Anda di halaman 1dari 12

PERCOBAAN 8

UJI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET

Disusun Oleh:
Ketua:
Encep Abdurahman (3311171014)
Anggota:
Winda Melinda (3311171016)
Lutfiyah Nurazizah (3311171026)
Nasyafia Nahda Nahariyyah (3311171036)
Nur Fatmala Dewi (3311171038)

Farmasi A 2017
Kelompok 7
Jam Praktikum 16:00-18:45
Asisten Praktikum : Anggi Gumilar, S.Farm., M.SI., Apt.

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2018
1. PRINSIP PERCOBAAN
a. Berdasarkan pengujian efektivitas bahan pengawet terhadap pertumbuhan
mikroorganisme.
b. Berdasarkan daerah zona hambat suatu bahan pengawet.
c. Berdasarkan jumlah koloni mikroorganisme dari daerah zona hambat dengan
konsentrasi yang digunakan.

2. TUJUAN PERCOBAAN
a. Mengetahui efektivitas bahan pengawet terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
b. Menentukan daerah zona hambat dari suatu pengawet
c. Menentukan jumlah koloni bakteri dari daerah zona hambat dengan variasi
konsentrasi yang digunakan

3. TINJAUAN PUSTAKA
Mikroorganisme atau mikroba (jasad renik) terdapat dimana – mana dan
disekitar kita, mereka menghuni tanah, air dan atmosfer planet kita (Irianto, 2006).
Pengawetan dalam bidang farmasi bertujuan untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme. Pengawet antimikroorganisme adalah zat yang ditambahkan pada
sediaan obat untuk melindungi sediaan tersebut terhadap kontaminasi mikroorganisme.
Bahaya dari pencemaran mikroorganisme baik bakteri, jamur ata khamir terdapat
dimana – mana selama pembuatan, pengemasan, penyimpanan, dan penggunaan obat,
dimana manusia, lingkungan (ruangan, udara), bahan obat dan bahan pembantu, alat –
alat kerja seperti mesin – mesin dan bangahan pengemas primer merupakan sumber
kontaminasi utama (Natsir, 2008).
Ingesti dari makanan mengandung toxin dan pathogen manusia yang dapat
menyebabkan variasi dari penyakit. Ini harus dihambat kontaminasinya pada produk
makanan dengan pathogen manusia dan untuk mengontrol potensial proliferasi dari
produksi toxin mikroorganisme, dimana dapat menghasilkan keracunan pada makanan.
Pada beberapa kasus, pertumbuhan dari mikroorganisme pathogen dalam penyertaan
makanan oleh bentuk yang nyata dari bentuk yang rusak. Seperti produksi dari gas atau
bau bahan – bahan yang kotor, dimana memberikan indikasi bahwa produk tidak boleh
dinamakan. Pada kasus lain, mereka tidak secara nyata bentuk perusakannya untuk
mengindikasi adanya pathogen atau toxin. Ini dibutuhkan untuk membawa keluar
program inspeksi pada kemungkinan deteksi kontaminais dari produk makanan dengan
mikroorganisme petogen (Atlas, 2006).
Adanya mikroorganisme dalam suatu sediaan obat dapat menyebabkan
perubahan sediaan obat yang tidak dikehendaki, disamping itu dapat menyebabkan
terjadinya bulukan, kekeruhan, pembentukan bau, dan fermentasi dan bahaya terjadinya
infeksi oleh mikroorganisme pathogen dan kemungkinan terbentuknya produk
metabolism yang dihasilkan oleh mikroorganisme pencemar tersebut. Usaha yang
penting mengurangi kandungan mikroorganisme dapat dilakukan pencegahan
(produksi higienis), menghilangkan seperti penyaringan, inaktivitas (dengan cara
fisika, kimia). Untuk mempertahankan kemurnian sutau sediaan obat selama dalam
penyimpanan dan penggunaan, maka dibutuhkan sutau penstabilisasi dengan bahan anti
microbial yang disebut pengawet. Pengawet digunakan untuk wadah dosis ganda untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dapat masuk dengan tidak sengaja
selama atau setelah proses produksi (Natsir, 2008).
Pengontrolan dari kualitas makanan adalah utamanya mengenai dengan tes
produk maknan untuk melihat kehadiran dari mikroorganisme spesifik. Produk
makanan adalah pembawa utama respon untuk transmisi dari penyakit akibat
mikroorganisme dari system pencernaan. Untuk alasan ini, produk makanan harus di
uji untu melihat kehadiran dari bakteri (Prescott, 2002).
Populasi bakteri dapat menjadi luar biasa banyak dalam waktu yang singkat.
Dengan memahami kondisi ini, kita dapat menentukan cara mengontrol pertumbuhan
bakteri penyebab penyakit atau bakteri perusak makanan (Maksum, 2002).
Cara pengujian efektivitas pengawet. Bila kemasan sediaan dapat ditembus
dengan menggunakan jarum suntik, maka disiapkan 5 wadah asli dari sediaan. Tetapi
bila wadah tidak dapat ditembusi secara aseptic, maka pindahkan 20 ml contoh ke
dalam tabung reaksi yang bertutup sebanyak 5 buah. Selanjutnya dilakukan inokulasi
suspense mikroorganisme uji sebanyak 0,1 ml yang setara dengan 20 ml sediaan.
Dilakukan penetapan jumlah mikroorganisme hidup pada setiap suspense inokulum.
