Anda di halaman 1dari 16

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum

1. Klasifikasi tanaman tomat ceri

Tomat ceri (Lycopersicon esculentum var. cerasiforme) termasuk dalam

famili Solanaceae. Tomat varietas cerasiforme sering disebut tomat ceri yang

didapati tumbuh liar di Ekuador dan Peru, serta telah menyebar luas di seluruh

dunia, dan di beberapa negara tropis menjadi berkembang secara alami. Tomat

cherry memiliki beberapa varietas diantaranya adalah Royal Red Cherry yang

berdiameter 3.1 - 3.5 cm dan Short Red Cherry yang berdiameter 2 - 2.5 cm,

Oregon Cherry yang diameternya 2.5 - 3.5 cm dengan bobot 10 - 20 g, serta

Golden Pearl yang bobotnya 8 - 10 g dan Season Red yang bobotnya 25 g

diproduksi oleh Known You Seed di Taiwan (Yamin, 2012).

Tomat ceri merupakan salah satu varietas buah tomat yang bentuknya

lebih kecil dari jenis tomat pada umumnya. Jenis ini mulai dikenal sejak tahun

1800an dan diperkirakan berasal dari negara Peru dan Chili bagian utara.

Bentuknya juga terkadang ada yang bulat sempurna dan ada pula yang

bentuknya lonjong. Khusus yang lonjong biasanya orang-orang menyebutnya

tomat anggur. Ketika masih muda buahnya berwarna hijau muda dan ketika tua

warnanya bisa beraneka ragam, mulai dari kuning, jingga, sampai merah tua.

Untuk yang matang berwarna kuning disebut “Golden Tomat Cherry”

sedangkan untuk yang berwarna merah disebut “Red Tomat Cherry”. Tomat

ceri dipercaya dibawa oleh bangsa Aztek dari Meksiko dan kemudian

menyebar ke seluruh dunia. Di Yunani terdapat tanaman asli yang serupa

6
7

dengan tomat ceri yang bernama Santorini. Jenis tomat ini dibudidayakan

dengan sangat intensif sejak tahun 1875 sejak dibawa oleh seorang birawan

yang berasal dari Mesir. Tomat jenis ini menjadi cukup populer setelah

kemunculannya di Amerika Serikat pada awal tahun 1900an. Di Amerika

Serikat, jenis tomat ini sangat banyak digunakan untuk campuran salad atau

bahkan dikonsumsi secara langsung karena rasanya yang manis, dan segar

(Yamin, 2012).

Menurut Tugiyono (2009) secara lengkap ahli-ahli botani

mengklasifikasikan tanaman tomat ceri secara sistematik sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Family : Solanaceae

Genus : Solanum

Spesies : Solanum Esculentum

Varietas : Cerasiforme

Bentuk, warna, rasa, dan tekstur buah tomat sangat beragam. Ada yang

bulat, bulat pipih, keriting, atau seperti bola lampu. Warna buah masak

bervariasi dari kuning, oranye, sampai merah, tergantung dari jenis pigmen

yang dominan. Rasanya pun bervariasi, dari masam hingga manis. Buahnya

tersusun dalam tandan-tandan. Keseluruhan buahnya berdaging dan banyak


8

mengandung air. Buah tomat memiliki keanekaragaman jenis. Namun, akhir-

akhir ini sedang dikembangkan jenis baru di beberapa negara berkembang

untuk mendapatkan buah tomat dengan kualitas dan flavour yang baik. Ada 5

(lima) jenis buah tomat berdasarkan bentuk buahnya yaitu :

1) Tomat biasa (L. commune) yang banyak ditemui di pasar-pasar lokal.

2) Tomat apel atau pir (L. pyriporme) yang buahnya berbentuk bulat dan sedikit

keras menyerupai buah apel atau pir. Tomat jenis ini juga banyak ditemui di

pasar lokal.

3) Tomat kentang (L. grandifolium) yang ukuran buahnya lebih besar bila

dibandingkan dengan tomat apel.

