Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN

Malaria adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit

dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan

gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut akut kronis.

Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang

dikenal sebagai malaria berat.1,2

Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium. Plasmodium pada manusia menginfeksi

eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit.

Plasmodium malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax yang menyebabkan malaria

tertiana (Benign malaria) dan plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika

(Maligna malaria). Selain itu terdapat plasmodium malariae dan plasmodium ovale. Malaria

masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia khususnya diLuar Jawa dan Bali,

tetapi akhir-akhir ini di Jawa terutama Jawa Tengah terjadi peningkatan kasus malaria.lebih dari

setengah penduduk indonesia hidup atau bertempat tinggal di daerah dengan transmisi malaria

sehingga berisiko tertular malaria.1

Penyakit malaria sampe saat ini masih menjadi masalah kesehatan dengan morbiditas dan

mortalitas yang cukup tinggi. Malaria dapat ditemui hampir diseluruh dunia, terutama Negara-

negara beriklim tropis dan subtropis. Setiap tahunnya ditemukan 300-500 juta kasus malaria

yang mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian terutama di negara-negara benua afrika.3


Beberapa upaya dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria,

yaitu melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis

dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vector yang kesemuanya ditujukan

untuk memutuskan untuk rantai penularan malaria.3

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem

kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari

sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit

yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit.

Kerena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah

putih atau limfosit yang seharusnya berperang dalam mengatasi infeksi yang masuk kedalam

tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-

1500. sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misalnya pada orang

yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa

kasus bisa sampe nol).

Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara

material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk

dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara

lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV- 1 dan HIV-2 .Masing-masing grup mempunyai

lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi.
Diantara kedua grup tersebut yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di

seluruh dunia adalah grup HIV-1.

Infeksi HIV merupakan kejadian pendemik. Infeksi tersebut menjadi penyebab utama

kematian menggantikan infeksi Tuberkulosis (TB). sekitar tahun 2006, sebanyak 2,9 juta orang

meninggal diseluruh dunia. 5

Penyebaran HIV-AIDS menurut Menkes, presentasi kasus AIDS Sejak pertama kali ditemukan

(1987) sampe dengan juni 2012 dilaporkan berdasarkan kelompok umur tertinggi pada kelompok

umur 20-29 tahun (41,5%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,8%), kelompok umur 40-49

tahun (11,6%), kelompok umur 15-19 tahun (4,1%) dan umur 50-59 tahun (3,7%). sedangkan

presentasi kasus HIV-AIDS tersebar di 378 dari 498 (76%) kabupaten/kota di seluruh provinsi di

indonesia lebih banyak terdapat pada laki-laki (70%) dari pada perempuan (29%). 5

Tuberkulosit adalah suatu penyakit yang asalnya oleh kuman mikobakterium tuberkulosit. Hasil

ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882.

Diseluruh dunia tahun 1990 melaporkan ada 3,8 juta kasus baru TB dengan 49% kasus terjadi di

asia tenggara. Dalam periode 1984-1991 dicatat peningkatan jumlah kasus TB diseluruh dunia

kecuali amerika dan eropa. Di tahun 1990 diperkirakan 7,5 juta kasus TB dan 2,5 juta kematian

akibat TB di seluruh dunia.

Tahunan Resiko infeksi di tahun 1980-1985 dinegara-negara Asia Tenggara diperkirakan sekitar

2% yang berarti ada insidensi 100 kasus BTA (+) per 100.000 penduduk.
Berdasarkan data SIAMIC Kesehatan Statistik tahun pada tahun 1990, penyakit tuberkulosit

penyebab kematian, indonesia menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang kasus terbesar di

seluruh dunia setelah india dan cina.

Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis klasik yang dapat di jumpai hampir di seluruh

dunia. Menurut data WHO (word helt organisation), diketahui sekitar 300 juta orang (0,8%)

menderita toxoplasmosis. Penyakit ini dapat menyerang manusia dan berbagai jenis mamalia,

termasuk hewan kesayangan serta satwa eksotik.

Berdasarkan data prevalensi toxoplasmasis, sebagian besar penduduk indonesia pernah

terinfeksi parasit toxoplasma gondii berkisar 43-88%. Pemeriksaan antibodi pada donor darah di

jakarta memperlihatkan 60% di antaranya mengandung antibodi terhadap parasit tersebut.

Penyebaran toxoplasmosis dapat disebabkan oleh pola hidup yang kurang higienis, seperti tidak

mencuci tangan sebelum makan dan makan daging setengah matang, sayuran, buah-buahan serta

oosita yang tercemar infektif, yang tanpa disadari mengandung sista. Tanda-tandanya dapat

berupa lesu, sakit kepala, nyeri otot sendi, serta demam.


BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN.

Nama : Tn. Y. B

Alamat : Nafri

Umur : 28 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan terakhir : SMA

Status Kawin : Menikah

Suku : Genyem

Tgl Masuk RS : 25-06-2018

II. ANAMNESA.

Keluhan Utama : Demam Tinggi

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan demam sejak kurang lebih

3 hari yang lalu disertai mual muntah 3x sehari, ditambah buang-buang air 3x dalam

sehari, dan batuk-batuk kurang lebih 2 minggu, pasien mengkomsumsi obat OAT sudah

bulan ke 3. Demam dirasakan tiba-tiba. Demam dirasakan terutama saat pagi hari

menjelang siang hari. Pada hari yang sama pasien merasakan demamnya turun dan merasa
dingin sekitar pada sore hari. Saat menjelang malam pasien mengalami keringat yang

banyak dan membasahi hampir seluruh tubuh. Keesokan harinya pasien kembali demam

lagi seperti sebelumnya dan hal ini kembali berulang selama kurang lebih 3 hari. Saat

demam pasien merasakan pegal keseluruhan tubuhnya dan terutama rasa pegal ini

dirasakan seperti kepala diikat dan kepala terasa kaku. Pasien juga mengalami mual

muntah dalam 3x sehari. Muntah dan disertai nyeri ulu hati yang kadang timbul kadang

juga hilang. Selama kurang lebih 3 hari ini, pasien juga mengalami penurunan berat 5 kg

sebelum msk rumah sakit. pasien membawah diri kepuskesmas terdekat dan diberi obat

paracitamol 500 mg dan ranitidin 500 mg. namun demam yang dirasakan tidak mengalami

perubahan. Akhirnya pasien membawah diri ke rumah sakit umum.

III. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU.

Pasien mempunyai penyakit lain sebelumnya seperti TB dan selain itu disangkal pasien.

IV. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA.

Dikeluarga pasien tidak mengalami penyakit serupa, orang tua dan istri pasien tidak

mengalami penyakit yang serupa yang dialami oleh pasien. Hipertensi, Jantung, DM,

disangkal pasien.

V. RIWAYAT KEBIASAAN DAN PSIKOSOSIAL.


Pasien adalah seorang pemuda yang pekerja keras. Punya satu istri dan satu anak.

Pekerjaan sehari-hari sebagai tukang ojek, keadaan istri dan anak pasien ini baik-baik saja.

VI. PEMERIKSAAN FISIK.

Keadaan umum : Sakit Sedang

Kesadaran : Composmentis, E4 V5 M 6

Tanda Vital : TD. 100/60 mmHg, N. 84x/menit, SB. 37.1 0C, RR. 25x/menit

Kepala/Leher : Anemis -/-, Sianosis -/-, Sub ikterik +/+, Pupil isokor dekstra et, sinistra,

hidung dan

mulut dalam batas normal, pembesaran KGB (-), JVP dalam batas

normal.

Thorax : Pulmo Inspeksi → simetris, retraksi intercosta (-),

Palpasi →fremitus vocal dekstra=sinistra, pergerakan nafas

simetris.

Perkusi → sonor pada lapangan paru, redup pada lapangan

jantung

dan hati.

Auskultasi → vesikuler, ronkhi (-), wheez (+).

Cor Inspeksi → Iktus cordis tidak teraba


Palpasi → iktus cordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi → batas kanan atas : SIC II Linea Para Stenarnalis

dekstra

batas kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis

dekstra batas kiri atas : SIC II Linea Para

Sternalis Sinistra

batas kiri bawah : SIC IV Linea Medio

Clavicularis sinistra (kesan perkusi tidak

melebar)

Auskultasi→ S1S2 tunggal, reguler, mumur (-), gall0p (-)

Abdomen Inspeksi→ flat, sikatriks(-), striae (-).

Palpasi→ soefl, hepar tidak teraba, Lien tidak teraba,

ballottement

ginjal tidak teraba.

Perkusi→ tympani pada seluruh lapangan paru

Auskultasi→ bising usus normal, hiperperistaltik (-),

Genitalia

dalam batas normal


Ekstremitas Ekstremitas atas → oedem (-), akral hangat, clubbing finger

(-)

Ekstremitas bawah→ oedem (-), akral hangat, luka-luka (-).

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG.

Darah Lengkap ( 26-082018 )

Jenis Pemeriksaan:

HB : 7.1 [g/dL]

HCT : 17. 3 %

WBC : 3.86 [10^3/µL]

PLT : 105

MCV : 86.9 [ fL ]

MCH : 35.7 [ pg ]

MCH : 40.0 [g/dL ]

Kimia Darah Lengkap (26-06-2018)


Jenis Pmeriksaan:

GDS : 128

Protein total : 6.1 - 8.2 ( GR% )

Globulin : 2.3 - 3.2 ( gr % )

Creatinin : 0,7 mg/dL

Bilirubin Total : 0.2 - 1 ( mg % )

Bilirubin Direct : 0-0.2 ( mg % )

Bilirubin indirect : 0.2 - 0.8 ( mg % )

SGOT : 37 U/l

SGPT : 13 U/l

Albumin : 3.8 - 5.0 ( gr % )

Kolestrol : 144

Pemeriksaan Elektrolit (28-06-2018)

Natrium : 131.7 mmol/L

Kalium : 3,99 mmol/L

Ureum : 27 mg/dL
Clorida : 100.3 mmol/L

Pemeriksaan (25-06-2018 )

DDR : PF (+)

VIII. DIAGNOSA KERJA SEMENTARA.

Malaria Tropika + 1

susp. B20 + TB on Terapi bulan ke 3.

IX. RENCANA PENATALAKSANAAN.

Rawat Inap, Pengobatan, observasi tanda vital.

X. OBSERVASI.

13-07- S : Deman, mual, muntah, mencret, IVFD NaCl : D5 %( 20 tpm)


2018 lemas, sakit kepala.
PCT
Hari 1
O : CM, TD: 100/60 mmHg
Inj. Artesunat II vial

N : 84x/menit
Inj. Ranitidin 2x1 ampl iv

RR : 25X/mnt
Inj. Ondacentron 3x1 amp

T : 38,2 0C subikterik+/+
Primakuin 1x1 tab

A : - Malaria Falsiparum
New diabet 3x1 tab

- B20 Stadium IV
Cotrimoksasole 2x2 tab

- TB Paru

- Toxoplasma

S : Demam, mual, muntah, mencret, lemas, sakit IVFD Nacl 0,9%

kepala.
PCT

O : CM, TD. 110/70 mmHg


15-07-
Inj.Artesunat 2x1
2018
N : 80X/mnt,
Primakuin 1x1 tab
Hari 3
T : 38℃ subikterik+/+
Omeprazole 2x1 tab

RR : 23x/mnt
Kotrimokzasole 2x1
A : - Malaria Falsiparum Sulfas Feresus (SF)

- B20 Stadium IV Ranitidin 3x1 ampl

- TB Paru Calos 3x1

- Toxoplasma Obsevasi deman

S : Deman berkurang, mual & muntah Nacl 0,9 %

berkurang, mencret berkurang, lemas, sakit


Artesunat (PO
kepala berkurang.

Primakuin (PO)
O : CM, TD. 110/70 mmHg

Kotrimokzasole (PO)
N : 82X/mnt,

16-07- Sulfas Feresus (SF)


T : 37℃ subikterik-/-
2018
PCT (KP)
Hari 4 RR : 22x/mnt

Inje. Ranitidin 3x1


A : - Malaria Falsiparum

Calos 3x1
- B20 Stadium IV

- TB Paru

- Toxoplasma
S : Deman (-), mual (-), muntah (-), mencret (- Artesunat (PO)

), sakit kepala (-), badan mulai sedikit segar.


Primakuin (PO)

O : CM, TD.100/70mmHg
Kortimokzasole (PO)

N : 83X/mnt
PCT (KP)

T : 37℃ subikterik-/-
Ranitidin (PO)
17-07-
RR : 22x/mnt
2018
Sulfas Feresus (SF)
Hari 5
A : - Malaria Falsiparum
Calos (PO)

- B20 Stadium IV
DDR: Negatif

- TB Paru
BOLEH PULANG

- Toxoplasma
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI.

Plasmodium falsiparum adalah salah satu organisme penyebab malaria. Plasmodium ini

merupakan jenis yang paling berbahaya dibanding dengan plasmodium lain yang

menginfeksi manusia seperti P. vivax, P. malariae dan P. ovale. Saat ini Plasmodiun

falsiparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang paling banyak diteliti. Hal

tersebut kerena spesies ini banyak menyebabkan angka kematian dan kesakitan pada

manusia, selain itu juga karena dapat ditumbuhkan dalam jangka waktu yang lama secara

in vitro.1. 2

3.2 EPIDEMIOLOGI.

Penyakit ini pernah diberantas di banyak negara, namun kemudian muncul kembali. Saat

ini malaria berjangkit di 103 negara dan separu penduduk dunia hidup di tempat beresiko

mengalami malaria. Dari 300 juta penduduk yang terjangkit malaria, 3 juta diantaranya

meninggal dunia yang berarti beberapa ratus dalam tiap jamnya. 1

Selain kemunculannya kembali, masalah lainnya adalah resisten parasit terhadap obat

anti malaria dan resisten nyamuk terhadap pestisida. Malaria juga mangacam daerah-

daerah yang sebelumnya bukan daerah endemic malaria, mengancam kesehatan traveler

serta member beban kepada masyarakat. 1


Pada tahun 2006 terjadi kejadian luar biasa malaria dibeberapa daerah . Upaya

penanggulangan baik dengan pengobatan secara massal, survey demam, penyemprotan

rumah, penyelidikan vector penyakit dan tindakan lain telah dilakukan dengan baik.

Beberapa factor yang turut membuat terjadinya KLB ini disebabkan oleh adanya

perubahan lingkungan tempat perindukan potensial semakin meluas atau semakin

bertambah. Salah satu yang menyebabkan KLB (kejadian luar biasa) ini adalah malaria

falsiparum. 2

3.3 PATOGENESIS.

Patogenesis malaria sangat kompleks dan seperti patogenesis penyakit infeksi pada

umumnya melibatkan factor parasit, factor penjamu, factor sosial, dan factor lingkunga.

Ketiga factor tersebut saling terkait satu sama lain dan menentukan manisfestasi klinis

malaria yang bervariasi mulai dari yang terberat seperti malaria serebral sampe infeksi

yang paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik. 2, 3

Pada factor parasit berbagai factor menentukan dalam terjadinya infeksi ini meliputi

resistensi terhadap obat anti malaria, kemampuan parasit dalam menghindari diri dari

respon system imun tubuh host melalui variasi antigenic. Factor yang paling penting dari

parasit adalah pembentukan sitoadherens dan pembentukan roset serta berbagai toksin

dalam malaria. Sitoadherens adalah ikatan antara eritrosit yang terinfeksi dengan endotel

vascular terutama kapiler postvenula, menyebabkan terjadinya sekuestrasi parasit pada

kapiler-kapiler organ. Hal ini menyebabkan eritrosit yang terinfeksi melekat pada kapiler-
kapiler organ tubuh, menimbulkan gangguan aliran darah local dan jika berat akan

menimbulkan iskemia dan hipoksia dengan hasil akhir adalah kegagalan organ. Sedangkan

roseting adalah ikatan antara eritrosit yang terinfeksi dengan beberapa eritrosit yang

terinfeksi membebtuk suatu gumpalan yang disebut roset. Roseting terjadi karena erotrosit

yang terinfeksi melepaskan protein tertentu yang menimbulkan perlekatan dengan eritrosit

yang tidak terinfeksi. Hal ini akan mengakibatkan rusaknya eritrosit lain yang normal

sehingga asupan oksigen menjadi terganggu, terjadi hipoksia organ dan terjadi gagal organ.
1, 2

Toksin parasit sebagian berasal dari parasit sendiri, sebagian berasal eritrosit terinfeksi

yang pecah sewaktu proses skizogoni yang mengeluarkan toksin seperti

glycosyIphosphatidyIinositols (GPI), hemozosin atau yang berasal dari antigen parasit

seperti MSP-1, MSP-2, RAP-1. Toksin tersebut akan merangsang pengeluaran NO dengan

memicu enzim inducible nitric oxide synthase (iNOS). Pengeluaran NO dalam jumlah

berlebihan akan menggangu berbagai fungsi sel tubuh. Kadar NO yang terlalu tinggi juga

akan meningkatkan sitoadherens dan sekuasterasi parasit. 3, 4, 6

Faktor pejamu yang berperan meningkatkan infeksi malaria adalah seperti umur, genetic,

nutrisi, imunitas dan terutama peran dari mediator yang dihasilkan oleh makrofag, limfosit,

leokosit, sel endotel, trombosit akibat rangsangan dari toksin ataupun antigen parasit. Di

daerah endemis stabil, malaria berat terutama malaria serebral umumnya diderita oleh

anak-anak umur 1-4 tahun, setelah itu hanya ditemukan anemia pada usia pubertas

sedangkan pada dewasa umumnya adalah asimtomatik. Hal ini mungkin disebabkan respon

imun terhadap malaria pada anak terbentuk lebih lambat. Di daerah endemis tidak stabil

malaria berat dapat ditemukan hampir pada semua umur. Selain itu ada beberapa penelitian
bahwa orang dewasa non-imun, tetapi orang dewasa non-imun mampu membentuk

imunitas klinik dan parasitologi lebih cepat dibanding anak-anak non imun. 2, 4

Faktor nutrisi mungkin berperan menentukan kepekaan dalam malaria berat. Pada

beberapa penelitan malaria berat sangat jarang ditemukan pada anak-anak. Defisiensi besi,

riboflavin, PABA mungkin mempunyai efek protektif terhadap malaria berat karena

kekurangan zat gizi tersebut akan menghambat pula pertumbuhan parasit. 1

3.4 GEJALA KLINIS.

Gejala klinis malaria meliputi keluhan dan tanda klinis yang merupakan petunjuk

penting dalam diagnosis malaria. Gejala klinis tersebut dipengaruhi oleh strain

plasmodium, imunitas tubuh dan jumlah parasit yang menginfeksi. Gejala tersebut juga di

pengaruhi oleh endemisitas tempat infeksi (berhubungan dengan imunitas) dan pengaruh

pemberian pengobatan profilaksis atau pengobatan yang tidak adekuat. Gejala plasmodium

falsiparum umumnya lebih berat dan lebih akut dibandingkan dengan jenis lain, sedangkan

oleh gejala oleh plasmodium malariae dan P. Ovale ditemukan paling riangan. 4

Gelaja-gejala prodormal malaria hampir sama dengan penyakit infeksi lain, yaitu

adanya lesu, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri tulang dan otot, anorexia,

perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin dipunggung. Keluhan ini

dapat sering terjadi pada infeksi P. Vivax dan P. Ovale sedangkan P. Falciparum dan P.