Hitung angka awal mikroorganisme per ml sediaan yang di uji dengan metode taburan
atau pour plate. Dilakukan pengamatan pada hari ke 7, 14, 21, dan 28 setelah dilakukan
inokulasi (Natsir, 2008).
Pengawet yang digunakan secara farmasetik dapat dibagi menjadi 5 kelompok,
yaitu : (1) Fenol dan turunanya, (2) alcohol alifatik dan aromatic, (3) Senyawa air raksa
organic, (4) senyawa ammonium kuarterner dan (5) asam karbonat (Natsir, 2008).
4. PROSEDUR DAN HASIL PERCOBAAN
4.1 Prosedur Percobaan
4.1.1 Pengenalan Beberapa Jenis Pengawet
1. Disiapkan 80 mL media LB ( Lactose Broth), 10 mL larutan natrium
benzoate stok 10% (untuk kelompok ganjil), 10 mL laruan nipagin stok 10%
(untuk kelompok genap), 2 isolat suspensi bakteri, 1 isolat suspensi khamir,
1 isolat suspensi kapang, 10 tabung reaksi steril (2 buah untuk kontrol), 2
tabung reaksi tidak steril yang telah ditara 10 mL (untuk pengenceran bahan
pengawet).
2. Suspense bakteri dan khamir diukur kekeruhannya setara dengan T=25 %
pada 258 nm dan kapang dengan T=10% pada panjang gelombang radiasi
yang sama.
3. Isikan 8 mL media LB ke dalam 8 tabung steril, beri nomor 1-8. Dua tabung
sisanya, nomor 9 (diisi 10 mL media LB) dan tabung 10 (diisi 9 mL media
LB dan 1 mL suspensi bakteri), keduanya untuk kontrol/pembanding.
4. Buat larutan natrium benzoat 5% sebanyak 10 mL dengan menggunakan
larutan stok 10% (kelompok ganjil).
5. Tambahkan 1 mL larutan asam benzoat 5% ke dalam tabung 1,2,3,4 dan asam
benzoat 10% pada tabung 5,6,7,8.
6. Tambahkan @1 mL suspensi bakteri-1 ke dalam tabung 1 dan 5;
bakteri-2 pada tabung 2 dan 6; khamir pada tabung 3 dan 7; kapang
pada tabung 4 dan 8. Jangan lupa disiapkan juga 2 tabung kontrol
(tabung 9 dan 10)
7. Inkubasi tabung berisi bakteri-1 dan bakteri-2 pada 35-37oC selama 24 jam,
tabung berisi khamir 25-30oC selama 4 hari dan tabung berisi kapang pada
20-25oC selama 4-5 hari.
8. Catat data pengamatannya dalam tabel, bandingkan kekuatan hambatan
natrium benzoat yang berbeda konsentrasi dengan ke 4 mikroba uji yang
digunakan
9. Kelompok genap melakukan dengan cara yang sama untuk bahan pengawet
nipagin
10. Diskusikan antar kelompok untuk mendapatkan gambaran kekuatan
hambatan kedua bahan pengawet terhadap aktivitas ke 4 mikroba uji
4.1.2 Pengujian Efektivitas Bahan Pengawet
1. Disiapkan sediaan diuji (200 mL larutan gula 30% yang mengandung bahan
pengawet, natrium benzoat atau nipagin), 10 botol steril (kapasitas 30 mL),
1 pipet 1 mL, 1 pipet media, suspensi 5 mikroba uji, 16 cawan petri steril.
2. Tiap kelompok hanya menguji satu jenis bahan pengawet dan satu
konsentrasinya.
3. Mikroba yang digunakan adalah:
1) Bakteri Escherichia coli 2) Bakteri Staphylococcus aureus 3) Bakteri
Pseudomonas aeruginosa 4) Kapang Aspergillus niger 5) Khamir
Candida albicans
4. Jumlah populasi mikroba uji setara dengan kekeruhan suspense bakteri atau
khamir dengan T=25% atau kapang dengan T=10% pada panjang gelombang
258 nm.
5. Isikan sediaan uji (air gula 30%) masing-masing 20 mL pada 10 botol steril,
kemudian jadikan menjadi 2 kelompok perlakuan. Botol 1-5 yang akan
disimpan pada suhu kamar selama 30 menit. Botol 6-10 akan disimpan pada
suhu kamar selama 7 hari.
6. Inokulasikan 1 mL suspensi bakteri-1 pada botol 1 dan 6, bakteri -2 pada
botol 2 dan 7, bakteri-3 pada botol 3 dan 8, kapang botol 4 dan 9, khamir
pada botol 5 dan 10.
7. Semua botol disimpan pada suhu kamar. Botol 1-5 disimpan selama 30
menit, kemudian diuji efektivitas bahan pengawet. Botol 6-10 akan diuji
dengan cara yang sama setelah penyimpanan 7 hari.
8. Cara uji:
a. Pipet @1 mL sediaan dari setiap botol, dimasukan dalam 2 cawan petri
b. Jika cairan sampel diambil dari botol yang berisi bakteri (botol 1,2,3),
maka ke dalam tiap cawan petrinya ditambahkan 15 mL media NA
dengan suhu 45oC. jika cairan sampel diambil dari botol yang berisi
kapang atau khamir (botol 4,5), maka ke dalam cawan petrinya
ditambahkan 15 mL media SDA dengan suhu 45oC
c. Inkubasi semua cawan pada suhu yang tepat. Cawan yang berisi media
NA pada 35-37oC selama 24-48 jam (cawan 1,2,3), cawan yang berisi
media SDA suhu 20-25oC (cawan 4,5) selama 5-7 hari. Total ada 5 buah
cawan petri.
9. Lakukan pengamatan terhadap adanya pertumbuhan mikroorganisme
(bakteri viable) pada setiap cawan tersebut dan dicatat.
10. Cawan yang tidak terdapat pertumbuhan mikroba uji menunjukan bahwa
bahan pengawet yang digunakan masih efektif
11. Lakukan pengujian yang sama untuk botol 6-10 setelah penyimpanan 7 hari
(pada praktikum minggu depan).

4.2 Hasil Percobaan


4.2.1 Pengenalan Beberapa Jenis Pengawet

No. Jenis Pengamatan Hasil Percobaan

1. Staphylococcus aureus

2. Escherichia coli
Pseudomonas
3.
aeuruginosa

4. Aspergillus niger

5. Candida albicans

4.2.2 Pengujian Efektivitas Bahan Pengawet


Hasil Percobaan 1 Hasil Percobaan 2
No. Nama Bakteri
30 menit 7 hari

Staphylococcus
1.
aureus
Escherichia
2.
coli

Pseudomonas
3.
aeuruginosa

Aspergillus
4.
niger

Candida
5.
albicans

5. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN


5.1 Pembahasan
Uji efektivitas bahan pengawet dilakukan untuk menetukan jenis dan jumlah
bahan pengawet yang tepat digunakan pada sediaan uji. Uji efektivitas bahan
pengawet dilakukan secara mikrobiologi dengan menggunakan media cair Lactose
Broth (LB), Nutrient Agar (NA) dan Sabouraud Dextrose Agar (SDA).
5.1.1 Pengenalan beberapa jenis pengawet.
Pada praktikum ini, pengenalan jenis pengawet menggunakan isolat yang
terlebih dahulu dilakukan suspensi dan telah diukur kekeruhannya pada masing-
masing isolat untuk bakteri, kapang dan khamir. Isolat bakteri kami masukkan ke
dalam tabung reaksi no. 1 dan 3. Tujuannya untuk mengetahui apakah sediaan yang
diberi bahan pengawet dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau tidak.
Sedangkan isolate kapang dan khamir kami masukkan ke dalam tabung reaksi no.2,

4, dan 5. Tujuannya untuk mengetahui apakah sediaan yang diberi bahan pengawet
dapat menghambat pertumbuhan kapang dan khamir atau tidak. Masing-masing
tabung reaksi tersebut sebelumnya telah di beri cairan Laktose Broth (LB).
Larutan blangko merupakan larutan yang digunakan sebagai pembanding. Pada
praktikum ini, larutan blangko yang kami buat yaitu dari cairan Laktose Broth (LB)
pada tabung reaksi no. 6 dan 7 . Sehingga parameter yang dapat dilihat adalah
kekeruhan yang dihasilkan pada setiap tabung reaksi yang dibandingkan dengan
larutan blangko. Jika tabung reaksi yang telah diberi pengawet menghasilkan
kekeruhan maka bahan pengawet yang kami gunakan tidak efektif sedangkan jika
tabung reaksi tidak mengalami kekeruhan dan warnanya sama seperti pada larutan
blangko maka bahan pengawet yang kami gunakan efektif dalam menghambat
pertumbuhan mikroorganisme.
Natrium benzoat merupakan bahan pengawet obat-obatan. Kami menambahkan
natrium benzoat 5% pada tabung reaksi. Tujuan untuk mengetahui seberapa banyak
jumlah pengawet yang tepatdigunakan pada sediaan uji.
Hasil dari praktikum ini yaitu, pada tabung reaksi yang berisi bakteri setelah
dilakukan inkubasi selama 24-48 jam menghasilkan larutan yang keruh. Hal ini dapat
dibandingkan dengan larutan blangko yang jernih. Warna keruh yang dihasilkan
pada ketiga tabung reaksi tersebut sama berkisar 25%. Adanya kekeruhan tersebut,
maka sediaan yang telah diberi bahan pengawet 5% tetap menghasilkan bakteri
sehingga pengawet natrium benzoat 5% tidak efektif menghambat pertumbuhan
bakteri.
Pada tabung reaksi yang berisi kapang dan khamir setelah dilakukan inkubasi
selama 4 hari menghasilkan larutan yang keruh. Hal ini dapat dibandingkan dengan
larutan blangko yang jernih. Pada tabung reaksi yang berisi kapang menghasilkan
warna keruh yang sama berkisar 25% sedangkan pada tabung reaksi yang berisi
khamir warna lebih keruh berkisar 50% . Adanya kekeruhan tersebut, maka sediaan
yang telah diberi bahan pengawet natrium benzoat 5% tetap menghasilkan
kapang/khamir sehingga pengawet natrium benzoat 5% tidak efektif menghambat
pertumbuhan kapang/khamir.

5.1.2 Pengujian efektivitas bahan pengawet natrium benzoat 5%.


Pada praktikum ini, uji efektivitas bahan pengawet menggunakan natrium
benzoat 5%. Larutan gula ini di uji dengan menggunakan media Nutrient Agar (NA)
dan Sabouraud Dextrose Agar (SDA) masing-masing di tambah dengan bahan
pengawet natrium benzoat 5%. Media Nutrient Agar (NA) digunakan untuk
mengidentifikasi hasilnya mikroba/bakteri. Dan media Sabouraud Dextrose Agar
(SDA) digunakan untuk mengidentifikai hasilnya kapang dan khamir.
Percobaan ini dilakukan dengan dua kali penyimpanan. Yaitu pada saat larutan
gula disimpan selama 30 menit dan 7 hari. Tujuannya untuk mengetahui efektivitas
asam benzoat dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada larutan gula.
Larutan gula yang sudah ditambahkan dengan asam benzoat kemudian di bagi
menjadi dua. Yaitu larutan gula yang ditambahkan isolat bakteri dan larutan gula
yang ditambahkan isolat kapang dan khamir. Setelah di simpan 30 menit kemudian
masing-masing larutan gula itu di pindahkan ke media NA dan media SDA lalu di
inkubasi.
Hasil dari praktikum ini adalah, pada media Nutrient Agar (NA) pertama
menghasilkan pertumbuhan mikroorganisme berbentuk koloni yang berjumlah
luamayan banyak dan berwarna putih. Sedangkan pada media Nutrient Agar (NA)
kedua menghasilkan pertumbuhan mikroorganisme bakteri berbentuk koloni kecil
dan berwarna putih. Dari hasil tersebut maka bahan pengawet asam benzoat pada
larutan gula setelah disimpan selama 30 menit tidak dapat menghambat
pertumbuhan bakteri secara efektif.
Sedangkan pada media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) setelah di inkubasi
selama 4 hari menghasilkan pertumbuhan khamir. Hal ini terlihat dari media yang
menghasilkaan koloni berlendir berwarna putih. Dari hasil tersebut maka bahan
pengawet asam benzoat pada larutan gula setelah disimpan selama 30 menit tidak
dapat menghambat pertumbuhan khamir tapi dapat menghambat pertumbuhan
kapang secara efektif.
Larutan gula yang di di simpan selama 7 hari kemudian dipindahkan ke media
Nutrient Agar (NA) dan media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) untuk di inkubasi
kembali. Tujuannya untuk mengetahui apakah pengawet asam benzoat pada larutan
gula yang telah disimpan selama 7 hari ini menghasilkan aktivitas pertumbuhan
bakteri, kapang dan khamir atau tidak sama sekali.
Pada media Nutrient Agar (NA) pertama menghasilkan pertumbuhan
mikroorganisme berupa koloni-koloni putih. Begitupun pada media NA yang kedua
kami menyimpulkan koloni-koloni ini adalah bakteri. Dari hasil tersebut maka bahan
pengawet asam benzoat pada larutan gula setelah disimpan selama 7 hari tidak dapat
menghambat pertumbuhan bakteri secara efektif.
Pada media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) pertama tidak menghasilkan
kapang dan khamir. Begitupun pada media SDA yang kedua. Dari hasil tersebut
maka bahan pengawet asam benzoat pada larutan gula setelah disimpan selama 7
hari tersebut dapat menghambat pertumbuhan kapang dan khamir secara efektif.

5.2 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah kami lakukan maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
Berdasarkan pada metode cairan lactose broth (LB), bahan pengawet Asam
benzoat 5% tidak efektif menghambat pertumbuhan mikroorganisme bakteri, kapang
dan khamir. Penambahan Asam benzoat 5% pada larutan gula yang di simpan 30
menit dan 7 hari tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara efektif.
Sehingga Asam benzoat 5% semakin lama aktifitas kerjanya tetap tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan bakteri. Penambahan Asam benzoat 5% pada larutan gula
yang di simpan selama 30 menit dapat menghambat pertumbuhan kapang secara
efektif tapi menghasilkan pertumbuhan khamir. Sedangkan penyimpanan pada 7 hari
dapat menghambat pertumbuhan kapang dan khamir secara efektif. sehingga Asam
benzoat 5% semakin lama aktifitas kerjanya semakin bagus dalam menghambat
pertumbuhan kapang dan khamir.
DAFTAR PUSTAKA

Atlas, M, Ronald. 2006 . Microbiological Media For The Examination Of Food. Second

Edition. CRC Press.

Ditjen POM,1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI: Jakarta.

Ditjen POM 1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Depkes RI: Jakarta.

Koes, Irianto. 2006 . Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Yrama

Widya: Bandung.

Natsir, Djide. 2008 . Dasar – Dasar Mikrobiologi Farmasi . Universitas Hassanuddin :

Makassar.

Natsir, Djide. 2008 . Analisis Mikrobiologi Farmasi . Universitas Hassanuddin : Makassar.

Prescott, Harley. 2002 . Laboratory Exercises In Microbiology. Fifth Edition. The McGraw –

Hill Companies

Radji, Maksum, M.Biomed. 2002. Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan

Kedokteran . ECG : Jakarta.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana,Raharja. 2002 . Obat – Obat Penting. Kelompok Gramedia :

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai