Anda di halaman 1dari 76

,PENGARUH LATIHAN ROM KAKI DENGAN

VASKULERISASI KAKI PASIEN DM


DI PUSKESMAS MEDANG
KABUPATEN BLORA

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan (S1)

Oleh :
Puji Prastyaning Amini
NIM : E420163306

Pembimbing :
1.Sukarmin,Ns.M.Kep.,Sp.Kep.MB
2.Yulisetyaningrum.S.Kep.,Ns.,M.Si.Med

JURUSAN S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS


2018
PENGARUH LATIHAN ROM KAKI DENGAN
VASKULERISASI KAKI PASIEN DM
DI PUSKESMAS MEDANG
KABUPATEN BLORA

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan (S1)

Oleh :
Puji Prastyaning Amini
NIM : E420163306

Pembimbing :
1.Sukarmin,Ns.M.Kep.,Sp.Kep.MB
2.Yulisetyaningrum.S.Kep.,Ns.,M.Si.Med.

JURUSAN S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS


2018

i
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa
penelitian dengan judul “Pengaruh Latihan ROM Kaki Dengan Vaskulerisasi Kaki
Pasien DM Di Puskesmas Medang Kabupaten Blora“ telah disusun tepat pada
waktunya.
Hasil penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan program S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Kudus.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun penelitian ini banyak sekali
hambatan dan kesulitannya, tetapi berkat bimbingan, pengarahan dari berbagai
pihak, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah tepat pada waktunya.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak
kepada yang terhormat bapak / ibu:
1. Rusnoto, SKM.,M.Kes (Epid), selaku Direktur Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Kudus.
2. Sukarmin, Ns.,M.Keb.,Sp.Kep.,MB, selaku Pembimbing UtamaSekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kudus.
3. Yulisetyaningrum,S.Kep.,Ns.,M.Si.Med, selaku Dosen Pembimbing Anggota
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kudus.
4. Para dosen serta staf TU Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Kudus.
5. Seluruh keluarga tercinta yang telah mendukung, membantu, mencurahkan
kasih sayang serta mendo’akan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan
dengan baik.
6. Seluruh teman-teman mahasiswi program studi S1 Keperawatan, Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kudus terutama angkatan 2018
terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya.
Kami menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan penelitian selanjutnya. Semoga penelitian ini
bermanfaat bagi semua.
Blora, Mei 2018

Penulis

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii


DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
ABSTRAK ....................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian........................................................................ 4
D. Manfaat ...................................................................................... 4
E. Keaslian Penelitian .................................................................... 5
F. Ruang Lingkup ........................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
A. Diabetes Millitus ........................................................................ 7
B. Gangguan Valkuler Kaki ............................................................ 12
C. Range Of Motion ........................................................................ 16
D. Kerangka Teori .......................................................................... 19
Bab III METODE PENELITIAN 20
A. Variabel Penelitian ..................................................................... 20
B. Hipotesis Penelitian ................................................................... 20
C. Kerangka Konsep Penelitian ..................................................... 20
D. Rancangan Penelitian ................................................................ 21
Bab IV HASIL PENELITIAN 28
A. Gambaran Umum Lokasi dan Jalannya Penelitian .................... 28
B. Karakteristik Responden ............................................................ 29
C. Analisa Univariat ........................................................................ 30
D. Analisa Bivariat .......................................................................... 33
Bab V PEMBAHASAN 35
A. Analisa Univariat ........................................................................ 35
B. Analisa Bivariat .......................................................................... 37
C. Keterbatasan Penelitian ............................................................. 40

vii
Bab VI KESIMPULAN dan SARAN 41
A. Kesimpulan ................................................................................ 41
B. Saran ......................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 43
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ......................................................... 23


Tabel 4.1 Umur Responden di UPT Puskesmas Medang 2017
Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi dengan nilai N :
29
38 responden .............................................................
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
di UPT Puskesmas Medang dengan nilai N : 38 Responden
29
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama
Mengalami DM di UPT Puskesmas Medang dengan Nilai N :
30
38 Responden ....................................................
Tabel 4.4 ROM Kaki Pasien DM di Puskesmas Medang Pada Bulan 31
Januari Tahun 2018 ...............................................
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Vaskulerisasi kaki
Kelompok Intervensi Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan
Perlakuan ROM Kaki Pasien DM di Puskesmas Medang
Pada Bulan Januari Tahun 2018 ... 32
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perbedaan Tingkat
Vaskulerisasi Kaki Kelompok Intervensi Sebelum dan
Sesudah Pelaksanaan Perlakuan ROM Kaki Pasien DM di
Puskesmas Medang Pada Bulan Januari Tahun 2018 ........... 33
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perbedaan Tingkat
Vaskulerisasi Kaki Kelompok Intervensi Sebelum dan
Sesudah Pelaksanaan Perlakuan ROM Kaki Pasien DM di
Puskesmas Medang Pada Bulan Januari Tahun 2017 ........... 34

ix
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan vaskuler ... 19


Bagan 3.2 Kerangka Konsep Penelitian ........................................... 20
Bagan 3.3 Skema Penelitian ............................................................. 27

x
LAMPIRAN

1 Surat Pernyataan
2 Inform Consent
3 SOP ROM
4 Jumlah Kunjungan Pasien DM di Puskesmas Medang Tahun 2016
5 Denah Lokasi Puskesmas Medang
6 Profil Puskesmas Medang
7 Jumlah Pasien Berdasarkan Sepuluh Besar Penyakit
8 Foto Pemeriksaan APBI
9 Foto Gedung Puskesmas Medang
10 Foto Ruang Pelayanan Puskesmas Medang
11 Hasil Rekap Sampling Pasien Dengan Rom

12. Lembar konsul

13 Ijin Penelitian

xi
Pengaruh Latihan ROM Kaki Dengan Vaskulerisasi Kaki Pasien DM
Di Puskesmas Medang Kabupaten Blora

Puji Prastyaning; Mahasiswa STIKES Muhammadiyah Kudus

Abstrak

Di Puskesmas Medang pada bulan Agustus 2017 dari 10 pasien yang menjalani rawat
jalan ditemukan 2 pasien yang amputasi, 7 pasien DM mengalami hipertensi. Menurut
pengamatan peneliti pasien-pasien DM di Puskesmas Medang belum pernah dilakukan
latihan ROM secara berkesinambungan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
pengaruh latihan kaki dengan vaskulerisasi kaki pasien DM di Puskesmas Medang. Jenis
penelitian ini adalah kuasi ekperimen dengan pendekatan pre dan post test two group
menggunakan kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Sampel penelitian ini adalah
19 kelompok kontrol dan 19 kelompok intervensi pasien DM di Puskesmas Medang. Hasil
Penelitian. Nilai vaskulerisasi kelompok kontrol sebelum perlakukan latihan kaki
mayoritas nilai normal sebanyak 14 responden dan kelomok intervensi mayoritas normal
10 responden. Setelah perlakuan mayoritas nilai vaskulerisasi yang menggunakan nilai
ABI pada kelompok kontrol mayoritas normal 13 responden sedangkan kelompok
intervensi mayoritas normal sebanyak 17 responden. Analisa wilcoxon pada kelompok
kontrol menunjukkan tidak ada perubahan signifikan perubahan nilai vaskulerisasi (p
value 0.083 α = 0.05), sedangkan pada kelompok intervensi terdapat perbedaan
signifikan nilai vaskulerisasi kaki (p value 0.008 , α=0.05).

Kata Kunci : Latihan ROM kaki, vaskulerisasi kaki, ABI


Jumlah Pustaka : 26

xii
Abstract

At the Medang Health Public in August 2017 out of 10 patients who


underwent outpatient treatment, 2 patients were amputated, 7 DM patients
had hypertension. According to observations of researchers, DM patients
at Medang Health Public have never done ROM exercises on an ongoing
basis. The purpose of this study was to determine the effect of foot
exercises with the foot vascularity of DM patients in Medang Health Public.
This type of research is quasi experiment with pre and post test two group
approaches using the control group and intervention group. The sample of
this study was 19 control groups and 19 intervention groups of DM
patients at Medang Health Center. Research result. The value of
vascularization of the control group before treating foot exercises with the
majority of normal values is 14 respondents and the intervention group is
the normal majority of 10 respondents. After the treatment of the majority
of vascularity values that used ABI values in the control group, the majority
of normal respondents were 13 respondents while the intervention group
had a normal majority of 17 respondents. Wilcoxon analysis in the control
group showed no significant changes in vascularity values (p value 0.083
α = 0.05), whereas in the intervention group there were significant
differences in foot vascularization values (p value 0.008, α = 0.05).

Keywords: Leg Exercise , Foot vascularity, ABI

Bibliography: 2008-2017

xiii
xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah gangguan vaskuler merupakan problem yang utama pada pasien
Diabetes Mellitus (DM). Gangguan vaskuler yang sering terjadi pada pasien
DM berupa makroangiopati dan mikroangiopati. Gangguan ini disebabkan
oleh pembentukan plak pada pembuluh darah yang dipicu oleh kenaikan
glukosa darah. Kejadian makroangiopati dan mikroangiopati akan mengalami
peningkatan seiring dengan bertambahnya kasus DM (Suedoyo, 2009).
Angka kejadian DM di dunia pada tahun 2013 terdapat 384 juta orang,
sedangkan Indonesia tahun 2013 terdapat 13 juta pasien Diabetes
Melitus(DM). Angka DM di Jawa Tengah pada tahun yang sama terdapat
385.431 pasien DM, sedangkan di Kabupaten Blora pada tahun 2013
terdapat 1950 pasien DM. Hasil rekapan kejadian DM di Puskesmas Medang
tahun 2016 terdapat 191 pasien dalam setahun. Angka data-data di atas
menunjukkan masih tingginya kejadian DM hampir di seluruh bagian wilayah
(Pusat Data dan Informasi Kemenkes, 2014, DKK Blora, 2015).
Meningkatnya angka kejadian DM juga diikuti dengan tingginya angka
gangguan vaskuler yang berupa makroangiopati dan mikroangiopati,
setidaknya terdapat 40-80% pasien DM yang mengalami gangguan vaskuler
(Sundoyo, 2009). Hasil riset Anggia Sari & Saraswati (2011) di RS. Sanglah
Denpasar Bali di dapatkan 39 (35.1%) responden dari 111 responden yang
mengalami gangguan vaskuler berupa angiopati arteri mata. Hasil penelitian
penelitian Soewondo, dkk (2010),terdapat 1785 penderita DM di Indonesia
yang mengalami komplikasi yakni 16% komplikasi makrovaskuler,
27,6%komplikasi mikrovaskuler, 63,5% neuropati, 42% retinopati diabetes
dan 7,3% nefropati. Penelitian yang dilakukan oleh Yohelma, dkk (2014) di
RS Arifin Achmad Pekanbaru juga menemukan angka yang relative tinggi
pada gangguan vaskuler akibat DM dari 72 responden 28 (38.9%)
respondengan mengalami gangguan makrovaskuler, 20 (27.8%) responden
gangguan mikrovaskuler dan 24 (33,3%) responden mengalami gangguan
makro & mikrovaskuler. Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Medang Blora
pada bulan Juli 2017 terhadap 12 pasien DM dengan menggunakan analisa
vaskuler berupa Capillary Refill Time (CRT) dan kehangatan akral di

1
2

dapatkan data 9 pasien dengan akral kaki teraba dingin, 9 pasien nilai CRT
>3 detik. Dari data survey awal dapat disimpulkan terdapat 75 % pasien yang
mengalami penurunan fungsi vaskuler.
Masalah vaskuler yang terjadi pada pasien DM kalau tidak dikelola dengan
baik dapat menimbulkan berbagai dampak yang serius antara lain : nefropati,
retinopati, ulkus diabetikum, masalah kardiovaskuler, stroke dan amputasi (
Sundoyo, 2009). Hasil studi berbasis bukti yang dilakukan oleh Zhaolan et al
(2010) di China, prevalensi komplikasi DM berupa gangguan kardiovaskuler
mencapai 30,1%, serebrovaskuler 6,8%, neuropathy 17,8%, nefropathy
10,7%, lesi okuler14,8% dan masalah kaki 0,8%. Hasil rekam medis RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru pada tahun 2013 yang dikutip oleh Yuhelma, dkk
(2014), dari 576 pasien rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
ditemukan 143 pasien dengan ganggren diabetic foot, 42 pasien dengan
amputasi, 54 pasien dengan stroke, 47 pasien dengan penyakit jantung, 132
pasien dengan retinopatidiabetika, 158 pasien dengan nefropati diabetika.
Studi awal yang peneliti lakukan di Puskesmas Medang pada bulan Agustus
2017 dari 10 pasien yang menjalani rawat jalan ditemukan 2 pasien yang
amputasi, 7 pasien DM mengalami hipertensi.
Berbagai tindakan sudah dikemukakan oleh para ahli untuk menekan laju
kerusakan vaskuler pada pasien DM. tindakan-tindakan tersebut dirangkum
dalam 5 pilar terpadu yang saling terkait, antara lain : edukasi pola hidup,
pengelolaan aktifitas fisik, diet, minum obat dan monitoring gula darah.
Berbagai pilar tersebut harus jalan secara berkesinambungan. Pengelolaan
diet yang tidak diimbangi dengan pilar lain akan menghasilkan pengendalian
gula darah yang tidak optimal (Soegondo, dkk, 2009). Penatalaksanaan DM
dengan obat saat ini memang telah mengalami kemajuan, tetapi terdapat
banyak laporan yang meyampaikan bahwa penderita yang datang ke rumah
sakit akan datang lagi dengan keluhan gula darahnya tidak mengalami
penurunan bermakna dan timbul masalah baru seperti keluhan kesemutan
dan kaki terasa dingin. Salah satu indikator penting untuk keberhasilan
penatalaksanaan DM adalah minimnya komplikasi akibat DM. Sehingga perlu
pilar lain yang juga dilibatkan untuk penatalaksanaan DM yaitu latihan
aktifitas fisik seperti Range of Motion (ROM) (Ignativius & Workman, 2010).
Program latihan ROM sebagai salah satu bentuk latihan kontraksi otot yang
bertumpu pada sendi dan otot. Kelebihan ROM adalah latihan ini cukup
3

efektif untuk meningkatkan kontraksi otot, pemecahan glikogen dan


peningkatan oksigen jaringan. Selain itu latihan juga dapat mengurangi
pembentukan plak melalui peningkatan penggunaan lemak dan peningkatan
penggunaan glukosa (Kowalski, 2010). Kontraksi otot yang kontinyu akan
meningkatkan laju darah dan menurunkan pembentukan plak pada pembuluh
yang menjadi penyebab utama penyempitan pembuluh darah perifer.
Kelebihan-kelebihan tersebut tidak dimiliki oleh penggunaan obat-obatan DM
maupun diet dalam mengontrol DM (Sudoyo, et al, 2006). Studi terkait ROM
juga menunjukkan adanya penurunan mortalitas dan morbiditas penderita
DM melalui mekanisme membantu tubuh rileks dan peningkatan senyawa
beta endorphin yang dapat menurunkan stress (Kowalski, 2010).
Salah satu indikator yang dapat dipergunakan untuk menilai vaskuler kaki
adalah nilai Ankle Brachial Indeks (ABI). Nilai ini merupakan nilai
perbandingan tekanan sistolik kaki dengan sistolik lengan. Nilai ABI
menunjukkan adanya perbedaan tekanan darah akaibat penyempitan
pembuluh darah kaki dan lengan. Hasil riset yang dilakukan oleh barbagai
peneliti menunjukkan pengaruh yang signifikan antara latihan kaki dengan
kondisi vaskuler pasien DM. penelitian yang dilakukan oleh Zaqiyah (2017)
dengan judul Pengaruh Senam Kaki Diabetik Terhadap Nilai ABI di Persadia
Surakarta pada 44 pasien dengan 22 pasien kontrol dan 22 pasien intervensi
menemukan ada perbedaan yang signifikan antara nilai ABI kelompok kontrol
dengan nilai ABI kelompok intervensi (p value 0,000). Selain faktor berbasis
bukti latihan ROM kaki pada pasien DM juga mudah untuk dilakukan dan
tidak membutuhkan biaya. Menurut pengamatan peneliti pasien-pasien DM di
Puskesmas Medang belum pernah dilakukan latihan ROM secara
berkesinambungan. Selama ini pasien-pasien DM hanya menjalani terapi
yang dianjurkan dan diet tanpa kontrol yang ketat dari petugas.

B. Rumusan Masalah
Masalah vaskuler merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien DM.
masalah komplikasi dapat mengakibatkan masalah serius pada pasien DM
diantaranya mengakibatkan penyakit jantung, stroke, nefropati, retinopati dan
ulkus kaki. Berbagai pilar penatalaksanaan DM salah satunya berorientasi
pada perbaikan vaskuler melalui latihan ROM kaki. Berdasarkan fonomena
tersebut rumusan masalahnya adalah ,” apakah ada pengaruh latihan ROM
4

kaki dengan vaskulerisasi kaki pasien DM di Puskesmas Medang Kabupaten


Blora ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh latihan ROM kaki terhadap status vaskulerisasi
kaki pasien Diabetes Mellitus (DM) di Puskesmas Medang Kabupaten
Blora.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui status vaskulerisasi kaki pasien DM sebelum dilakukan
latihan ROM di Puskesmas Medang Blora pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi .
b. Mengetahui status vaskulerisasi kaki pasien DM sesudah dilakukan
latihan ROM di Puskesmas Medang Blora pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi
c. Mengetahui perbedaan status vaskulerisasi kaki pasien DM sebelum
dan sesudah dilakukan latihan ROM di Puskesmas Medang Blora
pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Responden
Responden dapat memperoleh informasi dan pengalaman dilakukanya
terapi ROM pada kaki
2. Manfaat Bagi Puskesmas
Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam pentingnya
penatalaksanaan latiham ROM aktif pada pasien Diabetes Melitus
sehingga sebagai acuan dalam kegiatan POSBINDU yang sudah ada di
Puskesmas Medang
3. Manfaat Bagi STIKES Muhammadiyah Kudus
a. Hasil penelitian diharapkan menjadi acuan bagi institusi pendidikan
untuk menjadi salah satu bahan ajar mata keperawatan medikal
bedah.
b. Dapat menjadi data pembamding data data yang memperkuat
penelitian mahasiswa selanjutnya tetang masalah vaskulerisasi dan
latihan ROM.
5

4. Manfaat Bagi Peneliti


Dapat menambah pengetahuan peneliti tentang hubungan antara latihan
ROM kaki dengan status vaskuler periver pasien DM dan dapat
mengembangkan kemampuan peneliti di bidang penelitian serta melatih
kemampuan dalam analisis data penelitian

E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang latihan kaki atau sejenisnya dan status vaskulerisasi
kaki sudah ada yang melakukan. Untuk menggambarkan orisinalitas
penelitian ini akan peneliti paparkan keaslian penelitian sebagaiman tabel di
bawah ini :

Tabel 1.1
Keaslian Penelitian

Nama
Judul Metode dan Hasil Perbedaan
Peneliti/Tahun
Aria Wahyuni & “Senam Kaki Quasi Ekperimen 1. Desain penelitian
Nina Arisfa Efektif terdapat pengaruh Aria & Nina
Meningkatkan yang bermakna menggunakan one
Ankle Brachial senam kaki group. Peneliti two
Indeks Pasien terhadap ABI group dengan
DM Type 2” pasien DM type 2 kelompok kontrol
(p value 0.005) dan kelompok
intervensi
2. Jumlah sampel
penelitia Aria &
Nina 77
responden DM
type 2. Peneliti 30
responden dengan
mengesampangka
n type DM nya.
3. Perlakuan
penelitian Aria &
Nina
menggunanakan
Senam Kaki.
Peneliti
menggunakan
Latihan ROM

Nama
Judul Metode dan Hasil Perbedaan
Peneliti/Tahun
4. Lokasi penelitian
Aria & Nina di
Puskesmas
6

Payakumbuh
Bukittinggi.
Peneliti di
Puskesmas
Medang

Zaqiyah (2007) “Pengaruh Quasi Ekperimen 1. Jumlah sampel


Senam Kaki terdapat pengaruh penelitia Zaqiyah
Diabetik yang bermakna 44 responden ( 22
Terhadap Nilai senam kaki kelompok kontrol
ABI di Persadia terhadap ABI dan 22 kelompok
Surakarta.” pasien DM (p value intervensi).
0.000) Peneliti 30
responden (15
kelompok kontrol
dan 15 kelompok
intervensi) dengan
mengesampangka
n type DM nya.
2. Perlakuan
penelitian Zaqiyah
menggunanakan
Senam Kaki.
Peneliti
menggunakan
Latihan ROM
3. Lokasi penelitian
Zaqiyah di
Komunitas
Persadia
Surakarta. Peneliti
di Puskesmas
Medang

F. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Waktu
Ruang lingkup waktu mulai pengajuan judul hingga pelaksanaan
penelitian yaitu bulan Nopember sampai Januari tahun 2017.
2. Ruang Lingkup Tempat
Ruang lingkup tempat penelitian yaitu dilaksanakan di Puskesmas
Medang Kabupaten Blora.
3. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi Pengaruh Latihan ROM Kaki Terhadap Status
Vaskulerisasi Kaki Pasien DM.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus
1. Pengertian
Diabetes Melitus adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidak-
seimbangan antara produksi dan penggunaan insulin yang
dikarakteristikkan dengan hiperglikemia dan gangguan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak (Black, 2015)
Diabetes Mellitus juga didefinisikan sebagai suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Suedoyo, 2009).
DM diidentifikasikan sebagai penyakit metabolik berupa gangguan
metabolism karbohidrat, protein dan lemak dengan penanda utama
hiperglikemia
2. Etiologi
Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui
dengan pasti tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah
penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan penting. Etilogi
DM berdasarkan type DM antara lain (Brunner & Suddart, 2007) :
a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut
Juvenille Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya
hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah). Faktor genetik dan
lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden
lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya
coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan
dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM (Brunner &
Suddart, 2007).
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans
pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula
akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang
sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran
munculnya penyakit ini (Brunner & Suddart, 2007).

7
8

b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)


Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran
terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat
besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan
terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan.
Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme.
Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan
insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin
menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai
pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang
besar. Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat
badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat
badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah
maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda/gejala
yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan,
lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat
badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun,
bila ditemukan peningkatan gula darah (Brunner & Suddart, 2007).
3. Patofisiologi
Patofisiologi DM didasarkan pada kondisi diman pankreas tidak mampu
memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau ketidakmampuan sel
dalam menggunakan insulin. Secara garis bersar patofisiologi DM
digambarkan berdarakan typenya sebagai berikut (Sherwood, 2010) :
a. DM Tipe I
Insulin memegang peranan dalam cadangan energi sel. Pada
keadaan normal, insulin disekesikan sebagai respon terhadap
adanya makanan yang diatur oleh suatu mekanisme kompleks yang
melibatkan sistem neural, hormonal, dan substrat. Hal ini
memungkinkan pengaturan disposisi energi yang berasal dari
makanan menjadi energi yang langsung dipakai atau disimpan.
Pada DM tipe 1, makin menurunnya insulin pasca makan
akan mempercepat proses katabolisme. Insulinopenia, menyebabkan
penggunaan glukosa otot dan lemak berkurang mengakibatkan
hiperglikemi Postprandrial. Bila insulin makin menurun berusaha
memproduksi lebih banyak glukosa melalui glikogenolisis dan
9

glukoneogenesis. Akan tetapi karena glukosa dalam darah tidak


masuk kedalam sel maka hepar akan berusaha lebih keras lagi,
sebagai akibatnya timbullah hiperglikemia puasa. Berusaha
memproduksi lebih banyak glukosa melalui glikogenolisis dan
glukoneogenesis. Akan tetapi karena glukosa dalam darah tidak
dapat masuk kedalam sel maka hepar akan berusaha lebih keras
lagi, sebagai akibatnya timbullah hiperglikemi puasa. Menimbulkan
diuresis osmotik disertai glukosoria bila ambang ginjal suda
terlampaui (180 mg/dL) akibatnya tubuh kehilangan kalori, elektrolit
dan cairan , terjadi dehidrasi, yang selanjutnya menimbulkan stres
fisiologis dan hipersekresi hormon stress (epinefrin,kortisol,glukagon
dan hormon pertumbuhan). Meningkatnya kadar hormon stress dan
makin menurunna kadar insulin menyebabkan peningkatan
glikogenelisis, glukoneogenesis, lipolisis dan ketogenesis diabetik
(KAD).
b. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi
dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel
sehingga sel akan kekurangan glukosa.
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika
sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadilah DM tipe II.
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik DM menurut Brunner & Suddart (2007) adalah
sebagai berikut:
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui
membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum
plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel
berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke
10

ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya


akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam
vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya
adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering
dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan
ingin selalu minum (polidipsia).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari
menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan
energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah
seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme,
akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan
terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.
e. Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2007).
5. Komplikasi
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) komplikasi pada diabetes
militus adalah :
a. Komplikasi yang bersifat akut
1) Koma hipoglikemi
Koma hipoglikemi terjadi karena pemakaian obat – obat diabetik
yang yang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi
penurunan glukosa dalam darah.
2) Ketoasidosis.
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari
sumber alternative untuk dapat memperoleh energy sel.
3) Koma hiperosmolar nonketotik.
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan
extrasel karena banyak diekresi lewat urin.

b. Komplikasi yang bersifat kronik.


11

1) Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar,


pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah
otak.
2) Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, reniopati
diabetika, nefropati diabetik.
3) Neuropati diabetika.
Akumulasi orbital di dalam jaringan dan perubahan metabolic
mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun
kehilangan sensori mengakibatkan penurunan sepsis nyeri.
4) Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivitis , dan infeksi
saluran kemih.
5) Gangguan Tingkat Vaskularisasi
Penderita hiperglikemia yang lama akan menyebabkan
perubahan patologi pada pembuluh darah. Ini dapat
menyebabkan penebalan tunika intima "hiperplasia membran
basalis arteria", oklusi (penyumbatan) arteria, dan
hiperkeragulabilitas atau abnormalitas tromborsit, sehingga
menghantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi)
(Maulana, 2008).
6) Kaki diabetik/ Gangren
Perubahan mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati
menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM
antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh
darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah
(terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distol dari
tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian
dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit
diatasi dan tidak jarang memerlukan/tindakan amputasi
(Maulana, 2008).
12

6. Tes Diagnostik
Menurut Soedoyo, dkk (2009) test diagnostik pasien DM antara
lain :
a. Adanya glukosa dalam urine. Dapat diperiksa dengan cara benedict
(reduksi) yang tidak khasuntuk glukosa, karena dapat positif pada
diabetes.
b. Diagnostik lebih pasti adalah dengan memeriksa kadar glukosa dalam
darah dengan cara Hegedroton Jensen (reduksi).
1) Gula darah puasa tinggi < 140 mg/dl.
2) Test toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl.
3) Osmolitas serum 300 m osm/kg.
4) Urine = glukosa positif, keton positif, aseton positif atau negatif.

B. Gangguan Vaskuler Kaki


1. Definisi
Gangguan vaskuler kaki adalah gangguan yang ditandai
dengan penyempitan pembuluh nadi di jaringan kaki. Penyebab utama
gangguan ini adalah arterioskeloris, yaitu suatu kondisi di mana terjadi
penebalan pembuluh nadi karena penimbunan plak.Penyempitan
pembuluh nadi dapat menghambat peredaran darah dan
menyebabkan penggumpalan darah.Darah yang menggumpal ini
dapat menghalangi pembuluh sehingga darah tidak dapat mengalir
(Soegondo, 2009).
2. Etiologi
Berbagai kepekaan pembuluh darah besar pada DM didasarkan
atas genetik dan berbagai gangguan metabolik pada DM seperti kontrol
glukosa darah yang jelek dan banyak faktor risiko lainnya seperti
dislipidemia, glikosilasi dan agregasi trombosit merupakan penyebab
utama gangguan vaskuler pada pasien DM. Faktor lainnya adalah
hipertensi, obesitas, perokok, diet yang tidak terkontrol dan aktifitas fisik
yang berkurang (Sanusi, 2011)
3. Manifestasi Klinis
Berbagai simptom akibat lesi aterosklerosis bervariasi tergantung lokasi
aterosklerosis. Khusus pada daerah vaskuler perifer dapat menyebabkan
keluhan klaudikasio intermitten sampai dengan gangren . Keluhan dan
13

tanda-tanda gangguan vaskular perifer pada ekstremitas bawah yaitu


(Sanusi, 2011) :
1) Klaudikasio intermitten
2) Kaki dingin
3) Nyeri nocturnal
4) Nyeri waktu istirahat
5) Nyeri waktu istirahat dan nocturnal
6) Denyut nadi hilang
7) Pucat waktu tungkai bawah dinaikkan
8) Pengisian vena terlambat waktu tungkai bawah diangkat
9) Kemerahan akibat peradangan
10) Atrofi jaringan lemak subkutan
11) Kulit menipis
12) Bulu kaki didaerah kaki dan jari-jari kaki menghilang
13) Penebalan kuku , biasanya disertai infeksi jamur
14) Gangren

4. Patofisiologi Gangguan Vaskuler DM


Patofisiologi dan proses yang mendasari timbulnya gangguan
vaskuler perifer pada DM adalah sangat kompleks dan multifaktorial, dan
terdapatnya triad yang merupakan faktor predisposisi gangguan vaskuler
pada eksteremitas bawah yaitu iskemia, neuropati perifer, dan gangguan
respons terhadap infeksi. Terjadinya gangguan vaskuler pada
kaki sangat penting diketahui dan dimengerti dimana yang menonjol
adalah oklusi dari vaskuler termasuk mikrosirkulasi dan individu DM
mempunyai kecenderungan mengalami aterosklerosis (Price, 2009)
Pada pasien DM aterosklerosis lebih dini dan lebih ekstensif
dibanding populasi umum . Penyebabnya belum diketahui secara pasti,
walaupun demikian telah dipertimbangkan peranan dari lipoprotein glikasi
yang non enzimatik. Lesi aterosklerosis pada DM dimulai dengan oksidasi
kol-LDL yang meningkat dengan kol-HDL yang rendah. Sebagai akibat
rasio LDL per HDL yang meningkat cenderung terjadi aterosklerosis.
Faktor lain yang mempercepat aterosklerosis pada DM adalah
peningkatan agregasi trombosit akibat kenaikan sintesis tromboxan
A dan menurunnya sintesis protasiklin. Hiperglikemia sendiri secara tidak
14

langsung menyebabkan kenaikan sekresi endotelin sedang produksi


nitrikoksida menurun pada mikrovaskulatur manusia (Sanusi, 2011)
Kenaikan glukosa darah dan meningkatnya kolesterol “low-density
lipoprotein”(LDL) dan kolesterol “Very-low density lipoprotein( VLDL)
dapat memberi efek pada endotelium vaskuler dan hipertensi
meningkatkan risiko injury endotel vaskuler . Kerusakan sel endotel
menyebabkan agregasi makrofag dan trombosit yang menyebabkan
pengeluaran “growth factor” yang merangsang proliferasi sel otot polos
dan deposisi sel busa (“foam Cells”) . Ditemukan 7 efek metabolik yang
toksik untuk jaringan endotel yaitu efek langsung, imunologi, reologi,
sitokin, glikasi,oksidan dan sorbitol. Selanjutnya terjadi agregasi dan adesi
trombosist yang melibatkan terutama faktor von Willebrand dan dengan
adanya fibrinogen yang meningkat pada DM tidak terawat akan
memudahkan terjadinya mikrotrombus (Sanusi, 2011).
Sekitar 80-90 % lesi pada kaki pada DM disertai oleh iskemia
yang signifikan. Adanya iskemi menyebabkan katabolisme
terganggu mengakibatkan kadar serotonin( 5 hidroksi triptamin =5HT)
meningkat, dan pembuluh darah serta trombosit cenderung supersensitif
terhadap 5 hidroksi triptamin (5HT) yang memberi efek biologi. Serotonin
yang meningkat akan memberi efek biologik pada arteri dan
vena konstriksi yang disebut sebgai vasospasme komplit. Selain itu
serotonin (5HT) memudahkan trombosit disekitarnya untuk ikut dalam
proses terbentuknya trombus dimana mempebesar efek agonis lainnya
seperti ADP,trombin dan kolagen (Sanusi, 2011)
5. Stadium Gangguan Vaskuler Kaki
Gangguan vaskuler kaki menurut Sanusi (2011), terbagi atas
stadium :
1) Tingkat 1: tidak ditemukan keluhan
2) Tingkat 2 : klaudikatio intermitten
3) Tingkat 3 : nyeri iskemik waktu istirahat
4) Tingkat 4 : lesi pada kulit atau gangren.
6. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Aliran Vaskuler Kaki
Faktor – faktor yang mempengaruhi aliran darah pada vaskuler
kaki menurut Sanusi (2011) adalah:
15

a. Kondisi pembuluh darah


Pembuluh darah yang mengalami penyempitan akibat
pembentukan plak akan mengakibatkan aliran darah kaki
mengalami penurunan. Plak dapat beresiko timbulnya aliran darah
turbulensi yang beresiko membentuk trombus baru yang akan
menyumbat aliran darah kaki.
b. Volume darah dan cairan
Pada kasus perdarahan dan dehidrasi jumlah darah akan
mengalami penurunan secara signifikan. Penurunan volume akan
mengakibatkan jumalah darah yang menuju ke perifer menurun
secara bermakna sehingga perfusi akan mengalami gangguan.
c. Kontraksi otot kaki
Kontraksi otot kaki akan menjadi piston pemompa pembuluh
darah sehingga darah akan mengalir lebuh cepat dengan volume
yang relative lebih tinggi. Kontraksi akan menciptakan ruang yang
lebih banyak terisi oleh darah daripada ruang pada sel kaki yang
mengalami iskemia.
7. Pengukuran Vaskuler Kaki
Menurut Sudoyo dkk (2009) salah satu pemeriksaan yang dapat
merepresentasikan kondisi vaskuler kaki adalah Ankle Brachial
Pressure Index (ABPI). ABPI merupakan test non invasive untuk
mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan tekanan
darah sistolik lengan (brachial). Tekanan darah sistolik diukur dengan
menggunakan alat yang disebut simple hand held vascular Doppler
ultrasound probe dan tensimeter (manometer mercuri atau aneroid).
Pemeriksaan ABPI sebaiknya dilakukan pada pasien yang mengalami
luka pada kaki untuk mendeteksi adanya insufisiensi arteri sehingga
dapat menentukan jenis luka apakah arterial ulcer, venous ulcer atau
mixed ulcer. Sehingga dapat memberikan intervensi secara tepat.
Direkomendasikan menggunakan probe dengan frekuensi 8 MHz
untuk ukuran lingkar kaki normal dan 5 MHz untuk lingkar kaki
obesitas atau edema.
Adapun prosedur pengukuran ABPI menurut Black (2007) antara
lain :
16

a. Anjurkan pasien berbaring terlentang, posisi kaki sama tinggi dengan


posisi jantung.
b. Pasang manset tensimeter di lengan atas dan tempatkan probe
vascular Doppler ultrasound diatas arteri brachialis dengan sudut 45
derajat.
c. Palpasi nadi radialis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg
diatas tekanan darah sistolik palpasi.
d. Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh
probe hasilnya merupakan tekanan darah systolic brachialis.
e. Ulangi pada lengan yang lain.
f. Pasang manset tensimeter di pergelangan kaki dan tempatkan probe
vascular Doppler ultrasound diatas arteri dorsalis pedis atau arteri
tibilias dengan sudut 45 derajat.
g. Palpasi nadi dorsalis pedis kemudian pompa manset hingga 20
mmHg diatas tekanan darah sistolik palpasi.
h. Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh
probe hasilnya merupakan tekanan darah systolic ankle.
i. Ulangi pada kaki yang lain.
j. Pilih tekanan darah systolic brachialis tertinggi (diantara lengan kanan
dan kiri) dan tekanan darah systolic ankle teritnggi (diantara kaki
kanan dan kaki kiri).
Nilai dari hasil dari ABPi kemudian diintrepretasikan sebagai berikut :
a. ABPI = > 1.2 berarti arteri tidak dapat terkompresi, Diabetes mellitus,
penyakit ginjal atau kalsifikasi arteri berat.
b. ABPI = 0.8 - 1.2 berarti sirkulasi arteri normal.
c. ABPI = 0.5 - 0.7 berarti insufisiensi arteri ringan.
d. ABPI = 0.3 – 0.4 insufisiensi berat
e. ABPI = 0.2 berarti ischemic kaki kritis.

C. Range Of Motion
1. Pengertian
Range of Motion (ROM) adalah gerakan dalam keadaan normal
dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, dkk, 2008).
Latihan ROM merupakan istilah baku untuk menyatakan batas atau
batasan gerakan sendi yang normal dan sebagai dasar untuk
17

menetapkan adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan


sendi yang abnormal (Masjoer, 2008).
ROM dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan
memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk
kaki. Selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, dan
juga mengatasi keterbatasan pergerakan sendi (Proverawati, 2010).
2. Manfaat ROM
Menurut Proverawati (2010) manfaat ROM yaitu :
a. Menurunkan kadar glukosa darah dan mencegah kegemukan. Pada
keadaan istirahat, metabolisme otot hanya sedikit membutuhakan
glukosa sebagai sumber energi. Tetapi saat berolahraga, glukosa, dan
lemak akan merupakan sumber utamanya. Setelah ROM selama 30
menit, dibutuhkan glukosa 15 kalinya dibanding pada saat istirahat.
b. Membantu mengatasi terjadinya komplikasi (gangguan lipid darah
atau pengendapan lemak di dalam darah, peningkatan tekanan darah,
hiperkoagulasi darah penggumpalan darah).
3. Tujuan ROM
Menurut Widianti (2010) tujuan latihan mobilisasi kaki adalah :
a. Memperbaiki sirkulasi darah.
b. Mencegah terjadinya komplikasi lanjut pada pasien DM.
c. Memperkuat otot-otot kecil.
d. Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki.
e. Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha.
f. Mengatasi keterbatasan gerak sendi.
4. Indikasi dan Kontraindiksai Latihan Mobilisasi Kaki
Menurut Proverawati (2010) indikasi dan kontraindikasi latihan ROM
kaki adalah :
a. Indikasi.
Latihan ROM kaki dapat diberikan pada seluruh pasien DM
dengan tipe I maupun, namun sebaiknya diberikan sejak pasien di
diagnose menderita DM sebagai tindakan pencegahan dini.
b. Kontraindikasi.
1) Klien mengalami perubahan fungsi fisiologi seperti dipsnea/nyeri
dada.
2) Orang yang depresi, khawatir atau cemas.
18

5. Hal-Hal Yang Harus Dikaji Sebelum Latihan ROM


Menurut Widianti (2010) hal-hal yang harus dikaji sebelum tindakan
latihan ROM kaki adalah :
a. Lihat keadaan umum dan kesadaran penderita.
b. Cek tanda-tanda vital sebelum melakukan tindakan.
c. Cek status respiratori (adakan dispnea atau nyeri dada).
d. Perhatikan indikasi dan kontraindikasi dalam pemberian tindakan
latihan mobilisasi kaki tersebut.
e. Kaji status emosi pasien (suasanan hati/mood, motivasi).
6. Gerakan pada ROM Kaki
a. Fleksidan ekstensilutut dan pinggul
1) Angkatkaki dan bengkokkanlutut
2) Gerakkanlutut ke atas menujudada sejauhmungkin
3) Kembalikanlutut ke bawah,tegakkanlutut, rendahkankaki sampaipada
kasur.
b. Abduksidan adduksikaki
1) Gerakkan kaki ke samping menjauh klien
2) Kembalikanmelintasdi atas kaki yang lainn
c. Rotasikan pinggul internal dan eksternal
1) Putar kaki ke dalam, kemudian ke luar
d. Gerakkan telapak kaki dan pergelangan kaki:
1) Dorsofleksitelapakkaki
2) Letakkansatu tangandi bawahtumit
3) Tekankaki klien denganlengananda untuk menggerakkannyake arah
kaki
e. Fleksi plantar telapak kaki
1) Letakkansatu tanganpada punggung dan tanganyang
lainnyaberadapada tumit
2) Dorongtelapakkaki menjauhdari kaki
f. Fleksidan ekstensijari-jarikaki
1) Letakkan satu tangan pada punggung kaki klien, letakkan tangan
yang lainnya pada pergelangan kaki
2) Bengkokkan jari-jari ke bawa
3) Kembalikan lagi pada posisi semula
19

g. Intervensidan eversitelapakkaki
1) Letakkansatu tangandi bawahtumit, dan tanganyang lainnyadiatas
punggung kaki
2) Putar telapakkaki ke dalam,kemudianke luar.

D. Kerangka Teori

Bagan 2.1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan vaskuler

a. Gula darah tidak terkontrol


b. Dislipidemia Gangguan
c. Agregasi trombosit vaskuler kaki

Faktor Meningkatkan Aliran Darah Kaki


a. Kondisi pembuluh darah Peningkatan aliran
b. Kontraksi otot (ROM) vaskuler kaki
c. Volume aliran

Keterangan
= Data yang tidak diteliti
= Data yang diteliti

Sumber : Sanusi (2011), Price (2009)


BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau
ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu
konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2010).
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel independen (bebas)
Yaitu variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Variabel
bebas biasanya nilainya diamati, dikukur untuk diketahui pengaruh atau
hubungannya dengan variabel lain (Nursalam, 2003). Pada penelitian ini,
variabel independennya adalah latihan ROM kaki.
2. Variabel dependen (terikat)
Yaitu variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam,
2009). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah status
vaskulerisasi kaki.
B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pertanyaan penelitian (Nursalam, 2003). Hipotesis penelitian ini yaitu:
Ha : Adapengaruh latihan ROM kaki dengan status vaskulerisasi kaki
pasien diabetes mellitus di Puskesmas Medang Kabupaten Blora.
Ho : Tidak adapengaruh latihan ROM kaki dengan status vaskulerisasi
kaki pasien diabetes mellitus di Puskesmas Medang Kabupaten
Blora.
C. Kerangka Konsep Penelitian
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Variable bebas
Variabel terikat

Latihan ROM kaki Status vaskulerisasi kaki

20
21

D. Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan desain pre
test dan post test two group with control group karena berusaha
menemukan perbedaan sebelum dan sesudah perlakuan pada 2
kelompok yang berbeda (Nursalam, 2009). Pada penelitian ini akan dilihat
adanya pengaruh latihan ROM kaki terhadap vaskulerisasi kaki.
Skema 3.1 Desain Penelitian
Kelompok intervensi O1 X1 O2
01-02
Kelompok kontrol O3 X0 O4 03-04

Keterangan :
O1 : vaskulerisasi kaki sebelum intervensi pada kelompok intervensi
O2 : vaskulerisasi kaki sesudah intervensi pada kelompok intervensi
03 : vaskulerisasi kaki sebelum intervensi pada kelompok kontrol
O4 : vaskulerisasi kaki sesudah intervensi pada kelompok kontrol
01-02 : perbedaan vaskulerisasi kaki sebelum & sesudah intervensi
pada kelompok intervensi
O3-O4 : perbedaan vaskulerisasi kaki sebelum & sesudah intervensi
pada kelompok kontrol
2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
cross sectional yaitu variabel sebab (independent variable) dan variabel
akibat (dependent variable) yang terjadi pada obyek penelitian di ukur
atau dikumpulkan secara simultan atau dalam waktu bersamaan
(Notoatmodjo, 2010). Menggunakan pendekatan tersebut, maka data
antara vaskulerisasi kaki dengan latihan ROM kaki dikumpulkan dalam
kurun waktu yang bersamaan.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang secara langsung diambil dari objek
penelitian oleh peneliti perorangan atau organisasi (Notoatmodjo,
2010). Data primer diperoleh dengan menggunakan lembar observasi
latihan ROM kaki dan pengukuran tekanan darah lengan dan kaki
untuk mendapatkan data vaskulerisasi. Selain data tersebut peneliti
22

juga mengumpulkan data karakteristik responden berupa umur, jenis


kelamin, lama mengalami penyakit DM menggunakan kuesioner.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang didapat tidak secara langsung dari
objek penelitian (Notoatmodjo, 2010). Peneliti mendapatkan data
yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai
cara atau metode baik secara komersial maupun non komersial. Data
sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Puskesmas Medang
berupa jumlah pasien DM.
4. Populasi Penelitian
Populasi adalah seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh
subjek atau objek yang diteliti itu (Sugiyono, 2007). Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh pasien DM di Puskesmas Medang Blora
sebanyak 191 / tahun pasien, kalau rerata tiap 3 bulan 48 pasien.
5. Prosedur Sampel dan Sample Penelitian
a. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Arikunto, 2006). Rumus untuk menentukan sampel menurut
Soegiyono (2009)adalah :
N
n
1  N (d 2 )
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = Taraf signifikan yang ditentukan oleh peneliti sebesar (5%, α =
0.05 )
48

n=
48
1+ 48 (0.05)
191
n=
n=
1.24
n = 38 orang
1+ 191
Jadi sampel (0.01)
yang diambil peneliti sebanyak 38 orang.Responden
terbagi menjadi 19 kelompok kontrol dan 19 kelompok intervensi.
Penentuan kelompok kontrol dan kelompok intervensi ditentukan
23

berdasarkan nomor urut saat kunjungan ke Puskesmas Medang.


Nomor urut kunjungan 1-19 menjadi kelompok intervensi sedangkan
nomor urut kunjungan 20-38 kelompok intervensi.
b. Tehnik Sampling
Teknik pengambilan sampel atau sebagian yang diambil dari
keseluruhan objek yang diteliti dan mewakili seluruh populasi. Tehnik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan tehnik accidental sampling yaitu mengambil sampel
berdasarkan responden yang ditemukan saat kunjungan ke klinik.
Model ini sangat cocok dengan penelitian klinik karena pasien yang
berubah-rubah (Sastroasmoro, 2007). Jadi peneliti akan mengambil
sampel pasien memenuhi kriteria saat kebetulan berkunjung di
Puskesmas Medang, kemudian dilakukan kunjungan rumah.
6. Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1
Definisi operasional
N Definisi Skala
Variabel Kategori Alat Ukur
o Operasional Pengukuran
1 Latihan Kegiatan 1. Dilakukan Lembar Nominal
ROM Kaki latihanflexi, latihan ROM observasi
ektensi, rotasi, kaki (sesuai
abduksi, adduksi SOP)
pada kaki pasien 2. Tidak dilakukan
yang dilakukan latihan ROM
setiap hari selama kaki
1 minggu berturut-
turut dilakukan di
rumah dengan
pengawasan
keluarga pasien
dan di follow up
melalui telepon/
videocall
2 Status Kondisi aliran f. ABPI = > 1.2 Tensi Ordinal
vaskulerisas darah kaki yang berarti arteri meter
i kaki ditentukan tidak dapat digital
24

berdasarkan terkompresi
perbandingan g. ABPI = 0.8 -
tekanan sistolik 1.2 berarti
lengan dengan sirkulasi
tekanan sistolik arteri normal.
kaki h. ABPI = 0.5 -
0.7 berarti
insufisiensi
arteri ringan.
N Definisi Skala
Variabel Kategori Alat Ukur
o Operasional Pengukuran
i. ABPI = 0.3 –
0.4
insufisiensi
berat
j. ABPI = 0.2
berarti
ischemic kaki
kritis
7. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk
memperoleh data (Nursalam, 2003). Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah latihan ROM kaki menggunakan lembar observasi
(item yang diobservasi sesuai dengan SOP) dan vaskulerisasi kaki yang
ukur menggunakan tensimeter digital (nilai sistolik lengan dan kaki
kemudian dikonversi menjadi nilai ABPI).
a. Lembar observasi latihan ROM kaki
Lembar observasi ini berisi observasi terhadap 16 gerakan inti ROM
kaki dan 5 tindakan penunjang ROM.
b. Tensimeter digital
Berupa alat pengukur tekanan darah yang menampilkan angka
sampai satuan berupa mmHg berbentuk angka digital. Alat ini dapat
menampilkan angka tekanan darah tanpa dilakukan perabaan nadi
oleh peneliti. Hasil dari pengukuran akan dikonversi menjadi nilai
ABPI melalui pembagian nilai sistolik lengan dengan nilai sistolik kaki.
Alat-alat ukur yang digunakan dalam penelitian sebaiknya dalam
kondisi yang baik sehingga dapat menghasilkan pengukuran yang
25

sebenarnya. Peneliti perlu melakukan uji validitas dan reliabilitas


(Notoatmodjo, 2010).
a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah
alat ukur yang kita susun mampu mengukur apa yang akan diukur,
maka perlu diuji dengan uji korelasi antar skors (nilai) tiap-tiap item
(pertanyaan) dengan total kuesioner tersebut (Notoatmodjo, 2010).
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas ialah adalah kesamaan hasil pengukuran atau
pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati
dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati
sama-sama memegang peranan yang penting dalam waktu
bersamaan (Nursalam, 2008).
Uji validitas dan reabilitas lazimnya dilakukan pada alat penelitian
yang berupa kuesioner. Pada penelitian ini peneliti tidak melakukan uji
validitas dan reabilitas akan tetapi untuk menghasilkan alat ukur yang
baik untuk tensimeter digital peneliti memilih produk tensimeter yang
terdapat keterangan kalibrasi yang masih berlaku. Sedangkan untuk
lembar observasi peneliti akan memintakan pendapat beberapa ahli
(fisioterapi & ahli keperawatan) tentang item-item dalam ROM yang
disusun apakah item tersebut berdasarkan teori klinis yang kuat dan
item-item tersebut tidak mengahsilkan persepsi ganda.
8. Pengolahan dan Analisa Data
a. Pengolahan Data
1) Mengedit ( Editing )
Editing dilakukan untuk meneliti setiap daftar partanyaan yang
sudah diisi. Editing meliputi kelengkapan pengisian dan kesalahan
pengisian. Editing dilakukan pada saat pengambilan data, sehingga
bila terjadi kekurangan atau kesalahan, data dengan mudah dapat
segera dilakukan perbaikan. Kegiatan editing dilakukan terhadap
item lembar observasi latihan ROM kaki.
2) Pengkodean ( Coding )
Pemberian kode dengan memberi simbol angka pada setiap
lembar angket atau kuesioner yang diberikan kepada
26

responden.Penkodean juga dilakukan pada penggolongan hasil


observasi latihan ROM kaki dan kategori nilai ABPI.
3) Tabulasi (Tabulating)
Data yang didapatkan dari hasil nilai vaskulerisasi berupa nilai
ABPI diolah secara manual dan komputerisasi untuk mendapatkan
hasil frekuensi dari semua data. Kegiatan tabulasi dalam penelitian
ini adalah dengan memasukkan kategori kriteria nilai ABPI
responden pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi.
b. Analisa data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
univariat dan analisa bivariat.
1) Analisa Univariat
Yaitu analisa yang digunakan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karateristik responden dengan ukuran presentase
atau proporsi (Arikunto, 2012). Data univariat yang dimunculkan
adalah data tentang nilai vaskulerisasi berupa nilai ABPI pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Analisa univariat pada
penelitian ini berupa distribusi frekwensi dan prosentase yang
diolah menggunakan bantuan komputerisasi.
2) Analisa Bivariat
Analisa bivariat pada penelitian ini menggunakan ujia wilcoxon.
Wilcoxon Signed Rank Test adalah metode statistika non
parametrik yang digunakan untuk membandingkan perbedaan dua
media, merupakan metode statistik non parametrik jika populasi
tidak berdistribusi normal atau pada data yang tidak dapat dicari
normalnya. Data dikumpulkan berdasarkan dua sampel yang
dependen. Pada penelitian ini data penelitian berbentuk data ordinal
dan nominal yang tidak dapat dicari nilai mean, median modusnya
karena dalam bentuk data kategori (Soegiyono, 2010)
Rumus uji tersebut adalah :
T−μT n(n+1) n(n+1)(2n+1)
Z= σT
; dimana μT = 4
dan σT = √ 24

Kriteria pengujian:
Untuk sampel kecil : tolak Ho jika T ≤ Tα , terima jika sebaliknya
Untuk sampel besar: tolak Ho jika p ≤ , terima jika sebaliknya
27

9. Jadwal Penelitian
Terlampir
10. Etika Penelitian
a. Informed Consent (persetujuan penelitian)
Saat pengambilan sampel terlebih dahulu peneliti meminta ijin
kepada responden atas kesediaannya menjadi responden.
b. Anonimity (tanpa nama)
Pada lembar persetujuan maupun lembar kuesioner tidak akan
menuliskan nama responden tetapi hanya dengan memberi simbol
saja.
c. Confidentiality (kerahasiaan)
Pembenaran informasi oleh responden dan semua data yang
terkumpul akan menjadi koleksi pribadi tidak akan disebar luaskan
kepada orang lain tanpa seijin responden (Alimul, 2009).
11. Skema Penelitian
Bagan 3.2
Populasi
Skema pasien DM
Penelitian
N=38
Rumus

Urutan kunjungann 1-19 Urutan kunjungann 20-38


Sampel
N= 38

Kelompok intervensi Kelompok kontrol

N= 19 N= 19

Pengukuran vaskulerisasi kaki Pengukuran vaskulerisasi


dengan nilai ABPI sebelum kaki dengan nilai ABPI
perlakuan sebelum perlakuan

Latihan ROM kaki setiap hari


selama 1 minggu

Pengukuran vaskulerisasi kaki Pengukuran vaskulerisasi kaki


dengan nilai ABPI setelah dengan nilai ABPI setelah
perlakuan perlakuan

Analisa data

Penyajian data
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Dan Jalanya Penelitian


Tempat penelitian UPT.Puskesmas Medang yang terletak di Jalan Raya
Blora – Rembang km.8 Blora Jawa Tengah.Tenaga yang terdapat pada
UPT.Puskesmas Medang antara lain : dokter umum 1 orang, perawat 13
orang, bidan 19 orang, gizi1 orang, laboran 1 orang, perawat gigi1 orang,
staf TU 9 orang, akuntan1 orang.
Jumlah penduduk yang masuk wilayah kerja UPT. Puskesmas Medang
antara lain : Sendangharjo 3626 penduduk, Ngampel2863 penduduk,
Plantungan 1101penduduk, Tempuran1225 penduduk, Ngadipurwo447
penduduk, Purwosari1976 penduduk, Patalan4037 penduduk, Tambaksari
3802 penduduk, Tempurejo 2997 penduduk, Temurejo3557 penduduk.
Jadi seluruh cakupan Jumlah penduduk wilayah UPT. Puskesmas Medang :
24.406 penduduk.
Penyakit yang masuk 3 besar jenis penyakit UPT. Puskesmas Medang yang
merepresentasikan penyakit yang banyak dialami oleh penduduk di wilayah
kerja UPT. Puskesmas Medang antara lain : ISPA1895 pasien, hipertensi
596 pasien, diabetus militus 368 pasien.
Proses pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti, dimulai dari mencari
sampel yang ditentukan berdasarkan pasien DM yang datang ke UPT.
Puskesmas Medang dan memenuhi kriteria responden. Penelitian
membutuhkan waktu 1 bulan (tanggal 8 Januari – 24 Pebruari 2018).
Sampel penelitian ini 19 kelompok kontrol dan 19 kelompok intervensi
Proses penelitian peneliti lakukan sendiri di UPT. Puskesmas Medang 1 kali
latihan ROM kaki kemudian dilanjutkan di rumah dengan pengawasan
keluarga dan pengontrolan peneliti melalui telepon dan melakukan
pemeriksaan status vaskulerisasi dengan pemeriksaan ABPI oleh peneliti di
rumah responden.

28
29

B. Karakteristik Responden
1. Umur responden
Tabel 4.1
Umur Responden di UPT Puskesmas Medang 2017 Kelompok Kontrol
dan Kelompok Intervensi dengan nilai N : 38 responden

Kelompok Mean Median Modus Min-Maks

Kontrol 55 55 55 45-60

Intervensi 56 56 55 46-60

Sumber Data : Pasien UPT. Puskesmas Medang, 2017

Tabel 4.1 menunjukkan rata umur responden kelompok kontrol


55 tahun dengan umur minimal 45 tahun dan maksimal 60 tahun
sedangkan kelompok intervensi rata-rata berumur 56 tahun dengan
umur minimal 46 tahun dan maksimal 60 tahun.

2. Jenis Kelamin
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di UPT
Puskesmas Medang dengan nilai N : 38 Responden

Jenis Kelamin Frekuensi (F) Persentase (%)


Kelompok Kontrol
Laki-laki 8 42,1
Wanita 11 57,9
Total 19 100.0
Kelompok Intervensi
Laki-laki 9 47,4
Wanita 10 52,6
Total 19 100.0
Sumber Data : Pasien UPT. Puskesmas Medang. 2017
Tabel 4.2 menunjukkan sebagian besar responden kelompok
kontrol adalah wanita yaitu 11 responden (57.9%). Kelompok intervensi
juga menunjukkan sebagian besar berjenis kelamin wanita yaitu 10
responden (52.6%).
30

3. Lama Mengalami DM

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Mengalami DM di
UPT Puskesmas Medang dengan Nilai N : 38 Responden

Lama Mengalami DM Frekuensi (F) Persentase (%)


Kelompok Kontrol
< 2 tahun 11 57,9
≥ 2 tahun 8 42,1
Total 19 100.0
Kelompok Intervensi
< 2 tahun 12 63,2
≥ 2 tahun 7 36,8
Total 19 100.0
Sumber Data : Pasien UPT. Puskesmas Medang , 2017

Tabel 4.3 menunjukkan sebagian besar responden kelompok


kontrol adalah mengalami DM kurang dari 2 tahun yaitu 11 responden
(57.9%). Kelompok intervensi juga menunjukkan sebagian besar
mengalami DM kurang dari 2 tahun yaitu 12 responden (63.2%).

C. Analisis Univariat

1. Tingkat Vaskulerisasi Kaki Sebelum dan Sesudah ROM Kaki Pada


Kelompok Non Intervensi
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Vaskulerisasi kaki
Kelompok Non Intervensi Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Perlakuan
Tabel 4.4
ROM Kaki
Pasien DM di Puskesmas Medang Pada Bulan Januari Tahun 2018

Kelompok Kontrol n f %

19

Sebelum
31

Tidak terkompresi 1 5.2%


Normal 14 73.7%
Insufisiensi ringan 4 21.1%
Insufisiensi berat 0 0.0%
Insufisiensi kritis 0 0.0%

Sesudah
Tidak terkompresi 0 0.0%
Normal 13 68.4%
Insufisiensi ringan 6 31.6%
Insufisiensi berat 0 0.0%
Insufisiensi kritis 0 0.0%

Sumber Data : Pasien UTP.Puskesmas Medang, 2017

Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa status vaskulerisasi kaki


kelompok non intervensi sebelum perlakuan latihan ROM kaki (di
kelompok intervensi) mayoritas menunjukan nilai normal sebesar 14
responden (73.7%), insufisiensi ringan 4 responden (21.2%) dan tidak
terkompresi 1 responden (5.2%).
Hasil status vaskulerisasi kaki pada kelompok non intervensi
sesudah perlakuan ROM kaki (pada kelompok intervensi) menunjukkan
mayoritas masih normal sebesar 13 responden (68.4%), insufisiensi
ringan 6 responden (31.6%).
Hasil penelitian dapat disimpulkan mayoritas status vaskulerisasi
kaki kelompok non intervensi tidak ada perubahan signifikan. Hanya
jumlah kategori normal dari 14 responden menjadi 13 responden, tidak
terkompresi dari 1 responden menjadi tidak ada dan insufisensi ringan
dari 4 responden menjadi 6 responden.
32

2. Vaskulerisasi kaki Kaki Sebelum dan Sesudah ROM Kaki Pada Kelompok
Intervensi
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Vaskulerisasi kaki Kelompok
Intervensi Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Perlakuan ROM Kaki
Pasien DM di Puskesmas Medang Pada Bulan Januari Tahun 2018

Kelompok Intervensi n f %

19

Sebelum

Tidak terkompresi 0 0.0%


Normal 10 52.6%
Insufisiensi ringan 9 47.4%
Insufisiensi berat 0 0.0%
Insufisiensi kritis 0 0.0%

Sesudah
Tidak terkompresi 0 0.0%
Normal 17 89.5%
Insufisiensi ringan 2 10.5%
Insufisiensi berat 0 0.0%
Insufisiensi kritis 0 0.0%

Sumber Data : Pasien UPT. Puskesmas Medang, 2017

Pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa status vaskulerisasi kaki


kelompok intervensi sebelum latihan ROM kaki mayoritas menunjukan
nilai normal sebesar 10 responden (52.6%), insufisiensi ringan 9
responden (47.4%).
Hasil status vaskulerisasi kaki pada kelompok intervensi sesudah
perlakuan ROM kaki menunjukkan mayoritas normal sebesar 17
responden (89.5%), insufisiensi ringan 2 responden (10.5%).
Hasil penelitian dapat disimpulkan status vaskulerisasi kaki
kelompok intervensi mengalami perubahan signifikan. Vaskulerisasi kaki
normal dari 10 responden menjadi 17 responden dan insufisensi ringan
dari 9 responden menjadi 2 responden.
33

D. Analisis Bivariat
1. Perbedaan Tingkat Vaskulerisasi Kaki Sebelum dan Sesudah ROM Kaki
Pada Kelompok Intervensi

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perbedaan Tingkat Vaskulerisasi Kaki
Kelompok Intervensi Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Perlakuan
ROM Kaki Pasien DM di Puskesmas Medang Pada Bulan Januari Tahun
2018

Kelompok Kontrol n f % P value

19

Sebelum
Tidak terkompresi 1 5.2% 0.083
Normal 14 73.7%
Insufisiensi ringan 4 21.1%
Insufisiensi berat 0 0.0%
Insufisiensi kritis 0 0.0%

Sesudah
Tidak terkompresi 0 0.0%
Normal 13 68.4%
Insufisiensi ringan 6 31.6%
Insufisiensi berat 0 0.0%
Insufisiensi kritis 0 0.0%

Sumber Data : Pasien UPT. Puskesmas Medang, 2017

Pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa perbedaan vaskulerisasi kaki


kelompok kontrol sebelum perlakuan latihan ROM kaki (pada kelompok
intervensi) menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p
value 0.083, α = 0.05).
2. Perbedaan Vaskulerisasi Kaki Sebelum dan Sesudah ROM Kaki Pada
Kelompok Intervensi

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perbedaan Tingkat Vaskulerisasi Kaki
Kelompok Intervensi Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Perlakuan
ROM Kaki Pasien DM di Puskesmas Medang Pada Bulan Januari Tahun
2017
34

Kelompok Intervensi n f % P value

19
Sebelum 0.008
Tidak terkompresi 0 0.0%
Normal 10 52.6%
Insufisiensi ringan 9 47.4%
Insufisiensi berat 0 0.0%
Insufisiensi kritis 0 0.0%

Sesudah
Tidak terkompresi 0 0.0%
Normal 16 89.5%
Insufisiensi ringan 3 10.5%
Insufisiensi berat 0 0.0%
Insufisiensi kritis 0 0.0%

Sumber Data : Pasien UPT. Puskesmas Medang, 2017

Pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa perbedaan vaskulerisasi kaki


kelompok intervensi sebelum perlakuan latihan ROM kaki (pada
kelompok intervensi) menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p
value 0.008, α = 0.05). Hasil tersebut menunjukkan ada perbedaan
signifikan vaskulerisasi kaki sebelum dan sesudah dilakukan ROM kaki.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat
1. Vaskulerisasi Sebelum dan Sesudah Perlakuan Latihan ROM Kaki
Pada Kelompok Kontrol
Hasil penelitian yang ditemukan terhadap 19 responden kelompok
kontrol sebelum perlakuan ROM kaki (untuk kelompok intervensi)
didapatkan mayoritas responden berkategori vaskulerisasi kaki normal 14
responden, 4 responden mengalami insufisiensi ringan, 1 responden tidak
terkompresi. Hasil penelitian vaskulerisasi sesudah perlakuan ROM kaki
menunjukkan mayoritas normal 13 responden dan 6 responden status
vaskulerisasi kaki insufisiensi ringan.

Hasil penelitian yang menunjukkan mayoritas vaskulerisasi kaki


responden normal dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya
kemungkinan menurut peneliti adalah lamanya mengalami DM.
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti menunjuk
Kan hasil bahwa rerata nilai vaskularisasi kaki pasien menunjukkan angka
Normal, karena lama pasien yang mengalami Dm di UPT. Puskesmas
Medang adalah lebih dari 2 tahun.
Pembuluh darah normal memiliki lapisan dalam yang disebut
endotelium.Lapisan dalam pembuluh darah ini membuat sirkulasi darah
mengalir lancar.Untuk mencapai kelancaran ini, endotelium memproduksi
Nitrous Oksida lokal (NO). NO berfungsi untuk melemaskan otot polos di
dinding pembuluh dan mencegah sel-sel darah menempel ke dinding.
Mekanisme gangguan ini diduga berpusat di jantung, dan gangguan
meningkat dengan pembentukan plak. Gula darah tinggi, asam lemak
tinggi dan trigliserida tinggi pada diabetes menyebabkan lengket di
dinding endotelium, mendorong proses keterikatan sel yang
menghasilkan reaksi jaringan lokal. Reaksi jaringan lokal menghasilkan
partikel dan sel-sel darah yang berbeda, menyebabkan penumpukan dan
pengerasan di dinding pembuluh (arteri).Reaksi jaringan lokal ini
menghasilkan sebuah plak, disebut plak aterosklerosis (Sherwood, 2008).
Seperti halnya dengan yang terjadi pada pasien DM di UPT. Puskesmas

35
36

Yang bisa diliat dari karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


dan umur dimana dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis kelamin wanita
lebih banyak mengalami DM dibandingkan responden laki – laki.Dan juga
bisa dilihat dari nilai responden yang mengalami DM dipanguruhi oleh
faktor umur responden.
Semakin lama pasien mengalami DM maka resiko gangguan
vaskulerisasi semakin tinggi, karena resiko terjadinya plak pembuluh
darah kaki semakin tinggi. Hasil penelitian Cahyono (2013) dengan judul
Hubungan Antara Lama Menderita Diabetes Melitus dengan Nilai Ankle
Brachial Index pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta menemukan pasien yang mengalami DM < 5 tahun
33,3% responden (dari 30 responden) status vaskuler kaki buruk,
prosentasi tersebut meningkat menjadi 66.7% pada pasien yang
mengalami DM ≥ 5 tahun.
Hasil penelitian yang peneliti lakukan juga menunjukan bahwa nilai
vaskulerisasi yang baik karena sebagian besar responden ( 11 dari 19
responden kelompok kontrol) mengalami DM < 2 tahun. Fakta tersebut
yang kemungkinan menjadi penyebab vaskulerisasi kaki mayoritas
normal. Hasil tersebut juga tidak mengalami perubahan sesudah periode
perlakuan ROM kaki karena periode perlakuan selama 1 minggu dan
kelompok kontrol tidak mengalami perlakuan ROM kaki, sehingga
vaskulerisasi kaki tidak terdapat perbedaan mencolok.
2. Vaskulerisasi Sebelum dan Sesudah Perlakuan Latihan ROM Kaki
Pada Kelompok Intervensi
Hasil penelitian yang ditemukan terhadap 19 responden kelompok
intervensi sebelum perlakuan ROM kaki didapatkan mayoritas responden
berkategori vaskulerisasi kaki normal 10 responden dan 9 responden
mengalami insufisiensi ringan. Hasil penelitian vaskulerisasi sesudah
perlakuan ROM kaki pada kelompok intervensi menunjukkan mayoritas
normal 17 responden dan 3 responden status vaskulerisasi kaki
insufisiensi ringan.

Hasil penelitian yang pada kelompok intervensi sebelum dan


sesudah perlakuan mayoritas masih tetap normal akan tetapi ada
perubahan jumlah dari 10 responden menjadi 17 responden. Hasil
tersebut menunjukkan ada faktor-faktor yang berperan terhadap
37

perubahan vaskulerisasi. Dari sisi pengaruh lamanya menderita DM sama


dengan kelompok kontrol yang mayoritas mengalami DM kurang dari 2
tahun. Faktor tersebut berperan terhadap penumpukan plak yang makin
lama makin menebal pada pembuluh darah. Faktor lain yang
kemungkinan menunjukkan adanya perubahan vaskulerisasi adalah jenis
kelamin. Perempuan lebih beresiko mengalami mengidap DM karena
secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh dan
obesitas sentral yang lebih besar.Sindroma sirkulasi bulanan (
premenstruasi syndroe), pasca menopose yang membuat distribusi lemak
tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut.
Estrogen dan reseptornya sangat penting dalam regulasi berat badan dan
sensitivitas insulin sehingga wanita beresiko menderita DM ( Meyer, MR
et al, 2011; Chen CM, 2013).
Hubungan antara DM dengan hormon estrogen yang diyakini
beberapa ahli melalui mekanisme kerja insulin. pada beberapa penelitian
menunjukkan kinerja estrogen yang meningkatkan produksi insulin. Pada
usia dewasa muda wanita dapat memproduksi memproduksi insulin
dengan baik salah satunya karena rangsangan insulin. Akan tetapi
semakin menurunya usia akan terjadi penurunan estrogen dan kerja
pankreas yang berakibat pada penurunan insulin sehingga memicu
timbulnya penyakit DM dengan berbagai komplikasinya, salah satunya
adalah gangguan vaskuler (Price, 2010). Hasil penelitian peneliti
menemukan usia rerata responden 56 tahun untuk kelompok intervensi,
artinya kelompok ini memang beresiko tinggi mengalami DM akan tetapi
kemungkinan pada usia tersebut belum banyak mengalami gangguan
vaskulerisasi kaki.
.
B. Analisis Bivariat
1. Perbedaan Vaskulerisasi Kaki pada Kelompok Kontrol Sebelum dan
Sesudah Perlakuan ROM Kaki
Hasil penelitian yang perbandingan status vaskulerisasi kaki kelompok
kontrol sebelum dan sesudah dilakukan ROM kaki (pada kelompok
intervensi) menunjukkan tidak terdapat berbedaan signifikan dengan p
value 0.083 (α = 0.05).
38

Hasil penelitian di atas mengindikasikan bahwa faktor-faktor yang dapat


memperbaiki vaskulerisasi kaki selain latihan ROM kaki tidak dijalankan
dengan baik sehingga vaskulrisasi kaki kelompok perlakuan hasilnya
tidak mengalami perubahan. Pasien DM sangat rentan mengalami
gangguan vaskuler berupa iskemia terutama kaki. Hal ini disebabkan
proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang ditandai
oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri
tibialis, dan arteri poplitea; menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin, dan
kuku menebal. Maslah utma sirkulasi kaki juga berkaitan dengan
arteriosklerosis.arterioskerosis merupakan kondisi arteri menebal dan
menyempit karena penumpukan lemak di dalam pembuluh darah.
Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena
berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam
jangka lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan
berkembang menjadi ulkus kaki diabetes (Kartika, 2017).
Gangguan vaskulerisasi yang tidak dikelola dengan baik akan
mengakibatkan stagnansi aliran darah atau mungkin akan mengalami
perburukan aliran darah. Pada kelompok kontrol masih tetap
mendapatkan obat untuk mengontrol gula darah, artinya kelompok ini
mendapat mengandalkan obat pengendalian gula darah untuk mencegah
perburukan vaskulerisasi saja. Pengendalian yang hanya bertumpu pada
obat menurut beberapa ahli tidak akan menghasilkan pengendalian gula
darah dan pencegahan komplikasi DM yang baik termasuk perburukan
vaskulerisasi kaki. Pilar-pilar tersebut meliputi pemberian edukasi, terapi
obat, pengaturan diet, dan olahraga. Penatalaksanaan tersebut saling
berkisambungan untuk memperbaiki kondisi pasien DM dan pencegahan
komplikasinya termasuk gangguan vaskulerisasi kaki (Soegondo, 2009).
Pilar-pilar tersebut tidak banyak dijalankan pada kelompok kontrol
sehingga perbedaan vaskulerisasi tidak ada.
Hasil penelitian peneliti pada kelompok kontrol selain diperkuat
argumentasi peneliti juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh
Zukhri (2015) tentang Pengaruh Senam Kaki Terhadap Ankle Brachial
Index (ABI) Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Medang
Kabupaten Klaten yang menunjukkan bahwa tidak adanya perubahan
39

signifikan pada vaskulerisasi kaki paisen DM yang ditentunkan


menggunakan nilai ABI, dengan p value 0.075.
2. Perbedaan Vaskulerisasi Kaki pada Kelompok Intervensi Sebelum
dan Sesudah Dilakukan ROM Kaki
Hasil penelitian yang perbandingan status vaskulerisasi kaki kelompok
intervensi sebelum dan sesudah dilakukan ROM kaki menunjukkan
terdapat perbedaan signifikan dengan p value 0.008 (α = 0.05).
Hasil penelitian di atas mengindikasikan bahwa latihan Rom kaki sangat
berperanan terhadap vaskulerisasi kaki.Olahraga dan aktifitas fisik
menjadi salah satu pilar yang dianjurkan oleh para ahli terutama untuk
mencegah perburukan vaskulerisasi pasien DM. kontraksi otot yang
dilakukan secara berulang-ulang dan teratur pada pasien DM diyakini
dapat meningkatkan pemompaan darah yang mengalir pada pembuluh.
Kontraksi otot dapat bersifat sebagai pompa yang akan mengaktifkan
aliran darah. Aliran darah yang baik akan perfusi jaringan kaki sehingga
mencegah terjadinya iskemik kaki dan kerusakan kaki (Soegondo, 2009).
Latihan ROM kaki pada pasien DM sangat berpengaruh terhadap
vaskularisasi kaki pasien karena dengan melakukan latihan ini vaskuler
pada kaki akan menjadi lancar serta kekuatan otot kaki menjadi baik.
Berdasarkan peneliti bahwa latihan ROM kaki sangat dianjurkan untuk
dilakukan pada pasien DM dilakukan secara rutin sehingga akan
menghasilkan vaskularisasi kaki yang baik.
Hasil penelitian lain juga sejalan dengan beberapa penelitian tentang
latihan fisik pada pasien DM Tipe 2, dimana latihan fisik tersebut terbukti
dapat melancarkan peredaran darah ke ekstremitas bawah, diantaranya
penelitian yang dilakukan oleh Gibbs et al (2013) pada 140 pasien
diabetes tipe 2 tanpa komplikasi yang diberikan intervensi berupa latihan
aerobik menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang signifikan pada nilai
ABI, dimana latihan tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai
ABI yang disertai dengan penurunan HbA1c dan terbukti meningkatkan
fungsi endotel sehingga aliran darah ke perifer menjadi lebih baik. Kondisi
peredaran darah yang lancar akan menghambat penebalan membrane
kapiler, peningkatan ukuran dan jumlah sel endotel kapiler, sehingga
lumen pembuluh darah tetap adekuat
40

Hasil Penelitian Lain Yang Mendukung Adalah Penelitian Yang Dilakukan


Oleh Hijriana (2016) Dengan Judul Pengaruh Latihan Pergerakan Sendi
Ekstremitas Bawah Terhadap Nilai Ankle Brachial Index (ABI) Pada
Pasien DM Tipe 2, hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh
signifikan latihan sendi kaki dengan vaskulerisasi kaki yang dinilai
menggunakan ABI, dengan p value 0.000. Dalam penjelasanya Hijriana
dkk menyampaikan Latihan pergerakan sendi ekstremitas bawah dapat
meningkatkan aliran darah ke arteri dan berefek positif pada metabolisme
glukosa, dimana terjadinya penurunan glukosa dan HbA1c.
Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi penderita DM khususnya
tipe 2 sehingga untuk kedepan perlakuan latihan ROM pada pasien adm
tipe 2 akan tetap dilakukan di UPT.Puskesmas Medang.

C. Keterbatasan Penelitian
1. Responden yang dilibatkan masih tergolong kecil yaitu 19 responden
kelompok kontrol dan 19 kelompok intervensi.
2. Responden sebagian besar tidak mengalami gangguan vaskuler kaki
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Vaskulerisasi kaki kelompok kontrol sebelum perlakuan ROM kaki (pada
intervensi) didapatkan mayoritas mayoritas menunjukan nilai normal
sebesar 14 responden (73.7%), insufisiensi ringan 4 responden (21.2%)
dan tidak terkompresi 1 responden (5.2%).
2. Vaskulerisasi kaki pada kelompok kontrol sesudah perlakuan ROM kaki
(pada kelompok intervensi) menunjukkan mayoritas masih normal
sebesar 13 responden (68.4%), insufisiensi ringan 6 responden (31.6%).
3. Vaskulerisasi kaki kelompok intervensi sebelum latihan ROM kaki
mayoritas menunjukan nilai normal sebesar 10 responden (52.6%),
insufisiensi ringan 9 responden (47.4%).
4. Vaskulerisasi kaki pada kelompok intervensi sesudah perlakuan ROM
kaki menunjukkan mayoritas normal sebesar 17 responden (89.5%),
insufisiensi ringan 2 responden (10.5%).
5. Perbedaan vaskulerisasi kaki kelompok kontrol sebelum perlakuan
latihan ROM kaki (pada kelompok intervensi) menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan (p value 0.083, α = 0.05).
6. Perbedaan vaskulerisasi kaki kelompok intervensi sebelum perlakuan
latihan ROM kaki (pada kelompok intervensi) menunjukkan terdapat
perbedaan yang signifikan (p value 0.008, α = 0.05).

B. Saran
1. Bagi Puskesmas Medang
a. Bersama peneliti mensosialisasikan hasil penelitian pengaruh latihan
ROM kaki terhadap vaskulerisasi kaki pasien DM di Puskesmas
Medang melalui kegiatan diskusi ilmiah
b. Memasukkan latihan kaki sebagai salah satu pengelolaan standar
pada pasien DM di Puskesmas Medang
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Melakukan kontrol terhadap variabel perancu pada penelitian
pengaruh latihan ROM kaki terhadap vaskulerisasi kaki pasien DM

41
42

b. Meningkatkan jumlah responden supaya hasil penelitian lebih dapat


diambil kesimpulan secara generalisasi
c. Melakukan penelitian terhadap pasien DM tipe 2 yang sudah
mengalami gangguan vaskuler kaki sehingga penelitian lebih
mendapatkan hasil yang valit.
3. Bagi STIKES Muhammadiyah Kudus
a. Memasukkan latihan kaki sebagai bahan ajar pada mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah
b. Mempublikasikan hasil penelitian ini secara on line supaya dapat
dijadikan referensi mahasiswa atau peneliti lebih luas
43

DAFTAR PUSTAKA

Anggiasari.N.M.S, & Saraswati.M.R.(2011).Prevalensi Retinopati Diabetika Pada


Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poliklinik Penyakit Dalam Rsup Sanglah
Denpasar. Perpustakaan Online Universitas Udayana Bali.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineka Cipta.

JM Black &JH Hawks (2005). Medical Surgical Nursing : Clinical Management for
Positive Outcome. 8 ed. St Louis Missouri : Elsevier Saunders.

Bruner & Suddarth’s (2007). Texbook of Medical Surgical. 13 ed. St Louis


Missouri : Elsevier Saunders.

Dinas Kesehatan Kabupaten Blora. (2013). Laporan Kejadian Penyakit se


Kabuparen Blora. Tidak Terpublikasi

Ignatavicius & Workman. (2010). Medical Surgical Nursing; Patient Centered


Collaburative care for Collaburative Care. 6ed. Missouri : Sounders Elseiver.

Kowalski, R.E. (2010). Terapi Hipertensi : Program 8 Minggu Mengurangi


Tekanan Darah dan Mengurangi Risiko Serangan Jantung dan Stroke
Secara Alami. Bandung : Mizan Pustaka.

Maulana. (2008). Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.

Mansjoer, A. (2008). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Meida Ausculapius.

Notoatmodjo. (2010). Metodiologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2009). Konsep Dan Penerapan Metodiologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2014). Situasi dan Analisis
Diabetes. www.depkes.go.id diakses tanggal 14 Agustus 2017

Price, S.A. & Wilson, L.M. (2009).Pathophysiologi: Clinical Concept of Disease


Process. Philadelpia : Mosby

Sanusi. H. (2011) . Penyakit Vaskuler Perifer Diabetik.


http://www.scribd.com/mobile/document/101113956/penyakit-vaskuler-
perifer-diabetik diakses tanggal 13 September 2017

Sastroasmoro, S., dan Ismael, S. (2007).Dasar-dasar Metodologi Penelitian


Klinis, (Edisi ke-3), Jakarta: Sagung Seto.

Sherwood. L (2010). Terjemahan Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. EGC.


Jakarta
44

Sudoyo, Alwi, Setihadi, Setiati & Simardibarata. (2009). Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi V. Jakarta : Badan Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Sugiyono, S. (2007). Metodelogi Penelitian Kebidanan . Yogyakarta: Nuha


Medika.

Soegondo, S. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit


FKUI. Jakarta

Sujono. R. & Sukarmin. (2008). Keperawatan Eksokrin dan Endokrin Pankreas.


Graha Ilmu. Jogjakarta

Soewondo, P., Soegondo, S., Suastika, K., Pranoto, A., Soeatmaji, D.W.,
Tjokroprawiro, A. (2010). The diabcareasia 2008 study –outcomes on
control and complications of type 2 diabetic patients in indonesia, Med J
Indonesia,19

Suratun, Ester & Monika. ( 2008). Klien Gangguan Muskelo Skeletal Seri Asuhan
Keperawatan.
EGC. Jakarta

Wahyuni. A & Aris, FN. (2015). Senam Kaki Diabetik Efektif Meningkatkan Ankle
Brachial Indeks Pasien Diabetes Militus Type 2. Jurnal Ipteks Terapan.
Volume 9

Yuhelma, Hasneli. Y, Nauli. F.A. (2014). Identifikasi Dan Analisis Komplikasi


Makrovaskuler Dan Mikrovaskuler Pada Pasien Diabetes Mellitus.
http://media.neliti.com diakses tanggal 16 Juli 2017

Zaqiyqh, NRL(2017). Pengaruh Senam Kaki Terhadap Nilai Ankle Brachial


Indeks di Persadia
Surakarta. Eprint.ums.ic.id./51625. Diakses tanggal 20 Juli 2017

Zhaolan, et al. (2010). Prevalence of cronic complication of type 2 diabetes


mellitus outpatients: a cross sectional hospital based survey in urban china.
health and quality of life outcomes, 8(1), 62-67. www.researchgate.net
diakses tanggal 19 Agustus 2017
LAMPIRAN
PERNYATAAN

Yang bertandatangan disini :

Nama : Puji Prastyaning Amini

NIM : E420163306

Menyatakan bahwa skripsi judul : “PENGARUH LATIHAN ROM KAKI DENGAN

VASKULERISASI KAKI PASIEN DM DI PUSKESMAS MEDANG KABUPATEN

BLORA” merupakan :

1. Hasil Karya yang dipersiapkan untuk disusun sendiri

Oleh karena itu pertanggungjawaban skripsi ini sepenuhnya berada pada diri

saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar benarnya.

Blora, Mei 2018

Penyusun,

Puji Prastyaning Amini

NIM : E420163306
INFORMED CONSENT

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan persetujuan/penolakan


untuk ikut dalam penelitian tentang “ Pengaruh Latihan ROM Kaki Dengan Status
Vaskuler Kakai Pasien DM Di UPT.Puskesmas Medang” sebagai responden
yang akan dilakukan tindakan ROM Kaki Dan Pemeriksaan APBI(Ankle Pressure
Brachial Indeks) Oleh Mahasiswa Stiekes Muhammadiyah Kudus, dengan
identitas :

Nama : Puji Prastyaning Amini

NIM : E420163306

Dengan ini Persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa
paksaan.

Blora,..................................2018

Mahasiswa/Peneliti Yang Membuat Pernyataan,

Puji Prastyaning Amini ..........................................


Standar Operasional Prosedur
Pelatihan ROM (Range Of Motion)

A. Definisi
Range Of Motion (ROM) adalah tindakan/latihan otot atau persendian
yang diberikan kepada pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena
penyakit, diabilitas, atau trauma. Dimana klien menggerakan masing-masing
persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Atau
juga dapat di definisikan sebagai jumlah maksimum gerakan yang mungkin
dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh: sagital, frontal,
dan transfersal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari
depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan.
Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi
bagian depan dan belakang. Potongan transfersal adalah garis horizontal
yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah.

B. Tujuan
1. Untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan pada otot yang
dapat dilakukan secara aktif maupun pasif tergantung dengan keadaan
pasien.
2. Meningkatkan atau mempertahankan vaskularisasi perifer.

C. Manfaat
a. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan
pergerakan
b. Mengkaji tulang sendi, otot
c. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
d. Memperlancar vaskularisasi perifer kaki

D. Jenis ROM
1. ROM aktif : Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang
gerak sendi normal (klien aktif).
2. ROM pasif : Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan
rentang gerak yang normal (klien pasif).

E. Indikasi
1. Klien dengan tirah baring yang lama.
2. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran.
3. Kelemahan otot.
4. Fase rehabilitasi fisik.

F. Kontra Indikasi
1. Klien dengan fraktur.
2. Klien dengan peningkatan tekanan intrakranial.
3. Trombus/emboli pada pembuluh darah.
4. Kelainan sendi atau tulang.
5. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung).

GERAKAN ROM AKTIF


1. Fleksi dan Ekstensi lutut dan pinggul
a. Angkat kaki dan bengkokkan
b. Gerakkan lutut keatas menuju dada sejauh mungkin
c. Kembalikan lutut kebawah, tegakkan lutut, rendahkan kaki sampai
pada kasur.
2. Abduksi dan adduksi kaki
a. Gerakkan kaki kesamping menjauh klien
b. Kembalikan melintas diatas kaki yang lain
3. Rotasikan pinggul internal dan eksternal
a. Putar kaki kedalam, kemudian kekiri
4. Gerakkan telapak kaki dan pergelangan kaki
a. Dorsofleksi telapak kaki
b. Letakkan satu tangan dibawah tumit
c. Tekan kaki klien dengan lengan anda untuk menggerakkan kearah
kaki
5. Fleksi plantar telapak kaki
a. Letakkan satu tangan pada punggung dan tangan yang lainnya
berada pada tumit.
b. Dorong telapak kaki menjauh dari dari kaki
6. Fleksi dan ekstensi jari jari kaki
a. Letakkan satu tangan pada punggung kaki klien, letakkan tangan
yang ada lainnya pada pergelangan kaki
b. Bengkokkan jari jari kebawah
c. Kembalikan lagi pada posisi semula
7. Intervensi dan eversi telapak kaki
a. Letakkan satu tangan di bawah tumit, dan tangan yang lain diatas
punggung kaki
b. Putar telapak kaki ke dalam, kemudian keluar.
JUMLAH KUNJUNGAN PASIEN DIABETES MELLITUS UPT PUSKESMAS MEDANG TAHUN 2016

JENIS
NO KELAMIN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES JML

1 L 683 1088 1015 899 699 756 770 838 957 905 1065 1331 11006

2 P 1238 1130 1180 948 1255 1005 1018 1221 1004 1260 1199 1036 13494

JUMLAH 1921 2218 2195 1847 1954 1761 1788 2059 1961 2165 2264 2367 24500
DENAH LOKASIPUSKESMAS MEDANG
Rembang
Lokasi
TPK
PUSKESMAS

Balai desa

Pasar Medang

¼ Medang - Ke Tempuran

SPBUMedang

Tugu Pancasila

Cepu
Alun – AlunBLORA

SMPN 2BLORA
PROFIL PUSKESMAS MEDANG

BATAS-BATAS WILAYAH:

 Sebelah Utara : Kab. Rembang


 Sebelah Timur : Wilja UPTD Puskesmas Puledagel
 Sebelah Selatan : Wilja UPTD Puskesmas Blora
 Sebelah Barat : Wilja UPTD Puskesmas Tunjungan

WILAYAH KERJA :

1. Desa Plantungan
2. Desa Ngampel
3. Desa Sendangharjo
4. Desa Ngadipurwo
5. Desa Purwosari
6. Desa Patalan
7. Desa Tambaksari
8. Desa Tempurejo
9. Desa Temurejo
JUMLAH PASIEN BERDASARKAN
SEPULUH BESAR PENYAKIT

1 ISPA

2 DEMAM

3 GANGGUAN
PERTUMBUHAN GIGI DAN
ERUPSI
4 HIPERTENSI PRIMER

5 DERMATITIS

6 GANGGUAN PSIKOTIK

7 VULNUS

8 KENCING MANIS(DM)

9 PENYAKIT GUSI &


JARINGAN PERIODENTAL

10 PUSING
FOTO PELAKSANAAN APBI PADA PASIEN DM DI PUSKESMAS MEDANG

MENGGUNAKAN ALAT SEDERHANA


FOTO PUSKESMAS MEDANG
FOTO RUANG PELAYANAN :
HASIL REKAP SAMPLING PASIEN DENGAN ROM

NO. NAMA UMUR L/P ABI SEBLUM ABI SESUDAH


1. Karti 48thn p 0,625 0,630

2. Ratmini 62thn p 1,20 1,20

3. Rukiniyanti 51thn p 1,083 1,100

4. Subinah 45thn p 0,88 0,89

5. Daini 51thn p 0,82 0,83

6. Sri Yatmi 62thn p 0,82 0,82

7. Kasi 49thn p 0,80 0,82

8. Yakub 63thn L 0,83 0,84

9. Siti 47thn P 0,88 090


Suprihatiningsih
10. Moh.Sahid 62thn L 1,04 1,04

11. Saefudin 52thn L 0,80 0,82

12. Sutiah 30thn P 0,83 0,86

13. Siti Nursiyah 43thn p 0,80 0,86

14. Sutami 57thn p 0,83 0,84

Anda mungkin juga menyukai