Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV/AIDS

A. KONSEP TEORI
1. PENGERTIAN
HIV adalah singkatan dari human Immunodeficiency Virus merupakan virus
yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan
menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam
melawan infeksi Yang menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.
AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang
)dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil
akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005)
Sindrom imunodefisiensi yang didapat (AIDS : Acquired Immunodeficiency
Syndrom) diartikan sebagai bentuk keadaan paling berat dari keadaan sakit terus
menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Aelama bertahun-tahun, HIV diartikan sebagai HTLV III (HUMAN t-CELL
lymphotropic virus tipe III ) dan virus yang berkaitan dengan limfadenopati (LAV :
Limphadenopathy associated virus). Manifestasi infeksi HIV berkisar mulai dari
kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda-tanda dan gejala yang nyata hingga
keadaan imunosupresi yang berat yang berkatan dengan pelbagai infeksi yang dapat
membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi. Pada musim
gugur di tahun 1982, the Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
mempublikasikan definisi kasus penyakit AIDS sesudah terdapat 100 kasus pertama
yang dilaporkan. Sejak itu CDC telah merevisi definisi kasus ini sebanyak dua kali
(pada tahun 1987 dan 1993) sehingga jumlah kasus-kasus penyakit AIDS yang
dilaporkan semakin meningkat.

2. ETIOLOGI
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-
III) atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari
famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam

1
deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2
adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS
diseluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek
siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan
yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya
diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular)
dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan
meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum
dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan
penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1
(Sylvia, 2005)

3. MANIFESTASI KLINIK
Menurut (Doenges, 1999), Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar
luas dan pada dasarnya dapat mengenai setiap sistem organ. Penyakit yang
berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi, malignansi
dan/ efek langsung HIV pada jaringan tubuh. Pembahasan berikut ini dibatasi pada
manifestasi klinis dan akibat infeksi HIV berat yang paling sering ditemukan.
a. Rerpiratorius
Pneumonia Pneumocystis Carinii. Gejala nafas yang pendek, sesak
nafas (dispneu), batuk-batuk, nyeri dada dan demam akan menyertai pelbagai
infeksi oportunitis, seperti yang disebabkan oleh mycobakterium avium
intracellurare (MAI), sitomegalovirus (CMV) dan legionella. Walaupun begitu,
infeksi yang paling sering ditemukan diantara penderita AIDS adalah
Pneumonia pneumocystis carinii (PCP) yang merupakan penyakit oportunitis
pertama yang dideskripsikan berkaitan dengan AIDS. Tanpa terapi profilaktik,
PCP akan terjadi pada 80% orang- orang yang terinfeksi HIV. P. Carinii
awalnya diklasifikasikan sebagai protozoa, namun, sejumlah penelitian dan
pemeriksaa analisis terhadap struktur RNA ribosomnya menunjukkan bahwa
mikroorganisme ini merupakan jamur (fungus). Kendati demikian struktur dan
sensitivitas antimikrobanya sangat berbeda dengan jamur penyebab penyakit
yang lain. P. Carinii hanya menimbulkan penyakit pada hospes yang

2
kekebalannya terganggu. Jamur ini menginvasi dan berproliferasi dalam alveoli
pulmonalis sehingga terjadi konsolidasi parenkim paru.
Kompleks Mycobakterium Avium. Penyakit kompleks
mycobakterium avium (MAC: Mycobakterium avium Complex) muncul
sebagai penyebab utama infeksi bakteri pada pasien-pasien AIDS.
Mikroorganisme yang termasuk kedalam MAC adalah M. Avium, M.
Intracellurare dan M. Scrofulaceum. MAC yaitu suatu kelompok baksil tahan
asam, biasanya menyebabkan infeksi pernafasan kendati juga sering dijumpai
dalam traktus gastrointestinal, nodus limfatikus, dan sum-sum tulang. Sebagian
penderita AIDS sudah menderita penyakit yang menyebarluas ketika diagnosis
ditegakkan dan biasanya dengan keadaan umum yang buruk. Infeksi MAC
akan disertai dengan angka mortalitas yang tinggi.
M. Tuberculosis yang berkaitan dengan HIV cenderung terjadi
diantara para pemakai obat bius IV dan kelompok lain dengan prevalensi
infeksi tuberculosis yang sebelumnya sudah tinggi. Berbeda dengan infeksi
oportunitis lainnya, penyakit TB cenderung terjadi secara dini dalam perjalanan
infeksi HIV dan biasanya mendahului diagnosis AIDS. Terjadinya TB secara
dini akan disertai dengan pembentukan granuloma yang mengalami pengkijuan
(kaseasi) sehingga timbul kecurigaan kearah diagnosis TB. Pada stadium ini,
penyakit TB akan bereaksi dengan baik terhadap terapi antituberculosis.
Penyakit TB yang terjadi kemudian dalam perjalanan infeksi HIV ditandai
dengan tidak terdapatnya respon tes kulit tuberkulin karena sistem kekebalan
yang sudah terganggu tidak mampu lagi bereaksi terhadap antigen TB. Dalam
stadium infeksi HIV yang lanjut, penyakit TB disertai dengan penyebaran ke
tempat-tempat ekstrapulmoner seperti sistem saraf pusat, tulang, peritonium,
dan skrotum. Strain multipel baksil TB yang resisten-obat kini bermunculan
dan kerapkali berkaitan dengan ketidakpatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan antituberkulosis.
b. Gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal penyakit AIDS mencakup hilangnya
selera makan, mual, vomitus, kandidiasis oral serta esophagus dan diare kronis.
Diare merupakan masalah bagi 50% hingga 90% dari keseluruhan pasien
AIDS. Pada sebagian kasus gejala gastrointestinal dapat berhubungan dengan

3
efek langsung HIV pada sel-sel yang melapisi intestinum. Sebagian
mikroorganisme patogen enteral yang paling sering ditemukan dan
teridentifikasi dalam pemeriksaan kultur fese atau biopsi intestinum adalah
cryptospoidium muris, salmonella, CMV, clostridium difficile dan M. Avium
intracellulare. Bagi pasien AIDS, diare dapat membawa akibat yang serius
sehubungan dengan terjadinya penurunan BB yang nyata (lebih dari 10% BB),
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, ekskoriasi kulit perianal,
kelemahan dan ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan yang biasa
yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Kandidiasis oral. Suatu infeksi jamur hampir terdapat secara
universal pada semua penderita AIDS serta keadaan yang berhubungan dengan
AIDS. Infeksi ini umumnya mendahului infeksi serius lainnya. Kandidiasis
oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim rongga mulut. Kalau tidak
diobati kandidiasis oral akan berlanjut dengan mengenai eshopagus dan
lambung. Tanda-tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan
yang sulit serta nyeri dan rasa sakit dibalik sternum (nyeri retrosternal).
Sebgaian pasien juga menderita lesi oral yang mengalami ulserasi dan menjadi
rentan terutama terhadap penyebaran kandidiasis kesistem tubuh yang lain.
Sindrom pelisutan. Sindrom pelisutan (wasting sindrom) kini
diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit AIDS.
Kriteria diagnostiknya mancakup penurunan berat yang tidak dikehendaki yang
melampaui 10% berat badan dasar, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari
atau kelemahan yang kronis dan demam yang kambuh atau menetap tanpa
adanya yang dapat menjelaskan gejala ini.malnutrisi energi-protein yang terjadi
tanpa multifaktor. Pada sebagian penderita yang mengalami penyakit AIDS
Pasiennya akan mengalami hipermetabolik dimana terjadi pembakaran kalori
yang berlebihan dan kehilangan lean body mass. Keadaan ini serupa dengan
keadaan stress seperti sepsis serta trauma dan dapat menimbulkan kegagalan
organ. Pembedaan antara keadaan kakeksia (pelisutan) dan malnutrisi atau
antara kakeksia dan penurunan BB yang biasa terjadi sangat penting mengingat
gangguan metabolik pada sindrom pelisutan tidak dapat diubah dengan
dukungan nutrisi saja.

4
c. Kanker
Penderita AIDS memiliki insidensi penyakit kanker yang lebih tinggi
dari pada insiden yang biasa terjadi. Keadaan ini mungkin berkaitan dengan
stimulasi HIV terhadap sel-sel kanker yang sedang tumbuh atau berkaitan
dengan defisiensi kekebalan yang memungkinkan substansi penyebab kanker,
seperti virus, untuk mengubah sel-sel yang rentan menjadi sel-sel malignan.
Sarkoma Kaposi tipe tertentu limfoma sel B dan karsinoma serviks yang
invasif diikutsertakan dalam klasifikasi CDC untuk kelainan malignitas
(malignansi) yang berhubungan dengan AIDS. Karsinoma kulit, lambung,
pankreas, rektum dan kandung kemih juga lebih sering dijumpai dari pada yang
diperkirakan dari pada pasien-pasien AIDS.
d. Neurologik
Diperkirakan ada 80% dari semua pasien AIDS yang mengalami
bentuk kelainan neurologik tertentu selama perjalanan infeksi HIV. Banyak
kelainan neuropatologik yang kurang dilaporkan mengingat pasien pasien
tersebut dapat menderita kelainan neurologik tanpa tanda-tanda dan gejala
yang jelas. Komplikasi neurologik meliputi fungsi syaraf sentral, perifer dan
autonom. Gangguan fungsi neurologik dapat terjadi akibat efek langsung HIV
pada jaringan sistem saraf, infeksi oportunis, neuplasma primer, atau
metastatik, perubahan serebrovaskuler, enselopati metabolik, atau komplikasi
sekunder karena terapi. Respon sistem imun terhadap infeksi HIV dalam sistem
saraf pusat mencakup inflamasi, atrofi, demielinisasi,degenerasi dan nekrosis.
Enselofati HIV. Disebut pula sebagai kompleks demensia AIDS
(ADC; AIDS Dementia Complex), enselofati HIV terjadi sedikitnya pada dua
pertiga pasien AIDS. Bukti akhir menunjukkan bahwa kompleks demnsia
AIDS tersebut menunjukkan bahwa kompleks demensia AIDS tersebut
merupakan akibat langsung infeksi HIV. HIV ditemukan dalam jumlah yang
besar dalam otak mapun cairan serebrospinal pasien-pasien ADC. Sel-sel otak
yang terinfeksi HIV didominasi oleh sel-sel CD4+ yang berasal daro monosit
atau magrofag. Infeksi HIV diyakini akan memicu toksin atau limfokin yang
mengakibatkan disfungsi seluler atau yang mengganggu fungsi
neurotransmitter ketimbang menyebabkan kerusakan seluler. Keadaan ini
berupa sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan progresif pada fungsi

5
kognitif, perilaku dan motorik. Tanda-tanda dan gejalanya dapat samar-samar
serta sulit dibedakan dengan kelelahan, depresi, atau efek terapi yang
merugikan terhadap infeksi dan malignansi.
Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala,
kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, pelambatan psikomotorik, apatis
dan ataksia. Stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan
dalam respon verbal, gngguan afektif seperti pandangan yang kosong,
hiperrefleksi paraparesis spesifik, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia,
serangan kejang, mutisme dan kematian.
Cryptococus neoformans. Infeksi jamur yaitu cryptococcus
neoformans merupakan infeksi oportunis paling sering keempat yang terdapat
diantara pasien-pasien AIDS dan penyebab infeksi paling sering ketiga yang
menyebabkan kelainan neurologik. Meningitis kriptokokus ditandai dengan
gejala seperti demam/panas, sakit kepala, keadaan tidak enak badan (malaise),
kaku kuduk, mual, vomitus, perubahan status mental dan kejang. Diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebrospinal.
Leukoenselofati Multifokal Progresiva (PML). PML merupakan
kelainan sistem saraf pusat dengan demielinisasi yang disebabkan oleh virus J.
C. (diberi nama demikian menurut nama pasien yang kulturnya menumbuhkan
virus tersebut), virus ii menginfeksi oligodendroglia. Manifestasi klinis dapat
dimulai dengan konfusi mental dan mengalami perkembangan cepat yang
akhirnya mencakup gejala kebutaan, afasia, paresis ( paralisis ringan ) serta
kematian. Infeksi saraf yang sering ditemukan lainnya adalah Toxoplasma
gondii, CMV dan M. Tuberculosis.
Kelainan neurologik lainnya. Manifestasi neurologi lain mencakup
neuropati sentral dan perifer. Mielopati vaskuler merupakan kelainan
degeneratif yang mengenai kolumna lateralis dan posterior medula spinalis
sehingga terjadi paraparesis spastik progresiva, ataksia serta inkontinensia.
Neuropati perifer yang berhunbungan dengan HIV diperkirakan merupakan
kelainan demielinisasi dengan disertai rasa nyeri serta patirasa pada
ekstremitas, kelemahan, penurunan refleks tendon yang dalam, hipotensi
ortostatik dan impotensi.

6
e. Struktur integumen
Manifestasi kulit menyertai HIV dan infeksi oportunis serta
malignansi yang mendampinginya. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan
herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri yang
merusak integritas kulit. Moluskum kontagiosum merupakan infeksi virus yang
ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. Dermatitis seboreika
akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit
kepala serta wajah. Penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis
menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupasatau
dengan dermatitis atopik seperti ekzema atau psoriasis.

Manifestasi Klinis Spesifik Pada Wanita


Kandidiasi vagina yag persisten atau rekuren dapat menjadi tanda
pertama yang menunjukkan infeksi HIV pada wanita. Ulkus genitalis yang
terjadi dimasa lalu atau sekarang merupakan faktor resiko bagi penularan
infeksi HIV. Wanita dengan infeksi HIV lebih rentan terhadap ulkus genitalis
serta kondiloma kuminata (venereal warts), dan akan mengalami peningkatan
frekuensi serta kekambuhan kedua penyakit kelamin tersebut. Penyakit
menular seksual yang ulseratif seperti syangkroid, sifilis dan herpes lebih berat
pada wanita ini. Human Papilloma Virus (HPV) menyebabkan kondiloma
akuminata dan merupakan faktor resiko untuk terjadinya neoplasia intra epitel
serviks, yaitu prekursor kanker serviks. Kini semakin bertambah jelas bahwa
wanita yang memiliki infeksi HIV memiliki kemampuan sepulh kali untuk
menderita neoplasia intra epitel serviks dari pada wanita yang tidak terinfeksi
HIV.

7
4. PHATWAY
HIV masuk ke dalam tubuh manusia

Menginfeksi sel yang mempunyai molekul CO4
(Limfosit T4, Monosit, Sel dendrit, Sel Langerhans)

Mengikat molekul CO4

Memiliki sel target dan memproduksi virus

Sel limfosit T4 hancur

Imunitas tubuh menurun

Infeksi opurtinistik

↓ ↓ ↓ ↓
Sist pernafasan Sist Pencernaan Sist. Integumen Sist Neurologis
↓ ↓ ↓ ↓
Peradangan pd Infeksi jamur Peristaltik Peradangan kulit Infeksi ssp
Jaringan paru ↓ ↓ ↓
↓ Peradangan mulut Diare kronis Timbul lesi/ ↓
Sesak, demam ↓ ↓ bercak putih Peningkatan
↓ Sulit menelan Cairan output ↓ kesadaran, kejang
Tdk efektif Mual ↓ Gatal, nyeri Nyeri kepala
Ggn pertukaran ↓ Bibir kering Bersisik ↓
gas Intake kurang Turgor kulit ↓ MK: perubahan
↑ suhu ↓ ↓ MK: Ggn rasa proses pikir
MK: Ggn pemenu MK: kekurang nyaman
Han nutrisi an vol cairan
Ggn eliminasi
BAB, diare

8
5. PATOFISIOLOGI
HIV tergolong kedalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus
yang menunjukkan bahwa virus tersebut menunjukkan materi genetiknya dalam
asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA.) Virus
HIV (partikel virus yang lengkap yang dibungkus oleh selubung pelindung)
mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru yang terpancung dimana p24
merupakan komponen struktural yang utama. Tombol (knob) yang menonjol lewat
dinding virus terdiri atas protein gp120 dari HIV.
Sel-sel CD4+ mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 Helper (yang
dinamakan sel-sel CD4+ kalau dikaitkan dengan infeksi HIV), limfosit T4 helper
ini merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga sel diatas. Sesudah terikat
dengan membran T4 helper HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang
identik kedalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai
revense trancriptase HIV akan melakukan pemprograman ulang materi genetik
dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double stranded. DNA (DNA utas -
ganda). DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus
dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.
Siklus reflikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi
diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen,
sitokinin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti
sitomegalovirus (CMV: Cytomegalovirus), virus Epstein-barr, herpes simpleks
dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan
replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan.
HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas kedalam plasma darah dan
menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya.
Infeksi monosit dan magrofag tampaknya berlangsung secara persisten dan
tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel ini menjadi
reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan
terangkut keseluruh tubuh lewat sistem ini untuk menginfeksi pelbagai jaringan
tubuh. Sebagian besar jaringan ini dapat mengandung moleku CD4+ atau memiliki
kemampuan untuk memproduksinya. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa
sesudah infeksi inisial kurang lebih 25 % dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi
oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan

9
infeksi HIV, tempat primernya adalah jaringan limfoid. Ketika sistem imun
terstimulasi, replikasi virus ini akan terjadi dan virus ini akan menyebar kedalam
plasma darah yang mengakibatkan infeksi berikutnya pada sel-sel CD4+ yang
lainnya. Penelitian yang lebih mutakhir menunjukkan bahwa sistem imun pada
infeksi HIV lebih aktif dari pada yang diperkirakan sebelumnya sebagaimana
dibuktikan oleh produksi sebanyak dua milyar limfosit CD4+ perhari. Keseluruhan
populasi sel-sel CD4+ perifer akan mengalami pergantian (turn over) setiap lima
belas hari sekali (Ho et al, 1995).
Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan
orang yang terjangkit infeksi tersebut. Jika orang tersebut tidak sedang berrperang
melawan infeksi yang lain, reproduksi HV berjalan dengan lambat. Namun
reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang mengalami
infeksi yang lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat
menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah
terinfeksi HIV. Sebagi contoh, seorang pasien mungkin bebas dari gejala selama
berpuluh-puluh tahun kendati demikian, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV
(sampai 65%) tetap menderita penyakit HIV atau AIDS yang simtomatik dalam
waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi (pinching, 1992).
Dalam respon imun limfosit T4 memainkan beberapa peranan yang penting
yaitu mengenali anti gen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi
antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksik, memproduksi limfokin dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi limposit T4
terganggu mikroorganismeyang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan sakit yang serius.
Infeksi dan malignansi yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imun
dinamakan infeksi oportunistik.

6. PENULARAN
Menurut (doenges, 1999 ), Jalur penularan HIV serupa dengan infeksi
hepatitis B. Pada homoseksual pria, anal intercourse atau anal manipulation akan
meningkatkan kemungkinan trauma pada mukosa rektum dan selanjutnya
memperbesar peluang untuk terkena virus HIV lewat sekret tubuh . peningkatan
frekuensi praktik dan hubungan seksual ini dengan partner yang bergantian juga

10
turut menyebarkan penyakit ini. Hubungan heteroseksual dengan orang yang
menderita infeksi HIV juga merupakan bentuk penularan yang terus tumbuh secara
bermakna.
Penularan melalui pemakai obat bius intravena terjadi lewat kontak
langsung darah dengan jarum dan semprit yang terkontaminasi. Meskipun jumlah
darah dalam semprit yang relatif kecil efek kumulatif pemakaian bersama
peralatan suntik yang sudah terkontaminasi tersebut akan meningkatkan risiko
penularan.
Darah dan produk darah yang mencakup transfusi yang diberikan pada
penderita hemofilia, dapat menularkan HIV kepada resifien. Namun demikian,
resiko yang berkaitan dengan transfusi kini sudah banyak berkurang sebagai hasil
dari pemeriksaan serologi yang secara sukarela diminta sendiri, pemrosesan
konsentrat faktor pembekuan dengan pemanasan dan cara-cara inaktivasi vurus
yang semakin efektif (Donegan, 1990). Insiden penyakit AIDS pada petugas
kesehatan yang terpajan HIV lewat cedera tertusuk jarum suntik diperkirakan
kurang dari 1%. Penelitian berskala besar terhadap para perugas kesehatan yang
terpajan kini sedang dilaksanakan oleh CDC dan kelompok-kelompok lainnya.
Virus HIV dapat pula ditularkan in utero dari ibu kepada bayinya dan kemudian
melalui air susu ibu.

Cara penularan AIDS ( Arif mansjoer , 2000 )antara lain sebagai berikut :
a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
b. Melalui darah, yaitu:
1) Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
2) Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%
3) Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051%
4) Transmisi dari ibu ke anak :
a) Selama kehamilan
b) Saat persalinan, risiko penularan 50%
c) Melalui air susu ibu(ASI)14%

11
7. PENCEGAHAN PENULARAN
Sebelum ditemukan vaksin yang efektif pencegahan penularan HIV dengan
cara menghilangkan atau mengurangi perilaku beresiko merupakan tindakan yang
sangat penting. Upaya pencegahan primer melalui program pendidikan yang
efektif sangat penting untuk pengendalian dan pencegahan. Penyakit AIDS tidak
ditularkan lewat kontak secara kebetulan. Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa
penyakit IDS hanya ditularkan melalui hubungan seks yang intim, pajanan
parenteral dengan darah, dan penularan perinatal dari ibu kepada bayi yang
dikandungnya. Penelitian terhadap kontak nonseksual pasien AIDS dalam rumah
tangga, disamping kontak nonseksual antar individu yang umumnya terjadi
ditempat kerja tidak memperlihatkan peningkatan risiko penularan AIDS lewat
kontak tersebut.
Bagi kepentingan kesehatan masyarakat CDC dan ikatan dokter di
Amerika Serikat telah mempublikasikan beberapa rekomendasi untuk mencegah
penularan HIV. Pedoman ini berlaku bagi setiap pedoman kesehatan dalam segala
situasi disamping bagi keluarga dan teman penderita yang melaksanakan perawatn
dirumah. Pedoman yang berjudul “Universal Blood And Body Fluid Precoutions”
dimaksudkan untk mencegah pajanan atau kontak parenteral, membran mukosa
dan kulit yang tidak utuh dari petugas kesehatan terhadap mikroorganisme patogen
dari semua penderita tanpa mempedulikan status HIV mereka. Meskipun HIV
pernah diisolasi dari semua tipe cairan tubuh, namun resiko penularan pada
petugas kesehatan dari feses, sekret hidung, sputum, keringat, air susu ibu, air
mata, urin dan muntahan adalah lebih kecil, kecuali jika cairan tubuh ini
mengandung darah yang nyata. CDC menganjurkan agar tindakan kewaspadaan
universal diterapkan pada daerah cairan serebrospinal, sinovial, pleural, peritoneal,
perikardial, amnion dan vaginal, dan segmen. Dalam keadaan darurat ketika tipe-
tipe cairan tersebut sulit dibedakan, semua cairan tubuh harus dianggap, berpotensi
membahayakan kesehatan.
Sistem isolasi lainnya yaitu Body Subtance Isolation System (sistem
pengisolasian substansi tubuh), digunakan oleh bebrapa lembaga di Amerika
Serikat sebagai pilihan alternatif untuk Universal Blood and Body Fluid
Precautions (Tindakan Penjagaan Universal untuk Darah dan Ciran Tubuh).
Sistem ini menawarkan strategi pengisolasian yang lebih luas untuk mengurangi

12
resiko penularan penyakit kepada pasien serta petugas kesehatan dan membuat
petugas kesehatan tidak perlu mengenali jenis cairan tubuh.

8. EVALUASI DIAGNOSTIK
a. Tes laboratorium
Sejak ditemukannya HIV pada tahun 1983, para ilmuan telah belajar
banyak tentang karakteristik dan patogenesis virus tersebut. Berdasarkan
pengetahuan ini telah dikembangkan sejumlah tes diagnostik yang sebagian
masih bersifat penelitian. Tes atau pemeriksaan laboratorium kini digunakan
untuk mendiagnosis HIV dan memantau perkembangan penyakit serta
responnya terhadap terapi pda orang yang terinfeksi HIV.
b. Tes antibody HIV
Kalau sesorang terinfeksi oleh virus HIV sistem imunnya akan
bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody
umumnya terbentuk dalam waktu 3 hingga 12 minggu setelah terkena infeksi,
kendati pembentukan antibody ini dapat memerlukan waktu sampai 6 hingga
14 bulan, kenyataan ini menjelaskan mengapa seseorang dapat terinfeksi
tetapi pada mulanya tidak memperlihatkan hasil tes yang positif. Sayangnya,
antibody untuk HIV tidak efektif dan tidak dapat menghentikan
perkembangan infeksi HIV. Kemampuan untuk mendeteksi antibodi HIV
dalam darah telah memungkinkan pemeriksaan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostik pada pasien-pasien yang terinfeksi HIV.
Pada tahun 1985, Food and Drug Administration (FDA) mengeluarkan lisensi
untuk uji kadar antibody HIV bagi semua pendonoran darah dari plasma.
Ada tiga buah tes untuk memastikan adanya antibodi terhadap infeksi
HIV dan membantu mendiagnosis infeksi HIV. Tes enzime-linked
immunosorbent assay (ELISA) mengidentifikasi antibodi yang secara spesifik
ditujukan kepada virus HIV. Tes ELISA tidak menegakkan diagnosis
penyakit AIDS tetapi lebih menunjukkan bahwa seseoran pernah terkena atau
terinfeksi oleh virus HIV. Orang yang darahnya mengandung antibodi untuk
HIV disebut sebagai orang yang seropositif. Pemeriksaan Western Blot Assey
merupakan tes lainnya yang dapat mengenali antibody HIV dan digunakan
untuk memastikan seropositivitas seperti yang teridentifikasi lewat prosedur

13
ELISA. Indirect immunofluorescence assey (IFA) kini sedang digunakan oleh
sebagian dokter sebagai pengganti pemeriksaan western blot untuk
memastikan seropositivitas. Tes lainnya, yaitu radioimmunoprecipitation
assay (RIPA), lebih mendeteksi protein HIV ketimbang antibody.

9. PENATALAKSANAAN
Upaya penanganan medis meliputi beberapa cara pendekatan yang
mencakup penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta malignansi,
penghentian replikasi virus HIV lewat preparat antivirus dan penguatan serta
pemulihan sistem imun melalui penggunaan preparat imunomodulator. Perawatan
suportif merupakan tindakan yang penting karena efek infeksi HIV dan penyaki
AIDS yang sangat menurunkan keadaan umum pasien, efek tersebut mencakup
malnutrisi, kerusakan kulit, kelemahan, imobilitas dan perubahan status mental.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : mudah lelah, berkurang toleransi terhadap aktivitas biasanya,
progresi kelelahan/malaise, perubahan pola tidur.
Tanda : kelemahan otot, menurunnya massa otot.
Respons fisiologis terhadap aktivitas se[perti perubahan dalam
TD, frekuensi jantung, pernafasan.
b. Sirkulasi
Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat ( bila anemia),
perdarahan lama pada cedera (jarang tejadoz)
Tanda : takikardi, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi
perifer, pucat atau sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c. Integritas ego
Gejala : faktor stres yang berhubungan dengan kehilangan. Mis:
dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain, penghasilan,
gaya hidup tertentu, dan distres spiritual, mengkuartirkan
penampilan: alopepsia, lesi dan menurunnya berat badan.
Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak

14
berguna, rasa bersalah, kehilngan kontrol diri, dan depresi.
Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut dan menarik diri.
Perilaku marah, postur tubuh mngelak. Menangis dan kontak
mata yang kurang.
Gagal meneptai janji atau banyak janji untuk periksa dengan
gejala yang sama.
d. Eliminasi
Gejala : diare yang intermitten, terus menerus, seiring dengan atau
tanpa di sertai kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar
saat miksi.
e. Tanda : feses encer dengan atau tanpa disertai mukus atau darah.
Diare pekat yang sering
Nyeri tekan abdominal
Lesi atau abses rektal, perineal.
Perubahan dalam jumlah, warna dan karakteristik urine.
f. Makanan/cairan
Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan
mengenali makan, mual/muntah.
Disfagia, nyeri retrosternal saat menelam.
Penurunan berat badan yang cepat/progresif.
Tanda : dapat menunjukkan adanya bising usus hiperaktif.
Penurunan berat badan : perawakan kurus, menurunnya lemak
subkitan/massa otot.
Turgor kulit buruk.
Lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan
warna.
Kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal.
g. Higiene
Tanda : memperlihatkan penampilan tidak rapi, kekurangan
dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan
diri.
h. Neurosensori
Gejala : pusing/pening, sakit kepala

15
Perubahan status mental, kehilngan ketajaman atau
kemampuan diri untuk mengatasi masalah, tidak mampu
mengingat dan konsentrasi menurun.
Kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran
Kelemahan otot, treomor dan perubahan ketajaman
penglihatan
Tanda : perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental
sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kesadaran
menurun, apatis, retardasi psikomotor/respons melambat.
Ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis.
Timbul refleks tidak normal, menurunnya kekuatan otot.
i. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : nyeri umum atau lokal, rasa terbakar pada kaki.
Sakit kepala
Nyeri dada pleuritis.
Tanda : pembengkakan pada sendir, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan
Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang.
Gerak otot melindungi bagian yang sakit.
j. Pernafasan
Gejala : nafas pendek yang progresif.
Batuk, produktif/nonproduktif sputum
Bendungan atau sesak pada dada.
Tanda : takipnea, distress pernafasan
Perubahan pada bunyi napas/bunyi napas asventisius.
Sputum: kuning (pada pneumonia yang menghasilkan sputum)
k. Keamanan
Gejala : riwayat jatuh, terbakar, luka yang lambat proses
penyembuhannya
Riwayat menjalani transfusi darah yang sering atau berulang
(misalnya : hemofilia, operasi vaskuler mayor, insiden
traumatis)
Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut.
Demam berulang, suhu rendah, peningkatan suhu

16
intermitten/memuncak; berkeringat malam.
Tanda : perubahan integritas kulit; terpotong, ruam. Misalnya :
ekzema, eksantem, psoriasis, perubahan warna, perubahan
ukuran/warna mola, mudah terjadimemar yang tidak dapat di
jelaskan sebabnya.
Rektum, luka- luka perineal atau abses.
Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua area
tubuh atau lebih ( mis: leher, ketiak, paha)
Menurunnya kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada
gaya berjalan.
l. Seksualitas
Gejala : riwayat perilaku berisiki tinggi mengadakan hubungan seksual
dengan pasangan yang positif hiv, pasangan seksual multiple,
aktivitas seksual yang tidak terlindungu dan seks anal.
Menurunnya libido, terlalu sakit untuk hubungan seks.
Penggunaan kondom yang tidak konsisten.
Menggunakan pil pencegah kehamilan ( meningkatkan
kerentanan terhadap virus pada pencegahan wanita yang di
perkirakan dapat terpajan karena kekeringan/iritabilitas
vagina)
Tanda : kehamilan atau risiko terhadap hamil
Genetalia : manifestasi kulit (mis: herpes); rabas.
m. Interaksi sosial
Gejala : masalah yang di timbulkan oleh diagnosis, mis: kehilangan
kerabat/orang terdekat, teman, pendukung. Rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan
penolakan/kehilangan pendapatan.
Isolasi, kesepian, teman dekat ataupun pasangan seksual yang
meninggal karena aids
Mempertanyakan kemampuan untuk mandiri, tidak mampu
membuat rencana.
Tanda : perubahan pada interaksi keluarga/ orang terdekat
Aktiviats yang terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.

17
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari tubuh b/d perubahan pada kemampuan untuk
mencerna d/d penurunan berat badan
2. Nyeri kronik b/d inflamasi d/d keluhan nyeri
3. Kerusakan integritas kulit b/d defisit imunologi d/d lesi kulit
4. Perubahan membran mukosa oral b/d defisit imunologi d/d candidiasis
5. Kelelahan b/d perubahan produksi energi metabolisme d/d kekurangan energi
6. Perubahan proses pikir b/d hipoksemia d/d perubahan lapang perhatian
7. Ansietas b/d ancaman pada konsep pribadi d/d peningkatan tegangan
8. Isolasi sosial b/d perubahan status kesehatan d/d perasaan ditolak
9. Ketidakberdayaan b/d perubahan pada bentuk tubuh d/d bergantung pada orang
lain untuk perawatan
10.Kurang pengetahuan mengenai penyakit b/d tidak mengenal sumber informasi d/d
permintaan informasi
11.Resiko tinggi terhadap infeksi b/d pertahanan primer tidak efektif
12.Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan yang berlebihan,
diare berat
13.Resiko tinggi terhadap tidak efektifnya pola nafas b/d ketidakseimbangan
muscular
14.Resiko tinggi terhadap perubahan faktor pembekuan b/d penurunan absorpsi
Vitamin K

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx. Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi


1 1. Mempertahanka 1. Kaji kemampuan untuk 1. Lesi mulut, tenggorokan, dan
n BB atau mengunyah, merasakan dan esofagus dapat menyebabkan
memperlihatkan menelan dispagia, penurunan
peningkatan BB kemampuan pasien untuk
yang mengacu mengolah makanan dan
pada tujuan mengurangi keinginan untuk
yang diinginkan makan

18
2. Timbang BB sesuai kebutuhan, 2. Indikator kebutuhan nutrisi /
evaluasi BB dalam hal adanya pemasukan yang adekuat
BB yang tidak sesuai. Gunakan
serangkaian pengukuran BB dan
antropometrik
3. Jadwalkan obat-obatan diantara 3. Lambung yang penuh akan
makan dan batasi pemasukan mengurangi nafsu makan dan
cairan dengan makanan, kecuali pemasukan makanan
jika cairan memiliki nilai gizi
4. Dorong pasien untuk duduk 4. Mempermudah proses menelan
pada waktu makan dan mengurangi resiko aspirasi
5. Catat pemasukan kalori 5. Mengidentifikasi kebutuhan
terhadap suplemen atau
alternatif metode pemberian
makanan
2 Keluhan hilangnya 1. Kaji keluhan yeri, perhatikan 1. Mengindikasikan kebutuhan
/ terkontrolnya rasa lokasi, intensitas (skala 1 – 10), untuk intervensi dan juga tanda-
sakit frekuensi dan waktu menandai tanda perkembangan / resolusi
gejala non verbal komplikasi
2. Dorong pengungkapan perasaan 2. Dapat mengurangi ansietas dan
rasa takut, sehingga mengurangi
persepsi akan intensitas rasa
sakit
3. Lakukan tindakan pariatif mis: 3. Meningkatkan relaksasi /
pengubahan posisi, masase, menurunka tegangan otot
rentang gerak pada sendi yang
sakit
4. Berikan kompres hangat / lembab 4. Infeksi diketahui sebagai
pada sisi infeksi pentamidin / IV penyebab rasa sakit dan abses
selama 20 menit setelah steril
pemberian
3 Menunjukkan 1. Kaji kulit setiap hari, catat warna, 1. Menentukan garis dasar dimana
tingkah laku / turgor, sirkulasi dan sensasi. perubahan pada status dapat

19
teknik untuk Gambarkan lesi dan amati dibandingkan dan melakukan
mencegah perubahan intervensi yang tepat
kerusakan kulit / 2. Pertahankan sprei bersih, kering 2. Friksi kulit disebabkan oleh kain
meningkatkan dan tidak berkerut yang berkerut dan basah yang
kesembuhan menyebabkan iritasi dan
potensial terhadap infeksi
3. Tutupi luka tekan yang terbuka 3. Dapat mengurangi kontaminasi
dengan pembalut yang steril atau bakteri, meningkatkan proses
barrier produktif penyembuhan
4 Menunjukkan 1. Kaji membran mukosa / catat 1. Edema, lesi, membran mukosa
membran mukosa seluruh lesi oral. Perhatikan oral dan tenggorok kering
utuh, berwarna keluhan nyeri, bengkak, sulit menyebabkan rasa sakit dan
merah jambu, basah mengunyah / menelan sulit mengunyah / menelan
dan bebas dari 2. Berikan perawatan oral setiap hari 2. Mengurangi rasa tidak
inflamasi / ulserasi dan setelah makan, gunakan sikat nyaman, meningkatkan rasa
gigi halus, pasta sisi non abrasif, sehat dan mencegah
obat pencuci mulut non alkohol pembentukan asam yang
dan pelembab bibir dikaitkan dengan partikel
makanan yang tertinggal
3. Cuci lesi mukosa oral dengan 3. Mengurangi penyebaran lesi
menggunakan hidrogen peroksida dan krustasi dari kandidiasis
/ salin atau larutan soda kue dan meningkatkan
kenyamanan
4. Anjurkan permen karet / permen 4. Merangsang saliva untuk
tidak mengandung gula menetralkan asam dan
melindungi membran mukosa
5. Dorong pasien untuk tidak 5. Rokok akan mengeringkan dan
merokok mengiritasi membran mukosa
5 Melaporkan 1. Kaji pola tidur dan catat 1. Berbagai faktor dapat
peningkatan energi perubahan dalam proses berpikir / meningkatkan kelelahan,
perilaku termasuk kurang tidur,
penyakit ssp, tekanan emosi
dan efek samping obat-obatan

20
/ kemoterapi
2. Rencanakan perawatan untuk 2. Periode istirahat yang sering
menyediakan fase istirahat. Atur sangat dibutuhkan dalam
aktivitas pada waktu pasien sagat memperbaiki / menghemat
berenergi. Ikut sertakan pasien / energi. Perencanaan akan
orang terdekat pada penyusunan membuat pasien menjadi aktif
rencana pada waktu dimana tingkat
energi lebih tinggi, sehingga
dapat memperbaiki perasaan
sehat dan kontrol diri
3. Tetapkan keberhasilan aktivitas 3. Mengusahakan kontrol diri dan
yang realitas dengan pasien perasaan berhasil, mencegah
timbulnya perasaan frustasi
akibat kelelahan karena
aktivitas berlebihan
6 Mempertahankan 1. Kaji status mental dan neurologis 1. Menetapkan tingkat fungsional
orientasi realita dengan menggunakan alat yang pada waktu penerimaan dan
umum dan fungsi sesuai. Catat perubahan orientasi, mewaspadakan perawat pada
kognitif optimal respon terhadap rangsang, perubahan status yang dapat
kemampuan untuk mencegah dihubungkan dengan infeksi /
masalah, ansietas, perubahan pola kemungkinan penyakit ssp
tidur, halusinasi dan ide paranoid yang makin buruk, stressor
lingkungan, tekanan fisiologis,
efek samping terapi obat-
obatan
2. Pantau adanya tanda-tanda infeksi 2. Gejala ssp dihubungkan
ssp, mis: sakit kepala, kekakuan dengan meningitis / ensefalitis
nukal, muntah, demam diseminata mungkin memiliki
jangkauan dari perubahan
kepribadian yang tidak
kelihatan sampai kekacauan
mental, peka rangsangan,
mengantuk, pingsan, kejang

21
dan demensia
3. Susun batasan pada perilaku mal 3. Memberikan waktu tidur,
adaptif / menyiksa, hindari pilihan emngurangi gejala kognitif dan
pertanyaan terbuka kurang tidur
4. Diskusikan penyebab / harapan di 4. Mendapatkan informasi bahwa
masa depan dan perawatan jika A2T telah muncul untuk
demensia telah terdiagnosa. memperbaiki kognisi dapat
Gunakan istilah yang kongkret memberikan harapan dan
kontrol terhadap kehilangan
7 Menyatakan 1. Jamin pasien tentang kerahasiaan 1. Memberikan penentraman hati
kesadaran tentang dalam batasan situasi tertentu lebih lanjut dan kesempatan
perasaan dan cara bagi pasien untuk
sehat untuk memecahkan masalah pada
menghadapinya situasi yang diantisipasi
2. Berikan informasi akurat dan 2. Dapat mengurangi ansietas dan
konsiste mengenai prognosis, ketidakmampuan pasien untuk
hindari argumentasi mengenai membuat keputusan / pilihan
persepsi pasien terhadap situasi berdasarkan realita
tersebut
3. Berikan lingkungan terbuka 3. Membantu pasien untuk

dimana pasien akan merasa aman merasa diterima pada kondisi

untuk mendiskusikan perasaan sekarang tanpa perasaan

atau menahan diri untuk berbicara dihakimi dan meningkatkan


perasaan harga diri dan kontrol

4. Berikan informasi yang dapat 4. Menciptakan interaksi

dipercaya dan konsisten, juga personal yang lebih baik dan

dukungan untuk orang terdekat menurunkan ansietas dan rasa


takut
8 Menunjukkan 1. Tentukan persepsi pasien tentang 1. Isolasi sebagian dapat
peningkatan situasi mempengaruhi diri saat pasien
perasaan harga diri takut penolakan / reaksi orang
lain
2. Batasi / hindari penggunaan 2. Mengurangi perasaan pasien

22
masker, baju dan sarung tangan akan isolasi fisik dan
jika memungkinkan mis: jika menciptakan hubungan sosial
berbicara dengan pasien yang positif yang dapat
meningkatkan rasa percaya diri
3. Dorong kunjungan terbuka, 3. Partisipasi orang lain dapat
hubungan telepon dan aktivitas meningkatkan rasa
sosial dalam tingkat yang kebersamaan
memungkinkan
4. Dorong adanya hubungan yang 4. Membantu menetapkan
aktif dengan orang terdekat partisipasi pada hubungan
sosial dapat mengurangi
kemungkinan upaya bunuh diri
9 Menyatakan 1. Kaji tingkat perasaan tidak 1. Menentukan status individual
perasaan dan cara berdaya, mis: ekspresi verbal / non pasien dan mengusahakan
yang sehat untuk verbal yang mengindikasikan intervensi yang sesuai pada
berhubungan kurang kontrol, efek daftar waktu pasien imobilisasi
dengan mereka kurangnya komunikasi karena perasaan depresi
2. Dorong peran aktif pada 2. Memungkinkan peningkatan
perencanaan aktivitas, menetapkan perasaan kontrol dan
keberhasilan harian, yang realitas / menghargai diri sendiri dan
dapat dicapai dorong kontrol pasien tanggung jawab
dan tanggung jawab sebanyak
mungkin, identifikasi hal-hal yang
dapat dan tidak dapat dikontrol
pasien
10 Mengungkapkan 1. Tinjau ulang proses penyakit dan 1. Memberikan pengetahuan
pemahamannya apa yang menjadi harapan di masa dasar dimana pasien dapat
tentang kondisi / depan membuat pilihan berdasarkan
proses dan informasi
perawatan dari 2. Tinjau ulang cara penularan 2. Mengoreksi mitos dan
penyakit tertentu penyakit kesalahan konsepsi,
meningkatkan keamanan bagi
pasien / orang lain

23
3. Berikan informasi mengenai 3. Memberikan pasien kontrol
penatalaksanaan gejala yang mengurangi resiko rasa malu
melengkapi aturan medis, mis: dan meningkatkan
pada diare intermiten, gunakan kenyamanan
lomotil sebelum pergi kegitan
sosial
4. Tekankan perlunya melajutkan 4. Memberi kesempatan untuk
perawatan kesehatan dan evaluasi mengubah aturan untuk
memenuhi kebutuhan
perubahan / individual
5. Identifikasi sumber-sumber 5. Memudahkan pemindahan dari
komunitas, mis: rumah sakit / pusat lingkungan perawatan akut,
perawatan tempat tinggal (bila ada) mendukung pemulihan dengan
kemandirian
11 1. Mengidentifikasi 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah 1. Mengurangi resiko
/ ikut serta dalam seluruh kontak perawatan terkontaminasi silang
perilaku yang dilakukan instruksikan pasien /
megurangi resiko orang terdekat untuk mencuci
infeksi tangan sesuai indikasi
2. mencapai masa 2. Berikan lingkungan yang bersih 2. Mengurangi patogen pada sistem
penyembuhan dan berventilasi baik periksa imun dan mengurangi
luka / lesi pengunjung / staf terhadap tanda kemungkinan pasien mengalami
3. tidak demam dan infeksi dan mempertahankan infeksi nosokomial
bebas dari kewaspadaan sesuai indikasi
pengeluaran / 3. Diskusikan tingkat dan rasional 3. Meningkatkan kerja sama
sekresi purulen isolasi pencegahan dan dengan cara hidup dan berusaha
dan tanda-tanda mempertahankan kesehatan mengurangi rasa terisolasi
lain dari kondisi pribadi
infeksi 4. Pantau tanda-tanda vital termasuk 4. Memberikan informasi dasar
suhu awitan / peningkatan suhu
secara berulang-ulang dari
demam yang terjadi untuk
menunjukkan bahwa tubuh

24
bereaksi pada proses infeksi
yang baru dimana obat tidak
lagi dapat secara efektif
mengontrol infeksi yang tidak
dapat disembuhkan
5. Bersihkan kulit / membran 5. Kandidiasis oral, herpes, CMV
mukosa oral terdapat bercak putih dan crytocolus adalah penyakit
/ lesi yang umum terjadi dan
memberikan efek pada
membran kulit.
6. Periksa adanya luka / lokasi alat 6. Identifikasi / perawatan awal dari
infasif,perhatikan tanda-tanda infeksi sekunder dapat
inflamasi / infeksi lokal mencegah terjadinya sepsis
7. Bersihkan percikan cairan tubuh / 7. Mengontrol mikro organisme
darah dengan larutan pemutih 1 : pada permukaan keras
10
12 Mempertahankan 1. Pantau tanda-tanda vital termasuk 1. Indikator dari volume cairan
hidrasi dibuktikan CVP, bila terpasang, catata sirkulasi
oleh membran hipertensi termasuk perubahan
mukosa lembab, postural
turgor kulit baik, 2. Kaji turgor kulit, membran 2. Indikator tidak langsung dari
haluaran urine mukosa dan rasa haus status cairan
adekuat secara 3. Pantau pemasukan oral dan 3. Mempertahankan keseimbangan
pribadi masukan cairan sedikitnya 2500 cairan, mengurangi rasa haus,
ml / hari dan melembabakan membran
mukosa
13 1. Mempertahanka 1. Tinggikan kepala tempat tidur 1. Meningkatkan fungsi pernafasan
n pola usahakan pasien untuk berbalik, yang optimal dan mengurangi
pernapasan batuk, menarik nafas sesuai aspirasi / infeksi yang
efektif kebutuhan ditimbulkan karena atelektasis
membran 2. Selidiki tentang keluhan nyeri 2. Nyeri dada pleuritis dapat
mukosa dada menggambarkan adanya
2. tidak pnemonia non spesifik / efusi

25
mengalami pleura berkenaan dengan
sesak nafas / keganasan
sianosis dengan 3. Berikan periode istirahat yang 3. Menurunkan konsumsi O2
bunyi nafas dan cukup diantara waktu aktivitas
sinar x bagian pertahankan lingkungan yang
dada yang tenang
bersih /
meningkat dan
AGD dalam
batas normal
pasien
14 Menunjukkan 1. Lakukan pemeriksaan darah pada 1. Mempercepat deteksi adanya
homosatis yang cairan tubuh untuk mengetahui perdarahan / penentuan awal
ditunjukkan dengan adanya darah pada urine, feses dari therapi mungkin dapat
tidak adanya dan cairan muntah mencegah perdarahan kritis
perdarahan mukosa 2. Pantau perubahan tanda-tanda 2. Timbulnya perdarahan /
dan bebas dari vital dan warna kulit hemoragi dapat menunjukkan
ekimosis kegagalan sirkulasi / syok
3. Pantau perubahan tingkat 3. Perubahan dapat menunjukkan
kesadaran dan gangguan adanya perdarahan otak
penglihatan

26
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius


Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit . Jakarta : EGC

27

Anda mungkin juga menyukai