Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Toxoplasma.
1. Defenisi.
Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa obligat intraselular yang menginfeksi burung dan
beberapa jenis mamalia terutama kucing, di seluruh dunia. Infeksi toxplasma gondii pada manusia
dapat terjadi apabila mengkonsumsi patogenini dalam bentuk kista (bradozoit) dalam daging yang
telah terinfeksi dan tak dimasak dengan baik, lewat kontak dengan sel-sel oosit dalam feses
kucing/binatang lain yang terinfeksi atau diperoleh secara kongenital lewat transfer transplasental.
Ookista dalam feses kucing dapat bertahan hingga bertahun-tahun (Juanda,2006). Imunitas ibu
memberikan efek perlindungan terhadap infeksi intrauterin, oleh karena itu toxoplasmosis kongenital
hanya dapat terjadi apabila infeksi terjadi pada saat kehamilan. Salah satu penelitian mendapatkan
data bahwa 1/3 wanita Amerika Utara telah memperoleh antibodi yang bersifat protektif sebelum
kehamilan, dan angka ini lebih tinggi pada mereka yang memiliki kucing sebagai binatang peliharaan.
Toksoplasmosis akut diperkirakan terjadidalam 1-5 dari 1000 kehamilan. Resiko infeksi janin
meningkat sesuai usia kehamilan, tetapi secara keseluruhan mencapai 50% (Dr.I Made Arya,2009).

B. Penularan Toxoplasma Gondii.


Penularan toxoplasma adalah sebagai berikut, hewan yang terinfeksi toxoplasma hanya menyebarkan
ookista dalam jangka waktu tertentu, yaitu sekitar 10 hari sejak terinfeksi. Setelah 10 hari jumlah ookista
yang disebarkan biasanya sangat sedikit dan mempunyai resiko penularan yang sangat kecil. Manusia atau
hewan dapat tertular bila menelan kista atau ookista toxoplasma. Kista atau ookista ini bersifat seperti
telur. Telur yang tertelan tersebut akan menetas dan berkembang di dalam tubuh hewan atau manusia.
Kista tersebut dapat hidup dalam otot (daging) manusia dan berbagai hewan lainnya. Penularan juga dapat
terjadi bila hewan atau manusia tersebut memakan daging mentah atau daging setengah matang yang
mengandung kista toxoplasma. Kista toxoplasma juga dapat hidup di tanah dalam jangka waktu tertentu
(bisa sampai 18 bulan). Dari tanah ini toxoplasma dapat menyebar melalui hewan, tumbuh-tumbuhan atau
sayuran yang kontak dengan kista tersebut. Dan juga toxoplasma ditertularkan dari berbagai cara antara
lainya sebagai berikut:
1. Tertelannya ookista infektif yang berasal dari kucing.
2. Tertelanya kista jaringa atau kelompok takizoid yang terdapat didalam daging mentah atau pun yang
dimasak kurang sempurna.
3. Melalui placenta.
4. Kecelakan dilaboratorium karena terkontaminasi melalui luka.
5. Penyuntikan merozid secara tidak sengaja.
6. Tranfusi leukosit penderita toxoplasma (Gandahusada,2006).

