Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nadia Emilia P.

NO : 22

Kelas : XI MIPA 2

Artikel pertama :

Jakarta Darurat Polusi Udara

JAKARTA, KOMPAS.com - Kualitas udara Jakarta selama beberapa hari ini berada dalam
status Tidak Sehat. Berdasarkan pantauan Kompas.com, dari situs Air Now dan AQICN, kondisi
udara Jakarta selama dua hari terakhir masuk ke dalam kategori Unhealthy atau Tidak Sehat.

Hari ini, Senin (30/7/2018) menurut situs yang sama, Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index)
Jakarta menyentuh angka 191. Situs ini mengukur Indeks Kualitas Udara di beberapa Kedutaan
Besar AS. Sedangkan menurut AQICN, Indeks Kualitas Udara menyentuh angka 160 pada pukul
15.00 WIB.

Bahkan Indeks Kualitas Udara Jakarta sempat menyentuh angka 195 pada pukul 04.00 WIB.
Angka ini lebih buruk dari Beijing dan New Delhi yang terkenal sebagai kota dengan tingkat
polusi paling tinggi di dunia. Jika dibandingkan dengan kota-kota besar di Asia Tenggara,
kualitas udara Jakarta lebih jelek dari Ho Chi Minh City Hanoi, Bangkok, Kuala Lumpur dan
Singapura.

Beberapa kota di Indonesia seperti Palembang, Batam, dan Jambi juga masuk ke dalam pantauan
AQCN. Dibandingkan Jakarta Indeks Kualitas Udara kota tersebut masih dalam batas aman.

Menurut pantauan kualitas udara yang dilakukan Greenpeace, selama Januari hingga Juni 2017,
kualitas udara di Jabodetabek terindikasi memasuki level tidak sehat (unhealthy) bagi manusia.
Kondisi ini bisa menimbulkan dampak kesehatan yang serius bagi kelompok sensitif, seperti
anak-anak, ibu hamil, dan kelompok lanjut usia.

Sedangkan menurut data WHO, rata-rata kandungan PM 2.5 tahunan di Jakarta sebesar 45.
Angka ini masih jauh dari standar yang ditetapkan WHO, yaitu 25 µg/m3 (mikrogram per meter
kubik). Partikulat (PM2.5) adalah partikel debu yang berukuran 2.5 mikron atau mikrometer.
Jika dibandingkan dengan tebal rambut manusia, maka partikel ini memiliki ketebalan 1/30 nya.

Partikel ini sangat berbahaya karena dihasilkan oleh pembangkit listrik, transportasi, dan
aktivitas industri. Berdasarkan laporan ini pula, kualitas udara di kawasan Asia Tenggara, Afrika,
dan wilayah Timur Mediterania sangat kurang.
Lebih dari separuh populasi di kota-kota besar dunia tinggal di kawasan yang memiliki indeks
kualitas udara 2,5 kali lebih besar dari yang direkomendasikan WHO, dan hanya 16 persen dari
total populasi urban yang tinggal di daerah dengan kondisi udara yang baik. Dari beberapa kota
yang dimonitor, wilayah tersebut termasuk ke dalam negara dengan pendapatan lebih besar

Sumber: https://properti.kompas.com/read/2018/07/30/153000121/jakarta-darurat-polusi-udara

Artikel kedua :

Kabut asap selimuti Pekanbaru hingga Singapura

Kabut asap mulai menyelimuti Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, pada Sabtu (27/8). Kondisi itu
juga dialami negara tetangga, Singapura. Wartawan di Pekanbaru, Besta Junandi, melaporkan
jarak pandang terbatas pada radius 2.500 meter akibat kabut asap.

“Kabut agak tebal tadi pagi, namun kini tidak terlalu dominan. Warga juga tidak ada yang
memakai masker,” ujar Besta.

Di Pekanbaru, indeks standar pencemaran udara (ISPU) memperlihatkan konsentrasi partikulat


PM10 berada pada taraf 142 mikrogram per meter kubik, Sabtu (27/8) pukul 07.00. Adapun di
Palembang, konsentrasi partukulat PM10 berada pada taraf 223,27 mikrogram per meter kubik
pada pukul 10.00.

Batas konsentrasi polusi udara yang masih dianggap sedang adalah 150 mikrogram per meter
kubik. Di atas angka tersebut, polusi udara masuk kategori tidak sehat. Bahkan, jika menembus
350 mikrogram per meter kubik, polusi udara dianggap berbahaya.

“Bau asap sudah sangat tercium, apalagi ketika angin kencang. Karena itu, jendela di apartemen,
saya tutup rapat. Pemandangan dari gedung apartemen juga mulai samar-samar,” kata Yusfebri
kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan. Hal senada diungkapkan Anna Veralin,
seorang ibu dengan dua anak yang menetap di Singapura. Menurutnya, karena dampak asap
mulai terasa, dia sengaja membatasi aktivitas di luar rumah.

“Kegiatan luar ruangan terpaksa dikurangi. Kalau nggak perlu banget nggak usah keluar rumah.
Kalaupun keluar rumah, masker selalu ada di dalam tas,” ujarnya.

Data Badan Lingkungan Nasional Singapura (NEA) menyebutkan Indeks Standar Polutan (PSI)
yang mencakup pemantauan terhadap enam zat polutan mencapai 143 di bagian barat dan utara
kota pada pukul 07.00 waktu setempat. Kemudian pada pukul 12.00, PSI mencapai 137. PSI di
bawah 200 masuk kategori ‘tidak sehat’, dan di atas 201 hingga 300 ‘sangat tidak sehat’. Adapun
angka yang melampaui 300 dianggap ‘berbahaya’.
Kabut asap di Pekanbaru dan Singapura berhubungan dengan meningkatnya titik panas (hotspot)
di Pulau Sumatera, khususnya di Provinsi Riau.

Image caption Pada Jumat (26/8), angin menghembuskan asap kebakaran hutan dan lahan di
Pulau Sumatera ke Singapura.

Berdasarkan pemantauan satelit Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Sabtu
(27/8), jumlah titik panas di Pulau Sumatera mencapai 65 dan 61 di antaranya berada di Riau.
Jumlah itu meningkat 10 titik dari sehari sebelumnya.

Satgas Udara Riau melaporkan konsentrasi titik api di provinsi itu banyak ditemukan di
Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis, dan Kampar. Beberapa helikopter dan pesawat Air Tractor
pun dikerahkan untuk memadamkan api.

Akan tetapi, menurut Sutopo Purwo Nugroho selaku Kepala Pusat Data Informasi dan Humas
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pergerakan arah angin amat berpengaruh
sehingga kabut asap bisa tampak di beberapa tempat.

Image caption Kebakaran hutan dan lahan terus terjadi sepanjang Juli hingga Agustus 2016 di
berbagai tempat di Riau, seperti misalnya di Kabupaten Kampar pada Sabtu (27/8).

“Arah angin di atmosfer Riau dominan bergerak dari barat dan barat laut ke arah timur dan
tenggara, yang kemudian di sekitar barat Singapura mengarah ke timur laut. Ini adalah pola
pergerakan angin pada musim kemarau di Riau yang selalu dikhawatirkan membawa asap dari
Riau ke Singapura seperti saat kebakaran hutan dan lahan tahun 2013, 2014 dan 2015,” kata
Sutopo.

Langkah hukum

Di samping memadamkan api, langkah hukum dinantikan untuk memastikan para pelaku
pembakar hutan dan lahan diberi sanksi. Yuyun Indradi, dari lembaga pelindung lingkungan
Greenpeace, mengatakan sudah saatnya pemerintah menegakkan hukum agar kebakaran hutan
dan lahan tahun-tahun sebelumnya tidak terulang.
Sepanjang 2016, kepolisian Indonesia telah menangkap 463 individu yang diduga pembakar
hutan dan lahan. Jumlah itu meningkat drastis dari 2015, yaitu 196 orang. Akan tetapi,
peningkatan itu tidak berlaku bagi perusahaan. Sejauh ini, menurut Kepala Bareskrim Mabes
Polri, Ari Dono, baru sembilan perusahaan yang diselidiki terkait kebakaran hutan dan lahan
tahun ini. Padahal, tahun lalu, sebanyak 25 perusahaan yang diselidiki. Itupun belum jelas
perkembangan semua kasusnya. Hanya diketahui sekitar 11 perusahaan yang diduga terlibat
melakukan pembakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau mendapat SP3 atau surat perintah
penghentian penyidikan.

Sumber:
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/08/160826_indonesia_asap_pekanbaru_si
ngapura
Tanggapan :

Pencemaran udara di indonesia memang terus meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut
dikarenakan maraknya asap kendaraan bermotor, asap pabrik, hingga pembakaran hutan.
Dampak polusi udara ini sangat berbahaya, terutama bagi kesehatan. Sehingga penting sekali
untuk menghindari paparan polusi udara yang akan berdampak merugikan tersebut.

Ada banyak gangguan kesehatan yang akan ditimbulkan dari adanya polusi udara ini misalnya:

 Terjadinya gangguan pernafasan seperti misal gangguan paru- paru

 Menyebabkan kambuhnya penyakit asma

 Menimbulkan penyakit batuk

 Mengganggu pandangan (misalnya asap kebakaran hutan yang ada di Sumatera)

 Memicu terjadinya hujan asam.

Dan masih banyak lagi. Polusi udara merupakan peristiwa yang harus diwaspadai, dijauhi atau
bahkan dihilangkan. . Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk dijadikan solusi
menghadapi polusi udara ini. Beberapa solusi tersebut antara lain sebagai berikut:

 Melakukan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai pentingnya udara yang bersih dan
juga bebas dari polusi
 Penegakan kembali peraturan atau perundang- undangan tentang lingkungan

Anda mungkin juga menyukai