Malariae gejala ini dapat tidak jelas bahkan dapat muncul mendadak. Setelah itu dapat

terjadi gejala khas Trias Malaria yang secara berurutan, yaitu menggigil, demam,

berkeringat. Trias malaria ini dapat berulangsung 6-10 jam dan lebih sering terjadi pada
infeksi P. Vivax, P. Falciparum, Menggigil dapat berlangsung lebih berat ataupun tidak

ada. Periode bebas panas pada P.falciparum berlangsung 12 jam, pada P. Vivax dan P.

Ovale berlangsung 36 jam, pada P. malariae berlangsung 60 jam. 1, 2

Beberapa gejala klinis khas dari keempat jenis parasit yang menyebabkan malaria antara lain:

Plasmodium Manisfestasi klinis.

Gejala gastrointestinal (mual muntah ), hemolisis,anemia,ikterus,

hemoglobinuria, syok, algid malaria.


Falciparum
Gejala serebral (sakit kepala, kejang, edema paru, hipoglikemi, gagal ginjal

akut, kelainan retina, kematian.

Vivax Anemia kronik, splenomegali, rupture limpa.

Ovale Sama dengan vivax.

Malariae Splenomegali menetap, limpa jarang rupture, sindrom nefrotik.

3.5 DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN.

Diagnosis malaria yang cepat dan tepat merupakan hal yang sangat diperlukan dalam

penatalaksanan kasus malaria . hal tersebut terutama berhubungan dengan infeksi P.

falciparum yang dapat menyebabkan malaria berat ataupun malaria dengan komplikasi.
Bagi seorang dokterf umum anamnesis adanya riwayat bepergian ke daerah endemis

malaria selama lebih kurang 2 minggu sebelum timbul gejala klinis dapat sangat membantu

dalam diagnosis. Gejala klinis yang khas antar lain demam tinggi yang dapat disertai

gangguan kesadaran , ikterik, gangguan berkemih, muntah-mintah hebat, pembesaran

limpa dan trias malaria dapat terjadi pada seseorang yang baru pertama terinfeksi malaria.

Bagi orang yang bertempat tinggal didaerah endemis biasanya penderita sudah mempunyai

kekebalan walaupun tidak spesifik sehingga gejalanya hanya berupa demam, sakit kepala,

lemah, kadang menggigil, dan sebagainya.

Meskipun anamnesis dan pemeriksaan fisis sangat mendorong ke arah malaria,

diagnosis pasti tetap harus ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Bila pada

hapusan darah dan laboratorium terdapat plasmodium dan antibody terhadap malaria maka

diagnosis pasti malaria dapat ditegakkan. Bila pada hapusan darah dan laboratorium

negative, maka pemeriksaan perlu dilakukan berulang-ulang. Kadang-kadang diperlukan

pemeriksaan yang sangat sensitive dan spesifik untuk deteksi Plasmodium seperti melalui

Moleculer Assay, ELISA, dan PCR, pemeriksaan PCR sangat berguna pada kasus-kasus

dengan derajat parasitemia yang rendah. 2, 6. 8

Pengobatan terhadap malaria saat ini sudah tidak bisa lagi dengan obat dosis tunggal.

WHO menganjurkan pengobatan kombinasi dalam pengobatan malaria saat ini. Sekarng ini

pengobatan malaria adalah menggunakan kombinasi artemeter + lumefrantrin (coartem)

dengan sediaan 120 mg lumefrantrin dan 20 mg artemeter dengan dosis 2x4 tablet/hari

selama 3 hari. Obat lain adalah kombinasi antara atovakon dan proguanil (malarone)

dengan sediaan atovakon 1000 mg/hari dan proguanil 400 mg/hari untuk orang dewasa
selama 3 hari . untuk pencegahan dapat digunakan dosis atovakon 250 mg dan proguanil

100 mg/hari. 1, 6, 7

3.6 DEFINISI HIV.

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul

akibat menurunnya sistem kekebalan tunuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi human

immunodeficiency virus (HIV). AIDS ini bukan merupakan suatu penyakit saja, tetapi

merupakan gejala-gejala yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis mikroorganisme

seperti, infeksi bakteri, virus, jamur, bahkan timbulnya keganasan akibat menurunnya daya

tahan tubuh penderita.

3.7 ETIOLOGI HIV.

Virus HIV termasuk kedalam famili Retrovirus sub familli Lentivirinae. Virus familli

ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini menyebabkan

retrovirus mampu mengubah informasi genetiknya kedalam bentuk yang terintegrasi di

dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap kali sel yang dimasuki

retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan. Virus HIV akan

menyerang Limfosit T yang mempunyai marker permukaan seperti sel CD4+, yaitu sel

yang membantu mengaktivitasi sel B, killer cell, dan makrofag saat terdapat antigen target

khusus. Sel CD4+ adalah reseptor pada limfosit T yang menjadi target utama HIV. HIV

menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul

HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T. secara tidak langsung,
lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti p24 berinteraksi dengan

CD4+ yang kemudian akan menghambat aktivitas sel yang mempresentasikan antigen.

HIV memiliki struktur daras berupa partikel inti (core), protein matriks, dan selubung

virus (envelope) yang merupakan pembentuk membran sel host. Selubung virus tersusun

atas dua lapis lemak dan beberapa protein yang tertanam pada selubung virus, protein

membentuk struktur paku yang terdiri glikoprotein 41 (gp41) yang menembus membran

virus. Glikoprotein luar berfungsi untuk perlekatan dengan reseptor sel inang saat proses

infeksi dan glikoprotein transmembran sangat diperlukan untuk proses fusi. Protein matriks

HIV terdiri dari protein p17 dan terletak antara selubung dan inti. Sedangkan inti virus

terdiri dari protein p24 yang mengelilingi dua untai tunggal RNA HIV dan enzim yang

diperlukan untuk replikasi HIV, seperti reverse transcriptase, protease, ribonuklease, dan

integrase .

3.8 EPIDEMIOLOGI HIV-AIDS.

Joint Unite National Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) melaporkan sampe

akhir tahun 2012, penderita yang hidup dengan HIV diperkirakan sebanyak 35,3 juta

penderita yang terdiri 32,1 juta penderita kategori dewasa, 17,7 juta kategori wanita, dan

3,3 juta kategori anak di bawah 15 tahun. Penderita HIV baru pada tahun 2012 dilaporkan

berupa 2,3 juta penderita yang terdiri dari 2 juta penderita kategori dewasa dan 260.000

penderita kategori anak dibawah 15 tahun. Total kematian yang disebabkan AIDS pada

tahun 2012 dilaporkan sebanyak 1,6 juta penderita yang terdiri dari 1,6 juta penderita

kategori dewasa dan 210.000 penderita kategori anak dibawah 15 tahun.


Kasus HIV-AIDS di Indonesia terus meningkat, kementrian Kesehatan melaporkan

kasus HIV sampe akhir September 2013 sebanyak 118.787 kasus dengan daerah jumlah

infeksi HIV tertinggi yaitu DKI Jakarta sebanyak 27.207 kasus dikuti Jawa Timur

sebanyak 15.233 kasus, Papua sebanyak 12.767 kasus dan Jawa Barat sebanyak 9.267

kasus.

Kasus AIDS dilaporkan sampai akhir September 2013 sebanyak 45.650 kasus

dengan daerah jumlah infeksi AIDS tertinggi yaitu Papua sebanyak 7.795 kasus diikuti

Jawa Timur sebanyak 7.714 kasus, DKI Jakarta sebanyak 6.299 kasus dan Jawa Barat

sebanyak 4.131 kasus.

Gambar 4. Jumlah kasus HIV-AIDS yang dilaporkan pertahun sampai dengan Juni 2013.
Kasus HIV-AIDS di Provinsi Jawa Tengah juga terus meningkat, sampai dengan tahun

2012 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan kasus HIV di Jawa Tengah

sebanyak 5.406 kasus dan kasus AIDS sebanyak 2.990 kasus. Menurut Dinas Kesehatan

Jawa Tengah kasus HIV-AIDS tertinggi adalah kota Semarang.


Gambar 5. Jumlah kasus baru HIV-AIDS dan kematian karena AIDS Provinsi Jawa

Tengah tahun 2008-2012.

Gambar 6. Persentase kasus baru AIDS menurut jenis kelamin Provinsi Jawa Tengah

tahun 2012.

3.9 PENULARAN HIV-AIDS.

Penularan HIV umumnya melalui kontak seksual (heteroseksual dan homoseksual),

transfusi darah, dan penularan ibu ke anak. Penularan ibu ke anak dapat terjadi saat

persalinan, perinatal, dan air susu ibu. Setelah 30 tahun penelitian, tidak ada bukti bahwa

HIV menular melalui kontak kulit ataupun serangga seperti gigitan nyamuk.
3.10 SIKLUS HIDUP HIV-AIDS.

Seperti halnya virus lain, virus HIV hanya dapat bertahan hidup dan memperbanyak

diri di dalam sel. Dengan demikian daur hidup virus HIV dapat dibedakan dalam 4 tahap.

1. Tahap masuknya virus dalam sel Tahap masuknya virus dalam sel inang berkaitan

dengan struktur permukaan virus dan inangnya, penempelan berlangsung karena

adanya muatan listrik yang berlawanan antara molekul gp120 yang memiliki muatan

positif dengan proteoglikan dari lektin permukaan sel yang bermuatan negatif, setelah

terjadi penempelan, gp120 akan melakukan ikatan spesifik dengan molekul CD4 yang

dimiliki sel inang, ikatan ini akan memicu berbagai perubahan struktur molekul

(konformasi) gp120, diantaranya membentuk tempat ikatan untuk molekul koreseptor

kemokin dari jenis C-C Chemokine Receptor type 5 (CCR5) atau C-X-C Chemokine

Receptor type 4 (CXCR4), koreseptor dibutuhkan untuk menginduksi konformasi gp41

yang berada dalam membran dwilapis virus, dan struktur tersebut akan memaparkan

peptida fusi dari molekul gp41 yang akan disusul penyisipan peptida tersebut dalam

membran sel inang (sel TCD4+).

2. Tahap transkripsi mundur dari integrasi genom Dalam memanfaatkan kelengkapan

yang dimiliki sel, genom virus harus digabungkan dengan genom sel inang dengan cara

diintegrasikan melalui penyisipan dalam molekul DNA yang dimiliki inti sel inang.

Tetapi karena genom retrovirus dalam bentuk RNA, maka sebelum diintegrasikan

dalam genom sel inang, molekul RNA harus ditranskripsi mundur menjadi molekul

DNA. Itulah sebabnya dalam inti retrovirus dilengkapi dengan enzim reverse

transcriptase yang diperlukan untuk transkripsi mundur. Dua untaian RNA virus
ditranskripsi mundur menjadi dua untaian complementary Deoxyribonucleic Acid

(cDNA). Pasangan DNA virus ini kemudian pindah dari sitoplasma sel kedalam intinya

dan disisipkan kedalam DNA inang dengan bantuan enzim integrase.27 Genom virus

yang telah menyatu dengan genom sel inang dapat berada dalam keadaan laten atau

aktif. cDNA yang aktif disebut sebagai provirus. Provirus digunakan sebagai pola

cetakan transkripsi menjadi untainan RNA dalam proses replikasi atau biosintesis

protein virus yang diperlukan dalam pertikel virus baru.

3. Tahap replikasi Replikasi salinan virus dimulai dengan proses transkripsi, splicing

messenger Ribonucleic Acid (mRNA) dalam inti, dan translasi pada ribosom dari rough

endoplasmic reticulum (rER) menjadi peptida yang diselesaikan dalam kompleks golgi.

4. Tahap perakitan dan pendewasaan virus Perakitan partikel virus baru pada prinsipnya

berlangsung pada membran sel inang yang terinfeksi. Perakitan komponen-komponen

virus bergantung pada protein sel inang yang disebut HBG8 yang akan mengikat

protein p55 dan mendorong pembentukan inti virus yang belum dewasa. Protein

struktural lain dari virus berkumpul di membran sel bersama dua untaian genom RNA.

Enzim reverse transcriptase, protease dan integrase diintegrasikan menjadi virus yang

belum dewasa. protein struktural utama yaitu p6, menghubungkan daerah membran

plasma yang merupakan tempat berlangsungnya pembentukan partikel virus baru.

Sebelum berlangsungnya pembentukan partikel virus, beberapa faktor restriksi virus

dalam sitoplasma seperti APOBEC3G dapat digabungkan dalam virion. Bersamaan

dengan pembentukan partikel virus muda dari membran sel, terjadi proses proteolisis

kapsid untuk pengembangan virus menjadi dewasa.

3.11 PATOGENESIS HIV-AIDS.


HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki molekul

reseptor membran CD4. Limfosit CD4+ merupakan sasaran yang paling disukai oleh HIV.

Limfosit CD4+ berikatan kuat dengan gp120 HIV sehingga gp41 dapat memerantarai fusi

membran virus ke membran sel. Dua koreseptor permukaan sel, CCR5 dan CXCR4

diperlukan, agar glikoprotein gp120 dan gp41 dapat berikatan denganreseptor CD4+.

Koreseptor ini menyebabkan perubahan-perubahan konformasi sehingga gp41 dapat masuk

ke membran sel sasaran.

Monosit dan makrofag mungkin rentan tehadap infeksi HIV. Monosit dan makrofag

yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoir untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh

virus. HIV bersifat politronik dan dapat menginfeksi beragam sel manusia, seperti sel

Natural Killer (NK), limfosit B, sel endotel, sel epitel, sel langerhans, sel dendritik, sel

mikorglia dan berbagai jaringan tubuh. Setelah virus berfusi dengan limfosit CD4+, maka

berlangsung serangkaian proses kompleks yang apabila berjalan lancar akan terbentuknya

partikel-partikel virus baru dari sel yang terinfeksi.Limfosit CD4+ yang terinfeksi mungkin

tetap laten dalam keadaan provirus atau mungkin mengalami siklus-siklus replikasi

sehingga menghasilkan banyak virus. Infeksi pada limfosit CD4+ juga dapat menimbulkan

sipatogenitas melalui beragam mekanisme termasuk apoptosis (kematian sel terprogram),

anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut), atau pembentukan sinsitium (fusi sel).
3.12 Klasifikasi stadium HIV-AIDS

World Health Organization (WHO) membagi stadium klinis HIV dalam empat

kelas, yaitu:

Tabel 2. Stadium HIV menurut WHO

Stadium Gejala klinis

I a. Asimtomatik (tanpa keluhan dan tanpa

gejala)

b. Limfadenopati generalisata

c. Skala penampilan I (asimtomatik dan

aktivitas normal)

II a. Berat badan menurun < 10%

b. Manifestasi mukokutaneus ringan: dermatitis

seboroik, prurigo, infeksi jamur di kuku,


ulserasi oral berulang, dan chelitis angularis

c. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir

d. Infeksi saluran nafas bagian atas yang

berulang

e. Skala penampilan 2 (simtomatik, aktivitas

normal)

III a. Berat badan >10%

b. Diare kronis lebih dari 1 bulan

c. Demam lebih dari 1 bulan

d. Kandidiasis oral

e. TB paru

f. Infeksi bakteri berat

g. Skala penampilan 3 (pada umumnya lemah

dan kurang dari 50% dalam masa 1 bulan

terakhir terbaring di tempat tidur)

IV a. Wasting , Pneumonia Pneumonitis Carinii

(PCP)

b. Toxoplasmosis otak

c. Diare kriptosporidiosis lebih dari satu bulan,

kriptokokosis ekstra paru, infeksi

Citomegalovirus Avium complex (MAC),

septikemia salmonela nontifoid, TB ekstra

paru limfoma, sarkoma kaposi, dan


ensefalopati HIV

d. Skala penampilan 4 (terbaring di tempat tidur

lebih dari 50% dalam masa satu bulan

terakhir)

3.13 Penatalaksanaan HIV/AIDS

Secara umum penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri atas beberapa jenis yaitu pengobatan

untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV), pengobatan untuk

mengatasi berbagai penyakit infeksi opportunistik menyertai infeksi HIV/AIDS dan

pengobatan suportif.

 Terapi antiretroviral (ARV)


Terapi anti-HIV yang dianjurkan saat ini adalah HAART (Highly-Active

Antiretroviral Therapy), yang menggunakan kombinasi minimal tiga obat antiretroviral.

Terapi ini terbukti efektif dalam menekan replikasi virus (viral load) sampe dengan kadar

di bawah ambang deteksi. Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan

seksama karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Obat ini adalah inhibitor

dari enzim yang diperlukan untuk replikasi virus seperti reverse transcriptase (RT) dan

protease. Inhibitor RT ini terdiri dari inhibitor dengan senyawa dasar nukleosid

(nukleoside-based inhibitor) dan non nukleosid (nonnucleoside-based inhibitor). Obat

ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase inhibitor

(NRTI), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI), protease inhibitor (PI).

Nucleoside Reverse Transcriprase Inhibitor atau NRTI merupakan analog

nukleosida. Obat golongan ini bekrja dengan menghambat enzim reverse transcriptase

selama proses transkripsi RNA virus pada DNA host. Analog NRTI akan mengalami

fosforilasi menjadi bentuk trifosfat, yang kemudian secara kompetatif mengganggu

transkripsi nukleotida. Akibatnya rantai DNA virus akan mengalami terminasi sedangkan

analog NNRTI akan berikatan langsung dengan enzim reverse transkriptase dan

mengaktifkannya. Obat yang termasuk dalam golongan NRTI antara lain Abacavir (ABC),

Zidovudine (AZT), Emtricitabine (FTC), Didanosine (ddI), Lamivudine (3TC), dan

Stavudin (d4T), Tenofovir. Obat yang termasuk NNRTI antara lain Efavirenz (EFV) ,

Nevirapine (NVP), Delavirdine.

Protese Inhibitor (PI) bekerja dengan cara menghambat protease HIV. Setelah

sintesis mRNA dan poliprotein HIV terjadi, tahap selanjutnya protease HIV akan

memecah poliprotein HIV menjadi sejumlah protein fungsional. Dengan memberi PI,
produksi virion dan perlekatan dengan sel pejamu masih terjadi, namum virus gagal

berfungsi dan tidak infeksius terhadap sel. Yang termasuk golongan PI antara lain

Ritonavir (RTV), Atazanavir (ATV), Fos Amprenavir (FPV), Indinavir (IDV), Lopinavir

(LPV), dan Saquinavir (SQV).

Terapi lini pertama yang direkomendasikan WHO adalah kombinasi dua obat

golongan NRTI dengan satu obat golongan NNRTI. Kombinasi ini mempunyai efek yang

lebih baik dibandingkan kombinasi obat yang lain dan membutuhkan biaya yang lebih

sedikit karena terdapat generiknya. Analog thiacytadine (3 TC atau FTC) merupakan obat

pilihan dalam terapi lini pertama. 3 TC atau FTC dapat dikombinasi dengan analog

nukleosida atau nukleosida seperti AZT, TDF, ABC, atau d4T. Didanosin (ddI) merupakan

analog adenosine direkomendasikan untuk terapi lini kedua.

 Evaluasi pengobatan

Evalusi pengobatan dapat dilihat dari jumlah CD4+ didalam darah dan dapat

digunakan untuk memantau beratnya kerusakan kekebalan tubuh akibat HIV. Kegagalan

terapi dapat dilihat secara klinis dengan menilai perkembangan penyakit secara imunologis

dengan menghitung CD4+ dan atau secara virologi dengan mengukur viral-load.

Kegagalan terapi terjadi apabila terjadi penurunan jumlah CD4+.

 Konseling dan Edukasi

Konseling dan edukasi perlu diberikan segera setelah diagnosa HIV/AIDS

ditegakkan dan dilakukan secara berkesinambungan. Bahkan, konseling dan edukasi


merupakan pilar pertama dan utama dalam penatalaksanaan HIV/AIDS, karena

keberhasilan pencegahan penularan, pengendalian kepadatan virus dengan ARV,

peningkatan CD4, pencegahan dan pengobatan IO dan juga komplikasi lainnya akan

berhasil jika konseling dan edukasi berhasil dilakukan dengan baik. Pada konseling dan

edukasi perlu diberikan pemahan tentang psikososial kepada ODHA agar mereka mampu

mengerti, percaya diri dan tidak takut dengan status dan perjalanan HIV/AID, cara

penularan, pencegahan dan juga pengobatan HIV/AIDS. Semuanya ini akan memberi

keuntungan bagi ODHA dan lingkungannya.

3.14 Prognosis

Para peneliti telah mengamati dua pola umum penyakit pada anak yang terinfeksi

HIV. Sekitar 20% dari anak-anak mengembangkan penyakit serius pada tahun pertama

kehidupan, sebagian besar anak-anak ini meninggal pada usia 4 tahun. Perempuan yang

terinfeksi HIV dan terdeteksi dini serta menerima pengobatan yang tepat, bertahan lama

dari pada pria. Orang tua yang didiagnosis HIV tidak hidup selama orang muda yang

memiliki virus ini. Meskipun ada upaya yang signifikan, namun tidak ada vaksin yang

efektif terhadap HIV. Oleh kerena itu, hal ini dapat berakibat fatal jika tidak ada

pengobatan.

3.1 TUBERKULOSIS PARU.

1) Definisi.
Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan

kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi

bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh

pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular

melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.

2) Klasifikasi.

Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

a) Tuberkulosis Paru.

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.

tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

b) Tuberkulosis Ekstra Paru.

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,

selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,

kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb Paru:

a) Tuberkulosis Paru BTA Positif.

 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan

setelah pemberian antibiotika non OAT.

b) Tuberkulosis Paru BTA Negatif.

Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi:

 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.

 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:

a) Kasus Baru.

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b) Kasus Kambuh (Relaps).

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.

c) Kasus Setelah Putus Berobat (Default).

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan

BTA positif.
d) Kasus Setelah Gagal (Failure).

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

e) Kasus Lain.

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini

termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif

setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

2. EPIDERMIOLOGI.

A. Personal.

1) Umur.

Tb Paru Menyerang siapa saja tua, muda bahkan anak-anak. Sebagian besar

penderita Tb Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50 tahun. Data WHO

menunjukkan bahwa kasus Tb paru di negara berkembang banyak terdapat pada umur

produktif 15-29 tahun. Penelitian Rizkiyani pada tahun 2008 menunjukkan jumlah

penderita baru Tb Paru positif 87,6% berasal dari usia produktif (15-54 tahun)

sedangkan 12,4 % terjadi pada usia lanjut (≤ 55 tahun).

2) Jenis Kelamin.

Penyakit Tb Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan

perempuan. Tb paru menyerang sebagian besar laki-laki usia produktif.

3) Stasus Gizi.

Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang menetukan fungsi seluruh sistem

tubuh termasuk sistem imun.Sistem kekebalan dibutuhkan manusia untuk


memproteksi tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh

`mikroorganisme. Bila daya tahan tubuh sedang rendah, kuman Tb paru akan mudah

masuk ke dalam tubuh. Kuman ini akan berkumpul dalam paruparu kemudian

berkembang biak.Tetapi, orang yang terinfeksi kuman TB Paru belum tentu

menderita Tb paru. Hal ini bergantung pada daya tahan tubuh orang tersebut. Apabila,

daya tahan tubuh kuat maka kuman akan terus tertidur di dalam tubuh (dormant) dan

tidak berkembang menjadi penyakt namun apabila daya tahan tubuh lemah makan

kuman Tb akan berkembang menjadi penyakit.

Penyakit Tb paru Lebih dominan terjadi pada masyarakat yang status gizi rendah

karena sistem imun yang lemah sehingga memudahkan kuman Tb Masuk dan

berkembang biak.

B. Tempat.

1) Lingkungan.

TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang ditularkan melalui

udara. Keadaan berbagai lingkungan yang dapat mempengaruhi penyebaran Tb paru

salah satunya adalah lingkungan yang kumuh,kotor. Penderita Tb Paru lebih banyak

terdapat pada masyarakat yang menetap pada lingkungan yang kumuh dan kotor.

2) Kondisi Sosial Ekonomi.

Sebagai penderita Tb paru adalah dari kalangan miskin. Data WHO pada tahun 2011

yang menyatakan bahwa angka kematian akibat Tb paru sebagaian besar berada di

negara yang relatif miskin.


C. Waktu.

Penyakit Tb paru dapat menyerang siapa saja, dimana saja, dan kapan saja tanpa

mengenal waktu. Apabila kuman telah masuk ke dalam tubuh pada saat itu kuman akan

berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya Tb paru.

3. ETIOLOGI.

Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga

dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA) 4. Sumber penularan adalah penderita

tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke

udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat

bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau

droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke

dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari

paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran

langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan

oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil

pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif

(tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi

tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara

tersebut.
4. DIAGNOSIS.

Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis, mikrobiologi,

radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis nasional, penemuan BTA melalui

pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama6. Pemeriksaan lain seperti

radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang

sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan

pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada

TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

A. Gejala.

a) Gejala Sistemik/Umum

 Penurunan nafsu makan dan berat badan.

 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam

hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza

dan bersifat hilang timbul.

b) Gejala Khusus

 Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat

penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara

nafas melemah yang disertai sesak.


 Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit

dada.

B. Tanda.

Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan

kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau dapat

ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik paru

tersebut dapat berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas

bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru. Pada lesi luas dapat pula

ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea ke sisi paru yang terinfeksi, tanda

konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau tanda adanya penebalan pleura.

5. PATOGENESIS.

Sumber penularan Tb Paru adalah penderita Tb BTA+ ,Pada waktu

batuk/bersin,penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dropler (percikan dahak).

A. Infeksi Primer.

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan

paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau

afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda

dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah

bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran

kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan

limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan

mengalami salah satu nasib sebagai berikut:

a) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution adintegrum)


b) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,

sarang perkapuran di hilus)

c) Menyebar dengan cara perkontinuitatum menyebar kesekitarnya.

1. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan

bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar

sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat

atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat

ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang

atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.

2. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru

sebelahnya atau tertelan.

3. Penyebaran secara hematogen dan limfogen.

Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman.

Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak

terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup

gawat seperti itu berkulosismilier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis

Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh

lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi

dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan:

 Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang

pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma).


Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.


Gambar 2. Skema Patogenesis Infeksi Primer Tb paru

B. Infeksi Post Primer.


Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah

tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer

mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized

tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang

terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber

penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak

di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya

berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu

jalan sebagai berikut:

a) Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacatSarang tersebut akan meluas

dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis.

Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.

Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan

menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

b) Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan

muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,

kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan

menjadi:

 Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini

akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas.

 Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.

Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif

kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.


Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh

dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai

kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate

shaped).
6. PENATALAKSANAAN.

Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi

kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan asam yang sifatnya berbeda

dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila

terpajan dengan satu obat. Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang

cepat membelah dibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat

membelah yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat dibandingkan

antibakteri lain:
Jenis

obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Streptomisin, Etambutol. Jenis obat

tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin, Amikasin, Kuinolon


Tabel 4. Jenis Dan Obat OAT

Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu 14:

1) Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari

(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam

seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:

 Penderita baru TBC paru BTA positif.

 Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

2) Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada :

 Penderita kambuh.

 Penderita gagal terapi.

 Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

3) Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif(10).

4) Kategori 4: RHZES
Diberikan pada kasus Tb kronik.
Tabel 5 Paduan pengobatan Tb paru

7. KOMPLIKASI.

Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.Komplikasi-

komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.

2) Komplikasi pada stadium lanjut:

Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:

a) Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan

kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik

b) Kolaps lobus akibat sumbatan duktus

c) Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat

pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru

d) Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah

e) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan sebagainya

3.1 Toxoplasma.

I. Defenisi.

Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa obligat intraselular yang menginfeksi

burung dan beberapa jenis mamalia terutama kucing, di seluruh dunia. Infeksi toxplasma

gondii pada manusia dapat terjadi apabila mengkonsumsi patogenini dalam bentuk kista

(bradozoit) dalam daging yang telah terinfeksi dan tak dimasak dengan baik, lewat

kontak dengan sel-sel oosit dalam feses kucing/binatang lain yang terinfeksi atau
diperoleh secara kongenital lewat transfer transplasental. Ookista dalam feses kucing

dapat bertahan hingga bertahun-tahun (Juanda,2006). Imunitas ibu memberikan efek

perlindungan terhadap infeksi intrauterin, oleh karena itu toxoplasmosis kongenital hanya

dapat terjadi apabila infeksi terjadi pada saat kehamilan. Salah satu penelitian

mendapatkan data bahwa 1/3 wanita Amerika Utara telah memperoleh antibodi yang

bersifat protektif sebelum kehamilan, dan angka ini lebih tinggi pada mereka yang

memiliki kucing sebagai binatang peliharaan. Toksoplasmosis akut diperkirakan

terjadidalam 1-5 dari 1000 kehamilan. Resiko infeksi janin meningkat sesuai usia

kehamilan, tetapi secara keseluruhan mencapai 50% (Dr.I Made Arya,2009).

A. Penularan Toxoplasma Gondii.

Penularan toxoplasma adalah sebagai berikut, hewan yang terinfeksi toxoplasma hanya

menyebarkan ookista dalam jangka waktu tertentu, yaitu sekitar 10 hari sejak terinfeksi.

Setelah 10 hari jumlah ookista yang disebarkan biasanya sangat sedikit dan mempunyai

resiko penularan yang sangat kecil. Manusia atau hewan dapat tertular bila menelan kista

atau ookista toxoplasma. Kista atau ookista ini bersifat seperti telur. Telur yang tertelan

tersebut akan menetas dan berkembang di dalam tubuh hewan atau manusia. Kista tersebut

dapat hidup dalam otot (daging) manusia dan berbagai hewan lainnya. Penularan juga dapat

terjadi bila hewan atau manusia tersebut memakan daging mentah atau daging setengah

matang yang mengandung kista toxoplasma. Kista toxoplasma juga dapat hidup di tanah

dalam jangka waktu tertentu (bisa sampai 18 bulan). Dari tanah ini toxoplasma dapat
menyebar melalui hewan, tumbuh-tumbuhan atau sayuran yang kontak dengan kista tersebut.

Dan juga toxoplasma ditertularkan dari berbagai cara antara lainya sebagai berikut:

1. Tertelannya ookista infektif yang berasal dari kucing.

2. Tertelanya kista jaringa atau kelompok takizoid yang terdapat didalam daging mentah

atau pun yang dimasak kurang sempurna.

3. Melalui placenta.

4. Kecelakan dilaboratorium karena terkontaminasi melalui luka.

5. Penyuntikan merozid secara tidak sengaja.

6. Tranfusi leukosit penderita toxoplasma (Gandahusada,2006).

B. Gejala Toxoplasma Gondii.

Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga penderita sering tidak

menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi. Tetapi sekali terkena infeksi toksoplasma

maka parasit ini akan menetap (persisten) dalam bentuk kista pada organ tubuh penderita

selama siklus hidupnya. Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah pembesaran

kelenjar getah bening (limfe) dikenal sebagai limfadenopati, yang dapat disertai demam.

Kelenjar limfe di leher adalah yang paling sering terserang. Gejala toksoplasmosis akut yang

lain adalah demam, kaku leher, nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (arthralgia), ruam kulit, gidu

(urticaria), hepatosplenomegali atau hepatitis. Wujud klinis toksoplasmosis yang paling

sering pada anak adalah infeksi retina (korioretinitis), biasanya akan timbul pada usia remaja

atau dewasa. Pada anak, juling merupakan gejala awal dari korioretinitis. Bila makula

terkena, maka penglihatan sentralnya akan terganggu. Pada penderita dengan imunodefisiens
seperti penderita cacat imun, penderita kanker, penerima cangkok jaringan yang mendapat

pengobatan imunosupresan, dapat timbul gejala ringan sampai berat susunan saraf pusat

seperti ensefalopati, meningoense-falitis, atau lesi massa otak dan perubahan status mental,

nyeri kepala, kelainan fokal serebral dan kejang-kejang, bahkan pada penderita AIDS

seringkali mengakibatkan kematian. (Zrofikoh, 2008).

Toxoplasma dapat masuk ke dalam tubuh manusia dalam berbagai cara. Pertama, secara

tidak sengaja menelan tinja kucing yang di dalamnya terdapat telur toxoplasma. Cara ini

banyak tidak disadari, misalnya menyentuh mulutdengan tangan yang telah berkontaminasi

seperti sehabis berkebun, membersihkan tempat makan kucing atau barang-barang lain yang

sudah terkontaminasi. Kedua, parasit ini juga dapat masuk jika mengkonsumsi daging hewan

yang telah terkontaminasi dan tidak dimasak secara matang. Bentuk kista dari parasit ini

dapat masuk bersama daging hewan tadi. Ketiga, masuk lewat air yang telah terkontaminasi.

Dan yang jarang, jika Anda menerima transparansi organ atau transfusi darah dari donor

yang telah terkontaminasi. Jika dalam keadaan sehat, umumnya penyakit ini tidak

menimbulkan gejala apa-apa atau menyerupai sakit influenza biasanya disertai pembesaran

kelenjar getah bening regional yang nyeri. Gejala yang berat mungkin terjadi seperti

kerusakan otak dan mata yang terutama terjadi pada penderita kekurangan daya tahan tubuh

seperti HIV/AIDS atau penyakit keganasan (Dr. I Made Arya, 2009).

C. Pencegahan Toxoplasma Gondii.

Pencegahan toxoplasma gondii itu sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti :

1. Hindari mengkonsumsi daging mentah atau setengah matang, serta buah dan sayuran

yang belum dicuci.


2. Hindari mengosok mata atau menyentuh muka ketika sedang menyiapkan makanan.

3. Cuci alas memotong, piring, serta alat memasak lainnya dengan air panas dan berbusa

setelah kontak dengan daging mentah.

4. Masak air sampai mendidih serta hindari meminum susu yang belum di pasteurisasi.

5. Sedapat mungkin kendalikan serangga-serangga yang dapat menyebarkan kotoran kucing

seperti, lalat dan kecoak

6. Jika Anda memiliki hewan peliharaan kucing, jangan biarkan Anda berkeliaran di luar

rumah yang memperbesar kemungkinan kontak dengan toxoplasma.

7. Mintalah anggota keluarga lain untuk membantu Anda membersihkan kucing Anda

termasuk memandikannya, mencuci kandang, tempat makannya.

8. Beri makan kucing Anda dengan makananan yang sudah dimasak dengan baik.

9. Lakukan pemeriksaan berkala terhadap kesehatan kucing Anda.

10. Gunakan sarung tangan plastik ketika Anda harus membersihkan kotoran kucing,

sebaiknya dihindari.

11. Cuci tangan sebelum makan dan setelah berkontak dengan daging mentah, tanah atau

kucing.

12. Gunakan sarung tangan plastik jika Anda berkebun terutama jika terdapat luka pada

tangan Anda (Pandu, 2010).

D. Pengobatan Toxoplasma Gondii.

Untuk mengendalikan infeksi yang persisten ini, umumnya diperlukan reaksi imun tubuh

yang memadai (adekuat). Penderita toksoplasma dengansistem imun yang normal tidak
memerlukan pengobatan, kecuali ada gejala gejala yang berat atau berkelanjutan.

Toksoplasmosis pada penderita imunodefisiensi harus diobati karena dapat mengakibatkan

kematian.

Toksoplasmosis pada ibu hamil perlu diobati untuk menghindari toksoplasmosis bawaan

pada bayi. Obat-obat yang dapat digunakan untuk ibu hamil adalah spiramisin 3 gram/hari

yang terbagi dalam 3-4 dosis tanpa memandang umur kehamilan, atau bilamana

mengharuskan maka dapat diberikan dalam bentuk kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin

setelah umur kehamilan di atas 16 minggu (Sasmita, 2007). Lebih lanjut disampaikannya

bahwa pencegahan merupakan faktor utama dalam mengurangi prevalensi toxoplasmosis

pada manusia. Untuk menghindari penularan toxoplasma melalui oosit infektif dapat

dilakukan dengan beberapa cara, antara lain, selalu menjaga kebersihan hewan kesayangan

(kucing diketahui sebagai induk semang definitif toxoplasma), tidak memberikan daging

mentah pada kucing piaraan, dan mencuci buah serta sayur sebelum dikonsumsi. Sementara

itu, untuk mencegah penularan toxoplasma melalui sista dapat dilakukan dengan mencuci

daging sebelum dimasak dan mengurangi mengonsumsi daging setengah matang (Rilis,

2008).


BAB IV

PEMBAHASAN

Infeksi malaria adalah infeksi yang disebabkan oleh plasmodium dengan gejala mirip

infeksi oleh virus yang biasa didahului dengan demam mendadak tinggi dan gejala prodormal

lainnya. Namun beberapa individu mungkin memiliki antibody yang cukup kuat sehingga gejala

klinis yang terjadi tidaklah khas untuk suatu infeksi. Tabel dibawah ini adalah pembahasan

mengenai gejala yang terjadi pada pasien dengan infeksi malaria yang dibandingkan dengan teori

yang sesuai.

N
Analisa Kasus Analisa Teori
O

Demam tinggi dirasakan kurang lebih 3 Malaria yang disebabkan oleh plasmodium

hari sebelum masuk rumah sakit. Demam falciparum mempunyai pola demam,
1.
tiba-tiba berlangsung tinggi, mendadak. menggigil, berkeringat, yang dapat terjadi

Pada hari yang sama pasien merasakan lebih sedikit dalam satu hari. Dapat juga
demamnya turun dan merasa dingin sekitar terjadi nyeri kepala yang sangat menonjol,

pada sore hari. Saat menjelang malam juga dijumpai nyeri dada, antralgia atau diare,

pasien mengalami keringat yang banyak tidak ada kaku kuduk atau fotofobi. Gejala

dan membasahi hampir seluruh tubuhnya. gastrointestinal (mual-muntah)sering terjadi

Keesokan harinya pasien kembali pada infeksi Plasmodium falciparum in

merasakan demam lagi seperti

sebelumnya. Pasien merasakan pegal

keseluruhan tubuhnya dan terutama rasa

pegal ini dirasakan pada sendi-sendi besar.

Pasien juga mengeluh pusing pada

kepalanya. Pusing ini dirasakan seperti

kepala diikat dan kepala terasa kaku.

Pasien juga mengalami mual munata

sebanyak 3 kali sehari.

Anemis +/+, sianosi -/-, ikteri +/+, Infeksi P. falciparum dapat menyebabkan

splenomega (-), shufner (-), simetris, ikut hematokrit ≤15%, Hb≤50g/L dan bahkan

gerak nafas, Rho -/-, whe +/+, redup, BJ I- dapat terjadi ikterik akibat pemecahan eritrosit

II reguler, gallop -/-, mumur -/-. cekung, ini maka limpa sebagai organ retikulosit dan

2. bising usus (+), hepar/lien tidak teraba, destruksi akan meningkat kerjanya sehingga

tympani. Akral hangat, udem kedua menjadi hipertrofi.

tungkai tangan dan kaki -/-, crt ≤ 2”,

sianosis (-), jejas (-). hasil lab : WBC; 3.4

LED; 95-101 SGOT; 37 SGPT; 13


Natrium; 131,7 Kalium; 3,99 Clorida;

100,3 GDS; 104 DDR; PF (+)

Urin tampung 2.500 cc/24 jam Pada infeksi P. falciparum, dapat terjadi gagal

ginjal akut dengan produksi urin ≤400 cc/24


3.
jam.

Hapusan darah tepi +1 plasmodium + = 1-10 parasit stad. Aseksual per

falciparum lap. Pandang ++ = 11-100 parasit stad.

4. Aseksual per lap. Pandang +++ = 1-10 parasit

stad. Aseksual per 1 lap. Pandang ++++ = 11-

100 parasit stad. Aseksual per 1 lap. pandang

Prognosis

Pada pasien dalam laporan kasus ini adalah contoh dari infeksi malaria oleh P.

Falciparum dengan gejala klinis yang tidak begitu berat. Artinya tidak selamanya infeksi

malaria oleh P. Falciparum yang bisa dikenal dengan infeksi malaria berat dapat terjadi setiap

orang sebab hal ini bergantung pada beberapa hal yaitu faktor parasit sendiri, derajat imunitas

host dan keadaan lingkungan sekitar. Untuk pasien ini prognosisnya adalah dubia ad bonam.
Human Immunodeficiency Virus termasuk dalam golongan retrovirus dengan subgrup

lentivirus, yang dapat menyebabkan infeksi secara lambat dengan masa inkubasi yang panjang.

Virus tersebut akan menginfeksi dan membunuh limfosit T-helper (CD4), dan menyebabkan

host kehilangan imunitas seluler dan memiliki probabilitas yang besar untuk terjadi infeksi

oportunistik. Sel-sel lain, seperti makrofag dan monosit yang memiliki protein CD4 pada

permukaannya juga dapat terinfeksi oleh HIV. Replikasi virus HIV yang terjadi secara cepat

berkaitan dengan mutasi yang berkontribusi dalam ketidak mampuan antibodi tubuh untuk

menetralisis virus dalam satu waktu secara bersamaan. Hal ini diduga disebabkan oleh

replikasi virus yang persisten dan kekalahan respon sel limfosit T sitotosik. Prinsip target

antibodi dalam menetralisis HIV adalah protein gp20 dan gp41 pada selubung (envelope) virus

HIV.

Anamnesa:

Pasien datang dengan keluhan demam sejak kurang lebih 3 hari yang lalu disertai mual

muntah 3x sehari, ditambah buang-buang air 3x dalam sehari, dan batuk-batuk kurang lebih 2

minggu, keringat dingin dimalam hari, pasien mengalami nafsu makan menurun. Pasien

mengeluh nyeri dan reaksi kaku pada perut bagian bawah, karena sensasi nyeri dan reaksi pada

perutnya, pasien juga mengalami penurunan berat 5 kg sebelum msk rumah sakit. Pasien

mengkomsumsi obat OAT sduah 3 bulan, pasien membawah diri kepuskesmas terdekat karena

deman, mual-muntah, dan mencretnya. dan diberi obat paracitamol 500 mg dan ranitidin 500

mg. namun demam yang dirasakan tidak mengalami perubahan. Akhirnya pasien membawah

diri ke rumah sakit umum


Pemeriksaan fisik

Tidak ada gejala fisik yang spesifik pada infeksi HIV, gejala ringan mungkin muncul

pada masa serokonversi berupa flu-like syndrom, pada kondisi yang lebih berat dapat

ditemukan tanda-tanda infeksi oportunistik. Pada pemeriksaan fisik : kadaan umu tampak

lemah dan agak pucat, keadaan umum pasien tanpak sakit berat, TB: 165 CM, BB: 50. tanda-

tanda vital: TD. 100/60 mmHg, Nadis. Lemah, 85x/menit, SB: 37,5 ℃, RR: 25x/mnt,

Pada pemeriksaan bermakna:

Kepala/Leher: normochepal, konjungtiva anemis (+), sklera subikteri, mata cekung. oral

candidiasis (+), bibir kering

Thorax: vesikuler+/+, rhonki+/+ basah kasar, wheezing -/-.

Jantung: S1S2 reguler, mumur(-), gallop(-)

Abdomen: supel , nyeri tekan (-), bising usus (+) ↑, turgor cukup

Ekstremitas: akral hangat, edema (-), CRT<2”, terdapat ruam-ruam (+), bersisik.

Pemeriksan Penunjang

HB : 6,2 gr/dL

WBC : 3,4

Creatinin : 0,7 mg/dL

Ureum : 27 mg/dL

SGOT : 26

SGPT : 11

Penatalaksanaan HIV/AIDS
Secara umum penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri atas beberapa jenis yaitu pengobatan

untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV), pengobatan untuk

mengatasi berbagai penyakit infeksi opportunistik menyertai infeksi HIV/AIDS dan pengobatan

suportif.

Konseling dan edukasi perlu diberikan segera setelah diagnosa HIV/AIDS ditegakkan

dan dilakukan secara berkesinambungan. Bahkan, konseling dan edukasi merupakan pilar

pertama dan utama dalam penatalaksanaan HIV/AIDS, karena keberhasilan pencegahan

penularan, pengendalian kepadatan virus dengan ARV, peningkatan CD4, pencegahan dan

pengobatan IO dan juga komplikasi lainnya akan berhasil jika konseling dan edukasi berhasil

dilakukan dengan baik. Pada konseling dan edukasi perlu diberikan pemahan tentang psikososial

kepada ODHA agar mereka mampu mengerti, percaya diri dan tidak takut dengan status dan

perjalanan HIV/AID, cara penularan, pencegahan dan juga pengobatan HIV/AIDS. Semuanya ini

akan memberi keuntungan bagi ODHA dan lingkungannya.

Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan

keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam

paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan

menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan

Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.

Anamnesa :

 Perlu ditanyakan batuk berapa lama, Penurunan nafsu makan dan berat badan.

 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.


 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai

keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

Gejala Khusus

 Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat

penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara

nafas melemah yang disertai sesak.

 Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit

dada.

Pemeriksaan Fisik

 Demam ( pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali)

 Respirasi meningkat, berat badan menurun, (BMI Pada umumnya ,18,5)

 Terdapat suara nafas bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara nafas melemah di apex paru,

tergangtung luas lesi dan kondisi pasien

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan

pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan

diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam

dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagisewaktu (SPS).


a) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung

pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua.

b) P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun

tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.

c) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi hari.

Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan

mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan

pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana pewarnaannya dilakukan dengan auramin-

rhodamin (khususnya untuk penapisan).

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spe sifik untuk

Tb paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua dibutuhkan. Data ini

dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan penderita,

sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta

kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar

limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh pende rita. LED sering meningkat pada

proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak me nyingkirkan diagnosa TBC.

Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi ialah

foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum

SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan

positif perlu dilakukan foto toraks bila:

 Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)

 Hemoptisis berulang atau berat


 Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +

Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran

radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif:

 Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen

superior lobus bawah paru.

 Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular.

 Bayangan bercak milier.

 Efusi Pleura

Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif:

 Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau segmen

superior lobus bawah.

 Kalsifikasi.

 Penebalan pleura.

Penatalaksanaan .

Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi

kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan asam yang sifatnya berbeda

dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila

terpajan dengan satu obat. Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang

cepat membelah dibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat

membelah yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat dibandingkan

antibakteri lain:

Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Streptomisin, Etambutol.

Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin, Amikasin, Kuinolon.

Komplikasi

Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.Komplikasi-

komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan menjadi dua, yaitu:

 Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.

 Komplikasi pada stadium lanjut:

Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:

 Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik

 Kolaps lobus akibat sumbatan duktus

 Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan

ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru

 Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah

 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan

sebagainya

Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa obligat intraselular yang menginfeksi burung

dan beberapa jenis mamalia terutama kucing, di seluruh dunia. Infeksi toxplasma gondii pada

manusia dapat terjadi apabila mengkonsumsi patogenini dalam bentuk kista (bradozoit) dalam

daging yang telah terinfeksi dan tak dimasak dengan baik, lewat kontak dengan sel-sel oosit

dalam feses kucing/binatang lain yang terinfeksi atau diperoleh secara kongenital lewat
transfer transplasental. Ookista dalam feses kucing dapat bertahan hingga bertahun-tahun

(Juanda,2006)

Anamnesa :

Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga penderita sering tidak

menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi. Tetapi sekali terkena infeksi toksoplasma maka

parasit ini akan menetap (persisten) dalam bentuk kista pada organ tubuh penderita selama

siklus hidupnya. Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah

bening (limfe) dikenal sebagai limfadenopati, yang dapat disertai demam.

Pemeriksaan fisik toxoplasma

Pemeriksaan yang digunakan saat ini untuk mendiagnosis toxoplasma adalah pemeriksaan

serologis, dengan memeriksa zat anti (antibodi) IgG dan IgM Toxsoplasma gondii. Antibodi

IgM dibentuk pada masa infeksi akut (5 hari setelah infeksi), titernya meningkat dengan cepat

(80 sampai 1000 atau lebih) dan akan mereda dalam waktu relatif singkat (beberapa minggu

atau bulan). Antibodi IgG dibentuk lebih kemudian (1-2 minggu setelah infeksi), yang akan

meningkat titernya dalam 6-8 minggu, kemudian menurun dan dapat bertahan dalam waktu

cukup lama, berbulan-bulan bahkan lebih dari setahun. Oleh karena itu, temuan antibodi IgG

dianggap sebagai infeksi yang sudah lama, sedangkan adanya antibodi IgM berarti infeksi

yang baru atau pengaktifan kembali infeksi lama (reaktivasi), dan berisiko bayi terkena

toksoplasmosis bawaan

Penatalaksanaan toxoplasma

Kebanyakan kasus toxoplasma hanya digolongkan sebagai sakit ringan dan tidak memerlukan

adanya perawatan medis. Penderita umumnya bisa pulih total tanpa komplikasi.
Untuk menangani infeksi toxoplasma pada penderita gangguan system kekebalan tubuh,

umumnya dokter memberikan obat trimethoprim dan sulfamethoxazole untuk mencegah

berkembangannya gejala-gejala toxoplasma. Jika system kekebalan tubuh sudah kembali normal,

maka pengobatan bisa dihentikan.

Komplikasi

Beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada penderita toxoplasma adalah:

1.Toxoplasmosis okuler : peradangan dan luka pada mata yang diakibatkan oleh parasite

2.Toxoplasmosis kongenital: terjadi ketika janin yang dikandung ikut terinfeksi toxoplasmosis

3.Toxoplasma serebral : jika penderita gangguan system kekebalan tubuh terinfeksi oleh

toxoplasma, maka infeksi tersebut maka infeksi tersebut bisa menyebar ke otak dan bisa

mengancam nyawa penderita.

Pencegahan Toxoplasma

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi resiko terkena infeksi toxoplasma,

seperti:

1. Gunakan sarung tangan saat berkebun atau memegan tanah

2. Hindari mengomsumsi daging mentah atau setengah matang

3. Cucilah tangan sebelum dan sesudah memegang makanan

4. Cucilah semua peralatan dapur dengan bersih setelah memasak daging mentah

5. Selalu cuci buah dan sayiran sebelum dikomsumsi.


6. Hindari minuman susu kambing non-pasteurisasi atau produk-produk yang terbuat

darinya

7. Hindari kotoran kuncing pada wadah kotoran kucing atau tanah, terutama bagi yang

memelihara kucing

8. Tutuplah bak pasir tempat bermain anak-anak


BAB V

KESIMPULAN

Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. pasien Tn. Y, umur 28 tahun yang beralamat di nafri seorang pekerja swasta datang

ke rumah sakit dengan keluhan utama demam tinggi. Setelah dirawat pasien terdiagnosis

malaria ec. P. Falciparum dengan gejala klinis minimal. Setelah dirawat dengan pengobatan

malaria kombinasi selama 5 hari pasien mengalami perbaikan dan diperbolehkan pulang.

Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan serum HIV digunakan pada awal penegakakn diagnosis, sedangkan

pemeriksaan RNA HIV dan pemeriksaan CD4 dilakukan untuk membantu mengetahui prognosis

dan dosis awal obat Pada terapi ARV. Tatalaksana dilakukan sesuai pedoman WHO, yang
bertujuan untuk menekan jumlah virus, memelihara fungsi, dan mengurangi morbiditas dan

mortalitas akibat HIV-AIDS.

Tuberkulosit (TB) masih menjadi salah satu penyakit yang paling mematikan. Tuberkulosit

paru adalah infeksi paru oleh mycobacterium tuberculosit yang dapat menyebar ke segmen paru

lainnya melalui bronki, atau ke organ lain melalui darah atau pembuluh getah bening. Sumber

penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkan. Dengan

melakukan pengobatan selama 6 bulan tanpa terputus. Untuk mencegah agar tidak tejadi

penularan; membuka jendela agar terjadi pertukaran udara, tutup mulut ketika batuk,

menyediakan tempat membuang dahak.

Penyakit toxoplasma merupakan penyakit cosmopolitan dengan frekuensi tinggi di

berbagai Negara juga di Indonesia kerena gejala klinisnya ringan maka sering kali luput dari

pengamatan dokter. Padahal akibat yang ditimbulkannya memberikan beban berat bagi

masyarakat seperti abortus, lahir mati, maupun cacat kongenital. Diagnosis secara laboratorium

cukup muda yaitu dengan pemeriksaan antibody kelas IgG dan IgM terhadap toxoplasma gondi

akan dapat diketahui status penyakit penderita.

Dianjurkan untuk memeriksa diri secara berkala pada pasien dengan toxoplasmosis.
Commented [A1]:
DAFTAR PUSTAKA

1. Nasroudin, Hadi W, Erwin AT, dkk. Penyakit infeksi di indonesia. Editor: Nasroudin, Hadi

W, Erwin AT, dkk. Fakultas kedokteran airlangga: surabaya 2009: 441-48

2. Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA, Malaria dari molekuler Ke Klinis. Edisi Ke 2.

Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta: 2009 : 1-250

3. Zulkarnaen I, Malaria Bera. Dalam: Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-1. Fakultas Kedokteran

Indonesia: Jakarta: 1999: 504-08

4. Syafrudin D, Asih PB, Casey GJ, dkk. Moleculer Epidemiology of Plasmodium Falciparum

Resistance to Antimalaria Drugs in Indonesia. 2005; 72: 174-82

5. Cook GC. Prevontion and Treament of Malaria. The Lancet. 1988; 2 : 32-38

6. World Healt Organization. A global view of HIV infection. (Diakses pada tanggal 19-mei-

2016). Hal.50-3

7. World Healt Organization. Antiretroviral Therapi for HIV infection in Adults and

Adolescents, Recommendation for a public healt approach, 2010 Revision. ( Diakses pada

tanggal 19-mei 2016)

8. WHO. 2014. Global Tuberkulosit Report. Available from :

http;//apps,who,int/iris/bitstream/10665/137094/1/9789241564809 eng.pdf
9. PDPI.2006. Tuberkulosit pedoman dan penatalaksanaan di Indonesia. Available from:

http;//www.klikpdpi.com/consensus/tb/tb.html

10. Rilis, 2008. Toxoplasma gondi pada manusia dan diagnosisnya. Surabaya : FK UNAIR

11. Merry, 2008. Pengobatan Penyakit Toxoplasma: Jakarta : KTI

12. Pandu , 2010. pencegahanToxoplasma gondi, 2010.

http;//thatcayang.blogspot.com/2013/04/makalah-pencegahan toxoplasma-gondi-penyebab.

Akses 24-08-2013

Anda mungkin juga menyukai