Anda di halaman 1dari 10

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit gagal ginjal kronis (GGK) kini menjadi masalah kesehatan di dunia

yang angka insidensinya diperkirakan terus meningkat setiap tahunnya. Data dari

Kidney International Organization (2009) melaporkan bahwa jumlah angka

kejadian GGK di dunia sebanyak 5-10% atau sekitar 15-20 juta penderita setiap

tahunnya. Data tahunan dari United States Renal Data System (USRDS) pada

tahun 2014, melaporkan bahwa prevalensi GGK juga mengalami peningkatan

setiap tahunnya. Pada tahun 2005-2010 jumlah pasien GGK meningkat sebesar

1.124.580 kasus dan pada tahun 2013 kembali meningkat sebesar 482.760 kasus

menjadi 2.986.900 kasus GGK di tahun 2013. Di Cina prevalensi GGK sebanyak

10,8% dari jumlah penduduk Cina (Zhang et al, 2012 ).

Prevalensi GGK di dunia terus meningkat tak terkecuali di Indonesia.

berdasarkan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian

Kesehatan RI pada tahun 2013 Prevalensi GGK di Indonesia sebanyak 504.248

atau 0,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Yogyakarta termasuk dalam 5 besar

prevalensi tertinggi di Indonesia dengan prevalensi GGK sebesar 0,3%, prevalensi

tertinggi di Yogyakarta terdapat di Gunungkidul dan Kota Yogyakarta yaitu

sebesar 0,5 % (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian

Kesehatan RI, 2013).

Untuk mengatasi penyakit GGK, hemodialisa adalah terapi yang paling

banyak dipilih. Berdasarkan data dari Fresenius Medical Care (2014)

1
2

sebanyak 2.250.000 pasien GGK memilih melakukan tindakan hemodialisa,

sebanyak 675.000 pasien memilih tindakan transplantasi ginjal dan sebanyak

269.000 pasien memilih tindakan peritoneal dialysis. Berdasarkan data dari

Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) pada tahun 2012, hemodialisa

juga menjadi pilihan utama bagi pasien GGK di Indonesia, data menunjukkan dari

tahun 2007-2012 jumlah pasien yang menjalani hemodialisa terus meningkat

setiap tahunnya, di Indonesia terdapat 28.782 pasien aktif dan pasien baru yang

menjalani terapi hemodialisa di tahun 2012. Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi

peringkat ke 7 di seluruh Indonesia dengan jumlah 1416 pasien yang menjalani

terapi hemodialisa (PERNEFRI, 2014).

Terapi hemodialisa dilakukan secara rutin dan berlangsung lama bahkan

seumur hidup bagi pasien GGK (Low, 2008). Kondisi ini menjadi beban berat

bagi pasien yang menjalani terapi hemodialisa dan memberikan dampak pada

kesehatan pasien, termasuk psikososial dan ekonomi yang mengakibatkan pasien

menjadi cemas, ketakutan, depresi dan stres yang dapat memperburuk kondisi

pasien yang menjalani terapi hemodialisa (Kim, 2010). Lamanya proses terapi

hemodialisa yang dijalani pasien GGK akan berdampak tidak hanya pada pasien

tetapi juga berdampak pada family caregiver yang merawatnya (Wilson, 2009).

Family caregiver merupakan keluarga atau kerabat dekat yang berperan

penting dalam merawat dan mendampingi pasien selama sakit (National Alliance

for Caregiving, 2010). Family caregiver mempunyai kewajiban mengawasi

aktivitas penderita sehari-hari dan mendampingi anggota keluarga ke rumah sakit

secara rutin untuk menjalani terapi hemodialisa (Nugraha, 2011). Family


3

caregiver juga bertanggung jawab terhadap pengobatan, pengelolaan diet,

mengantar kontrol ke rumah sakit, dan masalah psikososial dari pasien sendiri

(Tong, 2008).

Goyami (2008) mengatakan family caregiver menggunakan waktunya dan

tenaganya untuk membantu memberikan dukungan sosial yang terdiri dari

melakukan perawatan, mengatur pembiayaan untuk pengobatan, menyediakan

semua kebutuhan pasien, tetapi disamping itu family caregiver juga harus

melakukan pekerjaan rumah. Perawatan pada pasien hemodialisis berlangsung

dalam jangka waktu lama sehingga sangat logis jika family caregiver mengalami

memiliki risiko perubahan dalam kehidupannya seperti faktor risiko biologi,

faktor risiko sosial, faktor risiko ekonomi, faktor risiko perubahan gaya hidup, dan

faktor risiko transisi dalam kehidupan yang dapat mengakibatkan family caregiver

mengalami stres (Stanhope & Lancaster, 2004; Wayuningsih, 2011).

Agustina (2013) menyatakan bahwa merawat pasien GGK yang menjalani

terapi hemodialisa menyebabkan stres pada family caregiver yang merawatnya.

Family caregiver berjuang untuk menyeimbangkan antara pekerjaan, dan

perawatan kepada anggota keluarganya yang sedang sakit, sedangkan kesehatan

fisik dan emosi mereka sendiri sering diabaikan, kurangnya sumber daya pribadi,

keuangan, dan emosional, banyak family caregiver mengalami stres yang luar

biasa, depresi dan kecemasan (World Federation of Mental helth, 2010).

Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa merawat anggota

keluarga yang mengalami sakit kronis dapat mempengaruhi berbagai aspek dalam

kehidupan seperti tingkat stres, hubungan dengan anggota keluarga lainnya, dan
4

kehidupan sosial dalam masyarakat (Steinberg et al, 2014). Stres pada family

caregiver terjadi akibat dampak psikologis yang terjadi akibat dari permintaan

atau beban eksternal yang harus dipenuhi pada individu sebagai dampak langsung

akibat pemenuhan kebutuhan fisik, emosional dan kesehatan pada orang

membutuhkan bantuan dalam perawatan (Judd, 2008).

Stres merupakan perubahan psikis yang paling banyak ditemukan dalam

melayani terapi hemodialisa (Nugraha, 2011). Dalam penelitian yang sama

mengatakan selain mengalami kelelahan dan beban ekonomi caregiver juga

mengalami ketakutan dan stres dimana caregiver takut datangnya kematian lebih

cepat pada anggota keluarga yang mengalami GGK.

Untuk mengatasi berbagai stres yang dialami family caregiver, strategi koping

sangat diperkukan untuk mengatasi hal tersebut. Dalam penelitian Retnowati

(2012) mengatakan bahwa strategi koping memiliki peranan penting dalam

interaksi antara situasi yang menekan dan adaptasi. Strategi koping merupakan

upaya-upaya khusus, baik behavioral maupun psikologis yang digunakan untuk

menguasai, mentoleransi, mengurangi atau meminimalkan dampak kejadian yang

menimbulkan stres (MacArthur, 1999). Dalam situasi yang berbahaya dan

mengancam, Strategi koping yang berhasil dapat mengurangi atau menghilangkan

sumber stres dan menghilangkan emosi (Smeltzer & bare, 2002).

Kemampuan koping setiap individu berbeda-beda dimana setiap individu

memiliki pengetahuan, kepercayaan, dan tingkat stresor yang berbeda-beda

(Kozier et al, 2008). Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan Arisandi (2012)

strategi yang digunakan family caregiver pasien kanker sebagian besar cenderung
5

menggunakan strategi koping aktif. Penelitian yang dilakukan Yamada et al (2008)

mengenai orangtua yang merawat anaknya yang didiagnosis kanker, orangtua

dapat menerima perannya sebagai family caregiver dan efektif dalam menghadapi

tekanan, koping aktif dirasa lebih menguntungkan untuk mengatasi stressor yang

dihadapi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Muslimat (2005) pada perawat di ruang

ICU/ICCU RSU PKU Muhammadiyah didapatkan hasil bahwa adanya hubungan

antara tingkat stres kerja perawat dengan strategi koping, dapat diinterprestasikan

bahwa semakin adaptif strategi koping yang digunakan maka stres kerja yang

dialaminya semakin ringan, strategi koping adaptif juga dapat lebih mampu

beradaptasi dengan baik terhadap masalah-masalah atau tuntutan yang dapat

meningkatkan pelayanan, sedangkan pengunaan strategi koping yang berfokus

pada emosi tidak efektif dalam menanggulangi stres dalam jangka panjang. Hasil

tersebut sesuai dengan pendapat Abbraham & Shanley (1997) yang menyatakan

bahwa pengunaan strategi koping yang berfokus pada emosi tidak efektif dalam

menanggulangi stres kerja dalam jangka lama.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di Unit Hemodialisa

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada bulan Agustus 2016, didapatkan data

sebanyak 177 pasien yang aktif menjalani terapi hemodialisa di Unit Hemodialisa

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Pada saat menjalani hemodialisa pasien datang

diantar oleh caregiver pasien, dimana caregiver pasien tersebut ialah family

caregiver seperti ayah, ibu, suami, istri, anak, atau kerabat terdekat yang memiliki

hubungan darah dengan pasien. Pada saat dilakukan wawancara pada family
6

caregiver, family caregiver tersebut mengatakan bahwa pada awalnya tidak

mudah untuk menjadi family caregiver pada pasien hemodialisis. Hal ini

disebabkan karena banyaknya perubahan yang terjadi setelah menjadi family

caregiver pasien hemodialisis, seperti waktu, pekerjaan serta masalah keuangan

dalam rumah tangga. Banyak family caregiver pasien hemodialisis mengalami

permasalah seperti masalah dalam perawatan, konflik dalam keluarga dan masalah

finansial yang mengakibatkan stres pada family caregiver. Akan tetapi, mereka

diharuskan untuk menjalankan dan menerima tugas sebagai family caregiver

pasien hemodialisis. Tingkat stres pada family caregiver satu dengan yang lainnya

berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan seberapa tinggi tuntutan atau

tingkat stresor yang dihadapi family caregiver, strategi koping yang efektif sangat

penting dilakukan family caregiver, dimana banyak dari family caregiver pasien

hemodialisis yang mengalami permasalahan dan sangat berpengaruh terhadap

pengobatan pasien hemodialisis.

Berdasarkan uraian di atas, family caregiver sangat berperan penting dalam

kelangsungan pengobatan pasien hemodialisis yang mengakibatkan berbagai

permasalahan yang menjadikan family caregiver mengalami stres, dalam

menghadapi stres family caregiver mempunyai respon koping yang berbeda-beda,

respon koping juga dapat mempengaruhi tingkat stres pada family caregiver yang

merawatnya dan sangat penting untuk dilakukan penelitian pada family caregiver,

akan tetapi penelitian yang berfokus pada family caregiver masih jarang dilakukan

terutama mengenai masalah stres dan strategi koping pada family caregiver, oleh

karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Hubungan tingkat
7

stres dengan strategi koping caregiver family pasien hemodialisis RSUP Dr.

Sardjito ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah dari penelitian ini

adalah, “Apakah ada hubungan antara tingkat stres dengan strategi koping pada

family caregiver hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta? ”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat stres dengan strategi koping family caregiver

pasien hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat stres yang dialami family caregiver pasien

hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Tahun 2017.

b. Mengetahui strategi koping yang digunakan family caregiver pasien

hemodialisis di RSUP Dr. Sardjito Tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Manfaat hasil penelitian bagi rumah sakit adalah untuk mengetahui hubungan

tingkat stres dengan strategi koping pada family caregiver yang dapat dijadikan

dasar untuk pengembangan kebijakan rumah sakit.


8

2. Bagi Petugas Kesehatan

Diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai stres dan strategi

koping yang dialami oleh family caregiver pada pasien hemodialisis yang dapat

meningkatkan peran perawat dalam memberi asuhan kepada pasien

hemodialisis dan family caregiver yang merawatnya.

3. Keluarga

Manfaat hasil penelitian ini bagi keluarga adalah untuk mengetahui hubungan

tingkat stres dengan strategi koping family caregiver sehingga caregiver lebih

mampu untuk meningkatkan perawatan bagi pasien.

E. Keaslian Penelitian

1. Sari et al (2013), penelitian berjudul “Hubungan Tingkat Stres dan Strategi

Koping pada Pasien yang Menjalani Terapi Hemodialisa” penelitian ini

bertujuan untuk melihat hubungan tingkat stres dan strategi koping pada pasien

yang menjalani hemodialisa di RSUP Arifin Achmad Pekan Baru. Penelitian

ini merupakan penelitian kuantitatif dengan disain penelitian diskriptif korelasi

dengan pendekatan cross-Sectional, jumlah responden dalam penelitian ini

sebanyak 83 dengan menggunakan teknik purposive sampling, sampel diambil

menggunakan kuesioner Depression Anxiety Stress Scale (DASS) untuk

mengukur stres dan ways of coping scale yang telah dimodifikasi untuk melihat

strategi koping yang digunakan. Hasil didapatkan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara tingkat stres dan strategi koping pada pasin yang

menjalani terapi hemodialisa.


9

Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama mepunyai 2 variabel

yaitu tingkat stres dan strategi koping dan jenis penelitian sedangkan perbedaan

dalam penelitian ini adalah responden yaitu pada pasien hemodialisis dan

kuesioner yang digunakan.

2. Ansar (2013), penelitian ini berjudul “Stress and Coping in Caregivers of

Cancer Patients”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi tingkat

stres dan coping pada family caregiver pasien kanker. Penelitian ini merupakan

penelitian kuantitatif dengan disain cross sectional dengan jumlah responden

sebanyak 200 family caregiver yang terdiri dari 100 caregiver nuclear family

dan 100 caregiver join family. Pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan kuesioner Kingston caregiver stress scale (Hopkins & Kilik,

2004) untuk melihat tingkat stres dan kuesioner Multi-dimensional social

support scale (Zimet et al., 1990) untuk melihat dukungan sosial family

caregiver.

Hasil didapatkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara tingkat stres,

penanganan dan dukungan sosial antara family caregiver nuclear dengan

caregiver join family, terbukti bahwa family caregiver nuclear memiliki tingkat

stres yang lebih tinggi dan merasa kesepian pada saat merawat dibandingkan

dengan caregiver join family.

Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah jenis penelitian,

variabel tingkat stres, dan sama-sama menggunakan kuesioner kingston

caregiver stress scale, sedangkan perbedaan dengan penelitian yang akan

dilakukan adalah jumlah sampel, responden penelitian dan tujuan penelitian.


10

3. Retnowati (2012), penelitian berjudul “Strategi Koping Keluarga Dalam

Merawat Anggota Keluarga Penderita Skizofrenia Di Instalasi Rawat Jalan

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat”. Penelitian bertujuan untuk

mengetahui strategi koping keluarga dalam merawat anggota keluarga

penderita skizofrenia di instalasi rawat jalan rumah sakit jiwa provinsi Jawa

barat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dan memiliki 1

variabel. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 96 orang keluarga yang dipilih

menggunakan consecutive sampling dengan menggunakan kuesioner ways of

coping the revised version yang telah dimodifikasi.

Hasil didapatkan sebagian kecil keluarga cenderung menggunakan problem

focused coping (38,5%), sebagian keluarga cenderung menggunakan emotion

focused coping (48%) dan sangat sedikit keluarga yang cenderung

menggunakan strategi koping keduanya (13,5%).

Persamaan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah jenis penelitian

dan persamaan jenis variabel yaitu melihat strategi koping pada family

caregiver, sedangkan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah

jumlah variabel penelitian, jumlah responden dan kuesioner yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai