Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

R
DENGAN DIAGNOSA MEDIS SIROSIS HEPATIS
DI RUANG IRNA II RSUD PATUT PATUH PATJU
PADA TANGGAL 6-7 OKTOBER 2018

Oleh:
NAMA : KIKI HADRYANTI AYU NISA
NIM : P07120117025

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN MATARAM
MATARAM
2018
LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS

1. PENGERTIAN

Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara
anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan
nekrosis. Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat,
dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat
dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan
hati normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati
yang mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal
(Sylvia Anderson, 2001:445).

2. Etiologi Sirosis Hepatis


Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan
reaksi peradangan yang di timbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi
misalnya hepatitis dan obstruksi saluran empedu yang menyebabkan penimbunan
empedu di kanalikulus dan ruptur kanalikulus, atau cedera hepatosit akibat toksin
(Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).
Penyebab lain dari sirosis hepatis, yaitu:
a. Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di
daerah Barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan
keteraturan mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-
tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati. Alkohol
menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati
berlemak yang sederhana dan tidak rumit(steatosis), ke hati berlemak yang
lebih serius dengan peradangan(steatohepatitis atau alcoholic hepatitis),
ke sirosis.
b. Sirosis kriptogenik, disebabkan oleh (penyebab-penyebab yang tidak
teridentifikasi, misalnya untuk pencangkokan hati). Sirosis kriptogenik
dapat menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada
sirosis, dan dapat pula menjurus pada kanker hati.
c. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada
akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan
jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang
abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada
hemochromatosis, pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap
suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan.
d. Primary Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang
disebabkan oleh suatu kelainan dari sistem imun yang ditemukan pada
sebagian besar wanita. Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan
peradangan dan kerusakan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil
empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam
hati yang dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan
yang dihasilkan oleh hati yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan
untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus serta produk-produk
sisa, seperti pigmen bilirubin (bilirubin dihasilkan dengan
mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua).
e. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak
umum yang seringkali ditemukan pada pasien dengan radang usus besar.
Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi
meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu
menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice
(kulit yang menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis.
f. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh
suatu kelainan sistem imun yang ditemukan lebih umum pada wanita.
Aktivitas imun yang abnormal pada hepatitis autoimun menyebabkan
peradangan dan penghancuran sel-sel hati(hepatocytes) yang progresif dan
akhirnya menjurus pada sirosis.
g. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary
atresia) kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang
menjurus pada akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian
yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan
sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).
h. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi
yang tidak umum pada beberapa obat-obatan dan paparan yang lama pada
racun-racun, dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada
bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi
hati dengan suatu parasit(schistosomiasis) adalah penyebab yang paling
umum dari penyakit hati dan sirosis (Kelompok Diskusi Medikal Bedah
Universitas Indonesia, tt).

3. Klasifikasi Sirosis Hepatis


Secara makroskopik sirosis dibagi atas :
a. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa
parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut di seluruh
lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedang sirosis
makronodular lebih dari 3mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah
menjadi makonodular sehingga dijumpai campuran mikro an makronodular.
b. Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar di
dalamnya ada daerah luasdengan parenkim yang masih baik atau terjadi
regenerasi parenkim.
c. Campuran
Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.
Secara fungsi sirosis hati dibagi atas:
1) Kompensasi baik (laten, sirosis dini)
2) Dekompensasi (aktif disertai kegagalan hati dan hipertensi portal)
Kegagalan hati/ hepatoselular
Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan turun, gembung,
mual, dll.
1) Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan
lengan atas.
2) Eritema Palmaris
3) Asites
4) Pertumbuhan rambut berkurang
5) Atrofi testis dan ginekomastia pada pria
6) Ikterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkinetik dan factor hepatic
7) Ensefalopati hepatic, bicara gagok/ slurred speech, flapping tremor
akibat ammonia dan produksi nitrogen (akibat hipertensi portal dan
kegagalan hati)
8) Hipoalbuminemia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah/
defisiensi protombin
Hipertensi portal
Bisa terjadi pertama akibat meningkatnya resistensi portal dan
splanknik karena mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat
meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatic ke
system portal akibat distorsi arsitektur hati. Bisa disebabkan satu factor
saja misalnya peningkatan resistensi atau aliran porta atau keduanya. Biasa
yang dominan adalah peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan resistensi
bisa:
1) Prehepatik, biasa konginetal, thrombosis vena porta waktu lahir. Tekanan
splanknik meningkat tetapi tekanan portal intra hepatic normal.
Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga diakibatkan meningkatnya aliran
splanknik karena fistula arteriovenosa atau mielofibrosis limfa.
2) Intrahepatik
a) Presinusoidal (fibrosis dan parasit)
b) Sinusoidal (sirosis hati)
c) Post-sinusoidal (veno oklusif)
3) Posthepatik karena perikarditis konstriktiva, insufiensi trikuspidal
(Sjaifoellah, 2000).
4. Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis

a. Pembesaran Hati ( hepatomegali ):


Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang
dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan pada selubung
fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran
hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan
jaringan hati.
b. Obstruksi Portal dan Asites:
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis
dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ
digestif akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Cairan yang kaya
protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini
ditujukan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan.
Jarring-jaring telangiektasis atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jarring
berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap
wajah dan seluruh tubuh.
c. Varises Gastroinstestinal:
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam
pembulu darah dengan tekanan yang lebih rendah.
d. Edema:
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk
terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi
natrium serta air dan ekskresi kalium.
e. Defisiensi Vitamin dan Anemia:
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang
tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang
berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi
gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan
fungsi hati akan menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis.
Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan
aktivitas rutin sehari-hari.
f. Kemunduran mental:
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis
hepatis yang mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:


1) Mual-mual dan nafsu makan menurun
2) Cepat lelah
3) Kelemahan otot
4) Penurunan berat badan
5) Air kencing berwarna gelap
6) Kadang-kadang hati teraba keras
7) Ikterus, spider navi, erytema Palmaris
8) Hematemesis, melena
5. Patofisiologi Sirosis Hepatis
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian
tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadan yang kronis
atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif.
Hal ini kemudian membuat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan
membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan
proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel
stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular
matriks ini dimana akan memicu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya
septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada
hati (Sujono, 2002).
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya
ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti
endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen
mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal.
Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan
penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke
sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang
besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga
menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan
menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab
terjadinya manifestasi klinis (Sujono, 2002).
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi
peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua factor ini yaitu
menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica dan meningkatnya aliran masuk
bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada system portal.
Pembebasan system portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna
menghindari obstruksi hepatic (variseses) (Sujono, 2002).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravascular
sehingga perfusi ginjal pun mneurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma
rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur
keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka
terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan lama-lama
menyebabkan asites dan juga edema (Sujono, 2002).
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit
hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul
dimana terjadi pembengkakan hati. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai
dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya
menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul (Sujono, 2002).
6. Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis

Pemeriksaan Diagnostik
a. Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan
jaringan hati
b. Kolesistografai/Kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu
yang mungkin sebagai factor predisposisi.
c. Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
d. Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system
vena portal
Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih
menurun (leukopenia), dan trombositopenia.
b. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel
yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
c. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
d. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
e. masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
f. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan
ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
g. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab
sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan
sebagainya.
h. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila AFP terus meninggi atau >500-
1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya
kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain
ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk
melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan
panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan
penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde
chlangiopancreatography (ERCP) (Sjaifoellah, 2000).’
7. Penatalaksanaan Sirosis Hepatis
Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada.
Sebagai contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan
meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen
nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan
memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik yang
mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi
asites dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi
pada penggunaan jenis diuretik lainnya (Sjaifoellah, 2000).

Penatalaksaan lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:


a. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam
b. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2.000
kalori). Bila ada ascites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau
III (1.000-2.000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori
(2.000-3.000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari).

Penatalaksanaan pada asites dan edema, yaitu:


a. Istirahat dan diet rendah garam.
b. Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan
pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat
ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak terdapat
perubahan.
c. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan
terapi medikamentosa yang intensif) lakukan terapi parasentesis
d. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan
1kg/2 hari atau keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati
bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetus
ensefalopati hepatic (Sjaifoellah, 2000).
8. Komplikasi Sirosis Hepatis
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
a. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal,
dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu
mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang
ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan
massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna
kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam
lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi).
Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan
oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965
melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62%
disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5%
karena erosi lambung.
b. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma
hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri
yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama
sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum
timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan
dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
c. Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,
resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya
defisiensi makanan.
d. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati
menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan
timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik
ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata
multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiplel
e. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg infeksi
yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis,
bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik,
pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi
(Sujono, 2002).
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat
muncul.
b. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau
penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga
menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai
pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan
makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
Selain itu apakah pasien memiliki penyakit hepatitis, obstruksi empedu,
atau bahkan pernah mengalami gagal jantung kanan.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa
dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis,
seperti keadaan sakit DM, hipertensi,ginjal yang ada dalam keluarga.
Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan
dari keluarga pasien.
e. Riwayat Tumbuh Kembang:
f. Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang
pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang
yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum
alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki TD, Nadi,
Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umumpasien /
kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebihfocus
pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan
prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga
penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui
adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga
untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung
kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
a. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya
cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi
biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan padaperabaan
hati.
b. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :-Schuffner, hati
membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari
umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)-Hacket, bila limpa membesar ke arah
bawah saja.
c. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral
dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada
tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh
bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris,
ginekomastiadan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid
d. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
1) B1 (Breathing) : sesak, keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks dan
asites.
2) B2 (Blood) : pendarahan, anemia, menstruari menghilang. Obstruksi
pengeluaran empedu mengakibatkan absorpsi lemak menurun, sehingga
absorpsi vitamin K menurun. Akibatnya, factor-faktor pembekuan darah
menurun dan menimbulkan pendarahan. Produksi pembekuan darah
menurun yang mengakibatkan gangguan pembekuan darah, selanjutnya
cenderung mengalami pendarahan dan mengakibatkan anemia. produksi
albumin menurun mengakibatkan penurunan tekanan osmotic koloid, yang
akhirnya menimbulkan edema dan asites. Gangguan system imun : sistesis
protein secara umum menurun, sehingga menggangu system imun,
akhirnya penyembuhan melambat.
3) B3 (Brain) : Kesadaran dan keadaan umum pasien Perlu dikaji tingkat
kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk
mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi
dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap
penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan
pasokanO2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
4) B4 (Bladder) : urine berwarna kuning tua dan berbuih. Bilirubin tak-
terkonjugasi meningkat bilirubin dalam urine dan ikterik serta pruritus
5) (Bowel) : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen. Vena-vena
gastrointestinal menyempit, terjadi inflamasi hepar, fungsi gastrointestinal
terganggu. Sintetisb asam lemak dan trigliserida meningkat yang
mengakibatkan hepar berlemak, akhirnya menjadi hepatomegali : oksidasi
asam lemak menurun yang menyebabkan penurunan produksi tenaga.
Akibatnya, berat badan menurun.
6) B6 (Bone) : keletihan, metabolism tubuh meningkat produksi energy
kurang. Glikogenesis meningkat, glikogenolisis dan glikoneogenesis
meningkat yang menyebabkan gangguan metabolisme glukosa. Akibatnya
terjadi penurunan tenaga (Marry, 2008).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Diet tidak
adekuat; ketidakmampuan untuk memproses/mencerna makanan.
Anoreksia, mual/muntah, tidak mau makan, mudah kenyang (asites).
Fungsi usus abnormal.
2) Volume cairan: kelebihan berhubungan dengan: gangguan mekanisme
regukasi (contoh SIADH, penurunan protein plasma, malnutrisi).
Kelebihan natrium/masukan cairan.
3) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan:
gangguan sirkulasi/status metabolik. Akumulasi garam empedu pada
kulit. Turgor kulit buruk, penonjolan tulang, adanya edema, asites.
4) Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan
pengumpulan cairan intra abdomen (asites). Penurunan ekspansi paru,
akumulasi sekret. Penurunan energi, kelemahan.
5) Resiko tinggi cedera (hemoragi) berhubungan dengan profil darah
abnormal: gangguan faktor pembekuan (penurunan produksi
protrombin, fibrinogen, dan faktor VIII, IX dan X; gangguan absorpsi
vitamin K dan pengeluaran tromboplastin). Hipertensi portal.
6) Resiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan dengan
perubahan fisiologis: peningkatan kadar amonia serum,
ketidakmampuan hati untuk detoksikasi enzim/obat tertentu.
7) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat,
kesalahan interpretasi. Ketidakbiasaan terhadap sumber-sumber
informasi.
8) Gangguan harga diri/citra tubuh berhubungan dengan perubahan
biofisika/gangguan penampilan fisik. Prognosis yang meragukan,
perubahan peran fungsi. Pribadi rentan.

C. RENCANA KEPERAWATAN
DP1 :
Pola pernafasan tak efektif berhubungan dengan Pengumpulan cairan intra
abdomen (asites). Penurunan ekspansi paru, akumulasi sekret. Penurunan energi,
kelemahan.
Tujuan: Mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi: Pasien akan bebas dispnea dan sianosis, dengan nilai BGA dan
kapasitas vital dalam rentang normal.
Intervensi Rasional
· 1. Awasi frekuensi, kedalaman, · 1. Pernapasan dangkal cepat/dispnea
dan upaya pernapasa mungkin ada sehubungan dengan hipoksia
dan atau akumulasi cairan dalam abdomen.
2. 2. Auskultasi bunyi napas, catat · 2. Menunjukkan terjadinya komplikasi,
krekels, mengi, ronkhi. contoh: adanya bunyi tambahan
menunjukkan akumulasi cairan/sekresi, tak
ada /menurunnya bunyi atelektasis),
meningkatkan resiko infeksi.
3.Selidiki perubahan tingkat · 3. Perubahan mental dapat menunjukkan
kesadaran. hipoksemia dan gagal pernapasan, yang
sering disertai koma hepatik.
4. Pertahankan kepala tempat · 4. Memudahkan pernapasan dengan
tidur tinggi. Posisi miring. menurunkan tekanan pada diafragma dan
meminimalkan ukuran aspirasi sekret.
· 5. Ubah posisi dengan sering, · 5. Membantu ekspansi paru dan
dorong napas dalam, latihan dan memobilisasi sekret.
batuk.
6. Awasi suhu. Catat adanya · 6. Menunjukkan timbulnya infeksi, contoh
menggigil, meningkatnya batuk, pneumonia.
perubahan warna/karakter
sputum.
· 7. Awasi seri BGA, nadi · 7. Menyatakan perubahan status pernapasan,
oksimetri, ukur kapasitas vital, terjadinya komplikasi paru.
foto dada.
· 8. Berikan tambahan oksigen · 8. Mungkin perlu untuk
sesuai indikasi. mengobati/mencegah hipoksia. Bila
pernapasan /oksigenasi tidak adekuat,
ventilasi mekanik sesuai kebutuhan.
· 9. Bantu dengan alat-alat 9. Menurunkan insiden atelektasis,
pernapasan, contoh spirometri meningkatkan mobilitas sekret.
intensif, tiupan botol.
·
10.Siapkan untuk/bantu untuk 10.Kadang-kadang dilakukan untuk
prosedur, contoh: parasintesis. membuang cairan asites bila keadaan
pernapasan tidak membaik dengan tindakan
lain.
· 11.Pirau peritoneovena. 11.Bedah penanaman kateter untuk
mengembalikan akumulasi cairan dalam
abdomen ke sistem sirkulasi melalui vena
kava, memberikan penghilangan asites
jangka panjang dan memperbaiki fungsi
pernapasan.

DP 2 :
Perubahan volume cairan: kelebihan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regukasi (contoh SIADH, penurunan protein plasma, malnutrisi). Kelebihan
natrium/masukan cairan.
Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan
Kriteria evaluasi:
-Menunjukkan volume cairan stabil
-Pemasukan dan pengeluaran seimbang
-Berat badan stabil, tidak ada edema
-Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi Rasional
1. Ukur masukan dan haluaran,
· 1. Menunjukkan status volume sirkulasi,
catat keseimbangan positif. terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan
Timbang berat badan tiap hari respon terhadap terapi. Peningkatan berat
dan catat peningkatan lebih badan sering menunjukkan retensi cairan
dari 0,5 kg/hari lanjut.
· 2. Awasi TD dan CVP. Catat
· 2. Peningkatan TD biasanya berhubungan
JVD/distensi vena. dengan kelebihan volume cairan tetapi
mungkin tidak terjadi karena perpindahan
cairan keluar area vaskuler. Distensi juguler
eksternal dan vena abdominal sehubungan
dengan kongesti vaskuler.
· 3.Auskultasi paru, catat penurunan
· 3. Peningkatan kongesti pulmonal dapat
/tak adanya bunyi napas dan mengakibatkan konsolidasi, gangguan
terjadinya bunyi tambahan. pertukaran gas, dan komplikasi, contoh:
edema paru.
4.Awasi disritmia jantung,
· 4. Mungkin disebabkan GJK, penurunan
auskultasi bunyi jantung, catat perfusi arteri koroner, dan ketidak
terjadinya irama gallop S3/S4. seimbangan elektrolit.
·
· 5. Kaji derajad perifer/edema 5. Perpindahan cairan pada jaringan sebagai
dependen. akibat retensi natrium dan air, penurunan
albumin dan penurunan ADH.
· 6. Ukur lingkar abdomen · 6. Menunjukkan akumulasi cairan (asites)
diakibatkan oleh kehilangan protein
plasma/cairan kedalam area peritoneal.
· 7.Dorong untuk tirah baring bila
· 7. Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk
ada asites. diuresis.
· 8. Berikan perawatan mulut. · 8. Menurunkan rasa haus.
· 9.Awasi albumin serum dan
· 9. Penurunan albumin serum mempengaruhi
elektrolit (kalium & natrium). tekanan osmotik koloid plasma,
mengakibatkan pembentukan edema.
Penurunan aliran darah ginjal menyertai
peningkatan ADH dan kadar aldosteron dan
penggunaan diuretik dapat menyebabkan
berbagai perpindahan/ketidak seimbangan
elektrolit.
· 10. Awasi seri foto dada. 10. Kongesti vaskuler, edema paru, dan efusi
pleural sering terjadi.
· 11. Batasi natrium dan cairan 11. Natrium mungkin dibatasi untuk
sesuai indikasi. meminimalkan retensi cairan dalam area
ekstravaskuler. Pembatasan cairan perlu
untuk memperbaiki/mencegah hiponatremi.
· 12. Berikan albumin bebas 12.Albumin mungkin diperlukan untuk
garam/plasma ekspander sesuai meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam
indikasi. kompartemen vaskuler, sehingga
meningkatkan volume sirkulasi efektif dan
penurunan terjadinya asites.
· 13. Berikan obat sesuai indikasi: 13. Digunakan untuk mengontrol edema dan
missal diuretik asites. Mengambat efek aldosteron,
(spironolakton/aldscton; meningkatkan eksresi air sambil menghemat
furosemid/ lasix. kalium, bila terapi konservatif dengan tirah
baring dan pembatasan natrium tidak
mengatasi.
· 14. Kalium 14. Kalium serum dan seluler biasanya
menurun karena penyakit hati sesuai dengan
kehilangan urine.
· 15. Obat inotropik positif dan 15.Diberikan untuk meningkatkan curah
vasodilatasi arterial. jantung/perbaikan aliran darah ginjal dan
fungsinya, sehingga menurunkan kelebihan
cairan.

DP 3 : Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Diet tidak


adekuat; ketidakmampuan untuk memproses/mencerna makanan. Anoreksia,
mual/muntah, tidak mau makan, mudah kenyang (asites). Fungsi usus abnormal.
Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan
nilai laboratorium normal.
Kriteria evaluasi : Pasien tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.
INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur masukan diet harian dengan 1.Memberikan informasi tentang
jumlah kalori. kebutuhan pemasukan/defisiensi.
2.Timbang sesuai indikasi. 2.Mungkin sulit untuk menggunakan BB
Bandingkan perubahan status cairan, sebagai indikator langsung status nutrisi
riwayat berat badan, ukuran kulit karena ada gambaran edema/asites. Lipatan
trisep. kulit trisep berguna dalam mengkaji
perubahan massa otot dan simpanan lemak
subcutan.
3. Bantu dan dorong pasien untuk 3. Diet yang tepat penting untuk
makan, jelaskan alasan tipe diet. penyembuhan. Pasien mungkin makan
Bantu pasien makan bila pasien lebih baik bila keluarga terlibat dan
mudah lelah, atau biarkan orang makanan yang disukai sebanyak mungkin.
terdekat membantu pasien.
Pertimbangkan pilihan makanan
yang disukai
4.Dorong pasien untuk makan 4.Pasien mungkin hanya makan sedikit
semua makanan/makanan tambahan. karena kehilangan minat pada makanan
dan mengalami mual, kelemahan umum,
malaise.
5. Berikan makanan sedikit dan 5.Buruknya toleransi terhadap makan
sering. banyak mungkin berhubungan dengan
peningkatan tekanan intra abdomen/asites.
6.Berikan tambahan garam bila
· 6.Tambahan garam meningkatkan rasa
diizinkan; hindari yang mengandung makanan dan membantu meningkatkan
amonium. selera makan; amonia potensial resiko
ensefalopati.
7. Batasi masukan kafein, makanan
· 7. Membantu dalam menurunkan iritasi
yang menghasilkan gas atau gaster/diare dan ketidaknyamanan
berbumbu dan terlalu panas atau abdomen yang dapat mengganggu
terlalu dingin. pemasukan oral/pencernaan.
·
8.Berikan makanan halus, hindari · 8.Perdarahan dari varises esofagus dapat
makanan kasar sesuai indikasi. terjadi pada sirosis berat.
9.Berikan perawatan mulut sering
· 9. Pasien cenderung mengalami luka atau
dan sebelum makan. perdarahan gusi dan rasa tak enak pada
mulut dimana menambah anoreksia.
10.Tingkatkan periode tidur tanpa
· 10. Penyimpanan energi menurunkan
gangguan, khususnya sebelum kebutuhan metabolik pada hati dan
makan. meningkatkan regenerasi seluler.
11.Anjurkan menghentikan
· 11. Menurunkan rangsangan gaster
merokok. berlebihan dan resiko iritasi /perdarahan.
12.Awasi pemeriksaan
· 12. Glukosa menurun karena gangguan
laboratorium, contoh glukosa serum, glikogenesis, penurunan simpanan
albumin, total protein, amonia. glikogen, atau masukan takadekuat. Protein
menurun karena gangguan metabolisme,
penurunan sintesis hepatik, atau kehilangan
kerongga peritonial (asites). Peningkatan
kadar amonia perlu pembatasan masukan
protein untuk mencegah komplikasi serius.
13.Pertahankan status puasa bila
· 13. Pada awalnya, pengistirahatan GI
diindikasikan. diperlukan untuk menurunkan kebutuhan
pada hati dan produksi amonia/urea GI.
14.Konsul ahli gizi untuk
· 14. Makanan tinggi kalori dibutuhkan pada
memberikan diet tinggi dalam kalori kebanyakan pasien yang pemasukannya
dan karbohidrat sederhana, rendah dibatasi, karbohidrat memberikan energi
lemak, dan tinggi protein sedang; siap pakai. Lemak diserap dengan buruk
batasi natrium dan cairan bila perlu. karena disfungsi hati dann mungkin
Berikan tambahan cairan sesuai memperberat ketidaknyamanan abdomen.
indikasi. Protein diperlukan pada perbaikan kadar
protein serum untuk menurunkan edema
dan untuk meningkatkan regenerasi sel
hati.
15. Berikan makanan dengan selang,
· 15. Mungkin diperlukan untuk diet
hiperalimentasi, lipid sesuai tambahan untuk memberikan nutrien bila
indikasi. pasien terlalu mual atau anoreksia untuk
makan atau varises esofagus
mempengaruhi masukan oral.
16. Berikan obat sesuai indikasi,
· 16. Pasien biasanya kekurangan vitamin
misal: tambahan vitamin, tiamin, karena diet yang buruk sebelumnya. Juga
besi, asam fosfat,Sink, Enzim hati tidak dapat menyimpan vit. A, B
pencernaan, contoh: pankreatin Komplek, D, dan K. Juga dapat terjadi
kekurangan besi dan asam fosfat yang
menimbulkan anemia.
· 17. Antiemetik. · Digunakan dengan hati-hati untuk
menurunkan mual/muntah dan
meningkatkan masukan oral.
DP 4 :
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
sirkulasi/status metabolik. Akumulasi garam empedu pada kulit. Turgor kulit
buruk, penonjolan tulang, adanya edema, asites.
Tujuan: mempertahankan integritas kulit
Kriteria evaluasi:
Pasien akan mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukkan perilaku/tehnik
untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi Rasional
1. Lihat permukaan kulit/titik 1. Edema jaringan lebih cenderung untuk
tekan secara rutin. Pijat mengalami kerusakan dan terbentuk
penonjolan tulang atau area dicubitus. Asites dapat meregangkan kulit
yang tertekan terus menerus. sampai pada titik robekan pada sirosis berat
Gunakan losion minyak.
2. Ubah posisi pada jadwal 2.Pengubahan posisi menurunkan tekanan
teratur, saat di kursi/tempat pada jaringan edema untuk memperbaiki
tidur, bantu dengan latihan sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi dan
rentang gerak aktif/pasif. perbaikan/mempertahankan mobilitas sendi.
3. Tinggikan ekstrimitas 3. Meningkatkan aliran balik vena dan
bawah. menurunkan edema pada ekstrimitas.
4.Pertahankan sprei kering dan 4. Kelembaban meningkatkan pruritus dan
bebas lipatan. meningkatkan resiko kerusakan kulit.
5. Gunting kuku jari hingga 5. Mencegah pasien dari cedera tambahan
pendek; berikan sarung tangan pada kulit khususnya bila tidur.
bila diindikasikan.
6. Berikan perawatan perineal 6. Mencegah ekskoriasi kulit dari garam
setelah berkemih dan defekasi. empedu.
7. Gunakan kasur bertekanan
tertentu, kasur karton telur, 7. Menurunkan tekanan kulit, meningkatkan
kasur air, kulit domba, sesuai sirkulasi dan menurunkan resiko
indikasi. iskemia/kerusakan jaringan.
8. Berikan losion kalamin.
Berikan kolestiramin 8.Mungkin menghentikan gatal sehubungan
(questran) bila diindikasikan. dengan ikterik, garam empedu pada kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, mary. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati.. Jakarta:
Penerbit buku kedocteran egc.

Black & Hawks. 2005. Medical surgical nursing : Clinical management for
positive outcome. St.Louis : Elvier Saunders.

Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh


edition. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins.

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser.


(1999). Rencana asuhankeperawatan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran (EGC).

Elizabeth J. Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Johnson, M. et.al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. USA:
Mosby.

McCloskey, J. C. & Bulechek, G. M. 1996. Nursing Interventions Classification


(NIC). USA: Mosby.

Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Keyman, Withfield. 2006. Dietary proteins intake in patients with hepatic


encephalopahaty and chirrosis : current practice in NSW and ACT. Diakses pada
tanggal 3 OKTOBER 2011 dari
http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/digestive-
Krenitsky. 2002. Nutrition for patient with hepatic failure. Diakses tanggal 3
Oktober 2011.
Dari:http://www.mja.com.au/public/issues/185_10_201106/hey10248_fm.pdf
Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis


proses-proses penyakit Jil.2 Ed.4 Terbitan: buku kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai