Toleransi Dalam Isla1
Toleransi Dalam Isla1
Prinsip toleransi yang ditawarkan Islam dan ditawarkan sebagian kaum muslimin sungguh sangat
jauh berbeda. Sebagian orang yang disebut ulama mengajak umat untuk turut serta dan berucap
selamat pada perayaan non muslim. Namun Islam tidaklah mengajarkan demikian. Prinsip
toleransi yang diajarkan Islam adalah membiarkan umat lain untuk beribadah dan berhari raya
tanpa mengusik mereka. Senyatanya, prinsip toleransi yang diyakini sebagian orang berasal dari
kafir Quraisy di mana mereka pernah berkata pada Nabi kita Muhammad,
“Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (muslim)
juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita.
Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama
kami, kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari
tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.” (Tafsir Al Qurthubi, 14: 425).
Prinsipnya sama dengan kaum muslimin saat ini di saat non muslim mengucapkan selamat Idul
Fitri, mereka pun balik membalas mengucapkan selamat natal. Itulah tanda akidah yang rapuh.
Siapa bilang Islam tidak mengajarkan toleransi? Justru Islam menjunjung tinggi toleransi.
Namun toleransi apa dulu yang dimaksud. Toleransi yang dimaksud adalah bila kita memiliki
tetangga atau teman Nashrani, maka biarkan ia merayakan hari besar mereka tanpa perlu kita
mengusiknya. Namun tinggalkan segala kegiatan agamanya, karena menurut syariat islam,
segala praktek ibadah mereka adalah menyimpang dari ajaran Islam alias bentuk kekufuran.
Satu kesalahan besar bila kita turut serta merayakan atau meramaikan perayaan mereka,
termasuk juga mengucapkan selamat. Sebagaimana salah besar bila teman kita masuk toilet
lantas kita turut serta masuk ke toilet bersamanya. Kalau ia masuk toilet, maka biarkan ia
tunaikan hajatnya tersebut. Apa ada yang mau temani temannya juga untuk lepaskan
kotorannya? Itulah ibarat mudah mengapa seorang muslim tidak perlu mengucapkan selamat
natal. Yang kita lakukan adalah dengan toleransi yaitu kita biarkan saja non muslim
merayakannnya tanpa mengusik mereka. Jadi jangan tertipu dengan ajaran toleransi ala orang-
orang JIL (Jaringan Islam Liberal) yang “sok intelek” yang tak tahu arti toleransi dalam Islam
yang sebenarnya.
Ayat ini mengajarkan prinsip toleransi, yaitu hendaklah setiap muslim berbuat baik pada lainnya
selama tidak ada sangkut pautnya dengan hal agama.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non muslim
yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di antara
mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang berbuat adil.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 247). Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah mengatakan bahwa
bentuk berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap agama. Lihat Tafsir Ath Thobari, 14:
81.
Sedangkan ayat selanjutnya yaitu ayat kesembilan adalah berisi larangan untuk loyal pada non
muslim yang jelas adalah musuh Islam. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 248.
Bagaimana toleransi atau bentuk berbuat baik yang diajarkan oleh Islam?
1- Islam mengajarkan menolong siapa pun, baik orang miskin maupun orang yang sakit.
2- Tetap menjalin hubungan kerabat pada orang tua atau saudara non muslim.
Lihat contohnya pada Asma’ binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ibuku pernah
mendatangiku di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan membenci Islam. Aku
pun bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap jalin hubungan baik
dengannya. Beliau menjawab, “Iya, boleh.” Ibnu ‘Uyainah mengatakan bahwa tatkala itu
turunlah ayat,
Lebih-lebih lagi untuk membuat mereka tertarik pada Islam, atau ingin mendakwahi mereka,
atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin.
ع فاقاا ال ِللنه ِب ِى – صلى هللا عليه وسلم – ا ْبت ا ْع اه ِذ ِه ْال ُحلهةا ت ا ْلبا ْس اها يا ْو ام ُ علاى ار ُج ٍل تُباا ع ام ُر ُحلهةً ا
ُ ارأاى
ُ ِ س اهذاا ام ْن َلا اخالاقا لاهُ فِى ُ فاقاا ال « إِنه اما يا ْلبا. ُْال ُج ُمعا ِة اوإِذاا اجا اءكا ْال او ْفد
– َِّللا سو ُل ه ُ ى ار فاأتِ ا. » ِاآلخ ارة
س اها اوقا ْد قُ ْلتا فِي اها ُ ْف أ ا ْلبا
ع ام ُر اكي ا ُ فاقاا ال. ع ام ار ِم ْن اها ِب ُحله ٍة ُ صلى هللا عليه وسلم – ِم ْن اها ِب ُحلا ٍل فاأ ا ْر اس ال ِإلاى
ع ام ُر إِلاى أاخٍ لاهُ ِم ْن أ ا ْه ِل ُ س ال بِ اها فاأ ا ْر ا. » سوهاا ُ ت ا ِبيعُ اها أ ا ْو ت ا ْك، س اها س اك اها ِلت ا ْلبا ا
ُ اما قُ ْلتا قاا ال « إِنِى لا ْم أ ا ْك
ام هكةا قا ْب ال أ ا ْن يُ ْس ِل ام
“’Umar pernah melihat pakaian yang dibeli seseorang lalu ia pun berkata pada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Belilah pakaian seperti ini, kenakanlah ia pada hari Jum’at dan ketika ada
tamu yang mendatangimu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Sesungguhnya
yang mengenakan pakaian semacam ini tidak akan mendapatkan bagian sedikit pun di akhirat.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangkan beberapa pakaian dan beliau
pun memberikan sebagiannya pada ‘Umar. ‘Umar pun berkata, “Mengapa aku diperbolehkan
memakainya sedangkan engkau tadi mengatakan bahwa mengenakan pakaian seperti ini tidak
akan dapat bagian di akhirat?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku tidak mau
mengenakan pakaian ini agar engkau bisa mengenakannya. Jika engkau tidak mau, maka
engkau jual saja atau tetap mengenakannya.” Kemudian ‘Umar menyerahkan pakaian tersebut
kepada saudaranya di Makkah sebelum saudaranya tersebut masuk Islam. (HR. Bukhari no.
2619). Lihatlah sahabat mulia ‘Umar bin Khottob masih berbuat baik dengan memberi pakaian
pada saudaranya yang non muslim.
لا ُك ْم دِينُ ُك ْم او ِل ا
ي دِي ِن
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. Al Kafirun: 6).
Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan mengenai ‘lakum diinukum wa liya diin’, “Bagi kalian
agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih
dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut.
Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku selamanya. Karena
sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama selain itu.” (Tafsir Ath
Thobari, 14: 425).
Bertoleransi yang ada saat ini sebenarnya ditawarkan dari non muslim. Mereka sengaja memberi
selamat kepada kita saat lebaran atau Idul Fitri, biar kita nantinya juga mengucapkan selamat
kepada mereka. Prinsip seperti ini ditawarkan oleh kafir Quraisy pada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam di masa silam. Ketika Al Walid bin Mughirah, Al ‘Ash bin Wail, Al Aswad Ibnul
Muthollib, dan Umayyah bin Khalaf menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka
menawarkan pada beliau,
فإن كان الذي، ونشترك نحن وأنت في أمرنا كله، وتعبد ما نعبد، هلم فلنعبد ما تعبد، يا محمد
وإن كان الذي بأيدينا خيرا مما. وأخذنا بحظنا منه، كنا قد شاركناك فيه، جئت به خيرا مما بأيدينا
وأخذت بحظك منه، كنت قد شركتنا في أمرنا، بيدك
“Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (muslim)
juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita.
Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama
kami, kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari
tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.” (Tafsir Al Qurthubi, 14: 425)
Itulah prinsip toleransi yang digelontorkan oleh kafir Quraisy di masa silam, hingga Allah pun
menurunkan ayat,
او اَل أانت ُ ْم.عبادت ُّ ْم او اَل أاناا ا.ُعا ِبدُونا اما أ ا ْعبُد
عا ِبد هما ا او اَل أانت ُ ْم ا. اَل أ ا ْعبُدُ اما ت ا ْعبُدُونا. قُ ْل ياا أايُّ اها ْال اكافِ ُرونا
ِين
ِ يد لا ُك ْم دِينُ ُك ْم او ِل ا.ُعابِدُونا اما أ ا ْعبُد ا
“Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang kafir), “Hai orang-orang yang kafir, aku
tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan
untukkulah agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6)
Jangan heran, jika non muslim sengaja beri ucapan selamat pada perayaan Idul Fitri yang kita
rayakan. Itu semua bertujuan supaya kita bisa membalas ucapan selamat di perayaan Natal
mereka. Inilah prinsip yang ditawarkan oleh kafir Quraisy di masa silam pada nabi kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun bagaimanakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyikapi toleransi seperti itu? Tentu
seperti prinsip yang diajarkan dalam ayat, lakum diinukum wa liya diin, bagi kalian agama
kalian, bagi kami agama kami. Sudahlah biarkan mereka beribadah dan berhari raya, tanpa kita
turut serta dalam perayaan mereka. Tanpa ada kata ucap selamat, hadiri undangan atau
melakukan bentuk tolong menolong lainnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak boleh kaum muslimin menghadiri perayaan non
muslim dengan sepakat para ulama. Hal ini telah ditegaskan oleh para fuqoha dalam kitab-kitab
mereka. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih dari ‘Umar bin Al Khottob
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
َل تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم فإن السخطة تنزل عليهم
“Janganlah kalian masuk pada non muslim di gereja-gereja mereka saat perayaan mereka.
Karena saat itu sedang turun murka Allah.”
Umar berkata,
ور او ِإذاا ام ُّروا ِبالله ْغ ِو ام ُّروا ِك ارا ًما ُّ اوالهذِينا اَل يا ْش اهدُونا
الز ا
“Dan orang-orang yang tidak memberikan menghadiri az zuur, dan apabila mereka bertemu
dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka
lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon: 72). Yang dimaksud
menghadiri acara az zuur adalah acara yang mengandung maksiat. Jadi, jika sampai ada kyai atau
keturunan kyai yang menghadiri misa natal, itu suatu musibah dan bencana.
Selesai disusun di pagi hari penuh berkah di Pesantren Darush Sholihin, Panggang,
Gunungkidul, 22 Safar 1435 H
Artikel Rumaysho.Com
Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal
Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom
Segera pesan Buku Mengenal Bid’ah Lebih Dekat (harga: Rp.13.000,-), buku terbaru karya
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal. Kirimkan format pemesanan via sms ke no 0852 0017 1222
atau via PIN BB 2AF1727A: Buku Bid’ah#Nama#Alamat#no HP. Nanti akan diingatkan ketika
buku sudah siap untuk dikirim dan akan diperintah untuk ditransfer.