Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

1. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas


Bernafas merupakan suatu ciri makhluk hidup. Pengertian respirasi berasal dari kata
latin yaitu respire yang artinya bernafas. Respirasi yaitu suatu proses pembebasan energi
yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia dengan menggunakan
sumber oksigen (O) atau proses pertukaran oksigen (O) antara atsmosfer dan darah serta
pertukaran (CO) karbodioksida antara darah dan atsmosfer (Darmanto,2009). Pada proses
pernafasan masalah yang timbul berkaitan dengan pola nafas, jalan nafas atau yang
berkaitan dengan oksigenasi. Salah satu masalah pernafasan yang timbul adalah
ketidakefektifan pola nafas yang disebabkan dari berbagai sebab dan etiologi.
Ketidakefektifan pola nafas merupakan inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi
ventilasi adekuat (NANDA, 2015).
Pada kasus pernafasan yang sering dijumpai pada anak adalah sindrom gawat nafas
atau Respirasi Distress Syndrom (RDS) yang merupakan gangguan pernafasan sering
terjadi pada bayi dengan tanda-tanda takipnue (>60x/menit), retraksi dada, sianosis pada
udara kamar yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray
thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami
RDS (Lissuer dan Fanaroff, 2009). Kegawatan nafas pada neonatus merupakan masalah
klinis yang serius, yang berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas dan biaya
perawatan (Angus, 2010). Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya Respirasi
Distress Syndrom (RDS) namun penanganan awal kegawatan adalah hal yang sangat
penting apabila terjadi apnea yang merupakan salah satu tanda bahaya atau Danger Sign
yang harus ditangani dimanapun bayi baru lahir berada karena Respirasi Distress Syndrom
(RDS) adalah salah satu gangguan nafas yang merupakan kegawatan peinatal jika tidak
ditangani dengan baik maka akan berdampak pada kematian atau gejala sisa bila dapat
bertahan hidup (Sukarni & Sudarti, 2014).
Untuk itu peran serta perawat dalam mencegah kegawatan nafas pada neonatus yaitu
dengan meningkatkan kesejahteraan ibu dan janin dengan melakukan dedikasi dini
melalui pemantauan Ante Natal Care dan pengelolaan bayi yang mengalami distress
pernapasan. Penatalaksanaan utama pada bayi yang mengalami distress pernafasan adalah
pemberian terapi oksigen (O) yang bertujuan untuk stabilisasi system saturasi bayi,
mengatasi keadaan hipoksia dan menurunkan kerja pernafasan. Oksigen (O) merupakan
kebutuhan fisiologis yang paling penting. Tubuh tergantung pada oksigen (O) dari waktu
ke waktu untuk bertahan hidup (Potter & Perry, 2009).
2. Hipertermia b.d proses penyakit
Gagal nafas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam memenuhi kebutuhan
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah, sehingga terjadi
gangguan dalam asupan oksigen dan ekskresi karbondioksida, keadaan ini ditandai dengan
abnormalitas nilai PO dan PCO. Gagal nafas dapat disebabkan oleh penyakit paru yang
melibatkan jalan nafas, alveolus, sirkulasi paru atau kombinasi ketiganya. Gagal nafas
juga dapat disebabkan oleh gangguan fungsi otot pernafasan, gangguan neuromuskular
dan gangguan sistem saraf pusat.
Gagal nafas tipe hiperkapnik terjadi akibat CO2 tidak dapat dikeluarkan dengan
respirasi spontan sehingga berakibat pada peningkatan PCO2 arterial (PaCO2) dan
turunnya pH. Hiperkapnik dapat terjadi akibat obstruksi saluran napas atas atau bawah,
kelemahan otot pernapasan atau biasanya akibat produksi CO2 yang berlebihan. Gagal
nafas tipe hipoksemia terjadi akibat kurangnya oksigenasi, biasanya akibat pirau dari
kanan ke kiri atau gangguan keseimbangan ventilasi dan perfusi (ventilation-perfusion
mismatch).
Pada pemeriksaan fisik, beberapa hasil pemeriksaan yang ditemukan juga dapat
membantu memperkirakan etiologi distress nafas. Bayi prematur dengan berat badan
lahir < 1500 gram dan mengalami retraksi kemungkinan menderita HMD, bayi aterm yang
lahir dengan mekoneum dalam caian ketuban dan diameter antero-posterior rongga dada
yang membesar beresiko mengalami MAS, bayi yang letargis dan keadaan
sirkulasinya buruk kemungkinan menderita sepsis dengan atau tanpa pneumonia, bayi
yang hampir aterm tanpa faktor resiko tetapi mengalami distress nafas ringan
kemungkinan mengalami transient tachypnea of the newborn (TTN), dan hasil
pemeriksaan fisik lainnya yang dapat membantu memperikirakan etiologi distress nafas.
Penatalaksanaan neonatus dengan gagal nafas sebaiknya ditujukan pada
penyakit yang mendasarinya. Bayi baru lahir yang mengalami gangguan nafas berat harus
dirawat di ruang rawat intensif untuk neonatus (NICU), bila tidak tersedia bayi harus
segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas NICU. Sebelum dirujuk atau
dipindahkan ke NICU, penatalaksanaan yang tepat sejak awal sangat diperlukan untuk
mencapai keberhasilan perawatan. Monitoring temperatur merupakan hal yang penting
dalam perawatan neonatus yang mengalami distress pernafasan. Keadaan hipo maupun
hipertermi harus dihindari. Temperatur bayi harus dijaga dalam rentang 36,5−37,5oC.
Enteral feeding harus dihindari pada neonatus yang mengalami distress nafas yang berat,
dan cairan intravena dapat segera diberikan, untuk mencegah keadaan hipoglikemia.
Keseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa harus diperhatikan. Pemberian cairan
biasanya dimulai dengan jumlah yang minimum, mulai dari 60 ml/kgBB/hari dengan
Dekstrose 10% atau ¾ dari kebutuhan cairan harian. Kalsium glukonas dengan dosis 6-8
ml/kgBB/hari dapat ditambahkan pada infus cairan yang diberikan.16 Pemberian nutrisi
parenteral dapat dimulai sejak hari pertama. Pemberian protein dapat dimulai dari 3,5
g/kgBB/hari dan lipid mulai dari g/kgBB/hari.
Prinsip lain perawatan neonatus yang mengalami distress nafas adalah minimal
handling. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan monitor sekaligus untuk menilai
keadaan kardiorespiratorik, temperatur, dan saturasi oksigen pada bayi.

3. Perfusi jaringan tidak efektif


Gangguan pernafasan yang sangat serius pada bayi baru lahir atau neonates
berkontribusi pada tinggi nya morbiditas, mortalitas. Pada neonatus, gangguan
pernapasan yang sering ditemukan adalah sindroma gawat nafas (respiratory distress
syndrome). Gangguan ini terjadi pada saat kelahiran atau beberapa jam setelah bayi
lahir. Bayi yang usaha nafasnya tidak sanggup mempertahankan nilai analisis darah
yang normal akan membutuhkan suplai oksigen yang adekuat, dengan menggunakan
ventilasi mekanik diantaranya. Bayi yang menggunakan ventilasi mekanik
membutuhkan pemantauan saturasi oksigen, frekuensi denyut jantung dan frekuensi
pernafasan, guna mengetahui apakah suplai oksigen yang diberikan sudah memenuhi
kebutuhan oksigenasi jaringan tubuh (Rahmadevita, 2014)

Pada kasus ini pasien di diagnosa distress pernafasan, down syndrome, PJB.
Bayi baru lahir dengan PJB memberikan tanda gejala dini mungkin mengalami
sianosis, umumnya PJB dengan aliran paru berkurang akan lebih memberi gejala
sianosis. Pada sianosis sentral akibat PJB aktifitas fisik seperti menangis justru akan
memperberat sianosisnya, usaha fisik bertambaha dengan tangisan yang menaikan
konsumsi oksigen dan menurunkan aliran darah pulmonal yang menyebabkan
sianosis. Pada atresia tricuspid, katub triskupid bentuknya tidak normal menyebabkan
katub menjadi kaku dengan oklusi total pada aliran masuk ke ventrikal kanan.
Akibatnya seluruh vena sistemik melalui foramen oval ke atrium kiri dan vntrikel kiri.
Sebagian besar terdapat defek septum ventrikel, vnetrikel kanan mengecil karena
aliran darah dari ventrikel kiri melalui defek septum ventrikel dan ventrikel kanan ke
arteri pulmonalis. Setelah ductus arteoisus menutup percampuran darah hanya
tergantung pada DSV sehingga sianosis bertambah. (Garina, 2013)

Pada pemeriksaan pasien terdapat takikardie, sesak, terdapat bunyi tambahan


pada jantung s1,s2,s3 CRT > 2 detik, mukosa bibir tampak pucat, kulit dan kuku.
Terjadi suara tambahan karena aliran melalui defek septum ventrikel dan katub
pulmonal besar, mengakibatkan denyut jantung meningkat. Saat lahir, jika arteri besar
berubah, aorta sebagai kompenen bunyi jantung kedua mungkin terdengar keras. Suara
tambahan terdengar sebagai akibat aliran yang melalui defek septum ventrikel atau
adanya obstuksi aliran keluar dari ventrikel kanan. (Garina, 2013). Terdapat sesak dan
pucat pada bagian tubuh dikarenakan alkalosis respiratorik saat darah menjadi basa
karena pernafasan yang cepat dan menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah
menjadi rendah.

4. Hipervolemia
Menurut Almunul dalam Astuti (2018) kebutuhan cairan adalah bagian dari kebutuhab
dasar manusia yang memiliki proporsi besar dalam tubuh. Pengaturan cairan dilakukan
oleh mekanisme rasa haus, system hormonal yakni Anti Diuretik Hormon (ADH).
Cairan tubuh dapat berpindah dengan cara yaitu dengan difusi, osmosis, dan transport
aktif. Cara perpindahan yang pertama yaitu difusi yang berarti molekul berpindah dari
konsentrasi yang tinggi ke rendah. Cara perpindahan cairan yang kedua yaitu osmosis
yang berarti perpindahan zat dari larutan dengan konsentrasi kurang pekat ke larutan
konsentrasi yang lebih pekat melalui membrane semipermeable sehingga volume
cairan dengan konsentrasi kurang pekat akan berkurang dan volume cairan dengan
konsentrasi lebih pekat akan bertambah. Pada penyakit jantung bawaan dikarenakan
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah sehingga mengakibatkan penimbunan
darah dalam atrium, vena kava dan sirkulasi besar. Penimbunan darah divena hepatica
menyebabkan hepatomegaly dan kemudian menyebabkan asites. Pada ginjal akan
menyebabkan menyebabkan penimbunan air dan natrium sehingga terjadi edema (Ain,
2015)
Pada Kasus Pasien memiliki edema pada palpebra, edema pada genetalia dan asites
pada abdomen. Tanda gejala tersebut disebabkan karena hipervolemia terjadi karena
kondisi tubuh menyimpan terlalu banyak kelebihan volume cairan, hypervolemia juga
menggambarkan kelebihan cairan dalam darah. Hypervolemia merupakan gejala pada
orang dengan penyakit jantung, karena jantung tidak mampu memompa darah
keseluruh tubuh, sehingga mengakibatkan penurunan fungsi ginjal untuk mengeluarkan
cairan (Mutaqin, 2009).
Daftar pustaka

Ain, Nur. 2015. Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Bawaan pada Anak di RSUP Dr. Djamil
Padang Periode Januari 2010-Mei 2012. Jurnal Kesehatan Andalas.4(3)

Effendi, Sjarif H & Andri F. (2010). Diagnosis Dan Penatalaksanaan Kegagalan Nafas Pada
Neonatus. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Efi Nuriyanti., Ning Iswati & Miswarginingsih. (2017). Analysis Of Nursing In Neonatal Problems
With Breath Pattern Ineffectiveness In The Melati Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto
Hospital.

Muttaqin, Arif. 2009. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan system
kardiovaskular dan hematologi. Jakarta: salemba medika

Astuti, Yeni Eka. 2018. Hypervolemia pada pasien congestive heart failure. Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan. 7(2). 101-221

Rahmadevita. 2013. Memperbaiki saturasi oksigen, frequensi denyut jantung dan pernafasan
neonates yang menggunakan ventilasi mekanik. Jurnal Keperawatan Indonesia. 16(3).
154-160

Garina. 2013. Pendekatan diagnosis dan penatalaksaan penyakit jantung dengan sianosis pada
neonates. Bandung: Universitas islam bandung

Anda mungkin juga menyukai