C. Gejala Toxoplasma Gondii.


Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga penderita sering tidak menyadari
bahwa dirinya telah terkena infeksi. Tetapi sekali terkena infeksi toksoplasma maka parasit ini akan
menetap (persisten) dalam bentuk kista pada organ tubuh penderita selama siklus hidupnya. Gejala klinis
yang paling sering dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening (limfe) dikenal sebagai
limfadenopati, yang dapat disertai demam. Kelenjar limfe di leher adalah yang paling sering terserang.
Gejala toksoplasmosis akut yang lain adalah demam, kaku leher, nyeri otot (myalgia), nyeri sendi
(arthralgia), ruam kulit, gidu (urticaria), hepatosplenomegali atau hepatitis. Wujud klinis toksoplasmosis
yang paling sering pada anak adalah infeksi retina (korioretinitis), biasanya akan timbul pada usia remaja
atau dewasa. Pada anak, juling merupakan gejala awal dari korioretinitis. Bila makula terkena, maka
penglihatan sentralnya akan terganggu. Pada penderita dengan imunodefisiens seperti penderita cacat
imun, penderita kanker, penerima cangkok jaringan yang mendapat pengobatan imunosupresan, dapat
timbul gejala ringan sampai berat susunan saraf pusat seperti ensefalopati, meningoense-falitis, atau lesi
massa otak dan perubahan status mental, nyeri kepala, kelainan fokal serebral dan kejang-kejang, bahkan
pada penderita AIDS seringkali mengakibatkan kematian. (Zrofikoh, 2008).
Toxoplasma dapat masuk ke dalam tubuh manusia dalam berbagai cara. Pertama, secara tidak sengaja
menelan tinja kucing yang di dalamnya terdapat telur toxoplasma. Cara ini banyak tidak disadari,
misalnya menyentuh mulutdengan tangan yang telah berkontaminasi seperti sehabis berkebun,
membersihkan tempat makan kucing atau barang-barang lain yang sudah terkontaminasi. Kedua, parasit
ini juga dapat masuk jika mengkonsumsi daging hewan yang telah terkontaminasi dan tidak dimasak
secara matang. Bentuk kista dari parasit ini dapat masuk bersama daging hewan tadi. Ketiga, masuk lewat
air yang telah terkontaminasi. Dan yang jarang, jika Anda menerima transparansi organ atau transfusi
darah dari donor yang telah terkontaminasi. Jika dalam keadaan sehat, umumnya penyakit ini tidak
menimbulkan gejala apa-apa atau menyerupai sakit influenza biasanya disertai pembesaran kelenjar getah
bening regional yang nyeri. Gejala yang berat mungkin terjadi seperti kerusakan otak dan mata yang
terutama terjadi pada penderita kekurangan daya tahan tubuh seperti HIV/AIDS atau penyakit keganasan
(Dr. I Made Arya, 2009).

D. Pencegahan Toxoplasma Gondii.


Pencegahan toxoplasma gondii itu sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti :
1. Hindari mengkonsumsi daging mentah atau setengah matang, serta buah dan sayuran yang
belum dicuci.
2. Hindari mengosok mata atau menyentuh muka ketika sedang menyiapkan makanan.
3. Cuci alas memotong, piring, serta alat memasak lainnya dengan air panas dan berbusa setelah
kontak dengan daging mentah.
4. Masak air sampai mendidih serta hindari meminum susu yang belum di pasteurisasi.
5. Sedapat mungkin kendalikan serangga-serangga yang dapat menyebarkan kotoran kucing
seperti, lalat dan kecoak
6. Jika Anda memiliki hewan peliharaan kucing, jangan biarkan Anda berkeliaran di luar rumah
yang memperbesar kemungkinan kontak dengan toxoplasma.
7. Mintalah anggota keluarga lain untuk membantu Anda membersihkan kucing Anda termasuk
memandikannya, mencuci kandang, tempat makannya.
8. Beri makan kucing Anda dengan makananan yang sudah dimasak dengan baik.
9. Lakukan pemeriksaan berkala terhadap kesehatan kucing Anda.
10. Gunakan sarung tangan plastik ketika Anda harus membersihkan kotoran kucing, sebaiknya
dihindari.
11. Cuci tangan sebelum makan dan setelah berkontak dengan daging mentah, tanah atau kucing.
12. Gunakan sarung tangan plastik jika Anda berkebun terutama jika terdapat luka pada tangan
Anda (Pandu, 2010).

E. Pengobatan Toxoplasma Gondii.


Untuk mengendalikan infeksi yang persisten ini, umumnya diperlukan reaksi imun tubuh yang
memadai (adekuat). Penderita toksoplasma dengansistem imun yang normal tidak memerlukan
pengobatan, kecuali ada gejala gejala yang berat atau berkelanjutan. Toksoplasmosis pada penderita
imunodefisiensi harus diobati karena dapat mengakibatkan kematian.
Toksoplasmosis pada ibu hamil perlu diobati untuk menghindari toksoplasmosis bawaan pada bayi.
Obat-obat yang dapat digunakan untuk ibu hamil adalah spiramisin 3 gram/hari yang terbagi dalam 3-4
dosis tanpa memandang umur kehamilan, atau bilamana mengharuskan maka dapat diberikan dalam
bentuk kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin setelah umur kehamilan di atas 16 minggu (Sasmita, 2007).
Lebih lanjut disampaikannya bahwa pencegahan merupakan faktor utama dalam mengurangi prevalensi
toxoplasmosis pada manusia. Untuk menghindari penularan toxoplasma melalui oosit infektif dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain, selalu menjaga kebersihan hewan kesayangan (kucing
diketahui sebagai induk semang definitif toxoplasma), tidak memberikan daging mentah pada kucing
piaraan, dan mencuci buah serta sayur sebelum dikonsumsi. Sementara itu, untuk mencegah penularan
toxoplasma melalui sista dapat dilakukan dengan mencuci daging sebelum dimasak dan mengurangi
mengonsumsi daging setengah matang (Rilis, 2008).

F. Pemeriksaan Toxoplasma Gondii.
Diagnosis penyakit toksoplasma umumnya ditegakkan karena adanya kecenderungan yang mengarah
pada penyakit tersebut, antara lain adanya riwayat:
1. Infertilitas, abortus, lahir mati, kelainan bawaan.
2. Memelihara binatang piaraan berbulu, misalnya kucing
Pemeriksaan yang digunakan saat ini untuk mendiagnosis toxoplasma adalah pemeriksaan
serologis, dengan memeriksa zat anti (antibodi) IgG dan IgM Toxsoplasma gondii. Antibodi IgM
dibentuk pada masa infeksi akut (5 hari setelah infeksi), titernya meningkat dengan cepat (80 sampai
1000 atau lebih) dan akan mereda dalam waktu relatif singkat (beberapa minggu atau bulan). Antibodi
IgG dibentuk lebih kemudian (1-2 minggu setelah infeksi), yang akan meningkat titernya dalam 6-8
minggu, kemudian menurun dan dapat bertahan dalam waktu cukup lama, berbulan-bulan bahkan
lebih dari setahun. Oleh karena itu, temuan antibodi IgG dianggap sebagai infeksi yang sudah lama,
sedangkan adanya antibodi IgM berarti infeksi yang baru atau pengaktifan kembali infeksi lama
(reaktivasi), dan berisiko bayi terkena toksoplasmosis bawaan. Berapa tingginya kadar antibodi
tersebut untuk menyatakan seseorang sudah terinfeksi toxoplasma sangatlah beragam, bergantung
pada cara peneraan yang dipakai dan kendali mutu dan batasan baku masing-masing laboratorium.
Salah satu contoh yang dapat dikemukakan adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Teguh Wahyu
S dkk. (1998), yang menyatakan seorang ibu yang tergolong positif bilamana titer IgGnya 2.949
IU/mL atau IgM 0.5 IU/mL, sedangkan tergolong negatif bilamana titer IgG < 2.0 IU/mL atau IgM <
0.5 IU/ml (Zrofikoh, 2008).
Tidak semua ibu hamil yang terinfeksi toxsoplasma akan menularkan toxoplasma bawaan
pada bayinya. Bilamana dalam pemeriksaan ibu sebelum hamil menunjukkan IgG positif terhadap
toksoplasma, berarti ibu tersebut terinfeksi sudah lama, tetapi bukan berarti bahwa 100% bayinya
akan bebas dari toxoplasma bawaan. Apabila pemeriksaan serologis baru dilakukan pada saat hamil,
maka :
a. Bila IgG (+) dan IgM (-); dianggap sebagai infeksi lama dan risiko janinnya terinfeksi cukup
rendah sehingga ada sebagian pakar yang berpendapat tidak perlu diobati, kecuali jika pasien itu
mengidap gangguan kekebalan.
b. Bila IgG (+) dan IgM (+); uji perlu diulang lagi 3 minggu kemudian.
Bilamana titer IgG tidak meningkat maka dianggap infeksi terjadi sebelum kehamilan dan risiko
untuk janinnya cukup rendah, sedangkan jika titer IgG meningkat 4 kali lipat dan IgM tetap
positif maka ini berarti bahwa telah terjadi infeksi baru dan janin sangat berisiko mengalami
toxoplasma bawaan atau terjadi keguguran.
c. Bila IgG (-) dan IgM (-); bukan berarti terbebas dari toksoplasmosis bawaan, justru pada ibu ini
pemeriksaan harus diulang setiap 2-3 bulan untuk menasah serokonversi (perubahan negatif
menjadi positif).
d. Bilamana pada ibu hamil ditemukan IgM (+) maka pengobatan sudah pasti harus diberikan dan
pemeriksaan ultrasonografi dilakukan berulang kali untuk menen-tukan adanya kelainan janin.
e. Ultrasonografi serial setiap 3 minggu dilakukan untuk menentukan adanya kelainan, misalnya:
asites, pembesaran rongga otak (ventrikulomegali) (V/H), pemesaran hati (hepatomegali),
perkapuran (kalsifikasi) otak. Bila pada janin terdapat kelainan maka perlu dipertimbangkan
untuk pengakhiran (terminasi) kehamilan.
f. Bila mungkin, dilakukan pengambilan darah janin pada kehamilan 20-32 minggu untuk
pembiakan parasit (inokulasi) pada mencit. Bila inokulasi memberikan hasil positif maka perlu
dipertimbangkan untuk pengakhiran kehamilan.
g. Setelah bayi lahir perlu dilakukan pemeriksaan lengkap terhadap bayi, antara lain: pengambilan
darah talipusat ketika bayi baru saja lahir untuk pemeriksaan serologis antibodi janin atau isolasi
T. gondiii, pemeriksaan titik-cahaya mata (funduskopi), dan USG atau foto rontgen
tengkorak.Diagnosis toxoplasma bawaan pada bayi lebih sukar ditetapkan karena gejala klinis
dari infeksi toksoplasma bawaan sangat beraneka ragam dan seringkali subklinis (tidak terlihat)
pada neonatus. Oleh karena itu perlu dilakukan juga pemeriksaan serologis pada neonatus,
terutama bilamana diketahui ibunya terinfeksi selama kehamilan. Antibodi IgG dapat menembus
plasenta, sedangkan antibodi IgM tidak dapat menembus plasenta. Dengan demikian, apabila pada
darah bayi ditemukan antibodi IgG mungkin hanya merupakan pindahan (transfer) IgG ibu, dan
lambat-laun akan habis. Pada usia 2-3 bulan, bayi sudah dapat membentuk antibodi IgG sendiri,
bilamana bayi terinfeksi toksoplasma bawaan maka konsentrasi IgGnya akan mulai meningkat
lagi setelah IgG yang diperoleh dari ibunya habis. Tetapi jika ditemukan antibodi IgM, maka ini
menunjukkan infeksi nyata pada bayi (toxoplasma bawaan) (Zrofikoh, 2008).

G. Pasangan Usia Subur (PUS).


Suami isteri yang isterinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun dan masih haid atau pasangan
suami isteri yang isteri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau isteri sudah berumur 50 tahun,
tetapi masih haid (Depkes RI, 2003).

H. Pegetahuan Pasangan Usia Subur(PUS) Tentang Toxoplasma Gondii.


1. Defenisi.
Pengetahuan adalah merupakan hasil (tahu) dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni: indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmojo, 2005).
Pengetahuan adalah kepercayaan yang benar, pengetahuan juga adalah hasil atau apa yang
diketahui atau hasil pekerjaan. Pekerjaan yaitu hasil dari kenal, sadar,insaf, mengerti dan pandai
(bachtiar, 2004).
1) Cara memperoleh pengetahuan.
Dari berbagai macam cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat
dikelompokkan menjadi 2 bagian (Notoatmojo, 2005).
a. Cara Tradisional.
Dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukanya metode
ilmiah yaitu:
1. Cara coba salah (Trial And Error).
Cara coba-coba yang dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan
suatu masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain.
2. Cara kekuasaan atau Otoritas.
Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas
pemerintah,otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
3. Berdasarkan pengalaman pribadi.
Cara ini dilakukan dengan cara mengulang kembali dengan pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan masalah ini yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain
yang sama dapat pula dilakukan dengan cara yang sama.
4. Melalui jalan pikiran.
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan penalaranya
atau jalan pikiranya.
5. Cara Modern.
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan ini mode sistematis, logis dan
ilmiah.cara ini disebut dengan “metode penelitian ilmiah” atau lebih popular disebut
metode penelitian (Research Methodelogi) yang mengembangkan metode berpikir
induktif dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala alam atau
kemasyarakatan. Kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan di klasifikasikan,
dan akhirnya diambil kesimpulan umum (Notoatmojo, 2005).
b. Tingkat pengetahuan.
Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat (Notoatmojo,
2005).
1. Tahu (Know).
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelunya.
2. Memahami (Komprehension).
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Aplication).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan meteri yang tela dipelajari
pada situasi atau kondisi rill atau sebenarnya.
4. Analisis (Analysis).
Analisis adalah suatu kemampuan suatu untuk menjabarkan materi suatu objek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih
ada kaitanya satu sama lainnya.
5. Sintesis (Syenthesis).
Sintesis menunjuk kepada kemampuan untuk meletakkan atau kemampuan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (Evaluation).
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek.

2) Pengukuran pengetahuan.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara kuesioner atau pertanyaan-pertanyaan yang
mencakup tentang pengetahuan ibu hamil dengan toxoplasma di nilai seberapa luas kedalaman
pengeahuan ibu hamil entang toxoplasma dapat kita ketahui atau kita ukur melalui persentase
yang dihasilkan oleh responden (Notoatmojo, 2005). Pengetahuan baik : Bila> 75 % jika jawaban
benar.
Pengetahuan cukup : Bila 60-75% jika jawaban benar.
Pengetahuan rendah : Bila < 60% jika jawaban benar.

I. Kerangka Teoritis.
Menurut Notoadmojo, (2005) yang mempengaruhi pengetahuan.

- Penularan
- Pencegahan Pengetahuan Pasangan Usia
- Pengobatan Subur Tentang Infeksi
Toxoplasma

Gambar 1. Kerangka Teori


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep.
Menurut Kurniawan (2008) resiko infeksi Toxoplasma gondii sangat tergantung pada imunitas
seseorang, bahkan sangat bervariasi sesuai dengan situais. Salah satu misalnya ibu hamil yang telah imun
sebelum konsepsi, tidak mempunyai resiko infeksi Toxoplasma gondii terhadap fetus yang di kandung.
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang lain
diamati atau diukur melalui penelitianpenelitian yang akan dilakukan (Notoadmojo,2002).
Berdasarkan uraian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah seperti gambar dibawah
ini :

Input Proses pengetahuan Output


tentang :
- Penularan
Toxoplasma - Baik
PUS - Pencegahan - Cukup
Toxoplasma - Kurang
- Pengobatan
Toxoplasma

Gambar 2. Kerangka Konsep


B. Definisi Operasional.
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Skala
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
1 Penularan Sesuuatu yang di Penyebaran Kuesioner - Baik Ordinal
Toxoplasm sebabkan kuesioner - Cukup
a karena adanya faktor dengan kriteria :
gondii penyabab -Baik,Bila > - Kurang
75% - 100%
-Cukup, Bila
60%-75%
-Kurang, Bila <
60%
2 Pencegaha Tindakan yang Penyebaran Kuesioner - Baik Ordinal
n dilakukan kuesioner - Cukup
toxoplasma untuk mencegah atau dengan kriteria :
gondii mengurangi terjadinya -Baik,Bila > - Kurang
resiko infeksi dan 75% - 100%
penularan -Cukup, Bila
penyakit 60%-75%
-Kurang, Bila <
60%
3 Pengobatan Suatu proses, Penyebaran Kuesioner - Baik Ordinal
Toxoplasm pembuatan kuesioner - Cukup
a atau suatu cara dengan kriteria :
gondii mengobati -Baik,Bila > - Kurang
seseorang 75% - 100%
-Cukup, Bila
60%-75%
-Kurang, Bila <
60%
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional (variabel dependen dan
independen diukur dalam waktu yang sama) yaitu untuk melihat Gambaran Pengetahuan Pasangan Usia
Subur Tentang Infeksi Toxoplasma Gondii di Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh.

B. Populasi dan Sampel Penelitian.


1. Populasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasangan usia subur yang ada di Desa Peuniti Kecamatan
Baiturrahman Banda Aceh dengan jumlah populasi sebanyak 480 orang.
2. Sampel.
Sampel dalam penelitian ini adalah Pasangan Usia Subur yang ada di desa Peuniti kecamatan
Baiturrahman dengan jumlah sampel berjumlah 30 orang, pengambilan sampel dengan menggunakan
teknik Probability Sampling yaitu pengambilan sampel secara acak dengan kriteria sebagai berikut :
a. Suami isteri yang isterinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun dan masih haid atau
pasangan suami isteri yang isteri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau isteri sudah
berumur 50 tahun, tetapi masih haid.
b. Pasangan Usia Subur yang berdomisili di desa peuniti.

C. Tempat dan Waktu Penelitian.


1. Tempat.
Penelitian ini dilakukan di desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh.
2. Waktu.
Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 7-9 September 2013.

D. Pengumpulan Data.
1. Data Primer.
Data primer yaitu data yang langsung diperoleh atau di kumpulkan langsung melalui wawancara
dengan menggunakan kuesioner yang telah disediakandan disusun sebelumnya.
2. Data Skunder.
Data skunder yaitu data penunjang yang didapat dari laporan puskesmas baiturrahman banda aceh.
E. Intrumen Penelitian.
Adapun instrumen yang digukan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisikan 20 pertanyaaan.
Tentang 7 pertanyaan pengetahuan tentang penularan, 8 pertanyaan pengetahuan tentang pencegahan, 5
pertanyaan pengetahuan tentang pengobatan.

F. Pengolahan Data.
1. Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Editing, yaitu memeriksa kembali segala kesalahan dalam pengambilan data dan pengisian data.
b. Coding, yaitu pengolahan data dengan cara memberi kode pada setiap jawaban dari responden.
c. Transferring, yaitu memindahkan data dalam bentuk tabel.
d. Tabulating, yaitu data yang telah dikumpulkan ditabukasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
2. Analisa Data.
Analisa data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data univariat. Analisa yang di
gunakan untuk menjabarkan secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi variabel yang di teliti
baik variabel dependen maupun variabel independen. Data didapat dari pengisian kuisioner, di analisa
secara persentase ke dalam bentuk tabel distribusi menggunakan rumus (Budiarto, 2002), yaitu
sebagai berikut:
𝑓
P= 𝑛 x 100 %

Keterangan :
P : Persentase
f : Frekuensi Teramati
n : Jumlah responden yang menjadi sampel
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian.
1. Gambaran Lokasi Penelitian.
Desa Peuniti berada di kecamatan Baiturrahman Banda Aceh, yang terletak di antara Desa Ateuk
Pahlawan, Labuie, Neusu Aceh, dan Simpang lima (Peunayong).Ditinjau dari segi geografisnya Desa
Peuniti Kecamata Baiturrahman Banda Aceh di batasi oleh :
a. Sebelah barat berbatasan dengan Labuie.
b. Sebelah utara berbatasan dengan Simpang Lima.
c. Sebelah timur berbatasan dengan Neusu Aceh.
d. Sebelah selatan berbatasan dengan Ateuk Pahlawan.
2. Pelaksanaan Penelitian.
Pengumpulan data penelitian di laksanakan dari tanggal 07 s/d 09 September 2013 di Desa
Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh. Jumlah sampel yang di dapat sebagai responde yaitu
30 orang. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Probability Sampling yaitu
pengambilan sampel pengambilan sampel secara acak sedehana . Untuk mengukur Pengetahuan
Pasangan Usia Subur Tentang Infeksi Toxoplasma dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari
20 pertanyaan, untuk mengukur pengetahuan tentang penularan toxoplasma gondii menggunakan
kuesioner yang terdiri dari 7 pertanyaan, untuk mengukur pengetahuan tentang pencegahan
toxoplasma gondii menggunakan kuesioner yang terdiri dari 8 pertanyaan, untuk mengukur
pengetahuan tentang pengobatan toxoplasma gondii menggunakan kuesioner yang terdiri dari 5
pertanyaan.
3. Analisa Univariat.
Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari pengetahuan Pasangan Usia
Subur tentang penularan, pencengahan, dan pengobatan infeksi toxoplasma gondii.
a. Penularan Toxoplasma gondii