4) Tomat gondol (L. validum) yang bentuknya agak lonjong, teksturnya keras,

dan berkulit tebal.

5) Tomat ceri (L. esculentum var. cerasiforme) yang bentuknya bulat, kecil

kecil, dan rasanya cukup manis. Kandungan gizi untuk setiap 100 g tomat.

2. Morfologi tanaman tomat ceri

a. Akar

Tomat ceri memiliki sistem perakaran tunggang yang tumbuh secara

horizontal dan juga memiliki akar cabang serta akar serabut yang berwarna

keputih-putihan. Perakaran tanaman tidak terlalu dalam, menyebar ke semua

arah hingga kedalaman rata-rata 30-40 cm, namun pada kondisi lingkungan

yang optimal, akar tanaman tomat ceri dapat mencapai kedalaman 50 cm.

Akar tanaman tomat ceri berfungsi untuk menopang berdirinya tanaman

serta menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah. Oleh karena itu, tingkat
9

kesuburan tanah di bagian atas sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman dan produksi buah, serta benih tomat ceri yang dihasilkan.

Kesalahan penanganan selama proses penyiangan bisa berdampak pada

terhambatnya pertumbuhan akar (Purwati dan Khairunisa, 2009).

b. Batang

Batang tanaman tomat ceri berwarna hijau dengan bentuk persegi

empat hingga bulat. Permukaan batang tomat ceri ditutupi oleh bulu atau

rambut halus, diantara bulu-bulu tersebut terdapat rambut kelenjar yang

mampu mengeluarkan bau khas. Bagian yang masih muda batangnya

memiliki tekstur yang lunak, mudah patah dan dapat naik bersandar pada

turus atau merambat pada tali, namun harus dibantu dengan beberapa ikatan,

tetapi setelah tua berubah menjadi keras. Tinggi tanaman tomat ceri dapat

mencapai 3 meter apabila pertumbuhannya tidak dihentikan (Fitriani, 2012).

c. Daun

Tanaman tomat ceri berdaun majemuk dan berbentuk menyirip, daun-

daun tersebut letaknya tersusun di setiap sisi. Daun tomat ceri mudah

dikenali karena mempunyai bentuk yang khas, yaitu berbentuk oval,

bergerigi, dan mempunyai celah yang menyirip. Daunnya yang berwarna

hijau dan berbulu mempunyai panjang sekitar 20-30 cm dan lebar 15- 20

cm. Daun tomat ceri ini tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang.

Sementara itu, tangkai daunnya berbentuk bulat memanjang sekitar 7-10 cm

dan ketebalan 0,3-0,5 mm (Wiryanta, 2004).


10

d. Bunga

Bunga pada tanaman tomat ceri termasuk jenis bunga berkelamin

dua atau hermaprodit. Kelopaknya berjumlah 5 buah dengan warna hijau,

sedangkan mahkotanya yang berjumlah 5 buah berwarna kuning dan

berukuran sekitar 1 cm, bertangkai pendek dengan kepala sari yang

panjangnya 5 mm dan berwarna sama dengan mahkota bunga. Alat

kelaminnya terdiri atas benang sari (stamen) dan kepala sari (anter) yang

terkandung didalamnya tepung sari atau polen. Karena memiliki dua

kelamin, bunga tomat cherry bisa melakukan penyerbukan sendiri. Biasanya

pembuahan terjadi 96 jam setelah proses penyerbukan. Buah tersebut akan

masak pada 45-50 hari setelah proses pembuahan (Purwati dan Khairunisa,

2009).

e. Buah

Buah tomat ceri memiliki bentuk bervariasi, mulai dari bulat lonjong, bulat

halus, bulat beralur, bulat dengan bentuk datar pada ujung atau pangkalnya,

hingga bentuk yang tidak teratur. Bentuk dan ukuran tersebut tergantung

varietasnya. Ketika masih muda buahnya berwarna hijau muda sampai hijau

tua, berbulu, dan memiliki rasa asam, getir dan berbau tidak enak karena

mengandung senyawa lycopersicin. Saat tua buahnya menjadi sedikit

kuning, merah cerah atau gelap, merah kekuning-kuningan, kuning atau

merah kehitaman dan rasanyapun menjadi enak karena semakin matang

kandungan senyawa lycopersicin nya akan hilang (Agromedia, 2007).


11

f. Biji

Biji tomat ceri berbentuk pipih berbulu dan berwarna putih

kekuningan atau coklat muda. Panjangnya 3-5 mm dan lebar 2-4 mm. Biji

saling melekat, diselimuti daging buah dan tersusun berkelompok dengan

dibatasi daging buah. Jumlah biji setiap buahnya bervariasi tergantung pada

varietas dan lingkungan, maksimum 200 biji perbuah. Umumnya biji

digunakan untuk bahan perbanyakan tanaman (Agromedia, 2007).

3. Syarat tumbuh tanaman tomat ceri

a. Iklim

Tanaman tomat membutuhkan penyinaran penuh sepanjang hari

untuk produksi yang menguntungkan, tetapi dengan iklim yang sejuk dan

sinar yang tidak terlalu terik. Cahaya sebaiknya tidak terlalu terik ataupun

terlalu redup. Cahaya yang terlalu terik dapat meningkatkan transpirasi,

memperbanyak gugur bunga dan gugur buah. Tanaman mengalami etiolasi

dan lemah apabila kekurangan cahaya. Suhu yang paling ideal untuk

perkecambahan benih tomat adalah 25-30oC, sedangkan suhu ideal untuk

pertumbuhan tanaman tomat adalah 24-28oC. Kelembaban relatif yang

diperlukan untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 80%. Kelembaban

akan meningkat pada musim hujan sehingga resiko terserang bakteri dan

cendawan cenderung tinggi. (Wiryanta, 2004). Tanaman tomat lebih banyak

diusahakan di dataran tinggi (700-1500 m di atas permukaan laut). Pada

suhu tinggi (dataran rendah), produksinya rendah dan buahnya lebih pucat

(Rismunandar, 2001).
12

b. Tanah

Untuk pertumbuhannya yang baik, tanaman tomat membutuhkan

tanah yang gembur, sedikit mengandung pasir, dan banyak mengandung

humus. Kadar keasaman (pH) antara 5-6, serta pengairan yang teratur dan

cukup dari penanaman sampai tanaman mulai dapat dipanen (Agromedia,

2007).

B. Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh adalah hormon yang merupakan senyawa organic

bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah akan membantu proses pertumbuhan

tanaman yang kegiatanya mengatur reaksi katabolik penting, zat tersebut dibentuk

dalam organisme tersebut dengan proses metabolik juga, zat pengatur tumbuh

tanaman ada lima golongan yaitu auksin, giberelin, sitokinin, asam absisik, dan

etilen.

Giberelin adalah sekelompok zat organik yang dihasilkan oleh cendawan

Gibberella fujikuroi. Zat tersebut merupakan getah yang keluar dari miselium

cendawan tersebut, memiliki sifat mendorong tumbuhnya akar, daun, batang,

semai, dan sebagainya. Giberelin pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun

1930-an dari kajian terhadap tanaman padi yang sakit, yang tumbuh terlalu tinggi.

Tanaman tersebut sering tidak mampu menopang dirinya sendiri. Pada tahap

pertama penyakit, tumbuhan yang terinfeksi akan tumbuh lebih pesat dari yang

tidak terinfeksi. Sejak 1890-an orang Jepang menyebutnya penyakit bakane

(kecambah tolol). Penyakit tersebut disebabkan oleh cendawan Gibberella


13

fujikuroi , ada banyak jenis giberelin namun giberelin GA3 adalah giberelin

pertama yang sangat aktif dan sudah lama tersedia di pasaran, jumlah gugus

karboksil pada cincin A, C dan D berkisar dari nol, giberelin terdapat pada organ

akar, batang, tunas, daun, dan bunga (Zein, 2016).

Aplikasi giberelin pada tanaman padi dapat memperpanjang waktu

membukanya bunga sampai satu jam lebih lama, memperbesar sudut daun

bendera dan meningkatkan persentase eksersi stigma sehingga kemungkinan

terjadinya penyerbukan lebih meningkat. Secara fenotipik atau sifat yang nampak

dari interaksi gen dan lingkungan adalah giberelin dapat meningkatkan tinggi

tanaman (Ilyas dkk, 2005).

C. Sistem Budidaya Hidroponik Substrat

Hidroponik merupkan sistem budidya tanaman yang tidak menggunakan

tanah sebagai media tanamnya melainkan menggunakan media organik atau

anorganik yang telah melewati proses pembakaran atau menggunakan air sebagai

penyedia nutrisi. Hidroponik dibagi menjadi dua sistem dalam hal medianya,

sistem tersebut yaitu sistem hidroponik substrat dan sistem hidroponik non

substrat. Sistem hidroponik substrat yaitu sistem budidaya tanaman yang tidak

menggunakan tanah, melainkan menggunakan media lain seperti pasir, kerikil,

dan arang sekam, hidroponik substrat yaitu budidaya tanaman yang media

tanamnya tidak menggunakan air melainkan menggunakan media padat tetapi

bukan tanah yang memiliki fungsi dapat menyerap air, menyediakan nutrisi, dan
14

oksigen serta dapat berfungsi sebagai penyokong tanaman untuk tumbuh (Roidah,

2014).

keuntungan dari hidroponik antara lain :

1. Hasil tanaman lebih bagus dibandingkan tanaman secara konvensional (lebih

renyah dan segar) atau kualitas dan kuantitas tanaman lebih terkontrol.

2. Penggunaan larutan nutrisi oleh tanaman hemat dan efisien.

3. Hama dan penyakit dapat di minimalisir.

4. Kondisi lingkungan dapat diatur sesuai kebutuhan tanaman dan perlakuan

lingkungan dapat dimodifikasi dengan tujuan memperbaiki kualitas tanaman

(suhu, kelembaban, pH, intensitas cahaya dll.)

5. Tidak memerlukan banyak tenaga kerja dan kebersihan lebih terjamin.

6. Lahan yang dibutuhkan sedikit dan nilai jual tanaman yang tinggi.

Salah satu jenis sistem hidroponik adalah hidroponik substrat. Sistem

hidroponik substrat menggunakan media padatan (bukan tanah) sebagai media

tumbuhnya tanaman. Penggunaan media substrat menyebabkan nutrisi dan air

tersimpan lebih baik. Selain itu, media tetap lembab dan dapat menyediakan

oksigen tersedia bagi akar tanaman. Media substrat juga dapat menopang

tanaman, sehingga tanaman akan tetap kokoh (Lingga, 2005).

Keberhasilan budidaya hidroponik, selain ditentukan oleh medium yang

digunakan, juga ditentukan oleh larutan nutrisi yang diberikan, karena tanaman

tidak mendapatkan unsur hara dari medium tumbuhnya. Oleh karena itu budidaya

secara hidroponik harus mendapatkan hara melalui larutan nutrisi yang diberikan

(Silvina dalam Purnomo dkk, 2016).


15

D. Media Tanam Hidroponik Substrat

Media tanam berfungsi sebagai tempat berpegangnya akar tanaman yang

ditanam dan untuk menyerap larutan nutrisi saat disiramkan atau diteteskan.

Larutan nutrisi tersebut lalu diserap oleh perakaran (Hartus 2006). Hesami (2012)

menyatakan bahwa bahan organik sebagai penahan kelembaban, dan bahan

anorganik sebagai bahan yang tepat untuk penyedia porositas di media

pertumbuhan. Tanaman yang berbeda menghendaki media yang berbeda sebab

setiap media tanam mempunyai sifat fisik dan kimia sendiri yang berbeda antar

satu dengan lainnya, sehingga setiap tanaman mempunyai media khusus tersendiri

yang dapat menunjang pertumbuhan optimumnya.


Media tanam pada hidroponik substrat memiliki fungsi yang sama dengan

tanah yaitu sebagai media yang mampu menyerap dan menyediakan air, nutrisi,

dan oksigen bagi akar tanaman. Kemampuan mengikat air suatu media tanam

bergantung pada ukuran partikel, bentuk, dan porositasnya, sehingga dalam

penggunaan media tanam pada hidroponik substrat harus disesuaikan dengan jenis

hidroponik yang akan digunakan. Misalnya untuk irigasi tetes menggunakan

media yang memiliki substrat dengan partikel lebih halus. Media tanam yang

digunakan dalam hidroponik substrat seperti pasir, batu apung, serbuk gergaji, dan

kerikil harus disterilkan sebelum digunakan (Lingga, 2005).


Media tanaman merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan karena

merupakan salah satu penyedia segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh tanaman,

seperti unsur hara, mineral dan air. Kebutuhan akan unsur hara, mineral dan air
16

dipengaruh oleh adanya media tanam yang baik dan sesuai. Selain media tanam

tanah juga terdapat media tanam non tanah. Media tanam non tanah adalah media

tanam yang terbuat dari bahan-bahan tertentu yang dilakukan dengan teknik

tertentu untuk memperoleh media tanam yang diharapkan. Salah satu media tanam

non tanah adalah hidroponik, hidroponik merupakan budidaya tanaman tanpa

menggunakan tanah sebagi media tanaman dengan penambahan nutrisi unsur hara

untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. (Perwitasari, dkk 2012)

1. Arang Sekam

Arang sekam adalah sekam bakar yang berwarna hitam yang

dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna, dan telah banyak digunakan

sebagai media tanam secara komersial pada sistem hidroponik. Komposisi

arang sekam paling banyak ditempati oleh SiO2 yaitu 52% dan C sebanyak

31%. Komponen lain adalah Fe2, O3, K2O, MgO, CaO MnO, dan Cu dalam

jumlah relatif kecil serta bahan organik (Setyoadji, 2015).


Karakteristik lain arang sekam adalah sangat ringan, kasar sehingga

sirkulasi udara tinggi karena banyak pori, kapasitas menahan air yang tinggi,

warnanya yang hitam dapat mengabsorbsi sinar matahari secara efektif, pH

tinggi (8.5-9.0), serta dapat menghilangkan pangaruh penyakit khususnya

bakteri dan gulma. Media arang sekam lebih berperan terhadap perbaikan

struktur tanah sehingga sistem aerasi dan drainase media tanam menjadi lebih

baik (Setyoadji, 2015).


Sekam bakar merupakan salah satu alternatif yang dapat meminimalisir

pemakaian media tanam berupa tanah. Penambahan sekam bakar ke dalam

media tanam merupakan salah satu cara mengurangi pemakaian tanah sebagai
17

media tanam. Sifat sekam bakar yang porous dan steril merupakan salah satu

upaya dalam meningkatkan produksi tanaman (Gustia, 2013).

2. Pasir Malang

Pasir memiliki sifat yang cepat kering sehingga akan memudahkan

proses pengangkatan bibit tanaman yang dianggap sudah cukup umur untuk

dipindahkan ke media lain. Keunggulan media tanam pasir adalah kemudahan

dalam penggunaan dan dapat meningkatkan sistem aerasi media tanam. Pasir

malang dan pasir bangunan merupakan jenis pasir yang sering digunakan

sebagai media tanam. Karena memiliki pori-pori berukuran besar (pori-pori

makro) maka pasir menjadi mudah basah dan cepat kering oleh proses

penguapan. Kohesi dan konsistensi (ketahanan terhadap proses pemisahan)

pasir sangat kecil sehingga mudah terkikis oleh air. Dengan demikian, media

pasir lebih membutuhkan pengairan dan pemupukan yang lebih intensif.

Penggunaan pasir sebagai media tanam sering dikombinasikan dengan

campuran bahan organik lain, seperti kerikil, batu-batuan, atau bahan organik

yang disesuaikan dengan jenis tanaman (Suwandi, 2008).

Sofyan dan Muslimin (2006), menyatakan bahwa pasir memiliki tekstur

dan aerasi yang cocok bagi pertumbuhan akar, namun tidak memiliki

kandungan unsur hara. Media pasir dapat memberikan nilai tertinggi terhadap

tinggi tanaman, dan luas daun pada sayuran yang dibudidayakan secara

hidroponik serta dengan bobot pasir yang berat akan mempermudah tegaknya

batang tanaman.
18

Penggunaan media pasir untuk budidaya tanaman secara hidroponik

lebih membutuhkan pengairan dan pemupukan yang lebih intensif. Pasir

memiliki pori-pori berukuran besar oleh karena itu pasir menjadi mudah basah

dan cepat kering oleh proses penguapan, selain itu suhu yang tinggi akan

meningkatkan laju penguapan. Ketahanan pasir terhadap proses pencucian

sangat kecil sehingga mudah terkikis oleh air atau larutan. Bobot pasir yang

berat akan mempermudah tegaknya batang tanaman (Lingga, 2005).

3. Cocopeat

Serbuk sabut kelapa (Cocopeat). Kelapa merupakan salah satu

komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Indonesia merupakan salah satu

negara di dunia yang memiliki potensi agroindustri kelapa yang cukup besar,

tetapi belum dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Luas areal kebun kelapa di

Indonesia adalah yang terbesar di dunia, yaitu 3,76 juta hektar. Limbah hasil

pengupasan buah kelapa antara lain tempurung dan sabut kelapa yang terdiri

atas serat dan serbuk sabut kelapa. Negara penghasil serat dan serbuk sabut

kelapa terbesar adalah India (30 kg/tahun) dan Sri Lanka (73 kg/tahun). Di

Indonesia limbah buah kelapa hasil pengolahan atau pengupasan yang

dihasilkan per tahunnya mencapai sekitar 19,05 juta m3 yang terdiri atas 35%

serat dan 65% serbuk sabut kelapa. Cocopeat mengandung klor yang cukup

tinggi, bila klor bereaksi dengan air maka akan terbentuk asam klorida.

Akibatnya kondisi media menjadi asam, sedangkan tanaman membutuhkan

kondisi netral untuk pertumbuhannya. Kadar klor pada cocopeat yang


19

dipersyaratkan tidak boleh lebih dari 200 mg/l. Oleh karena itu pencucian

bahan baku cocopeat sangat penting dilakukan (Hasriani dkk, 2013).

Keunggulan cocopeat sebagai media tanam antara lain yaitu: dapat

menyimpan air yang mengandung unsur hara, sifat cocopeat yang senang

menampung air dalam pori-pori menguntungkan karena akan menyimpan

pupuk cair sehingga frekuensi pemupukan dapat dikurangi dan di dalam

cocopeat juga terkandung unsur hara dari alam yang sangat dibutuhkan

tanaman, daya serap air tinggi, menggemburkan tanah dengan pH netral, dan

menunjang pertumbuhan akar dengan cepat sehingga baik untuk pembibitan.

Kekurangan cocopeat adalah banyak mengandung tanin. Zat tanin diketahui

sebagai zat yang menghambat pertumbuhan tanaman. Untuk menghilangkan

zat tanin yang berlebihan maka bisa dilakukan dengan cara merendam

cocopeat di dalam air bersih selama beberapa jam, lalu diaduk sampai air

berbusa putih. Selanjutnya buang air rendaman dan diganti dengan air bersih

yang baru, hal ini dilakukan beberapa kali sampai busa tidak keluar lagi

(Fahmi, 2013).

E. Kerangka Pemikiran

Tanaman tomat ceri umumnya dibudidayakan di Indonesia secara

komersial, terutama di dataran tinggi. kualitas buah tomat yang baik hanya dicapai

pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Namun, budidaya tomat saat

ini tidak hanya dilakukan di dataran tinggi tetapi juga di dataran rendah dengan

pertumbuhan dan produksi yang relatif lebih rendah. Upaya untuk meningkatkan
20

pertumbuhan dan produksi tomat salah satunya adalah melalui pemberian zat

pengatur tumbuh (ZPT) yang tepat.


Salah satu upaya yang perlu dicoba untuk usaha budidaya tomat adalah

hidroponik. Salah satu kelebihan sistem hidroponik adalah tanaman dapat

dibudidaya pada kondisi lingkungan yang terkontrol. Pada sistem hidroponik

faktor lingkungannya seperti ketersediaan air, suhu, dan kelembaban relatif dapat

diatur, selain itu organisme penggangu tanaman lebih sedikit. Sistem hidroponik

substrat yaitu sistem budidaya tanaman yang tidak menggunakan tanah,

melainkan menggunakan media lain seperti pasir, kerikil, dan arang sekam,

hidroponik substrat yaitu budidaya tanaman yang media tanamnya tidak

menggunakan air melainkan menggunakan media padat tetapi bukan tanah yang

memiliki fungsi dapat menyerap air, menyediakan nutrisi, dan oksigen serta dapat

berfungsi sebagai penyokong tanaman untuk tumbuh (Roidah, 2014).


Hasil Penelitian (Sundahri dkk, 2014). Jumlah buah dipengaruhi secara

efektif oleh konsentrasi giberelin. Konsentrasi giberelin 100 ppm (G1) memiliki

hasil yang paling baik yaitu 42,67. Perlakuan tersebut dibandingkan dengan

perlakuan kontrol (G0) 12,67, terjadi peningkatan sebesar 237%. pengaruh

konsentrasi hormon giberelin terhadap berat buah sangat efektif. Konsentrasi

giberelin 100 ppm (G1) memiliki nilai yang paling tinggi yaitu 1176,67. Jika

dibandingkan dengan perlakuan kontrol (G0), terjadi peningkatan sebesar 142%.

Perlakuan konsentrasi giberelin 50 ppm (G2) merupakan terbesar kedua setelah

G1 dengan nilai 1067,33 dan memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan konsentrasi

giberelin dengan 75 ppm (G2), yaitu terjadi penurunan sebesar 43%


Hasil penelitian Risnawati (2016). Hasil Pada tanaman sawi hijau

didapatkan jumlah daun yang terbanyak yaitu perlakuan (M1) dengan


21

menggunakan media cocopeat : arang sekam (1:1) hal ini diduga media arang

sekam mempunyai daya simpan air yang cukup tinggi, sifatnya ringan sehingga

mudah ditembus oleh akar. Arang sekam mempunyai sifat yang mudah mengikat

air, tidak mudah menggumpal, ringan, steril dan mempunyai porositas yang baik.

Unsur hara pada arang sekam antara lain nitrogen (N) 0.32%, phosphat (P) 0.15%,

kalium (K) 0.31%, calsium (Ca) 0.96%, Fe 180 ppm, Mn 80.4 ppm, Zn 14.10 ppm

dan pH 8.5 – 9.0. Lakitan (2007), mengemukakan bahwa unsur hara yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan daun adalah Nitrogen (N).

Konsentrasi Nitrogen (N) yang tinggi menghasilkan daun yang lebih besar dan

banyak.

F. Hipotesis

Diduga pada perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh giberelin 100

ppm (G3) dan perlakuam media tanam arang sekam + cocopeat (1:1) (M3) dapat

mempengaruhi hasil yang terbaik pada pertumbuhan dan hasil tanaman tomat ceri.

Anda mungkin juga menyukai