Disusun Oleh:
Anggita Setiya Damayanti 115130100111025
Septin Mauludiyana 115130100111032
Yossy Alfianita 115130100111038
Dina Anisa Isnu H 115130100111046
Tri Ratih Ayu Permatasari 115130101111029
Ervin Kusumawardani 115130101111035
Septian Vidya Paangastuti 115130101111041
Yudana Jatmika Putri 115130101111048
Irina Natalena Osanti 115130107111015
Nailul Islahiyah Alfi 115130107111021
Anemia
Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya
asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.
c. Saluran kemih: hematuria.
d. Saluran nafas: hemoptisis.
2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang
kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.
3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan,
dan kehamilan.
4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi
bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan
kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak
diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini
dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin. Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul
dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasiplasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya,
hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalamurin (hemoglobinuria).
c. Diagnose Tentative
Dari hasil analisa gejala klinis yang muncul dan hasil pemeriksaan laboratorium darah, maka
dugaan penyakit yang diderita anjing tersebut adalah:
1. Canine Distemper
Distemper adalah suatu penyakit yang menular pada anjing, serigala, anjing hutan, rakun,
cerpelai, dan sejenis musang (Dharmojono, 2001). Canine distemper lebih sering menyerang
pada anjing muda yang berumur 3-.9 bulan. Ini biasa terjadi pada hewan di bawah tekanan
atau anjing yang terisolasi dari anjing lainnya. Penyakit distemper kira-kira 90% pada anjing
berakibat fatal jika tidak ada perawatan pada anjing yang menderita distemper tersebut. Jika
ada anjing yang bisa bertahan, maka banyak yang akan menderita kerusakan permanent pada
sistem saraf ( otak dan tulang belakang), parsial atau total kelumpuhan sering terjadi, atau otot
/anggotagerak tidak dapat dikendalikan sehingga terdapat gangguan secara berkala (Lane dan
Cooper, 2003).
Virus distemper termasuk virus yang besar ukurannya. Diameternya antara 150-300 um
dengan nukleocapsid simetris (nucleocapsid of helical symetryl) dan terbungkus lipoprotein
(lipoprotein envelope). Virus distemper terdiri atas 6 struktur protein yaitu Nukleoprotein (N)
dan 2 enzim (P dan L) pada nukleocapsidnya, juga membran protein (M) di sebelah dalam
dan 2 protein lagi (H dan F) pada bungkus lipoprotein di sebelah luar. Hemaglutinasi protein
hanya terjadi pada virus measle tetapi tidak pada virus morbili lainnya (Dharmojono, 2001).
Virus distemper termasuk dalam famili Paramyxoviridae, genus morbilivirus dan spesies
Canine Deistemper Virus. Terdapat hanya satu serotipe virus, tetapi galur beraneka ragam.
Virus menjadi tidak aktif dengan cepat pada temperatur 37ºC dan dalam beberapa jam pada
temperatur kamar. Desinfektan dengan mudah dapat merusak infektivitas virus (Fenner dkk,
1993)
Gejala klinis pada kasus akut ditandai timbulnya demam dan kematian secara
mendadak. Anoreksia, pengeluaran lendir, konjungtivitis dan depresi biasa terjadi selama
stadium ini (Fenner dkk, 1993). Setelah masa inkubasi 3-7 hari, anjing yang terinfeksi
menderita 2 fase : 1) Fase mukosa : ditandai dengan gejala muntah dan diare, kulit yang tebal
dan keras pada hidung serta bantalan kaki (”Hard Pad Disease”), 2) Fase Neurology/saraf
(gejala klasik dimulai dari gemeretak dan gemetar dari rahang, gangguan hebat ke seluruh
tubuh :”Chewing Gum Fit”): tremor, hilang keseimbangan dan tungkai menjadi lemah, jika
keadaan melanjut bisa menyebabkan kematian atau dapat juga menjadi non progresif dan
permanen (Anonimus, 2004).
Beberapa anjing terutama dapat menderita gangguan pernafasan dan juga terjadi
gangguan pencernaan. Gejala pertama dari bentuk pulmonaris (paru) adalah peradangan cair
dari laring dan bronchi, tonsillitis dan batuk. Selanjutnya terjadi bronchitis atau
bronchopneumonia cair dan kadang-kadang pleuritis. Sehingga hewan menunjukkan dyspnoe
dan takypnoe. Kemudian terlihat adanya akumulasi mukopurulen didaerah canthus medial
mata, anjing terlihat depresi dan anoreksia kemudian berkembang menjadi diare. Gejala
saluran pencernaan meliputi muntah yang hebat dan mencret berair. Setelah mulainya
penyakit, gangguan syaraf pusat dapat diamati pada sejumlah anjing, dicirikan oleh perubahan
tingkah laku, pergerakan yang dipaksakan, spamus, serangan menyerupai ayan, ataxia, dan
paresis (Merck and Co, 1986).
Pada beberapa penderita akan memperlihatkan gejala CNS dan diikuti gejala penyakit
sistemik. Gejala CNS antara lain : hiperestesia, depresi, ataxia, paresis atau paralisa, dan
tremor otot, encephalitis. Pada anjing tua adanya gejala encephalitis sangat berkurang sejak
diperkenalkannya vaksin aktif distemper. Encephalitis dapat menyebabkan kerusakan mental
yang fatal (Dharmojono, 2001). Gejala klinis lain diantaranya, hewan selalu ingin tidur ,
hyperkeratosis pada hidung dan bantalan kaki dan lesi pada syaraf mata dan retina (Tilley and
Smith, 2000).
Lesi degenerasi yang menonjol ditemukan pada hati dan ginjal anjing penderita distemper
berumur 2,5 bulan dan 4 bulan. Hal ini disebabkan oleh virus melalui sirkulasi darah masuk ke
hati dan ginjal. Virus distemper ini awalnya bereplikasi dalam jaringan limfatik dalam sistem
pernafasan. Virus akan menginfeksi sistem saraf pusat, sistem pencernaan, sistem pernafasan,
epitel urogenital dan saraf optic.
Diferensial diagnosa dari distemper pada anjing yaitu rabies, pneumonia. Infeksi B.
bronchiseptica, idiopatik epilepsy , hipoglikemia, trauma CNS dan gagal ginjal (Schaer,
2003). Sedangkan menurut Tilley and Smith (2000) adalah kennel cough dapat meyebabkan
penyakit respirasi, gejala enteritis merupakan differesial diagnosa dari infeksi CPV dan
corona virus, infeksi bakteri, gastroenteritis dan penyakit radang bowel.
2. Renal Failure
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh atau
melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk
dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi
endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit
sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan
ginjal.
Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap
akibat kegagalan sirkulasi renal dan disfungsi tubular dan glomerular. Ini dimanifestasikan
dengan anuria, oliguria, atau volume urin normal. Disampaing volume urin yang diekskresi,
pasien gagal ginjal akut mengalami peningkatan kadar nitrogen urea darah (BUN) dan
kreatinin serum dan retensi produk sampah metabolik lain yang normalnya diekskresikan oleh
ginjal.
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah:
1. Kondisi prerenal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi prerenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju
filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume (hemoragi atau
kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan
gangguan fungsi jantung (infark miokardium, gagal jantung kongestif, atau syok kardiogenik)
2. Penyebab intrarenal (kerusakan actual jaringan ginjal)
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau
tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, dan infeksi serta agen
nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal.
Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan pembebasan hemoglobin dan mioglobin
(protein yang dilepaskan dari otot ketika cedera), sehingga terjadi toksik renal, iskemik atau
keduanya. Reaksi tranfusi yang parah juga menyebabkan gagal intrarenal, hemoglobin
dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di
tubulus ginjal menjadi faktor pencetus terbentuknya hemoglobin. Penyebab lain adalah
pemakaian obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia.
Medikasi ini mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal,
menyebabkan iskemia ginjal.
3. Pasca renal
Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di
bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat, akhirnya laju filtrasi glomerulus
meningkat.
Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oligoria belum diketahui, namun
terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa factor mungkin reversible jika
diidentifikasi dan ditangani secara tepat sebelum fungsi ginjal terganggu. Beberapa kondisi
yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal:
(1) hipovolemia;
(2) hipotensi;
(3) penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif;
(4) obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah, atau batu
ginjal dan
(5) obstrusi vena atau arteri bilateral ginjal.
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut; periode awal, periode oliguria,
periode diuresis dan periode perbaikan. Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan
terjadinya oliguria. Periode oliguria (volume urin kurang dari 400 ml/24 jam) disertai
peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea,
kreatinin, asam urat dan kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urin minimal
yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada
tahap ini gejala uremik untuk pertamakalinya muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa
seperti hiperkalemia terjadi. Pada banyak pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi
ginjal disertai kenaikan retensi nitrogen namun pasien masih mengekskresaikan urin. Hal ini
merupakan bentuk nonoligurik dari gagal ginjal dan terjadi terutama setelah antibiotic
nefrotoksik diberikan kepada pasien, dapat juga terjadi pada kopndisi terbakar, cedera
traumtaik dan penggunaan anestesi halogen. Pada tahap ketiga, periode diuresis, pasien
menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda perbaikan glomerulus.
Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun. Meskipun haluran urin
mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik
mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan.
Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikanfungsi ginjal dan berlangsung selama 3
sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal. Meskipun terdapat reduksi laju
filtrasi glomerulus permanent sekitar 1% samapi 3%, tetapi hal ini secar klinis tidak
signifikan.
Manifestasi klinis dan abnormalitas nilai laboratorium
hampir semua system tubuh dipengaruhi ketika terjadi kegagalan mekanisme pengaturan
ginjal normal. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah,
dan diare. Kulit dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi dan napas mungkin berbau
urin (fetor uremik). Manifestasi system saraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala,
kedutan otot dan kejang. Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju
peningkatannya tergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan
masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Pasien yang
mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu mengekskresikan kalium seluler
ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar serum K+ tinggi).
Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung. Peningkatan konsentrasi serum fosfat
mungkin terjadi, serum kalsium mungkin menurun sebagai respon terhadap penurunan
absorbsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar
serum fosfat. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisiyang tidak dapat
dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI