R
DENGAN DIAGNOSA MEDIS SIROSIS HEPATIS
DI RUANG IRNA II RSUD PATUT PATUH PATJU
PADA TANGGAL 6-7 OKTOBER 2018
Oleh:
NAMA : KIKI HADRYANTI AYU NISA
NIM : P07120117025
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN MATARAM
MATARAM
2018
LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS
1. PENGERTIAN
Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara
anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan
nekrosis. Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat,
dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat
dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan
hati normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati
yang mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal
(Sylvia Anderson, 2001:445).
Pemeriksaan Diagnostik
a. Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan
jaringan hati
b. Kolesistografai/Kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu
yang mungkin sebagai factor predisposisi.
c. Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
d. Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system
vena portal
Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih
menurun (leukopenia), dan trombositopenia.
b. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel
yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
c. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
d. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
e. masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
f. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan
ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
g. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab
sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan
sebagainya.
h. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila AFP terus meninggi atau >500-
1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya
kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain
ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk
melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan
panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan
penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde
chlangiopancreatography (ERCP) (Sjaifoellah, 2000).’
7. Penatalaksanaan Sirosis Hepatis
Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada.
Sebagai contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan
meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen
nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan
memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik yang
mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi
asites dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi
pada penggunaan jenis diuretik lainnya (Sjaifoellah, 2000).
C. RENCANA KEPERAWATAN
DP1 :
Pola pernafasan tak efektif berhubungan dengan Pengumpulan cairan intra
abdomen (asites). Penurunan ekspansi paru, akumulasi sekret. Penurunan energi,
kelemahan.
Tujuan: Mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi: Pasien akan bebas dispnea dan sianosis, dengan nilai BGA dan
kapasitas vital dalam rentang normal.
Intervensi Rasional
· 1. Awasi frekuensi, kedalaman, · 1. Pernapasan dangkal cepat/dispnea
dan upaya pernapasa mungkin ada sehubungan dengan hipoksia
dan atau akumulasi cairan dalam abdomen.
2. 2. Auskultasi bunyi napas, catat · 2. Menunjukkan terjadinya komplikasi,
krekels, mengi, ronkhi. contoh: adanya bunyi tambahan
menunjukkan akumulasi cairan/sekresi, tak
ada /menurunnya bunyi atelektasis),
meningkatkan resiko infeksi.
3.Selidiki perubahan tingkat · 3. Perubahan mental dapat menunjukkan
kesadaran. hipoksemia dan gagal pernapasan, yang
sering disertai koma hepatik.
4. Pertahankan kepala tempat · 4. Memudahkan pernapasan dengan
tidur tinggi. Posisi miring. menurunkan tekanan pada diafragma dan
meminimalkan ukuran aspirasi sekret.
· 5. Ubah posisi dengan sering, · 5. Membantu ekspansi paru dan
dorong napas dalam, latihan dan memobilisasi sekret.
batuk.
6. Awasi suhu. Catat adanya · 6. Menunjukkan timbulnya infeksi, contoh
menggigil, meningkatnya batuk, pneumonia.
perubahan warna/karakter
sputum.
· 7. Awasi seri BGA, nadi · 7. Menyatakan perubahan status pernapasan,
oksimetri, ukur kapasitas vital, terjadinya komplikasi paru.
foto dada.
· 8. Berikan tambahan oksigen · 8. Mungkin perlu untuk
sesuai indikasi. mengobati/mencegah hipoksia. Bila
pernapasan /oksigenasi tidak adekuat,
ventilasi mekanik sesuai kebutuhan.
· 9. Bantu dengan alat-alat 9. Menurunkan insiden atelektasis,
pernapasan, contoh spirometri meningkatkan mobilitas sekret.
intensif, tiupan botol.
·
10.Siapkan untuk/bantu untuk 10.Kadang-kadang dilakukan untuk
prosedur, contoh: parasintesis. membuang cairan asites bila keadaan
pernapasan tidak membaik dengan tindakan
lain.
· 11.Pirau peritoneovena. 11.Bedah penanaman kateter untuk
mengembalikan akumulasi cairan dalam
abdomen ke sistem sirkulasi melalui vena
kava, memberikan penghilangan asites
jangka panjang dan memperbaiki fungsi
pernapasan.
DP 2 :
Perubahan volume cairan: kelebihan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regukasi (contoh SIADH, penurunan protein plasma, malnutrisi). Kelebihan
natrium/masukan cairan.
Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan
Kriteria evaluasi:
-Menunjukkan volume cairan stabil
-Pemasukan dan pengeluaran seimbang
-Berat badan stabil, tidak ada edema
-Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi Rasional
1. Ukur masukan dan haluaran,
· 1. Menunjukkan status volume sirkulasi,
catat keseimbangan positif. terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan
Timbang berat badan tiap hari respon terhadap terapi. Peningkatan berat
dan catat peningkatan lebih badan sering menunjukkan retensi cairan
dari 0,5 kg/hari lanjut.
· 2. Awasi TD dan CVP. Catat
· 2. Peningkatan TD biasanya berhubungan
JVD/distensi vena. dengan kelebihan volume cairan tetapi
mungkin tidak terjadi karena perpindahan
cairan keluar area vaskuler. Distensi juguler
eksternal dan vena abdominal sehubungan
dengan kongesti vaskuler.
· 3.Auskultasi paru, catat penurunan
· 3. Peningkatan kongesti pulmonal dapat
/tak adanya bunyi napas dan mengakibatkan konsolidasi, gangguan
terjadinya bunyi tambahan. pertukaran gas, dan komplikasi, contoh:
edema paru.
4.Awasi disritmia jantung,
· 4. Mungkin disebabkan GJK, penurunan
auskultasi bunyi jantung, catat perfusi arteri koroner, dan ketidak
terjadinya irama gallop S3/S4. seimbangan elektrolit.
·
· 5. Kaji derajad perifer/edema 5. Perpindahan cairan pada jaringan sebagai
dependen. akibat retensi natrium dan air, penurunan
albumin dan penurunan ADH.
· 6. Ukur lingkar abdomen · 6. Menunjukkan akumulasi cairan (asites)
diakibatkan oleh kehilangan protein
plasma/cairan kedalam area peritoneal.
· 7.Dorong untuk tirah baring bila
· 7. Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk
ada asites. diuresis.
· 8. Berikan perawatan mulut. · 8. Menurunkan rasa haus.
· 9.Awasi albumin serum dan
· 9. Penurunan albumin serum mempengaruhi
elektrolit (kalium & natrium). tekanan osmotik koloid plasma,
mengakibatkan pembentukan edema.
Penurunan aliran darah ginjal menyertai
peningkatan ADH dan kadar aldosteron dan
penggunaan diuretik dapat menyebabkan
berbagai perpindahan/ketidak seimbangan
elektrolit.
· 10. Awasi seri foto dada. 10. Kongesti vaskuler, edema paru, dan efusi
pleural sering terjadi.
· 11. Batasi natrium dan cairan 11. Natrium mungkin dibatasi untuk
sesuai indikasi. meminimalkan retensi cairan dalam area
ekstravaskuler. Pembatasan cairan perlu
untuk memperbaiki/mencegah hiponatremi.
· 12. Berikan albumin bebas 12.Albumin mungkin diperlukan untuk
garam/plasma ekspander sesuai meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam
indikasi. kompartemen vaskuler, sehingga
meningkatkan volume sirkulasi efektif dan
penurunan terjadinya asites.
· 13. Berikan obat sesuai indikasi: 13. Digunakan untuk mengontrol edema dan
missal diuretik asites. Mengambat efek aldosteron,
(spironolakton/aldscton; meningkatkan eksresi air sambil menghemat
furosemid/ lasix. kalium, bila terapi konservatif dengan tirah
baring dan pembatasan natrium tidak
mengatasi.
· 14. Kalium 14. Kalium serum dan seluler biasanya
menurun karena penyakit hati sesuai dengan
kehilangan urine.
· 15. Obat inotropik positif dan 15.Diberikan untuk meningkatkan curah
vasodilatasi arterial. jantung/perbaikan aliran darah ginjal dan
fungsinya, sehingga menurunkan kelebihan
cairan.
Black & Hawks. 2005. Medical surgical nursing : Clinical management for
positive outcome. St.Louis : Elvier Saunders.
Johnson, M. et.al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. USA:
Mosby.