Authorized
Diperiksa Niken Larasati, SE
Person
Menimbang : 1. Bahwa sesuai dengan tugas pokok dan fungsi rumah sakit dituntut untuk
memberikanpelayanankesehatanterutamapasienTuberculosisdenganstrate
giDOTS memerlukankoordinasi disetiaplinipelayanan.
2. Bahwa untuk melaksanakan hal tersebut diperlukan Kebijakan Pedoman
Penyelenggaraan Tuberculosis dengan Strategi DOTS
3. Bahwa untuk maksud di atas perlu ditetapkan dalam Keputusan Direktur
Rumah sakit Budi Mulya
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/ 2009 tentang
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.07.06/III/2371/ 09 tentang Ijin
Penyelenggaraan Rumah sakit
MEMUTUSKAN
Menetapkan : 1. Seluruh pelaksana pelayanan di tiap unit pelayanan rumah sakit
mempunyai kewajiban untuk menjaring pasien-pasien yang memiliki
gejala menderita TB (suspek pasien TB)
Pertama : 2. Penegakan diagnosis dan pengobatan pasien TB adalah mengacu pada
Standar WHO dan ISTC (International Standart of Tuberculosis Care)
Kedua : 3. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
Ketiga : 4. Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dan atau kesalahan dalam
penetapan ini, akan diadakan perubahan dan atau perbaikan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di : Kesamben
Tanggal : …/…/2018
Lampiran
Direktur,
RumahSurat Keputusan
Sakit Direktur Rumah Sakit Wava
Wava Husada
Husada Kesamben
Kesamben
Nomor : …/SK-DIR/PT-SBM/…/2018
Tentang : Pedoman Pelayanan
Tuberculosis Dengan Strategi
dr.Dwi Bambang Dot
NIK. Tanggal
01.0518.015 : …/…/ 2018
Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan tuberkulosis sebagai kedaruratan
dunia(global emergency). WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi penanggulangan
tuberkulosis yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) dan
telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang efektif (cost-efective).
Global Plan untuk tahun 2006-2015 WHO merekomendasikan 6 elemen kunci Strategi Stop
Tuberkulosis, yang terdiri dari :
1. Meningkatkan dan memperluas Ekspansi DOTS yang berkualitas
Komponen-komponen tambahan
a. Memperhatikan masalah.TB/HIV and MDR-TB
b. Berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan
c. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan
d. Memberdayakan pasien tuberkulosis dan masyarakat
e. Memberdayakan dan meningkatkan penelitian
Pada tahun 2005 InternationalStandard for Tuberculosis Care (ISTC) dikembangkan oleh semua
organisasi profesi international, dan standar tersebut juga didukung oleh organisasi profesi di
Indonesia untuk dilaksanakan. ISTC merupakan standar yang harus dipenuhi dalam menangani
pasien tuberkulosis, yang terdiri dari 6 standar untuk penegakkan diagnosis, 9 standar untuk
pengobatan dan 2 standar untuk fungsi tanggungjawab kesehatan masyarakat. (lihat lampiran)
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Tujuan Umum
Tuberkulosis tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
2. Tujuan Khusus
C. BATASA N OPERASIONAL
1. TBadalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenaiorgan
tubuh lainnya.
2. Cara penularan
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu
yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman.
d. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
e. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut.
f. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebu
1) Risiko penularan
a) Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB
paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar
dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
b) Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang di antara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun.
c) ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
d) Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
e) Risiko menjadi sakit TB
2) Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
3) Dengan ARTI 1%, diperkirakan di antara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% di antaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.
Sekitar 50 di antaranya adalah pasien TB BTA positif.
4) Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya
tahan tubuh yang rendah, di antaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
D. LANDASAN HUKUM
1. Undang–Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495 );
2. Undang–Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
3. Undang-undang Nomor Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)
1. Bersertifikat
pelatihan TB DOTS
4 Farmasi
2. Minimal berijazah
D3 farmasi
1. Bersertifikat
pelatihan TB DOTS
5 Analis Laboratorium
2. Minimal berijasah
analis
3. Bersertifikat
6 Administrasi pelatihan TB DOTS
A . DISTRIBUSI KETENAGA AN
Pola pengaturan ketenagaan Tim TB-DOTS (MINIMAL) yaitu:
NO JENIS TENAGA PAGI SIANG MALAM LIBUR JUMLAH
1. Ketua Tim TB-DOTS 1 - - - 1
2. Dokter Poli TB-DOTS 1 - - - 1
3. Perawat Poli TB-DOTS 1 - - - 1
4. Analis Laboratorium 1 - - - 1
5. Administrasi 1 - - - 1
JUMLAH 5 - - - 5
2. JEJARING EKSTERNAL
Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara Dinas Kesehatan, RS, puskesmas dan
unit pelayanan TB lainnya dalam penanggulangan tuberkulosis dengan strategi DOTS.
a. Tujuan jejaring eksternal :
1. Semua pasien tuberkulosis mendapatkan akses pelayanan DOTS yang berkualitas,
mulai dari diagnosis, follow up sampai akhir pengobatan
2. Menjamin kelangsungan dan keteraturan pengobatan pasien sehingga mengurangi
jumlah pasien yang putus berobat .
b. Dinas Kesehatan berfungsi :
1) Koordinasi antara rumah sakit dan UPK lain
2) Menyusun protap jejaring penanganan pasien tuberkulosis.
3) Koordinasi sistem surveilens
4) Menyusun perencanaan, memantau, melakukan supervisi dan mengevaluasi
penerapan strategi DOTS di rumah sakit.
5) Menyediakan tenaga/ petugas untuk mengumpulkan laporan
c. Tim TB-DOTS
Untuk melaksanakan fungsi tersebut di atas bila perlu dapat dibentuk Tim TB-DOTS.
Agar jejaring dapat berjalan baik diperlukan
1) Seorang koordinator jejaring DOTS rumah sakit di tingkat propinsi atau kabupaten
kota yang bekerja penuh waktu.
2) Peran aktif Wasor Propinsi/Kabupaten/kota
3) Mekanisme jejaring antar institusi yang jelas
4) Tersedianya alat bantu kelancaran proses rujukan antara lain berupa
o formulir rujukan
o daftar nama dan alamat lengkap pasien yang dirujuk
penerima rujukan
6) Pertemuan koordinasi secara berkala minimal setiap 3 bulan antara Komite DOTS
dengan UPK yang dikoordinasi oleh Dinkes Kabupaten/kota setempat dengan
melibatkan semua pihak lain yang terkait.
d. Tugas Koordinator Jejaring DOTS Rumah Sakit
1) Memastikan mekanisme jejaring seperti yang tersebut diatas berjalan dengan baik.
2) Memfasilitasi rujukan antar UPK dan antar prop/kab/kota
3) Memastikan pasien yang dirujuk melanjutkan pengobatan ke UPK yang dituju dan
menyelesaikan pengobatannya.
4) Memastikan setiap pasien mangkir dilacak dan ditindak lanjuti
5) Supervisi pelaksanaan kegiatan di Unit DOTS
6) Validasi data pasien di rumah sakit
7) Monitoring dan evaluasi kemajuan ekspansi Hospital DOTS
Pilihan 1 :Rumah sakit menjaring suspek tuberkulosis, menentukan diagnosa dan klasifikasi
pasien serta melakukan pengobatan, kemudin merjukan ke puskesmas/UPK lain untuk
melanjutkan pengobatan tetapi pasien kembali ke rumah sakit untuk konsultasi keadaan klinis/
periksa ulang
Pilihan 2 : Rumah sakit menjaring suspek tuberkulosis dan menentukan diagnosis dan klasifikasi
pasien , kemudian merujuk ke puskesmas
Pilihan 3 : Rumah sakit menjaring suspek tuberkulosis dan menentukan diagnosis dan klasifikasi
pasien serta memulai pengobatan , kemudian merujuk ke puskesmas
Pilihan 4 : Rumah sakit melakukan seluruh kegiatan pelayanan DOTS
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cidera yang terjadi (seperti, amputasi
pada kaki yang salah) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya
masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
c. Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi ataupun
yang nyaris terjadi.
1). Siapa yang membuat Laporan Insiden?
a). Siapa saja atau semua staf RS yang menemukan kejadian
b). Siapa saja atau semua staf yang terlibat dalam kejadian.
2). Masalah yang dihadapi dalam Laporan Insiden
a). Laporan dipersepsikan sebagai “pekerjaan perawat”
b). Laporan sering disembunyikan, karena takut disalahkan.
c). Laporan sering terlambat
d). Bentuk laporan miskin data karena adanya budaya blame culture.
3). Bagaimana cara membuat Laporan Insiden?
a). Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari
maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi
formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang
digunakan dalam sistem pelaporan dan cara menganalisis laporan.
Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para karyawan
rumah sakit dilakukan dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian
bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
A . PROMOSI KESEHATA N
1.Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi SDM Rumah Sakit:
a. Kesegaran jasmani
A . INDIKATOR PROGRAM TB
Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB digunakan beberapa indikator.
Indikator penanggulangan TB secara Nasional ada 2 yaitu:
1. Angka Penemuan Pasien Baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) dan
2. Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR).
Selain itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasional tersebut di atas,
yaitu:
1. Angka Penjaringan Suspek
2. porsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya
3. porsi Pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru
4. porsi pasien TB anak diantara seluruh pasien
5. angka Notifikasi Kasus (CNR)
6. Angka Konversi
7. Angka Kesembuhan
8. Angka Kesalahan Laboratorium
Rumus:
Jumlah suspek yang diperiksa bisa didapatkan dari buku daftar suspek (TB .06) sarana pelayanan
kesehatan yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk, misalnya rumah sakit, BP4 atau
dokter praktek swasta, indikator ini tidak dapat dihitung.
Angka ini sekitar 5 - 15%. Bila angka ini terlalu kecil (< 5%) kemungkinan disebabkan:
1. Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek, atau
Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu).
Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah, itu berarti mutu
diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular
(pasien BTA Positif).
Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis TB
pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini terlalu besar dari 15%, kemungkinan terjadi
overdiagnosis.
Rumus:
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka insidens
kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk. Target Case Detection Rate Program
Penanggulangan TB Nasional minimal 70%.
Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya
penemuan pasien pada wilayah tersebut.
Di sarana pelayanan kesehatan, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu
dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA Positif yang mulai berobat dalam 9-12
bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh setelah selesai
pengobatan.
Di tingkat kabupaten, provinsi dan pusat, angka ini dapat dihitung dari laporan TB.08. Angka
minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan digunakan untuk mengetahui hasil
pengobatan.
1. Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatan lainnya tetap perlu
diperhatikan, yaitu berapa pasien dengan hasil pengobatan lengkap, meninggal, gagal,
default, dan pindah.
2. Angka default tidak boleh lebih dari 10%, karena akan menghasilkan proporsi kasus
retreatment yang tinggi dimasa yang akan datang yang disebabkan karena ketidak-efektifan
dari pengendalian TB.
3. Menurunnya angka default karena peningkatan kualitas penanggulangan TB akan
menurunkan proporsi kasus pengobatan ulang antara 10-20 % dalam beberapa tahun.
Sedangkan angka gagal untuk pasien baru BTA positif tidak boleh lebih dari 4% untuk
daerah yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak boleh lebih besar dari 10% untuk
daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.
Angka kesalahan baca sediaan (error rate) ini hanya bisa ditoleransi maksimal 5%. Apabila
error rate ≤ 5 % dan positif palsu serta negatif palsu keduanya ≤ 5% berartimutu
pemeriksaan baik.
Error rate ini menjadi kurang berarti bila jumlah slide yang di uji silang (cross check)relatif
sedikit. Pada dasarnya error rate dihitung pada masing-masing laboratoriumpemeriksa, di
tingkat kabupaten/ kota.Kabupaten/kota harus menganalisa berapa persen laboratorium
pemeriksa yang adadi wilayahnya melaksanakan cross check, di samping menganalisa
error rate perPRM/PPM/RS/BP4, supaya dapat mengetahui kualitas pemeriksaan slide
dahaksecara mikroskopis langsung.
L. ANGKA DE FAULT
Angka Default adalah persentase pasien TB yang default diantara seluruh pasien TByang diobati
dalam kurun waktu tertentu.
Angka ini dihitung untuk mengetahui kepatuhan pengobatan pasien TB.
Rumus:
BAB IX PENUTUP
Ditetapkan di : Blitar
Tanggal : Agustus 2018
Direktur,
Rumah Sakit Wava Husada Kesamben,