas Ulen, Prof. Dr. Mariam Darus Badrul Zaman, Prof. Erman Rajagukuk dan lain-
lain.
Bab III
Asas-Asas Hukum Bisnis
Banyak pendapat ahli hukum tentang asas hukum. Kata “asas” diambil dari bahasa
arab “asasun” yang berarti dasar. Beberapa pendapat ahli hukum barat dalam
mengartikan asas hukum antara lain. CW. Paton mengartikan asas hukum “adalah alam
pikiran yang dirumuskan secara luas yang menjadi dasar adanya norma hukum
positif.” Bellefrod mengartikan asas hukum sebagai norma dasar yang dijabarkan dari
hukum positif dan oleh ilmu hukum tidak berasal dari aturan yang lebih umum. Asas
hukum umum itu pengendalian hukum positif dalam suatu masyarakat. Van Eikema
Hommes berpendapat asas hukum bukanlah hukum yang konkrit tetapi adalah dasar-dasar
umum atau petunjuk yang berlaku. Dengan kata lain asas hukum adalah dasar-dasar
petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.
The Lieng Gie mengartikan asas hukum adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam
istilah umum tanpa menyarankan cara-cara khusus mengenai pelaksanaanya yang
diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi
perbuatan itu. P. Scolten mengatakan asas hukum adalah kecendrungan yang
diisyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum, merupakan sifat-sifat umum
dengan segala keterbatasannya, namun harus tetap ada.
Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa asas hukum yang juga disebut dengan
“prinsip hukum” bukanlah peraturan hukum konkrit melainkan pikiran dasar yang masih
bersifat “umum” yang merupakan latar belakang dari peraturan konkrit yang terdapat
dalam setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan
putusan hakim yang menjadi hukum positif.
Beberapa karakter dan sifat asas hukum:

Asas hukum merupakan fikiran dasar atau latar belakang yang terdapat dalam
peraturan konkrit

Asas hukum bersifat sangat um


um dan luas

Asas huk

Hukum dagang adalah hukum yang mengatur hubungan antara suatu pihak dengan pihak
lain yang berkaitan dengan urusan-urusan dagang.

Definisi lain menyatakan bahwa hukum dagang merupakan serangkaian norma yang timbul
khusus dalam dunia usaha atau kegiatan perusahaan.

Hukum dagang masuk dalam kategori hukum perdata, tepatnya hukum perikatan.

Alasannya karena hukum dagang berkaitan dengan tindakan manusia dalam urusan
dagang.

Oleh karena itu hukum dagang tidak masuk dalam hukum kebendaan.

Kemudian hukum dagang juga berkaitan dengan hak dan kewajiban antarpihak yang
bersangkutan dalam urusan dagang.

Hukum perikatan mengatur hal ini. Itulah sebabnya hukum dagang dikategorikan ke
dalam hukum perikatan.

Hukum perikatan adalah hukum yang secara spesifik mengatur perikatan-perikatan


dalam urusan dagang.

Sejarah Hukum Dagang

Perkembangan hukum dagang di dunia telah berlangsung pada tahun 1000 hingga 1500
pada abad pertengahan di Eropa.

Kala itu telah lahir kota-kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan,
seperti Genoa, Venesia, Marseille, Florence hingga Barcelona. Meski telah
diberlakukan Hukum Romawi (Corpus Iulis Civilis), namun berbagai masalah terkait
perdagangan belum bisa diselesaikan. Maka dari itu dibentuklah Hukum Pedagang
(Koopmansrecht).

Saat itu hukum dagang masih bersifat kedaerahan.


Kodifikasi hukum dagang pertama dibentuk di Prancis dengan nama Ordonance de
Commerce pada masa pemerintahan Raja Louis XIV pada 1673.

Dalam hukum itu terdapat segala hal berkaitan dengan dunia perdagangan, mulai dari
pedagang, bank, badan usaha, surat berharga hingga pernyataan pailit.
Pada 1681 lahirlah kodifikasi hukum dagang kedua dengan nama Ordonance de la
Marine. Dalam kodifikasi ini termuat segala hal berkaitan dengan dagang dan
kelautan, misalnya tentang perdagangan di laut.

Kedua hukum itu kemudian menjadi acuan dari lahirnya Code de Commerce, hukum dagang
baru yang mulai berlaku pada 1807 di Prancis.

Code de Commerce membahas tentang berbagai peraturan hukum yang timbul dalam bidang
perdagangan sejak abad pertengahan.
Code de Commerce kemudian menjadi cikal bakal hukum dagang di Belanda dan
Indonesia.

Sebagai negara bekas jajahan Prancis, Belanda memberlakukan Wetboek van


Koophandel yang diadaptasi dari Code de Commerce. Meski telah dipublikasikan sejak
1847, penerapan Wetboek van Koophandelbaru berlangsung sejak 1 Mei 1848.

Lalu Belanda menjajah Indonesia dan turut mempengaruhi perkembangan hukum dagang di
Indonesia. Akhirnya lahirlah Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang
diadaptasi dari Wetboek van Kopphandel yang kemudian menjadi salah satu sumber dari
hukum dagang Indonesia.

Sumber Hukum Dagang

Hukum dagang di Indonesia tidak tercipta begitu saja, melainkan berdasarkan pada
sumber.

Terdapat tiga jenis sumber yang menjadi rujukan dari hukum dagang, yakni hukum
tertulis yang sudah dikodifikasikan, hukum tertulis yang belum dikodifikasikan dan
hukum kebiasaan.

Pada hukum tertulis yang sudah dikodifikasikan, hal yang menjadi acuan adalah KUHD
yang mempunyai 2 kitab dan 23 bab.

Dalam KUHD dibahas tentang dagang umumnya sebanyak 10 bab serta hak-hak dan
kewajiban sebanyak 13 bab.

Selain KUHD, sumber lainnya adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
atau juga dikenal dengan istilah Burgerlijk Wetboek(BW).

Salah satu bab pada BW membahas tentang perikatan.

Pada hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, ada 4 Undang-undang yang menjadi
acuan.

Keempat UU itu adalah Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-undang Nomor 32 tahun
1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi dan Undang-undang Nompr 8 tahun 1997
tentang dokumen perusahaan.

Adapun pada hukum kebiasaan, hal yang menjadi sumber adalah Pasal 1339 KUH Perdata
dan Pasal 1347 KUH Perdata.
Subjek hukum

Pendukung hak dan kewajiban hukum yang dimiliki oleh manusia sejak lahir hingga
meninggal dunia dan juga dimiliki oleh pribadi hukum yang secara sengaja diciptakan
oleh hukum sebagai subjek hukum.

Definisi lain menjelaskan bahwa subjek hukum adalah setiap orang yang mempunyai hak
dan kewajiban sehingga memiliki wewenang hukum (rechtbevoegheid)

Dalam hukum dagang, hal yang menjadi subjek hukum adalah badan usaha. Istilah lain
dari badan usaha adalah perusahaan, baik perseorangan ataupun telah memiliki badan
hukum.

Ada 8 jenis badan usaha, yakni :

Perusahaan Dagang/Usaha Dagang(PD/UD)

Firma (fa)

Commanditaire Vennotschap (CV)

Perseroan Terbatas

Koperasi

Perseroan

Perum

Holding Company/Grup/Concern

Anda mungkin juga menyukai