ABSES HEPAR
Disusun Oleh :
dr. Elva Ginting
Pembimbing :
Puji dan rasa syukur yang besar saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dan
terimakasih kepada dr. who, Sp.PD selaku pembimbing saya yang memberi kesempatan
bagi saya menyelesaikan makalah ini guna memenuhi persyaratan penilaian Kepaniteraan
Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD. Adapun judul makalah ini “ABSES
HEPAR”
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan makalah
ini.
Saya selaku penyaji bahan juga menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
sempurna, sehingga dengan senang hati saya akan menerima segala bentuk kritik dan
saran yang membangun. Demikian tulisan ini saya sajikan, Atas kritik dan sarannya saya
ucapkan terimakasih.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel
darah didalam parenkim hati.
Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses hati piogenik (AHP).2 AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk
Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess,
bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan
kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan
dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.
Abses hati banyak ditemukan di negara berkembang, terutama yang
tinggal di daerah tropis dan subtropis. Angka mortalitas abses hati masih tinggi
yaitu berkisar antara 10-40%. Insiden abses hati jarang, berkisar antara 15-20
kasus per 100.000 populasi dan tiga per empat kasus abses hati di negara maju
adalah abses hepar piogenik, sedangkan di negara yang sedang berkembang lebih
banyak ditemukan abses hati amebik. Untuk menegakkan diagnosis abses hati ini
selain pemeriksaan fisik dan gejala klinik dibutuhkan pemeriksaan penunjang
berupa laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
Referat ini dibuat untuk memberikan informasi mengenai epidemiologi,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakkan diagnosis, dan
penatalaksanaan dari abses hati.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Hepar terdiri dari tiga lobus yaitu lobus kanan, lobus kiri dan lobus
kaudatus. Lobus kanan dengan kiri dipisahkan oleh vena hepatika media.
Lobus kanan terdiri dari segmen anterior dan posterior yang dipisahkan oleh
vena hepatika kanan. Lobus kiri terletak di epigastrium dan hipokondrium
kiri, dan terdiri dari segmen medial dan lateral yang dipisahkan oleh vena
hepatika kiri, ligamentum teres dan fusiform. Lobus kaudatus merupakan
lobus terkecil, terletak di permukaan posterosuperior dan lobus kanan,
dipisahkan dari lobus kiri oleh ligamentum venosum.
2
Hepar merupakan suatu organ yang memiliki dua sistem anatomi segmental
yang diperkenalkan oleh Bismuth-Couinaud pada tahun 1954, yang membagi
hepar menjadi 8 segmen, berdasarkan vena porta dan vena hepatika. Tiga cabang
utama dari vena hepatika membagi hepar secara vertikal dan oblik serta garis yang
melewati percabangan vena porta kanan dan kiri membagi hepar secara
transversal. Segmen 1, menunjukkan lobus kaudatus, karena vaskularisasi segmen
ini pada posisi yang unik dan mendapatkan perdarahan dari cabang utama dari
vena porta dan dari cabang kanan dan kiri. Terlebih lagi, drainase pada segmen 1
tidak masuk ke dalam vena hepatika melainkan ke vena kava inferior. Lobus
kanan dan kiri dipisahkan oleh vena hepatika media dan vesika felea. Segmen
posterior lobus kanan mendapat suplai darah dari cabang posterior vena porta
kanan. Segmen anterior mendapat suplai darah dari cabang anterior vena porta
kanan. Bidang transversal membagi heparpada tingkat bifurkasio vena porta
menjadi cabang kanan kiri.Lobus kiri terbentuk mulai segmen 2 sampai 4. Vena
hepatika terletak di antara segmen. Vena hepatika sinistra membagi lobus kiri
hepar menjadi segmen lateral dan medial. Vena hepatika dekstra membagi lobus
kanan hepar menjadi segmen anterior dan posterior.
3
sinusoid hepar. Vena centralis mengalirkan darah ke vena hepatika kanan kiri, dan
vena ini meninggalkan permukaan posterior hepar dan bermuara langsung ke
dalam vena cava inferior.
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati
adalah pembentukkan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu
sebanyak 1 liter per hari ke dalam usus halus. Garam empedu, lesitin, dan
kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu, sisanya (10%)
adalah bilirubin, asam lemak dan garam empedu. Empedu yang dihasilkan ini
sangat berguna bagi percernaan terutama untuk menetralisir racun terutama obat-
obatan dan bahan bernitrogen seperti amonia. Bilirubin merupakan hasil akhir
metabolisme dan walaupun secara fisiologis tidak berperan aktif, tetapi penting
sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat
memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.
Sirkulasi vena porta yang memberikan suplai darah 75% dari seluruh
asupan asinus memegang peranan penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal
metabolisme karbohidrat, protein dan asam lemak. Hasil metabolisme
monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan di hati
(glikogenesis). Dari pasokan glikogen ini diubah menjadi glukosa secara spontan
ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa
dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah
menjadi glikogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang disimpan dalam
jaringan subkutan). Pada zona-zona hepatosit yang oksigenasinya lebih baik,
kemampuan glukoneogenesis dan sintesis glutation lebih baik dibandingkan zona
lainnya. Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah mengasilkan protein
plasma berupa albumin, protrombin, fibrinogen, dan faktor bekuan lainnya.
Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah menghasilkan lipoprotein dan
kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.
Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel kupffler yang
merupakan 15% massa hati dan 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan
sel yang sangat penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar
tubuh dan mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit.
4
2.2 Epidemiologi
Di negara-negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara
endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. Hampir 10% penduduk
dunia terutama negara berkembang terinfeksi E.histolytica tetapi hanya 1/10
yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis hati di berbagai rumah sakit
di Indonesia berkisar antara 5-15% pasien/tahun. Penularan umumnya
melalui jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan yang
menderita amubiasis hati adalah pria dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering
dari wanita. Usia yang sering dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama
dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Infeksi E.histolytica memiliki
prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi yang
padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk.
AHP tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan
kondisi sanitasi yang kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8-15 per
100.000 kasus AHP yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dan dari
beberapa kepustakaan Barat, didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara
0,29-1,47% sedangkan prevalensi di rumah sakit antara 0,008-0,016%. AHP
lebih sering terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia
berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke-6.
2.3 Etiologi
A. Abses Hati Amebik (AHA)
Abses hati amebik disebabkan oleh strain virulen Entamoeba hystolitica
yang tinggi. Sebagai host definitif, individu-individu yang asimptomatis
mengeluarkan tropozoit dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya
terjadi setelah meminum air atau memakan makanan yang terkontaminasi
kotoran yang mengandung tropozoit atau kista tersebut. Dinding kista akan
dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal
di usus besar terutama sekum. Strain Entamoeba hystolitica tertentu dapat
menginvasi dinding kolon. Strain ini berbentuk tropozoit besar yang mana di
bawah mikroskop tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan
tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.
5
B. Abses Hati Piogenik (AHP)
Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci,
anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes, fusobacterium,
staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus,
actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica, salmonella typhi,
brucella melitensis, dan fungal. Organisme penyebab yang paling sering
ditemukan adalah E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris,
Enterobacter aerogenes dan spesies dari bakteri anaerob (contohnya
Streptococcus Milleri). Staphylococcus aureus biasanya organisme penyebab
pada pasien yang juga memiliki penyakit granuloma yang kronik. Organisme
yang jarang ditemukan sebagai penyebabnya adalah Salmonella,
Haemophillus, dan Yersinia. Kebanyakan abses hati piogenik adalah infeksi
sekunder di dalam abdomen. Bakteri dapat mengivasi hati melalui :
1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal atau bisa
menyebabkan fileplebitis porta.
2. Arteri hepatika sehingga terjadi bakteremia sistemik.
3. Komplikasi infeksi intra abdominal seperti divertikulitis,
peritonitis, dan infeksi post operasi.
4. Komplikasi dari sistem biliaris, langsung dari kantong empedu atau
saluran-saluran empedu. Obstruksi bilier ekstrahepatik
menyebabkan kolangitis. Penyebab lainnya biasanya berhubungan
dengan choledocholithiasis, tumor jinak dan ganas atau
pascaoperasi striktur.
5. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan
cryoablation massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses
piogenik.
6. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada
orang lanjut usia. Namun insiden meningkat pada pasien dengan
diabetes atau kanker metastatik.
6
2.4 Patogenesis
A. Abses Hati Amebik (AHA)
7
Di hati terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai
nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma
diganti dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti
jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%)
karena lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena
portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior
dan aliran limfatik.
Secara mikroskopik di bagian tengah didapatkan bahan nekrotik dan
fibrinous, sedangkan di perifer tampak bentuk ameboid dengan sitoplasma
bergranul serta inti kecil. Jaringan sekitarnya edematous dengan infiltrasi
limfosit dan proliferasi ringan sel kupffer dengan tidak ditemukan sel PMN.
Lesi amebiasis hati tidak disertai pembentukan jaringan parut karena tidak
terbentuknya jaringan fibrosis. Dinding abses bervariasi tebalnya, bergantung
pada lamanya penyakit. Secara klasik, cairan abses menyerupai ”achovy
paste” dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta
sel darah merah yang dicerna.
8
Penetrasi akibat luka tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada
parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul
menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran
saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan
kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pembentukan
pus. Abses hati piogenik dilaporkan sebagai infeksi sekunder dari abses hati
amebic, hydatid cystic cavities, dan tumor hati. Selain itu dapat juga
disebabkan oleh proses transplantasi hati, embolisasi arteri hepatika pada
perawatan karsinoma hepatoseluler dan penghancuran benda asing dari dalam
tubuh.
Pemeriksaan Fisik:
a. Ikterus.
b. Temperatur naik.
c. Malnutrisi.
d. Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan.
e. Ludwig sign (+)
f. Fluktuasi
9
B. Abses Hati Piogenik (AHP)
Gambaran klinis AHP menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih
berat dari AHA. Dicuragai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis
klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Demam
tinggi merupakan keluhan paling utama. Apabila AHP letaknya dekat
digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada
bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis. Pasien mengeluh mual
dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang
unintentional, ikterus, BAB berwarna seperti kapur dan BAK berwarna gelap.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam tinggi, pada palpasi terdapat
hepatomegali serta perkusi terdapat nyer tekan hepar, yang diperberat dengan
adanya pergerakan abdomen, splenomegali didapatkan apabila AHP telah
menjadi kronik. Bisa didapatkan asites, ikterus, serta tanda-tanda hipertensi
portal.
Tabel 1. Perbedaan Klinis Abses Hepar Piogenik dan Abses Hepar Amoebik
Abses hati piogenik Abses hati amoebik
Demografi Usia: 50-70 tahun Usia: 20-40 tahun
JK : laki-laki = perempuan JK: laki-laki>
perempuan (10:1)
Faktor risiko mayor Infeksi bakteri akut, Bepergian atau menetap di
khususnya daerah endemic ( pernah
intra abdominal Obstruksi bilier/manipulasi
Obstruksi bilier/manipulasi menetap)
Diabetes mellitus
Gejala Klinis Nyeri perut regio kuadran Akut: demam
kanan atas, demam, tinggi,menggigil,
menggigil, nyeri abdomen, sepsis
rigor, lemah, malaise, Sub akut: Penurunan berat
anoreksia, penurunan berat badan; demam dan nyeri
badan, diare, batuk, nyeri abdomen relatif jarang
dada pleuritik
Khas:
Tak ada gejala kolonisasi
usus dan colitis
10
Tanda klinis Hepatomegali disertai nyeri Nyeri tekan perut regio
tekan, massa abdomen, kanan atas bervariasi
ikterus
Laboratorium Lekositosis, anemia, Serologi amuba positif
peningkatan enzim-enzim (70%-95%)
hati (alkali fosfatase
melebihi aminotransferase),
peningkatan bilirubin,
hipoalbuminemia
Kultur darah positif (50%- Lekositosis bervariasi dan
60%) Anemia
Tidak ditemukan eosinofilia
Alkali fosfatase meningkat,
namun aminotransferase
biasanya normal
Cairan Aspirasi Purulen Konsistensi dan warna
Bervariasi
Tampak kuman pada Steril
pewarnaan gram
Kultur positif (80%) Tropozoit jarang ditemukan
2.6 Diagnosis
A. Abses Hati Amebik (AHA)
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan
trofozoit amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat
dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali
yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu bila didapatkan leukositosis,
fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang tinggi dan perlu
dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes serologi. Untuk
diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan kriteria Sherlock
(1969), kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler.
a. Kriteria Sherlock (1969)
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amebisid
3. Leukositosis
11
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif
b. Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respons terhadap terapi amebisid
c. Kriteria Lamont Dan Pooler
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
4. Pus amebik
5. Tes serologi positif
6. Kelainan sidikan hati
7. Respons terhadap terapi amebisid
12
2.7 Pemeriksaan Penunjang
A. Abses Hati Amebik (AHA)
Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan jumlah sel
polimorfonuklear sekitar 70-80%, peningkatan laju endah darah, anemia
ringan, peningkatan alkali fosfatase dan kadar bilirubin. Uji fungsi hati pada
umumnya normal. Feses dapat mengandung kista, pada disentri ditemukan
trofozoit hematofagus. Kista positif pada feses hanya ditemukan pada 10-40%
kasus.
Foto dada menunjukkan hemidiafragma kanan terangkat dengan
atelektasis atau pleural efusi. Pada pemeriksaan USG, biasanya dijumpai lesi
soliter,hipoekoik homogen dengan fine internal echo,bentuk bulat atau oval,
batas tegas, dengan lokasi lebih sering di perifer (subcapsuler).
A B
Gambar 4. (A)Tampak gambaran abses amoeba dengan internal echo disertai gambaran
hallo hipoekoik. (B) Tampak gambaran abses hepar amoeba dengan posterior acoustic
enhancement. (Diambil dari Ahuja.T.Anil.Piogenic Hepatic Abscess. Diagnostic Imaging
Ultrasound : 1.42-1.45).
13
immunoassay), IFA (indirect immunolfuoresent antibotic), LA (latex
agglutination), AGD (agar gel diffusion), dan CIE (counter
immunoelectrophoresis). Antibodi hemaglutinasi indirek terhadap Entamoeba
histolytica telah banyak digunakan dan meningkat pada 90% pasien.
Sensitivitas IHA pada keadaan akut 70-80%, sedangkan pada masa
konvalesen > 90%. Kekurangan IHA selain hasil tes diperoleh terlalu lama,
hasilnya juga tetap positif selama 20 tahun sehingga dapat memberi gambaran
penyakit infeksi sebelumnya dan bukan infeksi yang akut. Saat ini IHA telah
digantikan oleh EIA yang dapat mendeteksiantibodi E.histolytica baik IgG
maupun imunoglobulin total. Uji serologis ini relatif lebih sederhana, mudah
dilakukan, cepat, stabil dan murah harganya serta memiliki sensitivitas 99%
dan spesifisitas > 90%.
14
piogenik dapat pula bervariasi , berupa lesi anekoik (50 %), hiperekoik
(25%), hipoekoik (25 %) , dapat dijumpai adanya fluid level atau debris,
internal septa dan posterior acoustic enhancement.18,19,20 Terbentuknya gas
pada lesi memberikan gambaran berupa lesi hiperekoik dengan posterior
artefak. Pada pemeriksaan color Doppler tampak peningkatan vaskuler
terutama pada dinding abses. Parenkim hepar yang berbatasan dengan abses,
dijumpai peningkatan vaskularisasi karena adanya proses inflamasi.
Pemeriksaan biakan abses dapat menemukan bakteri patogen pada 86%
kasus, hasil biakan steril ditemukan pada 14% kasus. Bakteri aerob gram
negatif ditemukan tumbuh pada 70% kasus dan yang paling sering adalah
Escherichia coli. Pemeriksaan biakan darah memberikan hasil positif pada
57% kasus.
2.8 Penatalaksanaan
A. Abses Hati Amebik (AHA)
1. Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan
penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba.
Pengobatan yang dianjurkan adalah:
a. Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk
amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang
paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap
logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3
x 750 mg per hari selama 5 – 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-
50 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole
lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800
mg perhari selama 5 hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari
dalam dosis tunggal selama 3-5 hari.
b. Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang
direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg
15
perhari selama 10 hari atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max.
99 mg/hari) selama 10 hari. DHE relatif lebih aman karena ekskresinya
lebih cepat dan kadarnya pada otot jantung lebih rendah. Sebaiknya
tidak digunakan pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-
anak
c. Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis
ekstraintestinal ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan
dengan 2x150 mg/hari selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak
ialah 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis
yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari
selama 20 hari.
2. Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara
tersebut di atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel,
atau pada ancaman ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol
merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan
aspirasi. Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.
3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman
ruptur atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi
campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda
perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan
berguna juga pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan
perikardial.
4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak
berhasil mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian
secara teknis susah dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase
bedah diindikasikan juga untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi
mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.
Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami
16
infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya
bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga
dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya
ruptur abses amuba intraperitoneal.
17
konservatif. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan
drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan abdomen
ultrasound atau tomografi komputer.
4. Drainase bedah
Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik,
aspirasi perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-
abdomen yang memerlukan manajemen operasi.
2.9 Komplikasi
A. Abses Hati Amebik (AHA)
Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5 - 5,6 %.
Ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau
kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau
drainase. Infeksi pleuropneumonal adalah komplikasi yang paling umum
terjadi. Mekanisme infeksi termasuk pengembangan efusi serosa simpatik,
pecahnya abses hati ke dalam rongga dada yang dapat menyebabkan
empiema, serta penyebaran hematogen sehingga terjadi infeksi parenkim.
Fistula hepatobronkial dapat menyebabkan batuk produktif dengan bahan
nekrotik mengandung amoeba. Fistula bronkopleural mungkin jarang terjadi.
Komplikasi pada jantung biasanya dikaitkan pecahnya abses pada lobus kiri
hati dimana ini dapat menimbulkan kematian. Pecah atau rupturnya abses
dapat ke organ-organ peritonium dan mediastinum. Kasus pseudoaneurysm
arteri hepatika telah dilaporkan terjadi sebagai komplikasi.
B. Abses Hati Piogenik (AHP)
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit berat
seperti septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati
disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan
pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia,
empiema, fistula hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard atau
retroperineum. Sesudah mendapatkan terapi, sering terjadi diatesis
hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi
rekurensi atau reaktifasi abses.
18
2.10 Diagnosis Banding
1) Kista Hepar
Ditemukan pada hepar yang sehat dengan angka prevalensi sekitar 2-
7%. Sering ditemukan pada wanita kira – kira 40 % kasus dapat dijumpai
pada pasien dengan autosomal dominant polycysticdisease disertai multiple
kista hepar. Patognomonik pada kista hepar lesi yang terlokalisir atau
multipel kavitas disertai fluid level didalamnya dengan ukuran yang
bervariasi yang berbatas tegas dengan parenkim. Pada pemeriksaan USG
tampak gambaran anekoik, bentuk bulat yang ditandai dengan peningkatan
acoustic enhancement.
Gambar 5. Pada pemeriksaan USG tampak lesi anechoic , batas tegas, tepi regular dengan
posterior acoustic enhancement enhancemen. (Diambil dari Bates, Jane, Abdominal
Ultrasound, How,Why and When, 2 nd edition, Churchill.Livingstones 2004 : 80)
2) Metastasis Hepar
Kebanyakan tumor hepar berasal dari hematogen. Tumor
gastrointestinal bermetastasis ke hepar melalui vena porta dan tumor dari
tempat lain melalui arteri hepatika.Pada pemeriksaan USG dapat ditemukan
lesi dengan berbagai tipe dapat berupa lesi dengan gambaran hiperekoik,
hipoechoik dan isoechoik Metastasis pada hepar cenderung solid, batas
tidak tegas.
19
A B
Gambar 6. (A). Tampak lesi anechoic, lobulated, batas tegas pada lobus kanan hepar yang
merupakan lesi sekunder karena penyebaran peritoneal karsinomaovarium.
(B) Tampak lesi anekoik, tepi irregular di daerah sekitar vena porta, pada penderita
dengan carcinoma colon. (Diambil dari Bates, Jane, Abdominal Ultrasound, How,Why
and When, 2nd edition, Churchill Livingstones.2004: 84 )
3) Kista Echinococcus
Kista Echinococcus (Hydatid disease) disebabkan oleh parasit,
Echinococcus, yang sering ditemukan pada daerah endemik seperti Timur
Tengah. Cacing hidup di saluran cerna anjing yang terinfeksi yang
mengeluarkan telur cacing . Selain anjing, sapi atau domba dapat terinfeksi
oleh cacing ini, dan kemudian siklus ini sampai ke manusia. Parasit
menyebar melalui aliran darah menuju ke hepar yang menyebabkan reaksi
peradangan. Kista tumbuh biasanya sangat lambat dan asimptomatik .
Pada USG, kista ini biasanya memiliki dua lapisan dinding berupa
kapsul dengan dinding yang tebal, yang mungkin terpisah.
20
Gambar 7. Pada pemeriksaan USG tampak multipel lesi anechoic, bersepta-septa yang
memberikan gambaran daughter cysts. (Diambil dari Bates, Jane, Abdominal Ultrasound,
How,Why and When, 2 nd edition, Churchill Livingstones.2004 : 82)
21
BAB III
KESIMPULAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel
darah didalam parenkim hati. Terdapat dua jenis abses hati berdasarkan jenis
penyebabnya, yaitu abses hati piogenik dan abses hati amoebik.
Abses hati piogenik pada umumnya disebabkan oleh bakteri aerob gram
negatif dan anaerob, yang tersering adalah bakteri yang berasal dari flora normal
usus seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumonia,Bacteriodes, enterokokus,
streptokokus anaerob, dan streptokokus mikroaerofilik. Gambaran klasik abses
hati piogenik adalah nyeri perut terutama kuadran kanan atas, demam yang naik
turun disertai menggigil, penurunan berat badan, muntah, ikterus dan nyeri dada
saat batuk. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis sering disertai
dengan anemia akibat infeksi kronis dan peningkatan laju endap darah.
Abses hati amoebik disebabkan oleh Entamoeba histolytica. Insiden abses
hati amoebik dipengaruhi oleh keadaan nutrisi, hygiene individu yang buruk, dan
kepadatan penduduk. Pasien dapat merasakan gejala sejak beberapa hari hingga
beberapa minggu sebelumnya. Nyeri perut kanan atas merupakan keluhan yang
menonjol, pasien tampak sakit berat, dan demam.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
14. Brook I, Fraizer EH. Role of Anaerobic Bacteria Inliver Abscess in
Children. Pediatr Infect Dis J 1993;12:743-6.
15. Prianti Y, Bisanto J, Firman K. Abses Hati Pada Anak. Sari Pediatri, vol 7
No 1. Juni 2005 ; 50-6.
16. Kelly DA,. Diseases of The Liver and Biliary System in Children. London:
Blackwell Science, 1999 ; 65-76.
17. Perez JAP, Gonzalez JJ, Baldonedo RF, Sanz L, Carreiio G, Junco A, et al.
Clinical course, treatment, and multivariate analysis of risk factors for
pyogenic liver abscess. Am J Surg 2001;181:177-86.
18. Allan P, Baxter G, Weston M. Clinical Ultrasound. Third Edition.
Churchill Livingstone Elsevier. 2011; 120-66.
19. Walls P, Barnes P, Radin D R, Colleti P, Halls J. Sonographic Features of
Amebic and Pyogenic Liver Abcesses : A Blinded Comparison. AJR. 1987
; 149 : 499-501.
20. Bugti Q, Baloch M, Wadood A, Mulghani A, Azem B, Ahmed J. Pyogenic
Liver Abscess : Demographic, Clinical, Radiological and
BacteriologicalCharacteristics and Management Strategies. Gomal Journal
of Medical Sciences vol 3 no 1. 2005 ; 10-4.
21. Cosme A, Ojeda E, Zamarreno I, Bujanda L, Garmendia G, Benavente J,
et al. Pyogenic versus Amoebic liver abscesses. A comparative clinical
study in a series of 58 patients. Rev Esp Enfem Dig vol 102. 2010 ; 90-9.
22. Mc Kaigney C. Hepatic Abscess : Case Report and Review. Western
Journal of Emergency Medicine. Volume XIV no 2. 2013 ; 154-7.
23. Gupta M, Kesarwala H, Gaur S. Amebic liver abscess in a child. Clin
Pediatr 1996; 3:155-6.
24. Bates, Jane, Abdominal Ultrasound, How,Why and When, 2 nd edition,
Churchill Livingstones. 2004.
24