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pasangan Usia Subur Tentang
Pencegahan, Penularan, Pengobatan Infeksi Toxoplasma
Gondii Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman
Banda Aceh Tahun 2013
No. Pengetahuan Frekuensi Presentase
1 Baik 0 0
2 Cukup 7 23,3
3 Kurang 23 76,7
Jumlah 30 100
Sumber: Data Primer (Diolah Tahun 2013)

Tabel 5.1 Menunjukkan bahwa dari 30 reponden pada umunya pengetahuan pasangan usia
subur tentang penularan infeksi toxoplasma gondii kurang yaitu sebanyak 23 responden (76,7%).

B. PEMBAHASAN.
1. Penularan, Pencegahan dan Pengobatan Tentang Infeksi Toxoplasma Gondii.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 orang responden. Pada umumnya pengetahuan
responden terhadap penularan infeksi toxoplasma gondii yaitu sebanyak 23 orang (76,7%).
Menurut para ahli mengatakan bahwa Manusia dapat tertular Toxoplasmosis dari makanan
daging yang kurang matang. Manusia juga dapat tertular Toxoplasmosis karena menyentuh kotoran
kucing. Sebenarnya, tidak semua kucing bisa menjadi biang penyakit Toxoplasmosis. Kucing yang
berpotensi menularkan Toxoplasma hanyalah kucing yang menderita Toxoplasma, dan ini biasanya
diderita oleh kucing-kucing liar, yang tidak terawat. Bukan hanya kucing saja yang bisa menularkan
Toxoplasmosis, tetapi semua hewan. Terutama hewan yang memakan daging mentah yang telah
tertular Toxoplasma.
Pencegahan Kucing merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya
toksoplasmosis, karena kucing mengeluarkan berjuta juta ookista dalam tinjanya, yang dapat bertahan
sampai satu tahun di dalam tanah yang teduh dan lembab. Untuk mencegah hal ini, maka dapat di jaga
terjadinya infeksi pada kucing, yaitu dengan memberi makanan yang matang sehingga kucing tidak
berburu tikus atau burung. Bila kucing diberikan monensin 200 mg/kg melalui makanannya, maka
kucing tersebut tidak akan mengeluarkan ookista bersama tinjanya, tetapi ini hanya dapat digunakan
untuk kucing peliharaan Frenkel (2008).
Penderita toksoplasma dengan sistem imun yang normal tidak memerlukan pengobatan,
kecuali ada gejala-gejala yang berat atau berkelanjutan. Toksoplasmosis pada penderita
imunodefisiensi harus diobati karena dapat mengakibatkan kematian. Toksoplasmosis pada ibu hamil
perlu diobati untuk menghindari toksoplasmosis bawaan pada bayi. Obat-obat yang dapat digunakan
untuk ibu hamil adalah spiramisin 3 gram/hari yang terbagi dalam 3-4 dosis tanpa memandang umur
kehamilan, atau bilamana mengharuskan maka dapat diberikan dalam bentuk kombinasi pirimetamin
dan sulfadiazin setelah umur kehamilan di atas 16 minggu (Sasmita, 2007).
Menurut hasil penelitian dari Lasmawati (2010) dengan judul “ gambaran penularan
toxoplasma gondii terhadap manusia” mengatakan bahwa Penularan penyakit Toxoplasmosis tidak
hanya menyerang pada wanita saja pria pun bisa terkena penyakit ini. Toxoplasma pada pria yang
cukup banyak menyerang pada pasangan usia subur (15-49 tahun).
Menurut hasil pelitian dari Elissa (2006) dengan judul “Hubungan sebab akibat antara infeksi
Toxoplasma, yang menyebabkan abortus, kelahiran mati dan kelahiran anak cacat kongenital” hasil
penelitian ditemukan bahwa adanya hubungan infeksi toxoplasma dengan kelahiran cacat sebanyak 24
( 68,3%) dengan nilai P = 0,002.
Menurut hasil penelitian dari Merry (2008) dengan judul “Gambaran pengobatan infeksi
toxoplasma gondii” mengatakan bahwa Pengobatan penyakit Toxoplasmosis bila tidak di lakukan
pengobatan secara baik maka akan bisa menyebabkan penularan kepada orang lain. Berdasarkan hasil
penelitian, teori dan literatur diatas maka peniliti berasumsi bahwa pengetahuan yang kurang pada
pasangan usia subur baik pada pencegahan, penularan, dan pengobatan tentang infeksi toxoplasma
gondii di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu rendahnya pendidikan PUS di desa peuniti di mana
mayoritas PUS dengan pendidikan terakhir adalah SMA.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian tentang Gambaran Pengetahuan Pasangan Usia Subur Tentang Infeksi
Toxoplasma Di Desa Peuniti Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh, maka peneliti dapat menyimpulkan
sebagai berikut :
1. Pengetahuan Pasangan Usia Subur tentang penularan, pencegahan, pengobatan infeksi toxoplasma
gondii termasuk dalam kategori kurang yaitu sebanyak 23 orang (76,7%) di sebabkan oleh beberapa
faktor yaitu rendahnya pendidikan PUS di desa peuniti mana mayoritas PUS dengan pendidikan
terakhir adalah SMA.

B. Saran.
1. Bagi Instituti Pendidikan.
Di harapkan dari penelitian ini dapat di jadikan bahan acuan yang dapat meningkatkan
pengetahuan mahasiswa.
2. Bagi Tempat Penelitian.
Diharapkan bagi tempat penelitian semoga dapat menjadi massukan untuk kedepannya.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya.
Diharapkan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan dengan metode penelitian
yang lebih baik dan menggunakan variabel yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, (2002). Biostatistik umtuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC

Daffos F, dkk. (2001). prenatal manajement of pregnancies at risk for congenitalt toxoplasmosis. MOGI
Supl.

Depkes RI. (2003). Sistim Kesehatan Nasional, Jakarta, Departemen Kesehan Republik Indonesia
.
Dharmana, (2007) , Toxoplasma gondii, Musuh Dalam Selimut: Semarang Kakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.

Elissa, (2006). Hubungan Sebab Akibat Antara Infeksi Toxoplasma Yang Menyebabkan Abortus,
Kelahiran Mati Dan Kelahiran Anak Cacat Congenital : Surabaya.

Gandahusada, (2006). Diagnosis prenatal toksoplasmosis kongenital dan pencegahannya, Jakarta,


Kedokteran Indonesia.

Juanda, (2006). Akibat dan Solusi infeksi TORCH, Solo,Wangsa Jatra Lestari

Lasmawati, (2010). Gambaran penularan toxoplasma gondii terhadap manusia : Jakarta : KTI

Merry, (2008). Pengobatan Penyakit Toxoplasma : Jakarta: KTI

Notoadmojo, S.( 2005). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta, Rineka Cipta.

Pandu, (2010). Pencegahan Toxoplasma Gondii, 2010 http://thatycayang.blogspot.com/2013/04/makalah-


pencegahan-toxoplasma-gondii-menyebabkan.Akses 24-8-2013

_____, (2010). Pemeriksaan dan pengobatan Toxoplasma gondii, Jakarta, Rineka Cipta

Rilis, (2008). Toxoplasma gondii pada manusia dan diagnosisnya . Surabaya :FK UNAIR

Sasmita, (2007). Mikrobiologi untuk profesi kesehatan , Jakarta : EGC


Srissi, (2008). Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Dengan Kejadian Toxoplasma Di Rumah Sakit
Ciptomangun Kusumo : Jakarta

Ummi S, (2008). Aspek Imunologik dan Laboratorik Infeksi TORCH.


Semarang, Temu IlmiahPOGI Cabang.

Zrofikoh, (2008). Dasar Biologis & Klinis Penyakit Infeksi.Yogyakarta, Gajah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai