FIKIH JINAYAT
Oleh
Kelompok 5
FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2019
A. Pengertian Pidana dalam Islam (Jinayah)
a. Pengertian Secara Etismologis
Pidana Islam dalam kosa kata bahasa Arab adalah ‘uqubah ()االعقوبة.
‘Uqubah, menurut bahasa, berkedudukan sebagai ‘isim masdar yang berasal
dari kata عقوب، عقابا، يعقب، عقب, yang berarti الجزاء بالشر,
yaitu pembalasan dengan keburukan (siksaan), hukuman, pidana, balasan
dan menahan.
Artinya:
‘Uqubah adalah balasan yang dibuat oleh Syari’ (Allah SWT dan Rasul-
Nya) untuk menolak atau mencegah diri mengerjakan perbuatan yang
dilarang, dan meninggalkan perbuatan yang diperintah.
1
2. Hukuman bertujuan Untuk kemaslahatan ummat.
3. Hukuman itu dibuat untuk orang yang melanggar perintah Allah SWT,
atau larangannya.
2
Artinya:
Jinayah adalah nama (sebutan) orang yang berbuat tindak pidana(delik)
atau orang yang berbuat kejahatan.
Dalam definisi lain ia mengumukakan sebagai berikut.
سواء الفعل على نفس اومال، اسم الفعل المحرم شرعا: الجناية
اوغير ذلك
Artinya:
Jinayah adalah nama perbuatanyang diharamkan berdasarkan Syari’ah
baik perbuatan yang mengenai jiwa orang, harta dan lainnya.
Sayyid Sabiq memberikan definisi jinayah sebagai berikut.
3
2. Perbuatan itu berbahaya bagi agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta.1
“Dan dalam Qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Al-Baqarah 179)
“ Dan hendak lah kamu memutus perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan
berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingan
1
Dr. Mardani, Hukum Islam. (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR CELEBAN TIMUR).
H. 109-112
4
kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kapadamu. Jika
mereka berpaling (dari Hukuman ang telah di turunkan Allah), maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan
musibah kepada mereka di sebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan
sesungguhnya kebanyakan manusia orang-orang yang fasik”. (QS. Al-
Maidah 49)
ش َج َر بَ ۡينَ ُه ۡم ثُم ََل يَ ِجدُواْ فِ َٰٓي أَنفُ ِس ِه ۡم َ َف ََل َو َر ِب َك ََل ي ُۡؤ ِمنُونَ َحت ٰى يُ َح ِك ُم
َ وَك فِي َما
س ِل ُمواْ ت َ ۡس ِليما أقسم هللا تعالى بنفسه الكريمة أن ۡهؤَلء َل َ ض ۡي
َ ُت َوي َ ََح َرجا ِمما ق
،يؤمنون حقيقة حتى يجعلوَك حكما فيما وقع بينهم مۢن نزاع في حياتك
ثم َل يجدوا في أنفسهم ضيقا مما انتهى إليه،ويتحاكموا إلى سنتك بعد مماتك
فالحكم بما جاء به رسول هللا صلى هللا، وينقادوا مع ذلك انقيادا تاما،حكمك
عليه وسلم مۢن الكتاب والسنة في كل شأن مۢن شؤون الحياة مۢن صميم اإليمان
)٦٥( .مع الرضا والتسليم
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada Hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu Hakim terhdap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”,
(QS.An-Nisa’ 65).
5
memungkinkan dilaksanannya hukuman, ia di bebaskan dari hukuman.
Diantara macam-macam hapusnya hukuman ini ada empat macam:
6
kekuatan berrfikir maupun sebagiannya. Gila dan keadaan-keadaan lain yang
sejenis:
Gila berselang
Orang yang terkena penyakit gila berselang tidak dapat berfikir
tetapi tidak terus- menerus.
Gila sebagian
Gila sebagian menyebabkan seseoarang tidak dapat berfikir dalam
perkara-perkara tertentu, sedangkan perkara-perkara yang lain ia masih
dapat berfikir.
d. Dungu (Al-‘ithu)
“Orang dungu adalah orang yang minim pemahamannya, pembicaraannya
bercampur baur, tidak beres permikirannya, baik hal yang dibawa sejak kecil
atau timbul kemudian karena suatu penyakit.
7
masa yang dilalu hidupnya, mulai dari kelahiran sampai masa memiliki
kedua perkara tersebut.2
Dari penjelasan tersebut, dapat ditarik unsur atau rukun umum dari
jinayah. Unsur atau rukuun jinayat tersebut adalah:
2
Daud Tarmizi, Sebab Terhapusnya Hukum Jinayah, di akses dari
https://rifakh.blogspot.com/2016/12/ tanggal 24 Maret 2019 pukul 22:22
8
b) Adanya unsur perbuatan yang membentuk jinayah, baik berupa melakukan
perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diharuskan.
Unsur ini dikenal dengan istilah “unsur material” (al-Rukn al-Madi)
c) Pelaku kejahatan adalah orang yang dapat menerima khithab atau dapat
memahami taklif, artinya pelaku kejahatan tadi adalah mukallaf, sehingga
mereka dapat dituntut atas kejahatan yang mereka lakukan. Unsur ini
dikenal dengan istilah “unsur moral” (al-Rukn al-Adabi)
Disamping unsur umum ini, ada unsur khusus yang hanya berlaku
didalam satu jarimah dan tidak sama dengan unsur khusus jarimah lain;
misalnya mengambil harta orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi adalah
unsur khusus untuk pencurian. Hal ini berbeda dengan unsur khusus di dalam
perampokan yaitu mengambil harta orang lain dengan terang-terangan.3
3
A. Jazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1997), H. 2-3
9
“Sebelum ada nash (ketentuan), tidak ada hukuman bagi perbuatan orang-
orang yang berakal sehat.”
Asas legalitas yang terkenal di dalam hukum positif telah ada sejak
Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ayat-ayat yang
menggambarkan adanya asas legalitas diantaranya adalah Surah Al-Isra
ayat 15 dan Al-Qashash ayat 59. Dengan demikian maka syariat Islam
telah mengenal lebih dahulu asas ini.
10
sebelum peraturan itu dikeluarkan. Dengan demikian peraturan pidana
dalam hukum pidana Islam juga tidak berlaku surut.[7] Hal ini juga
dijelaskan oleh Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 22-23, Al-Maidah ayat 38.
11
unsur materiilnya adalah perbuatan yang merusak keturunan, jarimah
qadzaf unsut materiilnya adalah perkataan yang berisi tuduhan zina,
sedangkan jarimah pembunuhan unsur materiilnya adalah perbuatan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Dengan kata lain pengertian
unsur materiil dari suatu jarimah adalah sebagaimana yang dikemukakan
Muhammad Abu Zahrah :
12
Fase persiapan juga tidak dianggap sebagai maksiat yang dapat
dihukum, kecuali apabila perbuatan persiapan itu sendiri dipandang
sebagai maksiat. Akan tetapi mazhab Hambali dan Maliki, perbuatan
persiapan dipandang sebagai perantara kepada perbuatan yang haram dan
hukumnya adalah haram. Sehingga dengan demikian pelakunya
dikenakan hukuman.
Turut serta melakukan jarimah itu ada dua macam yaitu turut
serta secara langsung dan secara tidak langsung. Turut serta secara
langsung terjadi apabila orang yang melakukan jarimah dengan nyata
lebih dari satu orang. Turut berbuat tidak langsung adalah setiap orang
yang mengadakan perjanjian dengan orang lain untuk melakukan suatu
perbuatan yang dapat dihukum, menyuruh (menghasut) orang lain atau
memberikan bantuan dalam perbuatan tersebut disertai dengan
kesengajaan.
1. Pertanggungjawaban pidana
13
perbuatan maksiat, yaitu mengerjakan perbuatan yang dilarang oleh
syara’ atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan oleh syara’.
4
Detty Apriliani, Fikih Jinayah: Unsur-Unsur Jinayah, di akses dari
https://makalahtugaskuliahku.blogspot.com/2014/10/7 pada tanggal 23 Maret 2019 pukul 22:45
14
DAFTAR PUSTAKA
15