Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SUMBER TASYRI’ SAMAWI


( WAHYU TUHAN DAN AQLY(MANUSIA) )

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah : Hikmatut Tasyri’
Dosen Pengampu : Muhammad Muhsin Arumawan

Disusun Oleh:

Novia Elok Rahma Hayati (16110001)

Khoirun Nisa’ (16110018)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK
IBRAHIM MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan benar. Dalam makalah ini kami akan membahas
tentang “Sumber Tasyri’ Samawi (Wahyu Tuhan Dan Aqly (Manusia))”.
Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman jahiliyah menuju
zaman Islamiyah, yaitu Ad-dinul Islam.

Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Hikmatut Tasyri’. Atas segala bimbingan dan bantuan yang diperoleh dari
berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Muhammad Muhsin Arumawan selaku Dosen Pengampu mata kuliah


Hikmatut Tasyri’.
2. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan.
3. Semua teman-teman yang selalu kami sayangi.
4. Siapa saja yang telah membaca dan memanfaatkan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekuranan
dan belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari
rekan-rekan dan pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Malang, 17 Februari 2019

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................


DAFTAR ISI .....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................
A. Latar Belakang ..................................................................................
B. Rumusan Masalah ..............................................................................
C. Tujuan.................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................
A. Pengertian Tasyri’...............................................................................
B. Macam-Macam Tasyri’.......................................................................
C. Sumber-Sumber Tasyri’ Samawi........................................................
BAB III PENUTUP ..........................................................................................
A. Kesimpulan ........................................................................................
B. Saran ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Islam memiliki banyak ilmu yang sangat menarik untuk dikaji, salah
satunya yakni ilmu tentang pensyariatan syariat islam. Syariat bersumber dari
Al-Qur’an Al-Karim, sabda-sabda dan perbuatan Rasulullah SAW yang
menjelaskan Al-Qur’an dan menerangkan maksud-maksudnya. Itulah yang
dikenal dengan as-Sunnah. Selain ilmu ini juga mengambil materi dari
pendapat para fuqaha’. Pendapat-pendapat itu meskipun bersandar kepada Al-
Qur’an dan As-Sunnah namun merupakan hasil pemikiran yang telah
terpengaruh oleh pengaruh yang berbeda-beda sesuai dengan masa yang
dialami dan pembawaan-pembawaan jiwa (naluri) bagi setiap fuqoha tersebut.
Untuk mengetahui lebih lanjut munculnya pensyariatan hukum Islam,
terlebih dahulu kita mengetahui sumber muculnya suatu hukum tersebut yaitu
baik dari Al-Qur’an dan Sunah. Kalau tidak, maka akan melahirkan
pemahaman hukum yang cenderung ekstrim bahkan mengarah pada merasa
benar sendiri. Oleh karena itu memahami hukum Islam dengan mengetahui
latar belakang pembentukan hukumnya, dan sumbernya menjadi sangat
penting agar tidak salah dalam memahami hukum Islam itu.

4
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimakasud dengan tasyri’?
2. Apa saja macam-macam tasyri’?

3. Apa saja sumber-sumber tasyri’ samawi?

C. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami pengertian tasyri’.
2. Mengetahui macam-macam tasyri’.

3. Mengetahui dan memahami sumber-sumber tasyri’ samawi.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TASYRI’
Tasyri’ artinya pembentukan hukum. Kata-kata Tasyri’ tersebut
diambil dari kata-kata “‫ شريعه‬/Syari’ah”, yang artinya “jalan lurus” Sesuai
dengan arti ini seperti yang tersirat dalam firman Allah SWT Berbunyi :

( 18 :‫ك نعنلىَ نشذرينعةة ممنن اعلنعمذر نفاَتلبذععنهاَ نونل تنتلبذعع أنعهنوُاء اللذذينن نل ينععلنمموُنن )الجشية‬
‫ثملم نجنععلنناَ ن‬

Artinya : “Kemudian kami jadikan engkau hai…..Muhammad pada jalan


yang lurus dari urusan agama ; oleh karena itu ikutilah Syariah itu, dan
janganlah engkau turuti kemauan-kemauan orang-orang yang tidak tahu”.
(Surat Al Jasyiyah : 18)1
Selanjutnya kata-kata Syari’ah itu dipakailah oleh para Ulama kepada
arti “Hukum-hukum/ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh Allah SWT
untuk hamba-hambanya, agar mereka-mereka itu mempercayainya dan
menjalankanya”.2 Hukum-hukum/Ketentuan-ketentuan tersebut meliputi
perbuatan-perbuatan, kepercayaan dan akhlak, sehingga mereka-mereka itu
bahagia dalam hidupnya di dunia dan di akhirat. Dari kata Syari’ah yang
berarti seperti ini diambillah kata “ Tasyri’ ” yang artinya membentuk hukum
serta menggariskan kaidah-kaidahnya.
Menurut Prof. Dr. Abdul Wahhab Khallaf yang dikutip oleh Wajidi
Sayadi, tasyri' adalah pembentukan dan penetapan perundang-undangan
yang mengatur hukum perbuatan orang mukallaf dan hal-hal yang terjadi
tentang berbagai keputusan serta peristiwa yang terjadi dikalangan mereka.3

B. MACAM-MACAM TASYRI’
Dari pengertian di atas dapatlah diketahui bahwa tasyri’ adalah suatu
ilmu khusus yang membicarakan tentang tata cara atau proses pembentukan
1
Muhammad Ali As-Sayis, Sejarah Fikih Islam, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar Cetakan pertama,
2003), hal.14
2
Muhammad Zuhri, Terjemah Tarikh Tasyri’ Al-Islami, (Semarang : Darul Ihya’, 1980), hal.29
3
Prof.Ab.Wahhab Khollaf, Khulashoh Tarikh Tasyri’ Islam dan Terjemahannya (Solo : Ramdhani,
1993), hal.7, penerjemah Kh. A. Aziz Masyhuri

6
hukum Islam. Dengan demikian tasyri’ akan menjelaskan bagaimana cara
seorang ulama menetapkan suatu ketentuan hukum atau fiqh, yang bersumber
kepada nash atau syari’at, baik yang bersumber dari wahyu Allah maupun
dari penjelasan Rasulullah. Pembentukan undang-undang Islam (tasyri’) ada
dua sumber yakni :4
1. Tasyri’ Samawi
Tasyri’ Samawi adalah kumpulan perintah, larangan, petunjuk dan
kaidah-kaidah yang disyari’atkan Allah kepada umat, melalui tangan rasul
yang diutus dari bangsa mereka sendiri. Rasul mengajak umat untuk
mengamalkan semua itu dan menyampaikan apa yang dijanjikan Allah,
yang terdiri dari pahala bagi orang yang taat dan siksa bagi orang yang
melakukan maksiat. Secara singkat tasyri’ samawi adalah hukum yang
berasal dari ketetapan agama atau peraturan-peraturan yang bersumber
dari Al-Qur’an dan al-Hadits.5
2. Tasyri’ Wadhi
Tasyri’ Wadh’i adalah peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh
para mujtahidin, baik mujtahidin para sahabat, maupun mujtahidin para
tabi’in atau tabi’ tabi’in dan seterusnya dengan jalan mengistinbatkan dari
nash Al-qur’an maupun al-Hadits dan mereka melaksanakan sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh hukum itu.6
Sedangkan perbedaan dari kedua tasyri’ tersebut dapat dipandang
dari berbagai segi, diantaranya :7
a) Hukum samawi bermaksud membentuk seseorang seperti berakhlak
baik, maka di dalamnya dididik kesucian hati, ketinggian jiwa,
ketanggapan perasaan, menyebarluaskan kewajiban, dan
memperhatikan kuatnya hubungan diantara seseorang dengan
saudaranya dan dengan penciptanya secara sempurna. Berbeda dengan
hukum wadh’i yang tidak memperhatikan itu kecuali apa yang wajib

4
Hallag, Wael B, Sejarah Teori Hukum Islam, Pengantar untuk Ushul Fiqh Mazhab Sunni,
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001), hal.37
5
Ibid, hal.38
6
Ibid, hal.39
7
Zuhri Muh, Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, (Jakarta : PT Raya Grafindo Persada, 1996),
hal.56-58

7
bagi seseorang menurut pandangan manusia, walaupun menyalahi apa
yang dikhususkan seseorang bagi jiwanya.
b) Hukum samawi itu positif dan negatif, dalam arti ia memerintah dan
menghendaki kebaikan melalui janji yang baik, serta mencegah dari
kemungkaran, dan macam-macam penyakit serta menjauhi itu semua
dengan ancaman yang menakutkan dan larangan keras. Sedangkan
undang-undang wadh’i, ia hanya memperhatikan, pertama-tama
larangan berbuat kejahatan demi menolak kerusakan dalam masyarakat.
Karena itu, hukum wadh’i dipandang yang negatifnya saja atau lebih
banyak segi negatifnya daripada segi positifnya.
c) Hukum samawi merupakan agama yang dianut, maka mengerjakannya
merupakan ketaatan dan diberi pahala karenanya, dan menyalahinya
merupakan maksiat yang diberi siksa. Sedangkan hukum wadh’i,
balasannya langsung di dunia dan bersifat materi, dilaksanakan oleh
penguasa badan eksekutif dan yudikatif.
d) Hukum samawi memperhitungkan amal perbuatan, baik lahir maupun
batin dan yang akan datang, yang merupakan wasilah pada yang
lainnya. Sedangkan hukum wadh’i tidak memperhitungkan itu, kecuali
sebagian perbuatan lahir yang mempunyai hubungan dengan yang
lainnya.
e) Hukum samawi itu merupakan ciptaan Allah, ia meliputi semua
perbuatan hamba-hamba-Nya, baik yang nampak maupun yang tidak
Nampak. Ia selalu abadi, adil dan memenuhi apa yang mereka maksud,
dari segi kemaslahatan yang Allah ajarkan kepada mereka hingga habis
waktu yang ditentukan untuk hukum itu. Berbeda dengan hukum
wadh’i, ia adalah hasil produk penguasa dalam masyarakat, dan tidak
diragukan lagi bahwa dalam penyusunannya dipengaruhi oleh situasi
dan kondisi, serta dalam pengamalannya dipengaruhi oleh faktor-faktor
sosial, ‘urf (kebiasaan), adat dan lingkungan, serta dipengaruhi oleh
faktor-faktor alam seperti waktu, tempat, dan cuaca.
f) Terkadang hukum wadh’i boleh menghidupkan apa yang diharamkan
hukum samawi, seperti menjual khamer, membuka rumah bordil,
melakukan riba, dengan alasan bahwa ini mencukupi kemaslahatan
manusia, atau bahayanya hanya sedikit. Sebagaimana juga melarang

8
yang dibolehkan atau diwajibkan oleh hukum samawi, seperti melarang
manusia berkumpul, melarang menanam kapas umpamanya dengan
ukuran tertentu, menghalangi mereka menikah kecuali pada umur
tertentu atau tidak melakukan potong tangan bagi pencuri atau mendera
peminum khamer, dengan alasan bahwa hukum had itu menafikan kasih
sayang dan peradaban. Itulah segi-segi perbedaan antara dua hukum
secara global. Dari sini jelaslah bahwa hawa nafsu, kehendak, faktor
yang tumpang tindih, pandangan pembuat hukum, kadar peradaban dan
ilmunya berpengaruh besar dalam hukum wadh’i.

C. SUMBER-SUMBER TASYRI’ SAMAWI


1. AL-QURAN
a. Pengertian Al Qur’an
Menurut definisi yang diberikan oleh para ulama Usul Fiqih antara
lain ialah :
‫ بالفظ العربى المنقول بالمتواترالمبدوء‬.‫م‬.‫القران هو الكتاب المنـزل على سيدنا محمد ص‬

‫بسورة الفاتحة المختوم بسورة الناس‬

Al Qur’an ialah : “sebuah kitap yang diturunkan oleh Allah kepada


Nabi Muhamad, dengan bahasa Arab, yang dikutip/diriwayatkan
secara Mutawatir yang dimulai dengan Surat Al Fatihah dan ditutup
dengan Surat An Nas”.8 Dari definisi tersebut kita dapat mengerti
bahwa terjemahan-terjemahan kitab Qur’an dengan berbagai bentuk
dan caranya itu tidak dapat kita sebut Al Qur’an, melainkan “Tafsir Al
Qur’an”. Al Qur’an ialah Kitab Suci, kumpulan ayat-ayat/wahyu Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat
Jibril. Al Qur’an adalah sebagai pedoman hidup dan dasar/ landasan
agama Islam. Di dalam Al Qur’an itulah Allah memberikan petunjutk-
petunjuk dan ilmu-ilmu pengetahuan mengenai segala sesuatu.
b. Kandungan Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai pedoman yang abadi bagi kehidupan
manusia memiliki 3 jenis petunjuk :9

8
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, Sejarah Legislasi Hukum Islam,( Jakarta : Amzah, 2009),
hal 22

9
a) Pertama, ajaran yang ada di dalamnya memebri pengetahuan
tentang struktur kenyataan posisi manusia. Ajaran yang
dimaksud berisi petunjuk akhlak atau moral sert ahukum atau
syariat yang mengatur kehidupan manusia sehari-hari.
b) Kedua, Al-Qur’an berisi petunjuk yang menyerupai ringkasan
sejarah manusia, baik rakyat biasa, raja, orang-orang suci
maupun nabi ran rasul Allah SWT sepanjang zaman yang
mereka ditimpa cobaan.
c) Ketiga, Al-Qur’an berisi sesuatu yang sulit dijelaskan dalam
bentuk bahasa biasa. Ayat Al-Qur’an berasal dari firman Allah
yang mengandung kekuatan yang beda dari yang kita pelajari
secara rasional.
Al-Qur’an pada hakikatnya mengandung 5 prinsip sebagai
berikut :10
1) Tauhid (doktrin tentang kepercayaan ketuhanan yang maha Esa)
2) Janji dan ancaman tuhan
3) Ibadah
4) Jalan dan cara mencapai kebahagiaan
5) Cerita/sejarah umat manusia sebelum Nabi Muhammad SAW
c. Ayat-Ayat Qur’an Turun Bertepatan Dengan Kejadian-Kejadian
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa Kitab Al Qur’an
dengan selengkapnya itu tidak diturunkan sekalilgus kepada Nabi
Muhammad, sebagai mana diturunkannya kitap Taurat kepada Nabi
Musa. Tatapi Qur’an itu diturunkan secara berangsur-angsur
bertepatan dengan kejadian-kejadian waktu-itu.
Diantara kejadian-kejadian itu misalnya : pada suatu waktu
Rasulullah SAW mengutus seorang sahabat yang bernama Marstad Al
Ghanami agar menjemput dan membawa orang-orang Islam di Makah
yang masih ketinggalan/belum dapat ikut Hijrah ke Madinah. Setelah
tiba di Makah, Ghenawi tersebut bertemu dengan seorang perempuan
9
Zainuddin Ali, Hukum Islam (Pengantar Hukum Islam Di Indonesia), (Jakarta : Sinar Grafika,
2006), hal.25-26
10
Ibid, hal.30

10
kafir yang cantik dan kaya. Perempuan ini menawarkan agar Ghanawi
mau menginap di rumahnya, tatapi Ghenawi menolak tawaran
tersebut, karena ia telah masuk Islam dan takut kepada Allah.11
Kemudian perempuan tersbut menemui Ghenawi lagi dan
menyatakan keinginannya agar di kawini oleh Ghenawi. Ghenawi
mau menerima tawaran tersebut tetapi syarat akan bertannya terlebih
dahulu kepada Rasulullah mengenai perkawinan itu Ghenawi tiba
kembali di Madinah, ia menanyakan masalah perkawinan itu kepada
Rasulullah dan mohon ijin untuk dapat kawin dengan perempuan
tersebut. Pada saat itulah turun ayat Qur’an yang bunyinya :
‫…حولح نتنمكنحواا االنم م‬
…‫شمرمكيحن ححتتى يناؤممننواا‬

Artinya : “…Kamu semua jangan mengawini wanita-wanita musyrik


sehingga Mereka beriman…” (Al Baqarah : 221)
Turunnya ayat-ayat Qur’an selain waktunya bertepatan dengan
adanya kejadian-kejadian seperti tersebut di atas, banyak juga yang
bertepatan dengan adanya pertanyaan-pertanyaan dari khalayak waktu
itu, misalnya :
‫س حوإماثنمنهحما أحاكبحنر ممن نتافمعمهحما‬ ‫سأ حنلونححك حعمن االحخاممر حواالحماي م‬
‫سمر قنال مفيمهحما إماثرم حكمبيرر حوحمحنافمنع مللتنا م‬ ‫يح ا‬

219 :‫ت لححعلتنكام تحتحفحتكنروحن البقرة‬ ‫سأ حنلونححك حماحذا نينفمنقوحن قنمل االحعافحو حكحذلمحك نيبيينن ا‬
‫ان لحنكنم الحيا م‬ ‫حويح ا‬
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfa’at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfa’atnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: ” Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,”
(Al Baqarah : 219)
‫ض حولح تحاقحرنبونهتن ححتتحى يحاطنهارحن فحإ محذا‬ ‫ض قنال نهحو أحذذىً حفااعتحمزنلواا الني ح‬
‫ساء مفيِ االحممحي م‬ ‫سأ حنلونححك حعمن االحممحي م‬
‫حويح ا‬

‫اح ينمحبب التتتوامبيحن حوينمحبب االنمتح ح‬


222 :‫طيهمريحن البقرة‬ ‫ان إمتن ا‬ ‫طتهارحن فحأانتونهتن ممان ححاي ن‬
‫ث أححمحرنكنم ا‬ ‫تح ح‬

11
Abdur Rahman, Inilah Syariah Islam, (Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1997), hal.56

11
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:
“Haidh itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (Al
Baqarah : 222).

2. AS SUNNAH
a. Pengertian Sunnah
Yang dimaksud Sunnah disini ialah :
‫ وأفعاله وتقريراتـه‬.‫م‬.‫أقوال النبى ص‬

Artinya : “Perkataan-perkataan Nabi Muhammad SAW, perbuatan-


perbuatannya dan pembenaran-pembenarannya”. Sesuai dengan
definisi tersebut maka Sunnah itu terdiri dari 3 macam yaitu :12
1) Sunnah Qouliyah : yaitu apa-apa yang telah dikatakan Nabi
Muhammad SAW untuk menyatakan / melahirkan syariah,
misalnya :
‫الحديث‬ … ‫ انما العمال بالنيات‬.‫م‬.‫قال النبى ص‬

‫الحديث‬ …‫ بنى السلم على خمس‬.‫م‬.‫قال النبى ص‬

2) Sunnah Fi’liyah, yaitu a pa-apa dan cara bagaimana yang pernah


dilakukan oleh Rasulullah yang bertalian dengan syariah, seperti
wudlu, salat, haji dan lain-lain.
3) Sunnah Taqririyah, yaitu apa-apa yang pernah dilihat atau
didengar oleh Rasulullah mengenai perbuatan-perbuatan atau
ucapan-ucapan sebagian sahabat Nabi, kemudian Nabi diam saja
/ tanpa mencele atau melarangnya. Demikian ini menunjukkan
bahwa Nabi membenarkan dan membolehkan hal-hal tersebut.

12
Mubarok, Jaih, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya),
hal.76.

12
b. Kedudukan Sunnah Dalam Penentuan Syariah
Sunnah adalah merupakan sumber utama yang kedua bagi
sumber-sumber utama syariah, yakni menduduki urutan kedua
sesudah Qur’an. Demikian itu karena :13
1. Keberadaan Qur’an itu qat’i/pasti, baik mengenai globalnya
maupun masing-masing rincinya. Adapun keberadaan sunnah
adalah qat’i mengenai globalnya, sedangkan mengenai rincinya
tiadaklah kesemuannya qat’i. Dengan demikian maka Qur’an
yang semuaya qat’i (baik global maupun secara rincinya) itu
lebih diutamakan dan didahulukan dari pada Sunnah yang tidak
kesemua rincinya qat’i.14

2. Sunnah adakalanya menjelaskan isi Qur’an atau menambahinya.


Dengan demikian Sunnah itu menduduki urutan kedua setelah
Qur’an dalam penentuan hukum Syari’ah
3. Pengesahan nabi dimana sewaktu menugaskan Muadz bin Jabal
ke Yaman, beliau bertanya kepada Muadz : dengan apa kamu
nanti menghukumi perkara-perkara ? Muadz menjawab :
Dengan Qur’an. Nabi menannyakan lagi : jika tidak kamu dapati
dalam Qur’an? Muadz menjawab : Dengan sunnah Rasul.
Jawaban Muadz tersebut dibenarkan oleh Rasulullah, bahkan
Beliau menunjukkan kegembiraanya atas jawaban tersbebut.
Hadist ini menunjukan urutan martabat Sunnah bagi penentuan
hukum Syari’ah.
c. Hubungan Sunnah dengan Qur’an dalam penentuan Hukum
1. As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di
dalam Al-Qur-an. Dengan demikian hukum tersebut mempunyai
dua sumber dan terdapat pula dua dalil. Yaitu dalil-dalil yang
tersebut di dalam Al-Qur-an dan dalil penguat yang datang dari
13
Abdur Rahman, Inilah Syariah Islam, (Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1997), hal.76
14
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, Sejarah Legislasi Hukum Islam,( Jakarta : Amzah, 2009),
hal.87

13
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berdasarkan hukum-
hukum tersebut banyak kita dapati perintah dan larangan. Ada
perintah mentauhidkan Allah, berbuat baik kepada kedua orang
tua, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan
Ramadhan, ibadah haji ke Baitullah, dan disamping itu dilarang
menyekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua, serta banyak
lagi yang lainnya.15

2. Terkadang As-Sunnah itu berfungsi sebagai penafsir atau


pemerinci hal-hal yang disebut secara mujmal dalam Al-Qur-an,
atau memberikan taqyid, atau memberikan takhshish dan ayat-
ayat Al-Qur-an yang muthlaq dan ‘aam (umum). Karena tafsir,
taqyid dan takhshish yang datang dari As-Sunnah itu memberi
penjelasan kepada makna yang dimaksud di dalam Al-Qur-an.
Dalam hal ini Allah telah memberi wewenang kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikan
penjelasan terhadap nash-nash Al-Qur-an dengan firman-Nya :

‫ت حوالبزبنمر ِ حوحأنحزالحنا إملحايحك اليذاكحر لمتنبحييحن مللتنا م‬


‫س حما ننيزحل إملحايمهام حولححعلتنهام يحتحفحتكنروحن‬ ‫مباالبحييحنا م‬

“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan Kitab-Kitab. Dan Kami


turunkan kepadamu Al-Qur-an, agar kamu menerangkan kepada
ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.” [An-Nahl: 44]
Di antara contoh As-Sunnah mentakhshish Al-Qur-an adalah:

‫ظ اا ن‬
‫لنثحيحايمن‬ ‫ان مفيِ أحاوحلمدنكام ْ مللتذحكمر مماثنل حح ي‬
‫صينكنم ت‬
‫نيو م‬

“Allah berwasiat kepada kamu tentang anak-anak kamu, bagi


laki-laki bagiannya sama dengan dua orang perempuan…” [An-
Nisaa’: 11]
Ayat ini ditakhshish oleh As-Sunnah sebagai berikut :

15
Zainuddin Ali, Hukum Islam (Pengantar Hukum Islam Di Indonesia), (Jakarta : Sinar Grafika,
2006), hal.33

14
 Para Nabi tidak boleh mewariskan apa-apa untuk anak-
anaknya dan apa yang mereka tinggalkan adalah sebagai
shadaqah
 Tidak boleh orang tua kafir mewariskan kepada anak yang
muslim atau sebaliknya
 Pembunuh tidak mewariskan apa-apa.

As-Sunnah mentaqyid kemutlakan al-Qur-an :


‫طنعوا أحايمديحنهحما‬
‫سامرقحةن حفااق ح‬
‫ق حوال ت‬
‫سامر ن‬
‫حوال ت‬
“Pencuri laki-laki dan perempuan, hendaklah dipotong kedua
tangannya…” [Al-Maa-idah: 38]
Ayat ini tidak menjelaskan sampai di manakah batas tangan
yang akan dipotong. Maka dari as-Sunnahlah didapat
penjelasannya, yakni sampai pergelangan tangan. As-Sunnah
sebagai bayan dari mujmal Al-Qur-an :
 Menjelaskan tentang cara shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫صلباوا حكحما حرأحايتننماومنيِ أن ح‬


ِ‫صيلي‬ ‫ ح‬.
“Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat.”

 Menjelaskan tentang cara ibadah haji Nabi Shallallahu


‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
bersabda:
‫لمتحأانخنذاوا حعينيِ حمحنا م‬.
‫سحكنكام‬
“Ambillah dariku tentang tata cara manasik haji kamu
sekalian.” Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang perlu
penjelasan dari As-Sunnah karena masih mujmal.16
3. Terkadang As-Sunnah menetapkan dan membentuk hukum yang
tidak terdapat di dalam Al-Qur-an. Di antara hukum-hukum itu
ialah tentang haramnya memakan daging keledai negeri, daging

16
Abdur Rahman, Inilah Syariah Islam, (Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1997), hal.89

15
binatang buas yang mempunyai taring, burung yang mempunyai
kuku tajam, juga tentang haramnya mengenakan kain sutera dan
cincin emas bagi kaum laki-laki. Semua ini disebutkan dalam
hadits-hadits yang shahih. Dengan demikian tidak mungkin
terjadi kontradiksi antara Al-Qur-an dengan As-Sunnah selama-
lamanya. Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Apa-apa
yang telah disunnahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang tidak terdapat pada Kitabullah, maka hal itu merupakan
hukum Allah juga. Sebagaimana Allah mengabarkan kepada kita
dalam firman-Nya:

‫ت حوحما مفيِ االحار م‬


‫ض‬ ‫ام التمذيِ لحهن حما مفيِ ال ت‬
‫سحماحوا م‬ ‫صحرامط ت‬
‫ستحمقيمم ح م‬ ‫ ِحوإمنتحك لحتحاهمديِ إملحىى م‬
‫صحرامط بم ا‬

‫صينر االننمونر‬ ‫أححل إمحلى ت‬


‫ام ت ح م‬

“…Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada


jalan yang lurus. (Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala
apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ingatlah,
bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan.” [Asy-Syura:
52-53]. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was allam telah
menerangkan hukum yang terdapat dalam Kitabullah, dan beliau
menerangkan atau menetapkan pula hukum yang tidak terdapat
dalam Kitabullah. Dan segala yang beliau tetapkan pasti Allah
mewajibkan kepada kita untuk mengikutinya. Allah menjelaskan
barangsiapa yang mengikutinya berarti ia taat kepada-Nya, dan
barangsiapa yang tidak mengikuti beliau berarti ia telah berbuat
maksiat kepada-Nya, yang demikian itu tidak boleh bagi seorang
makhluk pun untuk melakukannya. Dan Allah tidak memberikan
kelonggaran kepada siapa pun untuk tidak mengikuti Sunnah-
Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”17

4. AR-RA’YU (PENALARAN)

17
Ibid, hal. 91

16
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekungan-
kekurangan yang ada di dalamnya, sehingga kritik dan saran pembaca yang
membangun sangat kami harapkan, untuk menunjang penulisan makalah di
waktu yang akan datang.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ali As-Sayis, Muhammad. 2003. Sejarah Fikih Islam. Jakarta : Pustaka Al-
Kautsar Cetakan I

Ali, Zainuddin. 2006. Hukum Islam (Pengantar Hukum Islam Di Indonesia).


Jakarta : Sinar Grafika

Hallag, Wael B. 2001. Sejarah Teori Hukum Islam, Pengantar untuk Ushul Fiqh
Mazhab Sunni. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Hasan Khalil, Rasyad. 2009. Tarikh Tasyri’, Sejarah Legislasi Hukum Islam.
Jakarta : Amzah

Mubarok, Jaih. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya

Rahman, Abdur. 1997. Inilah Syariah Islam. Jakarta : Pustaka Panji Mas

Wahhab Khollaf, Abdul. 1993. Khulashoh Tarikh Tasyri’ Islam dan


Terjemahannya. Solo : Ramdhani

Zuhri, Muhammad, 1980. Terjemah Tarikh Tasyri’ Al-Islami. Semarang : Darul


Ihya’

Zuhri, Muhammad, 1996. Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah. Jakarta : PT


Raya Grafindo Persada

18

Anda mungkin juga menyukai